You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

infeksi paru merupakan penyakit yang sering ditemukan dimasyarakat maupun di


rumah sakit dan masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia terutama di
Indonesia. Bronkhopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2009)
Bronkopneumonia maupun pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-
paru meradang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja. Selain
penyebaran infeksi keseluruh tubuh, penderita bisa meninggal. Studi mikrobiologik
ditemukan penyebab kematian utama bakteriologik pneumonia maupun
bronkopneumonia anak dan balita adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-
50% kasus) dan Hemophilus influenzae (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus
dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia, Pseudomonas, Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia
(Kartasasmita, 2010)
Di seluruh dunia angka kejadian pada pneumonia dan bronkopneumonia anak dan
balita mencakup 70% dengan jumlah 115,3 juta dari 156 juta kasus. Lebih dari
setengahnya di 6 negara, mencakup 44% populasi anak-balita di dunia. Ke 6 negara
tersebut adalah India 43 juta, China 21 juta, pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan
Nigeria masing-masing 6 juta kasus per tahun. Angka kematian diseluruh dunia terjadi
1,6 sampai 2,2 juta kematian anak balita akibat pneumonia maupun bronkopneumonia
setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang, 70% terdapat di Afrika dan
Asia. Data World Health Organisation (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa terdapat
1,8 juta kematian akibat pneumonia atau bronkopneumonia sekitar 20% dari total 9 juta
kematian pada balita (Kartasasmita, 2010)
1
Hasil Riskesdas 2013, h. 67. Angka kejadian pada penderita pneumonia maupun
bronkopneumonia di Indonesia sebanyak 13,6% pada usia 0-11 bulan, 21,7% pada usia

1
12-23 bulan, 21,0% pada usia 24-35 bulan, 18,2% pada usia 36-47 bulan, dan 17,9% pada
usia 58-59 bulan. Lima provinsi yang pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan
Kalimantan Tengah.
Hingga saat ini penyakit bronkopneumonia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan
bronkopneumonia dari tahun ke tahun. Di Indonesia angka kejadian pneumonia dan
bronkopneumonia yaitu berjumlah 6 juta pertahun, dan angka kematian anak dan balita
maupun anak akibat pneumonia atau bronkopneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini
berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun,
atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian (Misnadiarly, 2008)
tingginya angka penderita penyakit bronkopneumonia pada anak, dimana seorang
tenaga keperawatan sangat perlu memberikan upaya untuk kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna menekan jumlah penderita penyakit
saluran pernapasan khususnya bronkopneumonia dapat meningkatkan derajat kesehatan,
dan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat peradangan paru-paru sehingga
kematian pada anak dan balita akibat bronkopneumonia dapat dihindari. Berdasarkan
data diatas, maka asuhan keperawatan dalam penanggulangan penyakit bronkopneumonia
sangatlah penting karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus tentang “Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari masalah diatas dapat dikemukakan rumusan masalah “ bagimana melakukan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa medis Bronkopnemonia di RSUD Jombang”
1.3 Batasan Masalah
Pada makalah ini masalah kami batasi pada asuhan keperawatan dengan anak
bronkopnemonia pada usia kurang dari 3 tahun

2
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan gangguan sistem pernapasan “Bronchopneumonia” di ruang perawatan anak
RSUD Jombang.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien anak dengan bronkopneumonia.
2. Menyusun diagnosa keperawatan klien anak dengan bronkopneumonia.
3. Menyusun rencana keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia
4. Melakukan implementasi keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang telah di laksanakan pada klien
anak dengan bronkopneumonia.
1.5 Manfaat Penulisan
1. Akademik
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKES PEMKAB JOMBANG dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan datang.
2. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk mengambil langkah dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien, khususnya bagi penderita
Bronchopneumonia di Ruang Perawatan.
3. Klien dan Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan,
pencegahan dan penanganan penyakit Bronchopneumonia.
4. Manfaat Untuk Tenaga Keperawatan
Sebagai suatu referensi dan sumber pengetahuan bagi tenaga keperawatan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan secara komprehensif, sehingga berimplikasi
pada peningkatan kualitas kesehatan klien.
5. Manfaat untuk peneliti
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya bagi penderita Bronchopneumonia.

