You are on page 1of 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam era globalisasi kemajuan dibidang teknologi transportasi dan

semakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya

kematian semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Trauma

pada penduduk di indonesia masih tetap merupakan penyebab kematian pada

seluruh kelompok umur di bawah 45 tahun. Lebih dari ½ % trauma

merupakan akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh, luka

tembak dan luka tusuk, keracunan luka bakar dan tenggelam (Thoifatul

Barokah, dkk ).

Menurut data WHO (World Health organization) diantara kelompok

cedera yang serius, cedera kepala menduduki urutan tertinggi, disusul cedera

ekstremitas baik di Indonesia maupun di Amerika. Cedera kepala 25,5%-

54,9%, cedera ekstremitas berkisar antara 17,63 -42,20%, sedangkan cedera

dada dan perut mencapai 11.8% (NurYuniarti)

Kepala divisi hubungan masyarakat (Kadiv Humas) menyatakan,

sebanyak 1.547 jiwa meninggal dunia akibat korban kecelakaan lalu lintas di

seluruh Indonesia sejak awal januari 2012. Angka kecelakaan lalu lintas

cukup tinggi dan menonjol, data selama satu setengah bulan ada 9.884 kasus,

meninggal dunia 1.547 jiwa, luka berat 2.562 jiwa dan luka ringan 7.564

jiwa, Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan Trauma

1
abdomen. Trauma abdomen merupakan penyebab terbanyak kehilangan

nyawa yang bersifat tragis, trauma abdomen yang tidak diketahui masih tetap

menjadi momok sebagai penyebab kematian yang seharusnya bisa dicegah

(Depkes RI 2012). (Thoifal barokah, dkk)

Berdasarkan prevelensi Riset Kesehatan tahun 2013 menyatakan

bahwa pevalensi cedera secara Nasional adalah 8,2%, dengan prevalensi

tertinggi ditemukan di Sulawesi selatan 12,8% dan terendah di Jambi 4,5%.

Perbandingan hasil RiskesDas 2007 dengan RiskesDas 2013 menunjukan

kecendurungan peningkatan prevalensi cedera dari 7,5% menjadi 8,2%.

Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi di temukan di Bengkulu

56,4% dan terendah di Papua 19,4%. Proporsi terbanyak terjadipada umur 15-

24 tahun, laki-laki tamat SMA, status pegawai, dan kuntil teratas.

Dibandingkan dengan Riskesdas 2007 dengan Riskesdas 2013 menunjukan

kecenderungan peningkatan proporsi cedera transportasi darat (sepeda motor

dan darat lain) dari 25,9% menjadi 47,7%. Tiga urutan terbanyak jenis cedera

yang di alami adalah luka lecet/memar 70,9%, terkilir 27,5% dan luka robek

23,2% . Adapun urutan proporsi terbanyak untuk tempat terjadinya cedera

yaitu di jalan raya 42,8%, rumah36,5%, area pertanian 6,9%, dan sekolah

5,4%.

Menurut penelitian indah J.umboh, dkk. Trauma pada penduduk sipil

masih tetap merupakan penyebab kematian pada seluruh kelompok usia

terutama pada usia produktif yaitu kelompok usia di bawah 45 tahun. Lebih

dari ½ % trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat

2
terjatuh, luka tembak, dan luka tusuk, keracunan, luka bakar, dan tenggelam.

Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian

akibat trauma setelah cedera kepala dan trauma pada dada.

Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signikan bagi

angka kesakitan dan kematian di Amerika Serikat. Trauma abdomen yang

tidak diketahui (terlewatkan dari pengamatan) masih tetap menjadi momok

menyebab kematian yang seharusnya bisa dicegah (preventable death).

Menurut Penelitian Reza Halim tahun 2016 Trauma abdomen

merupakan salah satu dampak terbesar dari kecelakaan lalu lintas yang

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Cedera pada trauma abdomen dapat

terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan (deselarasi), dan

kompresi. Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera

muskoloskeletal, kerusakan organ dan ruptur pada berbagai organ. Ruptur

adalah robek, atau pecahnya suatu jaringan secara paksa yang dapat terjadi

akibat rudapaksa tumpul maupun jatam.

Menurut penelitian Medhatama Restyan 2015, Trauma abdomen akan

ditemukan pada 25% penderita multitrauma. Gejala dan tanda yang di

timbulkan kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan

yang tinggi untuk menetapkan diagnosis.

Jenis trauma abdomen ada dua yaitu trauma tajam (penetrasi/secara

langsung) dan trauma tumpul (non-penetrasi/tidak langsung) terdapat

pendekatan diagnostik yang berbeda (medhatama Restyan 2015)

3
Penatalaksanaan menurut FKUI (2010) penatalaksanaan kedaruratan

yang di lakukan pada pasien trauma abdomen adalah mengkaji ABCD, lalu

pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi,

kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin

yang keluar (perdarahan), (Thoifal Barokah, Nanang sri mujiono, dkk).

