Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
12-23 bulan, 21,0% pada usia 24-35 bulan, 18,2% pada usia 36-47 bulan, dan 17,9% pada
usia 58-59 bulan. Lima provinsi yang pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan
Kalimantan Tengah.
Hingga saat ini penyakit bronkopneumonia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan
bronkopneumonia dari tahun ke tahun. Di Indonesia angka kejadian pneumonia dan
bronkopneumonia yaitu berjumlah 6 juta pertahun, dan angka kematian anak dan balita
maupun anak akibat pneumonia atau bronkopneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini
berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun,
atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian (Misnadiarly, 2008)
tingginya angka penderita penyakit bronkopneumonia pada anak, dimana seorang
tenaga keperawatan sangat perlu memberikan upaya untuk kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna menekan jumlah penderita penyakit
saluran pernapasan khususnya bronkopneumonia dapat meningkatkan derajat kesehatan,
dan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat peradangan paru-paru sehingga
kematian pada anak dan balita akibat bronkopneumonia dapat dihindari. Berdasarkan
data diatas, maka asuhan keperawatan dalam penanggulangan penyakit bronkopneumonia
sangatlah penting karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus tentang “Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari masalah diatas dapat dikemukakan rumusan masalah “ bagimana melakukan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa medis Bronkopnemonia di RSUD Jombang”
1.3 Batasan Masalah
Pada makalah ini masalah kami batasi pada asuhan keperawatan dengan anak
bronkopnemonia pada usia kurang dari 3 tahun
2
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan gangguan sistem pernapasan “Bronchopneumonia” di ruang perawatan anak
RSUD Jombang.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien anak dengan bronkopneumonia.
2. Menyusun diagnosa keperawatan klien anak dengan bronkopneumonia.
3. Menyusun rencana keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia
4. Melakukan implementasi keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang telah di laksanakan pada klien
anak dengan bronkopneumonia.
1.5 Manfaat Penulisan
1. Akademik
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKES PEMKAB JOMBANG dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan datang.
2. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk mengambil langkah dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien, khususnya bagi penderita
Bronchopneumonia di Ruang Perawatan.
3. Klien dan Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan,
pencegahan dan penanganan penyakit Bronchopneumonia.
4. Manfaat Untuk Tenaga Keperawatan
Sebagai suatu referensi dan sumber pengetahuan bagi tenaga keperawatan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan secara komprehensif, sehingga berimplikasi
pada peningkatan kualitas kesehatan klien.
5. Manfaat untuk peneliti
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya bagi penderita Bronchopneumonia.
3
BAB II
TINJUAN TEORI
1.1 KONSEP PENYAKIT
1.1.1 Definisi Bronkopnemonia
Bronchopneumonia merupakan suatu peradangan paru yang biasanya menyerang
di bronkeoli terminal. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran
pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
tubuh. Penyakit ini biasa terjadi pada anak dan bayi, yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk kesaluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim
paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002)
4
4) Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan
organisme perusak.
1. Pneumonia komunitas
2. Pneumonia nosokomial
3. Pneumonia rekurens
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia pada gangguan imun
6. Pneumonia hipostatik
5
1.1.3 Etiologi Bronkopnemonia
Penyebab bronkopneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).
6
1.1.4 Patofisiologi Bronkopnemonia
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon
imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan
infeksi virus.
7
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).