3
BAB II
TINJUAN TEORI
1.1 KONSEP PENYAKIT
1.1.1 Definisi Bronkopnemonia
Bronchopneumonia merupakan suatu peradangan paru yang biasanya menyerang
di bronkeoli terminal. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran
pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
tubuh. Penyakit ini biasa terjadi pada anak dan bayi, yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk kesaluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim
paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002)

1.1.2 Klasifikasi Bronkopnemonia

a) Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :

1) Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum


dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya
menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2) Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3) Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan
hanya menurut lokasi anatominya saja.

4
4) Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan
organisme perusak.

b) Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

- Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas


lobus atau lobularis.
2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

- Berdasarkan faktor lingkungan:

1. Pneumonia komunitas
2. Pneumonia nosokomial
3. Pneumonia rekurens
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia pada gangguan imun
6. Pneumonia hipostatik

- Berdasarkan sindrom klinis:

1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang


terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan
pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu
perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

5
1.1.3 Etiologi Bronkopnemonia

Penyebab bronkopneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).

Didapatkan faktor resiko yaitu :


1. Umur kurang dari 2 bulan
2. Laki-laki
3. Gizi kurang
4. BBLR
5. Tidak mendapat ASI memadai
6. Polusi udara
7. Kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
9. Membedung anak berlebihan
10. Defisiensi vitamin

6
1.1.4 Patofisiologi Bronkopnemonia

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim


paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis
dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa
filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan
lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai
sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon
imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan
infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan


ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi
cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan
stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance
paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)
yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi


progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya

7
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).

1.1.5 WOC Bronkopnemonia

8
Penumpukan eksudat serosa di bronchial Edema antara kapiler dan alveoli
dan bronkhiolus terminal

Pergerakan dinding paru


Ekstrapasasi eksudat serosa kedalam alveoli

Konsolidasi daerah paru

BRONKOPNEUMONIA

B1 B2 B3 B4

Infeksi pulmonaly Hipoksia Oksigen dalam tubuh


Kuman berlebihan di Kollaps alveoli
jaringan otak menurun
brokhus
Penurunan volume
Penurunan ratio ventilasi ekspirasi paksa
Prose peradangan Iskemia jaringan otak Anoksi jaringan
dinding brokhus
Kapasitas difusi menurun
Penurunan volume residu
Akumulasi secret di Penimbunan asam laktat
bronkhus Infark otak
Suplai oksigen menurun
CO menurun
Tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
Obstruksi jalan nafas Kerja nafas meningkat
Ketidakcukupan
pengisisan system arteri Peradangan selaput
otak
MK : BERSIHAN dysnea
9
JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
Stimulasi chemoreseptor
hiphothalmus MK : POLA NAFAS MK : GG. Edema jaringan otak Asidosi oliguri
TIDAK EFEKTIF PERFUSI metabolik
JARINGAN
Reaksi peningkatan panas tubuh KERUSAKAN Deficit fungsi neurologis Produksi
PERTUKARAN GAS MK : urin
GG.KESEIMBA menurun
Demam
Kerusakan system motorik dn sensorik NGAN ASAM
BASA
MK : GG. MK : GG.
KESEIMBANGAN SUHU Kaku kuduk,sincope ELIMINASI
TUBUH URIN

MK : DEFISIT PEMENUHAN ADL

DEFISIT PERAWATAN DIRI

RESTI CIDERA

B5 B6 B7

Suplai oksigen ke Adanya sesak nafas


Mucus bronkhus meningkat Kuman terbawa disaluran pencernaan jaringan menurun
Perubahan status kesehatan

Bau mulut tidak sedap Infeksi saluran pencernaan Hipoperfusi jaringan


Ketidaktahuan
Peningkatan peristaltic usus
Koping individu tidak efektif
Anoreksia Metabolism anaerob
Melabsorbsi
Intake tidak adekuat Kelemahan fisik,fatigue MK : ANOREKSIA