Perawat adalah merupakan ujung tombak dan berperan aktif dan

memberikan pelayanan asuhan keperawatan membantu klien mengatasi

permasalahan yang di rasakan baik dari aspek psikologis maupun aspek

fisiologi secara komprehensif.

Peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap dalam penanganan

kasus kegawat daruratan di instalasi gawat darurat (IGD) penanganan utama

dengan melakukan imobilisasi serta penatalaksanaan atau pengkajian secara

primary survey yang terdiri dari nilai tingkat kesadaran, Airway, Breathing,

circulation, Disability, exposure dan intervensi primer dengan cara membuka

jalan napas serta memberikan O2 dan juga dengan secondary survey dengan

mengkaji riwayat trauma, tingkat kesadaran khususnya pada trauma

abdomen.

4
Sesuai dengan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul “Asuhan keperawatan di instalasi Gawat Darurat pada klien

dengan Sistem pencernaan : Trauma Abdomen di Instalasi Gawat Darurat

tahun 2017

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien x dengan trauma

abdomen di IGD

2. Tujuan khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan, penulis mampu :

a. Mampu melakukan penilaian Triage pada klien gawat darurat dengan

gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di ruang Instalasi gawat

darurat

b. Mampu melakukan pengkajian primery survey pada klien gawat

darurat dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

c. Mampu melakukan pengkajian secondary survey pada klien gawat

daruruat dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

5
d. Mampu menentukan Diagnosa keperawatan gawat darurat pada klien

gawat darurat dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

e. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada lien gawat darurat

dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di Instalasi

gawat darurat

f. Mampu melakukan intervensi keperawatan gawat darurat pada klien

gawat darurat dengan gangguan sisem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

g. Mampu melakukan evaluasi keperawatan gawat Darurat pada klien

gawat darurat dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

h. Mampu melakukan mendokumentasikan keperawatan pada klien gawat

darurat dengan gangguan sistem pencernaan trauma abdomen di

Instalasi gawat darurat

C. Kerangka penelitian

1. Pengumpulan data

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan

metode deskriptif yaitu1 metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data,

menganalisa serta menarik kesimpulan yang selanjutnya akan di sajikan

dalam bentuk narasi.

6
Adapun teknik yang penulis gunakan dalam penyusunan karya tulis

ilmiah ini adalah sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan

Penulis dan membaca dan mempelajari buku-buku perpustakaan

sebagai penunjang dan landasan yang konsep yang berhubungan

dengan kasus trauma abdomen dan proses keperawatannya.

b. Observasi

Melakukan pengamatan secara langsung verbal dan non verbal,

yang ditampilkan sesuai karakteristik yang ada pada klien dengan

trauma abdomen. Pemeriksaan fisik merupakan teknik pengambilan

data yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik langsung ke

klien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, secara inpeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik ini juga dilakukan

secara primary survey (airway, breathing, sirculation,disability),

secondary survey (head to-toe (kepala sampai kaki) dan reviem of

system (sistem tubuh).

c. Interview dan wawancara

Diskusi terhadap klien dan perawat atau tim kesehatan lain

secara isi terstruktur maupun tidak terstruktur untuk menggali dan

mendapatkan informasi tentang data kesehatan atau studi dokumentasi.

7
d. Studi dokumentasi

Penulis membaca dan mempelajari status pada klien trauma

abdomen yang ada di IGD untuk mendapatkan data-data kesehatan dan

perkembangan klien sehubungan dengan keperawatan yang di

lakukannya.

e. Partisipasi aktif

Keterlibatan dalam proses perencanaan dan pembuatan

keputusan tentang apa yang dilakukan baik dalam pelaksanaan studi

kasus ini maupun dalam pengambilan keputusan.

2. Tempat dan waktu

Penyusunan proposal dilakukan dari bulan februari 2017 - 26 maret

2017, pengumpulan Draft Proposal dilakukan dari tanggal 27 maret 2017 -

01 april 2017, Seminar proposal dilakukan dari tanggal 03 april 2017 - 08

april 2017, pengumpulan Draft KTI dilakukan dari tanggal 03 jui 2017 –

08 juli 2017, sidang KTI dilakukan dari tanggal 10 juli 2017 – 15 juli 2017

pada pasien gawat darurat dengan gangguan sistem pencernaan trauma

abdomen di ruang Instalasi Gawat darurat di RS X.

3. Manfaat Penulisan

a. Manfaat Teoritis

1. Bagi peneliti lain

8
Dalam adanya karya tulis ilmiah ini, kiranya adik-adik

saya, teman-teman, dan saudara dapat membaca dan melanjutkan

apabila karya ilmiah yang saya tulis kurang dipahami. Kiranya

dengan adanya Karya Ilmiah ini adik-adik, teman-teman, dan

saudara dapat mengaplikasikannya dalam bekerja dan kehidupan

sehari-hari.

2. Bagi institusi

Sebagai pedoman dalam peneliti yang akan dilakukan dan

hasilnya nanti diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

pengembangan ilmu pengetahuan guna meningkatkan mutu

pendidikan selanjutnya.