8
Penumpukan eksudat serosa di bronchial Edema antara kapiler dan alveoli
dan bronkhiolus terminal
BRONKOPNEUMONIA
B1 B2 B3 B4
RESTI CIDERA
B5 B6 B7
Diare KURANG 10
MK : PERUBAHAN NUTRISI KURANG PENGETAHUAN
MK : INTOLERANSI
DARI KEBUTUHAN TUBUH Mk : GG. KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT AKTIVITAS
1.1.6 Manifestasi Klinis Bronkopnemonia
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan darah
3. Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001)
4. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari
batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius. (Barbara C, Long, 1996)
5. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa. (Sandra M. Nettina)
6. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
11
7. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001)
8. Pemeriksaan Radiologi
9. Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple
seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C,
Long, 1996)
10. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
12
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai,
berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
1.1.9 Komplikasi Bronkopnemonia
13
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAKA BRONKOPENUMONIA
1.2.1 PEGKAJIAN
a. Identitas Klien
Umumnya bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak
sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi
pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering
mengalami bronkopneumonia.dan sering terjadi pada anak pria
b. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
atas selama beberapa hari dan sesak nafas. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi
R(Regio) : -
3 Berat Berjalan lebih lambat dari pada orang yang seumurnya karena
sulit bernapas, atau harus berhenti berjalan untuk bernapas.
14
4 Sangat berat Sangat sulit untuk bernapas,dan mengunakan otot bantu napas.
(Hidayat, 2005)
T (Timing )
Sesak nafas dirasakan ketika suhu tubuh mulai meningkat
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim
hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan
Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
6. Riwayat Imunisasi.
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
- Pertumbuhan fisik
15
- duduk :6bulan
- merangkak :7bulan
8. Riwayat Nutrisi
c. Pengukuran TTV
d. Pemeriksaan Per-sistem
1. Sistem Pernapasan
Hidung:
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri pada hidung
16
Mulut
Inspeksi :mukosa bibir kering, kebersihan (baik/ tidak), bau, kesehatan gigi (
caries, berlubang, bersih / tidak).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan /ada
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada gejala oedem
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Faring :
Inspeksi : kemerahan,ada secret/sputum, terjadi oedem dan ada tanda-tanda
infeksi
Area dada:
Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada tidak simetris, ada
pengunaan otot bantu nafas
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan, peningkatan vokal fremitus
Perkusi : redup pada daerah yang terjadi konsolidasi
Auskultasi : terdapat suara tambahan seperti ronchi/whezing
2. Cardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa :keletihan setelah beraktivitas
Wajah
Inspeksi : pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan dan tidak bengkak
Perkusi : tidak ada tanda-tanda bunyi redup
Auskultasi :bunyi jantung normal (BJ 1 dan BJ 2 tunggal)
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : tidak ada sianosis
Palpasi : suhu akral hangat, tidak menunjukan odem
17
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : tidak ada sianosis
Palpasi : tidak menunjukkan oedem
3. Persyarafan
Anamnesis : anak menangis karena sakit kepala
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):
1. Uji nervus I olfaktorius (pembau)
Menggunakan minyak kayu putih sehingga pasien bisa mengembalikan
kesadaran dan pasien dalam keadaan normal karena bisa membedakan bau
antara minyak kayu putih dan parfum.
18
Rasa gelar : pasien mampu mendeteksi adanya getaran garpu penala yang
disentuhkan ke wajah pasien.
6. Nervus VI abdusen :
Bola mata simetrisUji nervus
7. VII facialis dengan cara :
Pasien mampu membedakan rasa manis,asam dan pedas. Bentuk wajah
simetris
8. Nervus VIII auditorius/akustikus :
Pendengaran : pendengarannya baik dan tidak tampak oedem
Keseimbangan : pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.