Diare KURANG 10
MK : PERUBAHAN NUTRISI KURANG PENGETAHUAN
MK : INTOLERANSI
DARI KEBUTUHAN TUBUH Mk : GG. KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT AKTIVITAS
1.1.6 Manifestasi Klinis Bronkopnemonia

Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:

1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan


- Nyeri pleuritik
- Nafas dangkal dan mendengkur
- Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a.Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4. Diafoesis
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
8. Gelisah
9. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
1.1.7 Pemeriksaan penunjang Bronkopnemonia

1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan darah
3. Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001)
4. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari
batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius. (Barbara C, Long, 1996)
5. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa. (Sandra M. Nettina)
6. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

11
7. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001)
8. Pemeriksaan Radiologi
9. Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple
seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C,
Long, 1996)
10. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

1.1.8 Penatalaksanaan Bronkopnemonia

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak


terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang
atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
 Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibioti awal.
 Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
 Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi
dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan
epidemiologis
2. Berat ringan penyakit

12
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai,
berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
1.1.9 Komplikasi Bronkopnemonia

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita bronkopneumonia adalah sebagai


berikut:
1. Empiema torasis
2. Adanya penimbunan pus/nanah di dalam rongga pleura
3. Pneumothorax
4. Akumulasi udara di dalam rongga pleura karena terdapat hubungan langsung
rongga pleura dengan atmosfir akibat defek pada dinding dada atau pecahnya
alveoli atau keduanya.
5. Efusi pleura yang disebabkan oleh H. Influenza
6. Abses paru
7. Bronkiektase
8. Perikarditis purulenta
9. Miokarditis

13
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAKA BRONKOPENUMONIA

1.2.1 PEGKAJIAN
a. Identitas Klien
Umumnya bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak
sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi
pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering
mengalami bronkopneumonia.dan sering terjadi pada anak pria
b. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama

Keluhan utama pada bronkopneumonia adalah sesak napas

2. Riwayat penyakit sekarang.

Bronkopneumonia didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian

atas selama beberapa hari dan sesak nafas. Suhu tubuh dapat naik sangat

mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang

tinggi

 P(Paliative): sesak napas pada pasien bronkopnemonia terjadi saat pasien

sudah mengalami demam lebih dari 38,0 0C

 Q (Quantity) : sesak napas ditandani dengan cuping hidung ada dan

adanya otot bantu nafas.

 R(Regio) : -

 S(Skala) : sesuai dengan keluhan kriteria sesak napas

Tabel 1. Kriteria sesak napas


Tingkat Derajat Kriteria

1 Normal Tidak ada kesulitan bernapas.

2 Ringan Terdapat kesulitan bernapas. Tapi masih dapat melakukan


aktifitas tampa bantuan orang lain

3 Berat Berjalan lebih lambat dari pada orang yang seumurnya karena
sulit bernapas, atau harus berhenti berjalan untuk bernapas.

14
4 Sangat berat Sangat sulit untuk bernapas,dan mengunakan otot bantu napas.

(Hidayat, 2005)

 T (Timing )
Sesak nafas dirasakan ketika suhu tubuh mulai meningkat

3. Riwayat penyakit dahulu.

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

4. Riwayat kesehatan keluarga.

Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat

menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

5. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim

hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan

lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.

Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan

anggota keluarga perokok.