3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi lahan praktik

dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam pemberian asuhan

keperawatan denngan masalah trauma dada.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi pasien dan keluarga

Untuk menambah pengalaman tentang Trauma abdomen, tanda dan

gejala dan cara penanganannya.

9
2. Bagi perawat

Sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

kepada seluruh masyarakat.

3. Bagi penulis

Dapat menambah wawasan tentang proses kegawat daruratan di

IGD di RS khususnya Gangguan sistem pencernaan : Trauma

Abdomen dan memberikan masukan sumber/referensi dan konsep

yang disajikan oleh penulis/peneliti.

4. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini dapat sebagai pengetahuan dan masukan dalam

perkembangan ilmu keperawatan khususnya kegawat daruratan

dimasa yang akan datang pada kasus Gangguan Sistem Pernapasan

: Trauma Abdomen.

D. Sistematika penulisan

Sistematika dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang masalah, Tujuan di bagi menjadi 2

yaitu Tujuan umum dan tujuan khusus, Kerangka penelitian terdapat beberapa

bagian yaitu : Pengumpulan data, waktu dan tempat, Manfaat penulisan terdiri

dari manfaat reoritis dan manfaat praktis dan sistematika penulisan; BAB II

TINJAUAN PUSTAKA : Konsep dasar kegawat daruratan, Triase, primary

survey, secondary survey, dan Masalah kesehatan terdiri dari definisi trauma

10
dada, anatomi dan fisiologi trauma abdomen, etiologi trauma abdomen,

patofisiologi trauma abdomen, pathwat trauma abdomen, manifestasi klinis

trauma abdomen, penatalaksanaan klinis trauma abdomen, prosedur

diagnosatic trauma abdomen, Asuhan keperawatan terdiri dari Pengkajian,

analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi,

evaluasi; BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN : Laporan

kasus dan pembahasan; BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.

11
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR GAWAT DARURAT

1. Definisi Gawat Darurat

“Gawat” artinya mengancam nyawa, sedangkan “Darurat”

adalah perlu mendapatkan penanganan atau tundakan dengan segera

untuk menghilangkan ancaman nyawa korban. Sebenarnya dalam tubuh

kita terdapat berbagai organ dan semua itu terbentuk dari sel-sel, sel

tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak di ketahui, dan

kematian tubuh itu akan timbul jika sel tidak bisa mendapatkan pasokan

oksigen. Kematian ada dua macam yaitu mati klinis dan mati biologis,

mati klinis adalah apabila seorang penderita henti napas dan henti

jantung, waktu 6-8 menit setelah terhentinya pernapasan dan sistem

sirkulasi tubuh sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya

kerusakan sel-sel otak dan waktunya 6-8 menit setelah terhentinya sistem

pernapasan dan sirkulasi (modul penanggulangan gawat darurat,2008)

(Musliha,2010).

Keperawatan gawat darurat (Emergency Nursing) merupakan

pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien

dengan injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan. (Krisanti paula

dan manurung santa,dkk,2016).

12
Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukan keahlian dalam

pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan

kesehatan masyarakat (Burel et al,1997). Sebagai seorang spesialis,

perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan

untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok, trauma,

ketidakstabilan multisistem, keracunan, dan kegawat yang yang

mengancam jiwalainnya, (Krisanti paula dan manurung santa, dkk 2016).

2. Triase

Triage diambil dari bahasa perancis “trier” artinya

“Mengelompokkan” atau “Memilih” (Gilboy,2003, dalam ignatavicius,

2006). Konsep triage unit gawat darurat adalah berdasarkan

pengelompokkan ata mengklasifikasikan klien kedalam tingkat prioritas

tergantung pada keparahan penyakit atau injuri.

Perawat triage adalah “penjaga pintu gerbang” pada sistem

pelayanan gawat daruruat. Standars Of Emergensi Nursing Practice

dengan jelas menggambarkan seorang registered nurse (RN) sebagai

pemberi layanan yang harus mentriage setiap pasien (ENE, 2001, dalam

ignatavicius,2006) dalam (Krisanti paula dan manurung santa,dkk 2016).

a. Gawat Darurat (Emergent triage)

Klien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan

menjadi gawat terancam nyawanya atau anggota badannya (akan

menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.

Kategori yang termasuk didalamnya yaitu kondisi yang timbul

13
berhadapan dengan keadaaan yang dapat mengancam kehidupan atau

beresiko kecatatan. Misalnya dengan nyeri dada subternal, napas

pendek, dan diaphoresis ditriage segera ke ruang treatmen dan klien

injuri trauma kritis atau seseorang dengan perdarahan aktif.