9. Nervus IX glosoparingeal :
Pasien mampu merasakan rasa pahit sehingga timbulnya reflek muntah
10. Nervus X vagus:
Gerakan lidah, faring, laring, dan gerakan pita suara normal ketika pasien
membuka mulut dan berkata “ah”
11. Nervus XI aksesorius :
Pasien tidak mengalami kesulitan menggerakan kepala dan bahu
12. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum :
Pasien mampu menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke
samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Tes hidung-jari hidung
Pasien mampu menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari
telunjuknya ke jari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri secara
berulang
b. Tes jari-hidung
Pasien mampu menyentuh hidung dengan kelima jarinya dengan cepat
c. Tes pronasi supinasi normal
Pasien mampu menengadah dan menelungkupkan tangan dengan cepat
Pemeriksaan reflek superfisial :
a. Reflek dinding perut : Mampu mengontraksikan dinding perut dengan
teratur
b. Cremaster :normal
19
c. Gluteal :normal (Mampu merefleksikan otot gluteal
dengan baik)
Reflek fisiologis:
a. Bisep : mampu menekuk siku
b. Trisep : mampu mengekstensi lengan bawah sendi
Siku
c. Brokioradialis : mampu merasakan adanya kontraksi
d. Patella : mampu mengekstensikan tungkai bawah
e. Arciles : mampu plantar fleksi kaki
Pemeriksaan reflek patologis
a. Babinski : pasien mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
b. Chadok : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
c. Openheim : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.
d. Gordon : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
e. Gonda : pasien mampu mengekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki
f. Rossolimo : mampu untuk fleksi jari-jari long legs pada sendi
interfalangeal
g. Trommer : mampu merasakan ujung jari tengah dengan baik
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : normal
b. Tanda kernig : tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas
c. Tes laseque : normal
GCS
20
Eye : 4 (dapat membuka mata spontan)
4. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa: anak mengalami dehidrasi
Genetalia eksterna
Laki-laki :
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak terjadi oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak nyeri tekan dan tidak ada benjolan
Kandung kemih:
Inspeksi : tidak terjadi pembesaran
Palpasi : tidak nyeri tekan
Ginjal :
Inspeksi : tidak terjadi pembesaran
Palpasi : tidak nyeri tekan
5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : anak mengalami penurunan nafsu makan dan bisa mengalami diare
dan keadaan lemah
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering
Palpasi : tidak nyeri tekan pada rongga mulut
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris dan warna merah muda
Palpasi : tidak nyeri
Faring - Esofagus
Inspeksi : bentuk simetris, ada kemerahan pada faring
Palpasi : tidak oedem
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
21
Inspeksi : tidak ada benjolan
Auskultasi : terdengar suara peristaltic usus
Perkusi : kuadran normal (tidak ada nyeri tekan)
Palpasi : tidak nyeri
Kuadran I:
Hepar :tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran II:
Gaster :tidak nyeri tekan (normal)
Lien : tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran III:
Tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran IV:
Tidak nyeri tekan (normal)
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : tonus otot menurun dan lemah secara umum
Keadaan kulit : turgor kulit menurun, kulit kering
Kekuatan otot : 4 4
4 4
22
Palpasi : tidak ada benjolan/edema
Leher
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
Payudara
Inspeksi : simetris
Genetalia
Inspeksi : tidak ada gejala infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan/ nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak oedeme (normal)
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan
Axilla
Inspeksi : tidak adanya benjolan
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak mengalami oedem
Palpasi : tidak mengalami pembesaran
Genetalia :
Inspeksi : tidak terjadi oedem/ tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9.Persepsi sensori :
Anamnesa :tidak ada keluhan
Mata
Inspeksi :Warna konjungtiva normal/ mata simetris
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : pucat
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
23
Penciuman (Hidung)
Palpasi : terjadi gangguan pernafasan
Perkusi : normal
e. Pengkajian 11 Pola Gordon
24
11. Pola keyakinan dan nilai
Klien belum mengerti tentang kebutuhan spiritualnya.