6. Riwayat Imunisasi.

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat

penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan

tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

7. Riwayat Tumbuh Kembang.

- Pertumbuhan fisik

-Berat badan baru lahir : 2500-4000 gram

- Panjang badan : 48-52 cm

- Perkembangan tiap tahap Usia anak saat

- Berguling : sekitar 4bulan

15
- duduk :6bulan

- merangkak :7bulan

- bicara pertama kali :1bulan

8. Riwayat Nutrisi

Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari.Klasifikasi


status gizi sebagai berikut :
a. Gizi buruk kurang dari 60%
b. Gizi kurang 60%- <80%
c. Gizi kurang baik 80 % - 110%
- Pemberian asi

a.Pertama kali disusui :1 minggu setelah bayi lahir

b.cara pemberian :setiap kali bayi menangis

- Pola perubahan nutrisi tiap tahapan sampai nutrisi saat ini

1. usia 0 – 6 bulan : ASI

2. usia 7 bulan : ASI + bubur beras merah

c. Pengukuran TTV

- TD : cenderung rendah (80-100/60 mmHg)

-N : takikardi (> 90 x/menit)

-RR : lebih cepat lebih dari 30 x/menit

-S : 38,0C / > 38,0C

d. Pemeriksaan Per-sistem

1. Sistem Pernapasan

Anamnesa : Sesak napas

Hidung:
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri pada hidung

16
Mulut
Inspeksi :mukosa bibir kering, kebersihan (baik/ tidak), bau, kesehatan gigi (
caries, berlubang, bersih / tidak).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan /ada
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada gejala oedem
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Faring :
Inspeksi : kemerahan,ada secret/sputum, terjadi oedem dan ada tanda-tanda
infeksi
Area dada:
Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada tidak simetris, ada
pengunaan otot bantu nafas
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan, peningkatan vokal fremitus
Perkusi : redup pada daerah yang terjadi konsolidasi
Auskultasi : terdapat suara tambahan seperti ronchi/whezing
2. Cardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa :keletihan setelah beraktivitas
Wajah
Inspeksi : pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan dan tidak bengkak
Perkusi : tidak ada tanda-tanda bunyi redup
Auskultasi :bunyi jantung normal (BJ 1 dan BJ 2 tunggal)
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : tidak ada sianosis
Palpasi : suhu akral hangat, tidak menunjukan odem

17
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : tidak ada sianosis
Palpasi : tidak menunjukkan oedem
3. Persyarafan
Anamnesis : anak menangis karena sakit kepala
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):
1. Uji nervus I olfaktorius (pembau)
Menggunakan minyak kayu putih sehingga pasien bisa mengembalikan
kesadaran dan pasien dalam keadaan normal karena bisa membedakan bau
antara minyak kayu putih dan parfum.

2. Uji nervus II opticus (penglihatan)


Konjungtiva normal
d. Ketajaman penglihatan
Pasien dapat melihat benda dengan jarak 35 cm dengan jelas
e. Lapangan penglihatan
Pasien tidak dapat melihat objek dengan jarak antara pemeriksa dan
pasien berkisar 60-100 cm dengan mata yang lain ditutup. Lapangan
penglihatan pasien tidak normal
3. Uji nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada mata
4. Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal (4-5 mm)
5. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Pemeriksaan reflek masester : klien mampu menutup mulut secara tiba-tiba.
Sensibilitas wajah.
Rasa raba : pasien dapat membandingkan rasa raba wajah kiri dan
kanan(normal)
Rasa nyeri : pasien mampu mendeteksi nyeri
Rasa suhu : pasien mampu mendeteksi suhu (panas-dingin)
Rasa sikap : pasien mampu mendeteksi area wajah yang disentuh (atas-
bawah)

18
Rasa gelar : pasien mampu mendeteksi adanya getaran garpu penala yang
disentuhkan ke wajah pasien.
6. Nervus VI abdusen :
Bola mata simetrisUji nervus
7. VII facialis dengan cara :
Pasien mampu membedakan rasa manis,asam dan pedas. Bentuk wajah
simetris
8. Nervus VIII auditorius/akustikus :
Pendengaran : pendengarannya baik dan tidak tampak oedem
Keseimbangan : pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.
9. Nervus IX glosoparingeal :
Pasien mampu merasakan rasa pahit sehingga timbulnya reflek muntah
10. Nervus X vagus:
Gerakan lidah, faring, laring, dan gerakan pita suara normal ketika pasien
membuka mulut dan berkata “ah”
11. Nervus XI aksesorius :
Pasien tidak mengalami kesulitan menggerakan kepala dan bahu
12. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum :
Pasien mampu menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke
samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Tes hidung-jari hidung
Pasien mampu menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari
telunjuknya ke jari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri secara
berulang
b. Tes jari-hidung
Pasien mampu menyentuh hidung dengan kelima jarinya dengan cepat
c. Tes pronasi supinasi normal
Pasien mampu menengadah dan menelungkupkan tangan dengan cepat
Pemeriksaan reflek superfisial :
a. Reflek dinding perut : Mampu mengontraksikan dinding perut dengan
teratur
b. Cremaster :normal