Suatu sistem seleksi korban yang menjamin supaya tidak ada

korban yang tidak mendapatkan perawatan medis. Untuk bencana

masal dikenal dengan istilah “Triage officer (petugas triage)” yaitu

orang yang melakukan seleksi triage, biasanya memiliki pengalaman

keahlianbedah sehingga mampumelakukan diagnosa dan

penanggulangannya dengan cepat (Krisanti paula dan manurung

santa, dkk 2016).

b. Gawat tidak Darurat (Urgent triage)

Klien berada dalam keadaan gawat tetapi memerlukan

tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut. Kategori yang

mengidentifikasi bahwa klien harus dilakukan tindakan segera, tetapi

keadaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat itu. Misalnya

klien dengan seorang baru pneumonia (Sepanjang gagal nafas tidak

muncul segera, nyeri abdomen, kolik ginjal, laserasi kompleks tanpa

adanya perdarahan mayor, dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan

suhu lebih dari 37 c ( krisanti paula dan manurung santa, dkk 2016).

c. Darurat tidak Gawat (Nonurgent triage)

Klien dengan musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak

mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat

14
dangkal. Secara umum dapat bertolerasi menunggu beberapa jam

untuk layanan kesehatan tanpa suatu resiko signifikan terhadap

kemunduran klinis. Misalnya Simple fractures, simple lacerations,

atau injuri jaringan lunak, gejala demam atau viral, dan skin rashes

(krisanti paula dan manurung santa, dkk 2016).

3. Primery survey

Primery survey mengatur pendekatan ke klien sehingga ancaman

kehidupa segera dapat secara cepat diindentifikasi dan tertanggulangi

dengan efektif. Primery survey berdasarkan standar “ABC” mnemonic

dengan “D” dan “E” ditambahkan untuk klien trauma : airway/spinal

servikal ( A : Jalan napas ), breating ( B : pernapasan ), circulation ( C :

sirkulasi ), disability ( D : ketidakmampuan ), dan exposure ( E : paparan

). Usaha resusitasi terjadi secara silmutan dengan setiap elemen dari

primery survey ini ( Cummins, 2003, dalam ignatavicius,2006).

a. Airway ( Jalan napas / spinal servikal)

Prioritas intervensi tertinggi dalam primery survey adalah

mempertahanakan kepatenan jalan napas. Dalam hitungan menit

tanpa adekuatnya suplay oksigen dapat menyebabkan trauma serebral

yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxi brain death).

Airway bersih dari berbagai sekret atau debris dengan kateter suction

secara manual jika diperlukan.

Spinal servikal harus diproteksi pada klien trauma dengan

kemungkinan trauma spinal secara manual alignment leher pada

15
posisi netral, posisi in-linedan menggunakan manauver jaw thrust

ketika mempertahanakan jalan napas. Secara umum, masker n0n-

rebreather adalah yang paling baik untuk klien bernapas spontan.

Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu napas dengan

tepat dan sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang

memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi. Klien dengan

gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS kurang dari sama

dengan 8, membutuhkan airway definisif seperti endotracheal tube

(ETT) (Amerikan College of surgeons,1997, dalam

ignativicius,2006). Primery survey pada pasien trauma atau tidak

sadar :

1) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihan segera. Partikel-

parikel benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi

palsu, atau tulang obstruksi juga dapat disebabkan oleh lidah atau

adema karena trauma jaringan.

2) Jika pasien tidak sadar, selalu curiga adanya fraktur spinal

dipastikan tidak ada kerusakan.

3) Gunakan chin lift atau jaw thrust manual untuk membbuka jalan

napas.

b. Breating (Pernapasan)

Setelah jalan napas aman, breathing menjadi prioritas

berikutnya dalam primery survey. Pengkajian ini untuk mengetahui

apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien

16
bernapas. Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi napas dan evaluasi

ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada

atau abnormalitas fisik. Intervensi penyelamatan kehidupan (life-

saving) lainnya pada fase ini adalah abdomen.

1) Kaji irama kedalaman dan keteraturan jalan pernapasan dan

observasi untuk ekspansi bilateral dada

2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekels, wheezing, atau

tidak adanya bunyi napas

3) Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukung pernapasan

pasien dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai

c. Circulation (sirkulasi)

Intervensi di targetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif

melalui resusitasi kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses intravena

dengan penatalaksanaan cairan dan darah jika diperlukan, dan obat-obatan.

1) status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatat irama dan ritmenya

dan Tentukan mengkaji warna kulit

2) Kaji nadi karotis tidak teraba, lakukan komprehensi dada tertutup

3) Kaji tekanan darah

4) Jka pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum

besar (16 – 18). Mulai penggantian volume per protokol. Cairan

kristaloid seimbang. (0,9% salin normal atau riger’s lactate) biasanya

digunakan.

17
5) Kaji adanya bukti perdarahan kontrol perdarahan dengan penekanan

langsung (Sumber : Alexander dan proktor, dalam burrel et

al,1997,hal2073.)

d. Disability (ketidak mampuan)

Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status

neurologis. Metoda mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah

dengan “AVPU” mnemonic :

A : alert (Waspada)

V : Responsive to voice (berespone dengan suara)

P : Responsive to pain (berespone dengan nyeri)

U : Unresponsive (tidak ada respon)

Pengakajian lain tentang ingkat kesadaran yang mengukur secara objektif

dan diterima luas adalah GCS (Glowsglow Coma Scale) dengan nilai

normal GCS adalah 15 tersendiri dari Eye:4, Motorik:6, Verbal:4.