1.2.1 ANALISA SINTESA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS: Orang tua pasien Respon inflamasi Bersihan nafas tidak
mengatakan bahwa anaknya ↓ efektif
sesak nafas Pembentukan edima
DO: ↓
- Pasien sesali Peningkatan produksi
- Dispnea sputum
- Pernafasan cepat dan ↓
dangkal Kurangnya suplay O2
- Pernafasan Cuping Hidung ↓
- Ronki Bersihan jalan nafas tidak
- Batuk Produktif efektif
- Takikardi
25
↓
Suplai O2 menurun
↓
Hiverpentilasi
↓
Dispneu
↓
3 DS: orang tua klien mengatakan Jamur, virus, bakteri, Gangguan pertukaran
protozoa gas
anaknya sesak bernapas
↓
DO:
Masuk ke alveoli
- - Klien tampak sesak bernapas
↓
- - Respirasi meningkat
Dilatasi pembuluh darah
- - Tampak otot bantu pernapasan
↓
- - Saturasi oksigen menurun
Gangguan difusi dalam
plasma
↓
Gangguan pertukaran gas
oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
26
Diagnosa prioritas bronkopnemonia adalah Bersihan jalan nafas tidak efektif
27
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Myasthenia gravis
Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi)
Depresi sistem saraf pusat
Cedera kepala
Stroke
Kuadriplegia
Sindrom aspirasi mekonium
Infeksi saluran napas
Client
Diagnostic
Related to:
Statement:
Infeksi saluran napas
28
1. 2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
29
5. Posisikan posisi klien senyaman
mungkin (semi fowler)
R :Posisi semi fowler akan
mempermudah pasien untuk bernafas
Kolaborasi:
1. Melakukan terapi pengobatan
pernafasan (nebulizer)
R : mengurangi sesak nafas
2. Kelola pemberian oksigen
R : meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen serta
memenuhi oksigen dalam tubuh
3. Kelola pemberian broncodilator
,sebagaimana mestinya
R : broncodilator meningkatkan ukuran
lumen percabangan trakheobrokhi
sehingga menurunkan tahanan
terhadap aliran udara
4. Pemberian obat khusus dan antibiotik
R: obat yang dianjurkan dokter untuk
mengatasi penyakitnya sedangkan
antibiotik untuk mengobati terjadi
infeksi pada saluran napas pasien
Health Education:
1. Informasikan kepada keluarga
mengenai tindakan suction (jika perlu
tindakan)
R : memebrikan pemahaman kepada
keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan suction
30
Observation :
Ketidak Bantuan Ventilasi 1. Monitor status respirasi dan oksigenasi.
efektifan pola
(3390) R : mengetahui keadaan pasien dalam
napas
hal respirasi
penurunan Definisi :
ekspansi paru Action :
dan proses Peningkatan pola
inflamasi nafas spontan 2. Posiskan pasien semi fowler
optimal yang
memaksimalkan R: posisi tersebut membantu/
pertukaran osigen meringankan pasien untuk respirasi
dan karbondioksida dengan baik
dalam paru-paru.
3. Berikan klien oksigen jika diperlukan
R: Meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen serta
memenuhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh
4. Auskultasi bunyi nafas tambahan;
ronchi, wheezing
R: Adanya bunyi ronchi menandakan
terdapat penumpukan sekret atau sekret
berlebih di jalan nafas.
5. Palpasi untuk ekspansi paru
R: Mengetahui adanya cairam dalam
paru
31
6.Memantau TTV pasien
R: mengetahui keadaan umum pasien
Colaboration :
7.berikan obat-obatan nyeri yang tepat
untuk mencegah hipoventilasi.
8. KolaborasiLakukan torakosintesis ulang
atau pemasangan WSD
R: Mengurangi cairan pada kavum
pleura sehingga ekspansi paru bisa
maksimal dan sesak berkurang.
Education :
9.Menjelaskan penyebab sesak
nafasapasien
R: agar pasien patuh terhadap terapi yang
dijalaninya
32
pembawa adekuatnya Edukasi : oksigen pada alveolus.
aksigen pertukaran gas Ajarkan teknik napas dalam.
darah,
ganggguan R: Membantu mengurangi sesak
pengiriman napas
oksigen.
Kolaborasi :
Adakan terapi pengobatan pernapasan.
R:Membantu mengurangi gejala yang
ada
33
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
B.Saran
Dari kesimpulan diatas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa
pihak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan utamanya di
Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
34
DAFTAR PUSTAKA
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :Salemba Medica.
Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
35