19
c. Gluteal :normal (Mampu merefleksikan otot gluteal
dengan baik)
Reflek fisiologis:
a. Bisep : mampu menekuk siku
b. Trisep : mampu mengekstensi lengan bawah sendi
Siku
c. Brokioradialis : mampu merasakan adanya kontraksi
d. Patella : mampu mengekstensikan tungkai bawah
e. Arciles : mampu plantar fleksi kaki
Pemeriksaan reflek patologis
a. Babinski : pasien mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
b. Chadok : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
c. Openheim : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.
d. Gordon : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
e. Gonda : pasien mampu mengekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki
f. Rossolimo : mampu untuk fleksi jari-jari long legs pada sendi
interfalangeal
g. Trommer : mampu merasakan ujung jari tengah dengan baik
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : normal
b. Tanda kernig : tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas
c. Tes laseque : normal

Tingkat kesadaran (kualitas):

Pasien dalam keadaan sadar (composmentis)

Tingkat kesadaran (Kuantitas) :

GCS

20
Eye : 4 (dapat membuka mata spontan)

Motorik : 6 (dapat bergerak sesuai perintah)

Verbal : 5 (orientasi baik, orang tempat dan waktu)

Pemeriksaan fungsi luhur :

Pemeriksaan fungsi luhur normal

4. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa: anak mengalami dehidrasi
Genetalia eksterna
Laki-laki :
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak terjadi oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak nyeri tekan dan tidak ada benjolan
Kandung kemih:
Inspeksi : tidak terjadi pembesaran
Palpasi : tidak nyeri tekan
Ginjal :
Inspeksi : tidak terjadi pembesaran
Palpasi : tidak nyeri tekan
5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : anak mengalami penurunan nafsu makan dan bisa mengalami diare
dan keadaan lemah
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering
Palpasi : tidak nyeri tekan pada rongga mulut
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris dan warna merah muda
Palpasi : tidak nyeri
Faring - Esofagus
Inspeksi : bentuk simetris, ada kemerahan pada faring
Palpasi : tidak oedem
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

21
Inspeksi : tidak ada benjolan
Auskultasi : terdengar suara peristaltic usus
Perkusi : kuadran normal (tidak ada nyeri tekan)
Palpasi : tidak nyeri
Kuadran I:
Hepar :tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran II:
Gaster :tidak nyeri tekan (normal)
Lien : tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran III:
Tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran IV:
Tidak nyeri tekan (normal)
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : tonus otot menurun dan lemah secara umum
Keadaan kulit : turgor kulit menurun, kulit kering
Kekuatan otot : 4 4
4 4

Kekuatan otot 4 (gerakan aktif, dapat melawan gravitasi,dapat meahan tahanan


ringan )
Fraktur
Look :tidak ada deformitas, tidak bengkak
Feel : tidak nyeri dan perfusi hangat
Move : tidak kaku
Luka
Inspeksi : tidak ada tanda radang
Palpasi : suhu normal
Lesi kulit
Tidak ada lesi kulit
7. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : tidak ada keluhan
Kepala
Inspeksi : distribusi rambut pubis bagus dan tidak mudah rontok