Penilaian GCS

Nilai Eye
4 Klien melihat dengan spontan

Dengan rangsangan suara (misalnya suruh pasien denngan buka


3
mata)

2 Dengan rangsangan nyeri (misalnya menekan kuku jari)


1 Tidak ada respon

18
Nilai Motorik
6 Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat
5
diberi rangsangan nyeri)
Withdraws (menghindar/menarik ekstermitas/tubuh menjauhi
4
stimulus saat diberi rangsangan nyeri
Fleks abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
3
dada dan kaki ekstansi saat diberi rangsangan nyeri)
Ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya disisi tubuh,
2 dengan jari mengepal dan kaki ekstensi saat duberi rangsangan
nyeri)
1 Tidak ada respon

Nilai Verbal
Orientasi baik (mampu mengatakan nama, waktu, dan tempat
5
sekarang dengan baik)
Disorientasi tempat dan waktu, bingung, berbicara mengacau
4
(sering bertanya ulang-ulang)
3 Kata-kata tidak jelas
2 Suara tanpa arti (mengerang)
1 Tidak ada respon

Kesimpulan

Nilai 14 – 15 Compo mentis


Nilai 12 – 13 Apatis
Nilai 10 – 11 Delirum
Nilai 7 – 9 Samnolen
Nilai 4 – 6 Stupor

e. Exposure (Paparan)

Komponen akhir primery survey adalah exposure. Seluruh pakaian

harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi

resusitasi, pakaian harus digunting untuk mencapai akses cepat kebagian

19
tubuh. Jika penyediaan tanda bukti adalah suatu isu, barang-barang

tersebut harus ditangani sesuai aturan yang berlaku. Tanda bukti termasuk

bagian-bagian pakaian, tempat-tempat tusukan, senjata, oabt-obatan, dan

peluru (Krisanti paula dan manurung santa, ddk 2016)

f. Secondary survey

Tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian head to-toe yang

lebih komprehensif, dikenal dengan secondary survey, untuk

mengidentifikasi trauma lain atatu isu medis yang memerlukan

penatalksanaan atau dapat mempengaruhi perawatan.

Pemeriksaan fisik-Head-to-toe pada pasien trauma atau penyakit

serius :

1) Kepala

a) Inpeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala, Hal ini penting

karena kulit kepala biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut

b) Catat adanya perdarahan, laserasi, memar, atau hematom

c) Catat adanya darah atau drainase dari telinga, inspeksi adanya

memar dibelakang telinga

d) Kaji respons atau orientasi pasien akan waktu, tempat dan diri.

Observasi bagaimana pasien merespone pertanyaan dan

berinteraksi dengan lingkungan.

e) Catat adanya tremor atau kejang

2) Wajah

a) Inpeksi dan palpasi tulang wajah

20
b) Kaji ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Catat apakah

lensa kontak terpasang : jika ya, lepaskan.

c) Catat adanya darah atau drainage dari telinga, mata, hidung, atau

mulit.

d) Observasi bibir, daun telinga, dan ujug kuku terhadap sianosis

e) Cek adanya gigi yang tanggal

f) Cek adanya gigi palsu. Jika ada dan pasien mengalami penurunan

tingkat kesadaran atau gigi palsu mempengaruhi jalan napas,

lepaskan: lalu beri nama dan simpan ditempat yang aman (lebih

baik berikan pada keluarganya)

g) Inpeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma

3) Leher

a) Observasi adanya bengkak atau deformitas di leher

b) Cek spinal servikal untuk devormitas dan nyeri palpasi.

Perhatian : jangan menggerakan leher atau kepala pasien dengan

kemungkinan trauma leher sampai fraktur servikal sudah

dipastikan.

c) Observasi adanya deviasi trakea

d) Observasi adanya distensi vena gujularis

4) Dada

a) Inpeksi dinding dada untuk kualitas kedalaman pernapsan, dan

untuk kesimetrisan pergerakan. Catat adanya segmen flai chest

b) Cek adanya fraktur iga dengan melakukan penekanan pada tulang

21
iga pada posisi lateral, lalu anterior, dan posterior: manuver ini

menyebabkan nyeri pada pasien dengan fraktur iga.

c) Catat keluhan pasien akan nyeri, dispnea, atau sensasi dad terasa

berat.

d) Catat memar, perdarahan, luka atau emfisema subkutaneus.

e) Auskultasi paru untuk kualitas dan kesimetrisan bunyi napas.

5) Abdomen

a) Catat adanya distensi, perdarahan, memar, atau abrasi, khususnya

disekitar organ vital seperti limpa atau hati.

b) Kaji kekakuan dan tenderness. Selalu auskultasi abdomen untuk

bising usus sebelum mempalpasi untuk mengkaji secara benar

peristaltik

6) Genetalia dan pelvis

a) Obsevasi untuk abrasi, perdarahan, hematoma, edema, atau

discharge.

b) Berikan tekanan lembut disetiap iliac crest dengan gerakan

getaran kecil: menyebabkan nyeri pada pasien

c) Observasi adanya distensi kandung kemih

7) Tulang belakang

a) Mulai tempatkan satu tangan dibawah leher pasien. Dengan

lembut palpasi vetebra. Rasakan adanya devormitas, dan catat

lokasinya jika terdapat respon nyeri dari pasien

b) Perhatian : jangan pernah membalik pasien untuk memriksa

22
tulang belakang sampai trauma spinal sudah dipastikan. Jika anda

harus membalik pasien (Misalnya luka terbuka) gunakan teknik

long-roll.

c) Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempalpasi sudut

costovetebral melewati ginjal

8) Ekstermitas

a) Cek adanya perdarahan, edema, pallor, nyeri, atau asimetris

tulang atau sendi dimulai dari segmen proksimal pada setiap

ekstermitas dan palpasi pada bagian distal.

b) Cek pergerakan, range of motion (ROM), dan sensasi pada semua

ekstermitas.

c) Palpasi nadi distal dan cek capilary reffil pada ujung kuku, kaji

warna kulit pada ekstermitas.

d) Cek reflek seperti plantar, biseps, dan patela.

(Krisanti paula dan manurung santa, dkk 2016)

B. MASALAH KESEHATAN

1. Definisi

Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada

organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi

gangguan metabolisme , kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai

organ.(Sjamsuhidajat, 1997).

23
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang

mengakibatkan cedera (Sjamsuhidajat,1998).

Trauma abdomen di definisikan sebagai kerusakan terhadap

struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang di akibatkan

oleh luka tumpul atau yang menusuk.

2. Anatomi dan Fisiologis

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan organ

aksesori. Secara anatomis, saluran pencernaan terbagi atas dua bagian

yaitu saluran pencernaan atas yang dimulai dari mulut sampai rektum, dan

organ aksesori yang terdiri dari hati, kandung empedu, dan pankreas.

a. Mulut

Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan yang

terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang

24
diantara gusi dan gigi dengan bibir dan pipi, serta bagian dalam yang

terdiri dari atas rongga mulut. Pada mulut ini terdapat palatum anterior

dan posterior yang terdiri atas membran mukosa (palatum mole). Di

mulut, makanan mengalami proses mekanis pertama yang disebut

proses mengunyah dengan cara menghancurkan makanan sehingga

tidak melukai dinding saluran pencernaan dan memungkinkan

makanan sampai merata dengan bahan yang terdapat dalam saliva

(liur) yang mengandung enzim pencerna pati amilase selama tiga

bulan terakhir, khususnya enzim amilase akan memecah amilium

menjadi maltose.

b. Faring dan Esofagus

Merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di

belakang hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut dengan

bagian terlebar di bagian atas, yang berjalan hingga vetebra servikal

keenam, kemudian faring langsung berhubungan dengan esofagus,

sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih 20-25

cm, yang terletak di belakang trakhea dan di depan tulang punggung

kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang

berhubungan langsung dengan abdomen dan menyambung dengan

lambung. Esofagus berfungsi menghantarkan makanan dari faring

menuju lambung. Bentuknya seperti silinder yang berongga dengan

panjang kurang lebih 2cm. Kedua ujungnya dilindungi oleh sfingter.

Sfingter bagian atas dalam keadaan normal selalu tertutup kecuali bila

25
makanan akan masuk kedalam lambung atau muntah, keadaan ini

dimaksud untuk mencegah gerakan balik ke sisi organ bagian atas

yaitu esofagus. Proses penghantaran makanan dilakukan dengan kerja

peristaltik, lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan

yang di belakang makanan berkontraksi.

c. Lambung

Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat

mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung

terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus

melalui orifisium, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan

limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Bagian-bagian lambung

adalah fundus, korpus, pilorus. Makanan tertahan di dalam lambung

selama 3 atau 4 jam, kemudian secara berangsur di keluarkan sebagai

massa setengah cair (bubur) yang di sebut kimus. Otot lambung yang

tebal berfungsi mengaduk dan menggerus makanan serta

mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung mengandung

asam hidroklorida (HCL), enzim-enzim (pepsin, renin, lipase). Juga

menghasilkan hormon gastrin.

26
Kelenjar lambung yang menghasilkan getah lambung terdapat di

bagian fundus dan korpus gaster. Kelenjarnya terdiri atas empat jenis

sel, yaitu sel parietal, sel zimogen, mucous neck cells, dan sel

enteroendokrin. Sel parietal menghasilkan HCL dan faktor intrinsik

(absorbsi Vitamin B12), sel zimogen menghasilkan pepsin, sel mukus

leher menghasilkan, sel enteroendokrin menghasilkan gastrin, sekretin

dan kolesistokinin.

d. Usus Halus

Usus halus panjangnya kurang lebih 720 cm, bergelung dalam

rongga perut, dan terbagi atas bagian:

1) Duodenum, panjangnya hanya 20 cm

2) Yeyunum, panjangnya 2/5 dari usus halus

3) Ileum, panjangnya 3/5 sisanya

Fungsi usus halus adalah mengangkut kimus dari lambung ke usus

besar, menyelesaikan pencernaan dengan enzim yang berasal dari

dinding dan kelenjar lain, menyerap hasil akhir pencernaan ke

dalam darah dan limfe, dan menggetahkan hormon tertentu. Bahan

makanan yang ada dalam lumen usus halus mendapat tambahan

sekret dari banyak kelenjar, yaitu kelenjar intestinal atau kriptus

lieberkuhn, kelenjar submukosa (Brunner) dari duodenum,

kelenjar yang letaknya di luar saluran cerna, tetapi menyalurkan

sekretnya ke dalam lumen duodenum, yaitu hati (Hepar) dan

pankreas.