22
Palpasi : tidak ada benjolan/edema
Leher
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
Payudara
Inspeksi : simetris
Genetalia
Inspeksi : tidak ada gejala infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan/ nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak oedeme (normal)
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan
Axilla
Inspeksi : tidak adanya benjolan
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak mengalami oedem
Palpasi : tidak mengalami pembesaran
Genetalia :
Inspeksi : tidak terjadi oedem/ tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9.Persepsi sensori :
Anamnesa :tidak ada keluhan
Mata
Inspeksi :Warna konjungtiva normal/ mata simetris
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : pucat
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata

23
Penciuman (Hidung)
 Palpasi : terjadi gangguan pernafasan
 Perkusi : normal
e. Pengkajian 11 Pola Gordon

1. Pola manajemen kesehatan


Menurut orang tua klien, kesehatan merupakan hal yang penting sehingga setiap
ada anggota keluarga yang sakit selalu dibawa ke puskesmas atau instalansi
kesehatan terdekat
2. Pola kebutuhan nutrisi
Saat dirumah, klien menjaga pola makannya sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.
Setelah sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan.
3. Pola eliminasi
Pola eliminasi pasien sebelum sakit normal, setelah sakit berkurang karena
pasien menurun nafsun makan dan minum
4. Pola aktifitas
Sebelum sakit pasien sering bermain bersama teman-temannya .saat sakit Saat
pasien tampak lemah dan engan untuk berkativitas
5. Pola istirahat
Pola istirahat tidur pasien sebelum sakit tidak ada masalah yaitu 8 – 9 jam/
hari.setelah sakit pola jam tidurnya melebihi dari sebelum sakit.
6. Pola persepsi kognitif
Klien mengeluhkan seluruh tubuh terasa sakit dan lemah
7. Pola konsep diri
Pasien belum mengerti tentang dirinya dan masih membutuhkan bantuan orang
tua untuk setiap tindakan yang dilakukannya.
8. Pola peran dan hubungan
Pasien sangat dilindungi oleh keluarganya, anak merasa manja kepada orang
tuanya dengan minta selalu di temani
9. Pola reproduksi dan seksual
Pasien seorang anak.
10. Pola pertahanan diri
Klien belum dapat menjaga dirinya dan masih dalam pengawasan orang tuanya.
Setiap merasa terganggu pasien menangis dan memanggil orang tua

24
11. Pola keyakinan dan nilai
Klien belum mengerti tentang kebutuhan spiritualnya.
1.2.1 ANALISA SINTESA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS: Orang tua pasien Respon inflamasi Bersihan nafas tidak
mengatakan bahwa anaknya ↓ efektif
sesak nafas Pembentukan edima
DO: ↓
- Pasien sesali Peningkatan produksi
- Dispnea sputum
- Pernafasan cepat dan ↓
dangkal Kurangnya suplay O2
- Pernafasan Cuping Hidung ↓
- Ronki Bersihan jalan nafas tidak
- Batuk Produktif efektif
- Takikardi

2 DS: Jamur, virus, bakteri, Ketidak efektifan pola


Orang tua klien mengatakan napas
protozoa
anaknya sering batuk
DO: ↓
- -Napas cuping hidung
Masuk alveoli
- - Penggunaan otot bantu nafas
- - Takikardi ↓
- -Kelelahan
Kuman berlebihan di
- Tampak sesak
Broncus

Peradangan

Akumulasi sekret di
broncus

Mukus di broncus
meningkat

25

Suplai O2 menurun

Hiverpentilasi

Dispneu

Retraksi dada/ Nafas


cuping hidung

Gangguan pola nafas

3 DS: orang tua klien mengatakan Jamur, virus, bakteri, Gangguan pertukaran
protozoa gas
anaknya sesak bernapas

DO:
Masuk ke alveoli
- - Klien tampak sesak bernapas

- - Respirasi meningkat
Dilatasi pembuluh darah
- - Tampak otot bantu pernapasan

- - Saturasi oksigen menurun
Gangguan difusi dalam
plasma

Gangguan pertukaran gas

1. 2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang muncul kasus bronkopnemonia adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan infeksi saluran nafas

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus

kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman

oksigen.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.