27
Epitel mukosa usus halus adalah epitel selapis silindris, dengan sel

penghasil lendir (Goblet), sel enteroendokrin, sel paneth (dalam

kriptus) dan lainnya. Di dalam lamina propria usus halus terdapat

banyak limfosit, selain itu terdapat noduli limfatisi solitaris.

e. Usus Besar

Panjang usus besar kurang lebih 180 cm dan terdiri atas

sekum, apendiks, kolon, rektum dan anus. Bahan makanan masuk

dalam sekum dan masih setengah cair, kemudian dalam kolon menjadi

setengah padat.

Fungsi usus besar adalah absorbsi cairan dan mensekresi mukus

(lendir), yang berfungsi sebagai pelumas. Pelumas ini menjadi lebih

penting karena cairan di absorbsi dan feses menjadi lebih keras

sehingga kemungkinan merusak mukosa menjadi lebih besar.

f. Apendiks

Apendiks adalah di vertikulum kecil langsing dan buntu yang

berasal dari sekum. Di apendiks tidak memiliki vili dan jumlah

kelenjar intestinalnya sedikit. Lamina proprianya penuh dengan

jaringan limfoid. Apendiks sering merupakan tempat peradangan akut

dan menahun.

g. Rektum

Lapis muskularis longitudinal bukan lapisan utuh tetapi

membentuk tiga pita memanjang, sebagai tenia coli. Pada rektum lapis

longitudinal kembali normal. Di rektum mukosa membentuk lipatan-

28
lipatan memanjang yang di sebut kolumna rektalis Morgagni. Di

daerah ini terdapat banyak vena memanjang dengan dinding tipis yang

bila dilatasi dan berkelok-kelok akan menyebabkan mukosa atasnya

menonjol. Keadaan ini di sebut hemoroid interna. Pada bagian bawah

rektum, dan pada saluran anus, lapisan muskularis menebal,

membentuk sfingter ani internum. Di anus terdapat otot ranga, yang

membentuk sfingter ani eksternum.

h. Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin, kedua

fungsi itu di lakukan oleh sel-sel berbeda. Sebagian besar kelenjar

pankreas adalah bagian eksokrin, dan terbagi atas lobuli. Kelenjar

pankreas termasuk kelenjar serosa. Enzim pencernaan yang di

hasilkan pankreas adalah tripsin dan kimotripsin untuk memecah

protein, amilase yang menghidrolisis tepung dan karbohidrat lain, dan

lipase yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol dan asam

lemak.

Endokrin pankreas sering di sebut pulau langerhans, tersebar

di seluruh pankreas, berupa massa agak bundar tidak teratur, terdiri

atas sel-sel pucat, dengan banyak pembuluh darah (ciri kelenjar

endokrin yang mencurahkan sekretnya langsung ke dalam darah). Sel-

sel pulau langerhans ada beberapa jenis, yaitu sel A (alfa) membentuk

glukagon yang pelepasannya di rangsang oleh kadar gula darah yang

rendah. Glukagon menyebabkan pelepasan glukosa melalui

29
glikogenolisis, sehingga meningkatkan kadar gula darah. Dan sel B

(beta) menghasilkan insulin yang memudahkan transpor glukosa ke

dalam sel ssehingga kadar gula darah menurun. Pelepasan insulin di

rangsang oleh peningkatan kadar gula darah. Sedangkan sel D (delta)

melepaskan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan

glukagon, agar jangan berlebihan.

i. Hepar (hati)

Hepar (hati) merupaka kelenjar terbesar di tubuh, dengan berat

1,5 kg atau lebih. Hati menampung semua bahan yang di serap dari

usus, kecuali lemak, melalui vena porta. Selain bahan yang di cerna,

darah portal juga membaea berbagai bahan toksik ke dalam hati untuk

kemudian di detoksikan atau di ekskresikan oleh hati. Empedu yang di

hasilkan hati, mengalir keluar melalui sistem saluran ke kandung

empedu. Bila di perlukan, empedu dari kandung empedu di keluarkan

ke duodenum berupa garam empedu.

Hati berfungi sebagai

1) Hati mempertahankan gula darah, gula darah di simpan dalam sel

hati sebagai glikogen.

2) Metabolime lipid, lipid di angkut dalam darah sebagai lipoprotein

dan protein pengangkut di bentuk dalam hati.