26
Diagnosa prioritas bronkopnemonia adalah Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan infeksi saluran nafas

D.0001 Bersihan Jalan Napas tidak efektif


NS. DIAGNOSIS ________________________________________________
Kategori : Fisiologi
Subkategori: Respirasi

DEFINITION: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk


mempertahankan jalan napas paten
 Fisiologi
- spasme jalan napas
- hipersekresi jalan napas
- disfungsi neuromaskular
- benda asing dalam jalan napas
- adanya jalan napas buatan
- sekresi yang tertahan
PENYEBAB
- hiperplasia dinding jalan napas
- proses infeksi
- Respon alergi
- efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
 Situasional
- merokok aktiv
- merokok pasif
- Terpajan polutan

27
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif (tidak tersedia)  Subjektif


 Objektif - dispnea
- batuk tidak efektif - sulit berbicara
- tidak mampu batuk - ortopnea
- sputum berlebih  Objektif
- mengi, whezzing dan /atau ronkhi - gelisah
kering - sianosis
- mekonium dijalan napas( neonatus) - bunyi napas menurun
- frekuensi napas berubah
- pola napas berubah

 Gullian barre syndrome


 Sklerosis multipel
KONDISI YANG TERKAIT

 Myasthenia gravis
 Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi)
 Depresi sistem saraf pusat
 Cedera kepala
 Stroke
 Kuadriplegia
 Sindrom aspirasi mekonium
 Infeksi saluran napas

Data Subjektif Data Objektif


ASS

Ns. Diagnosis (Specify):


Bersihan Jalan Napas tidak efektif
DIAGNOSIS

Client
Diagnostic
Related to:
Statement:
Infeksi saluran napas

28
1. 2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NIC NOC


keperawatan Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Bersihan jalan nafas Manajemen jalan Observasi: Status pernafasan : 1. Frekuensi pernafasan
tidak efektif nafas 1. Monitor status pernafasan dan kepatenan jalan nafas (3)
berhubunga DEFINISI : oksigenasi,sebagaimana mestinya (0410) 2. Saturasi oksigen (4)
n dengan fasilitas kepatenan R : mengetahui kondisi pernafasan 3. Dispnea saat
infeksi jalan nafas pasien DEFINISI: beraktivitas (3)
saluran Action: Saluran trakeobronkial 4. Akumulasi sputum
nafas 1. Anjurkan asupan cairan yang adekuat yang terbuka dan lancer (4)
R : mengoptimalkan keseimbagan untuk pertukaran udara 5. Suara nafas tambahan
cairan dan membatu mengencerkan (4)
secret sehingga muda dikeluarkan 6. Pernafasan cuping
2. Melakukan TTV hidung (3)
R : mengetahui keadaan umum pasien 7. TTV (3)
3. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R : Bersihan jalan nafas yang tidak
efektif dapat dimanifestasikan dengan
adanya bunyi nafas adventisius
4. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan,
catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress
atau adanya proses infeksi akut.
Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.

29
5. Posisikan posisi klien senyaman
mungkin (semi fowler)
R :Posisi semi fowler akan
mempermudah pasien untuk bernafas
Kolaborasi:
1. Melakukan terapi pengobatan
pernafasan (nebulizer)
R : mengurangi sesak nafas
2. Kelola pemberian oksigen
R : meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen serta
memenuhi oksigen dalam tubuh
3. Kelola pemberian broncodilator
,sebagaimana mestinya
R : broncodilator meningkatkan ukuran
lumen percabangan trakheobrokhi
sehingga menurunkan tahanan
terhadap aliran udara
4. Pemberian obat khusus dan antibiotik
R: obat yang dianjurkan dokter untuk
mengatasi penyakitnya sedangkan
antibiotik untuk mengobati terjadi
infeksi pada saluran napas pasien
Health Education:
1. Informasikan kepada keluarga
mengenai tindakan suction (jika perlu
tindakan)
R : memebrikan pemahaman kepada
keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan suction

30
Observation :
Ketidak Bantuan Ventilasi 1. Monitor status respirasi dan oksigenasi.
efektifan pola
(3390) R : mengetahui keadaan pasien dalam
napas
hal respirasi
penurunan Definisi :
ekspansi paru Action :
dan proses Peningkatan pola
inflamasi nafas spontan 2. Posiskan pasien semi fowler
optimal yang
memaksimalkan R: posisi tersebut membantu/
pertukaran osigen meringankan pasien untuk respirasi
dan karbondioksida dengan baik
dalam paru-paru.
3. Berikan klien oksigen jika diperlukan
R: Meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen serta
memenuhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh
4. Auskultasi bunyi nafas tambahan;
ronchi, wheezing
R: Adanya bunyi ronchi menandakan
terdapat penumpukan sekret atau sekret
berlebih di jalan nafas.
5. Palpasi untuk ekspansi paru
R: Mengetahui adanya cairam dalam
paru

31
6.Memantau TTV pasien
R: mengetahui keadaan umum pasien

Colaboration :
7.berikan obat-obatan nyeri yang tepat
untuk mencegah hipoventilasi.
8. KolaborasiLakukan torakosintesis ulang
atau pemasangan WSD
R: Mengurangi cairan pada kavum
pleura sehingga ekspansi paru bisa
maksimal dan sesak berkurang.

Education :
9.Menjelaskan penyebab sesak
nafasapasien
R: agar pasien patuh terhadap terapi yang
dijalaninya

Gangguan Pengawasan Observasi : Status pernapasan 1) Sesak napas saat


pertukaran Pernapasan  Awasi jumlah, irama, kedalaman (0415) beraktivitas ringan
gas dan usaha bernapas. (4)
berhubung Definisi : R : Untuk mengetahui adanya Definisi : 2) Sesak napas saat
an dengan pernapasan yang abnormal. istirhat (4)
perubahan Mengumpulkan Aksi : Gerakan dari udara 3) Sianosis (4)
membran dan menganalisa  Tempatkan pasien pada posisi masuk dan keluar dari 4) Tingkat pernapasan
alveolus data pasien untuk miring. paru-paru dan (4)
kapiler, menjamin R: Untuk memudahkan dalam pertukaran 5) Saturasi oksigen (4)
gangguan kepatenan jalan membuka jalan napas karbondioksida dan Tes fungsi paru (4)
kapasitas napas dan

32
pembawa adekuatnya Edukasi : oksigen pada alveolus.
aksigen pertukaran gas  Ajarkan teknik napas dalam.
darah,
ganggguan R: Membantu mengurangi sesak
pengiriman napas
oksigen.
Kolaborasi :
 Adakan terapi pengobatan pernapasan.
R:Membantu mengurangi gejala yang
ada

33
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Bronchopneumia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.


Kantung-kantung udara dalam paru disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga
kemampuan menyerap oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara
inilah, selain penyebaran infeksi keseluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa
meninggal. Sebenarnya bronchopneuminia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa
bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri,
virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

B.Saran

Dari kesimpulan diatas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa
pihak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan utamanya di
Indonesia, diantaranya sebagai berikut:

1. Keluarga klien dan pasien


Keluarga klien atau pasien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari anaknya yang menderita penyakit
bronchopneumonia dan mampu menjaga kebersihan lingkungan sehngga setiap
anggota keluarga yang lain dapat terhindar dari penyakit bronchopneumonia
2. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep bronchopneumonia
utamanya dalam memberikan asuhan keperawatan dengan intensif pada anak dengan
bronkopneumonia dan memberikan penyuluhan pada keluarga pasien sebagai usaha
untuk mempercepat penyembuhan pasien serta mencegah terjadinya komplikasi.
Mahasiswa dapat menjalin kerja sama dengan keluarga perawat lainnya, agar dapat
melaksanakan asuhan keperawatan secara operasional

34
DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-


overview.. tanggal 06/06/2017 20:50

meltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :Salemba Medica.

Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I, Jakarta :


EGC

Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001

Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

35

You might also like