3) Sebagai penyimpanan vitamin A, B dan heparin

4) Sebagai penghasil fibrinogen dan albumin plasma

5) Mensintesis kolestrol

30
6) Mendetoksikasi bahan-bahan toksik dalam darah

7) Memfagositosis benda-benda asing/partikel oleh fagosit pada

sinusoid ( sel kupffer)

8) Hemopoiesis pada fetus dan bayi baru lahir.

j. Kandung Empedu berbentuk buah alpukat, berujung buntu dan

merupakan di vertikulum dari duktus hepatikus komunis, yang di

hubungkan dengan duktus sistikus. Fungsi kandung empedu adalah

sebagai tempat penampungan empedu yang di hasilkan teru-menerus

oleh hati, tetapi di keluarkan sedikit demi sedikit ke dalam usus

(duodenum) setelah di rangsang oleh kolesistokinin. Di dalam

kandung empedu, empedu di kentalkan karena cairannya di absorbsi

oleh epitel, Tambayong (2012).

3. Etiologi

a. Penyebab trauma penetrasi

1) Luka akibat terkena tembakan

2) Luka akibat tikaman benda tajam

3) Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi

1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

2) Hancur (tertabrak mobil)

3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

4) Cidera akselerasi/deserasi karna kecelakaan olahraga

31
4. Patofisiologi

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan

terjadi pendrarahan intra abdomen yang serius, pasien akan

memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang di sertai penurunan hitung sel

darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu

organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda prforasi, tanda-

tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma

abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas, dan

distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.

Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan

peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda

peritonitis munkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya

tanda-tanda yang tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa

masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan. Pada trauma non

penetrasi (tumpul) pada non penetrasi biasanya terdapat adanya jejas atau

ruptur dibagian dalam abdomen. Terjadi perdarahan intra abdomina.

Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi

usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan

gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis

tidak dampak sampai beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat

terjadi walaupun tidak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat luka robekan pada abdomen, luka

tusuk sampai menembus abdomen, biasanya organ yang terkena penetrasi

32
biasa perdarahan/memperparah keadaanluar dari dalam abdomen,

(Thoifal barokah, dkk, 2010).

Pathway

Trauma Tajam (pisau, Trauma Tumpul (jatuh,


Peluru, Ledakan) kompresi, )

Ketahanan jaringan tidak mampu


mengkompensasi

Trauma abdomen

Trauma Tumpul
Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan
jaringan kulit abdomen jaringan
Kompresi Organ abdomen

Luka terbuka Kerusakan Pendarahan


integritas kulit Masif Pendarahan intra abdomen

Peningkatan Tekanan intra


Peningkatan Nyeri akut
abdomen
Resiko invasi
bakteri

Resiko Infeksi Kehilangan Penurunan Syok


cairan balik vena hipovolemik
fisiologis

Kekurangan Penurunan isi


volume cairan sekuncup
33
dan elektrolit jantung
Penurunan Co2

Penurunan aliran darah ke otak Penurunan Suplai O2 ke jaringan

Penurunan Kesadaran Hipoksia Jaringan

gangguan perfusi jaringan Pola nafas Inefektif


serebral

Sumber : Thoifal barokah, dkk,


2010

5. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkal manifestasi klinis

meliputi : nyeri tekan di atas daerah abdomen, distensi abdomen, demam,

anoreksia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri

spontan.

a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi

biasnya terdapat adanya :

1) Jejas atau ruptur di bagian dalam abdomen

2) Terjadi pendarahan intra abdominal

3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus tergganggu

sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan

34
mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB

hitam (melena).

4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam

setelah trauma

5) Cidera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio

pada dinding abdomen.

b. Pada trauma penetrasi bisanya terdapat :

1) Terdapat luka robekan pada abdomen

2) Luka tusuk sampai menembus abdomen

3) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak

pendarahan/memperparah keadaan.

4) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam

abdomen.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thorax anteroposterior, dan

pelvis.

b. Diagnostik Peritonial Lavage (DPL)

35
DPL merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk

mengidentifikasi cidera intra-abdomen setelah trauma tumpul pada

pasien hipotensi atau tidak responsive tanpa indikasi yang jelas untuk

eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh timbedah

yang merawat penderita dengan hemodinamik abnormal dan

menderita multi trauma, teristimewa kalau terdapat situasi sebagai

berikut :

1) Perubahan sensorium-cidera kepala, intoksikasi alkohol,

penggunaan obat terlarang.

2) Perubahan perasaan-cidera jaringan saraf tulang belakang.

3) Cidera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,

tulang belakang dari pinggang bawah (lumbar spine).

4) Pemeriksaan fisik yang meragukan.

5) Antispasi kehilangan kontak panjang dengan pasien.

c. Ultrasound Diagnostik (USG)

USG digunakan untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul

abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan intraperitoneal

bebas.

36
d. Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen)

CT adalah metode yang paling sering di gunakan untuk

mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis :

1) Abdomen paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium,

merupakan indikasi untuk laparotomi.

2) Pemeriksaan laparoskopi

Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

3) Pemasangan NGT

Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma

abdomen

4) Pemberian antibioti

Mencegah infeksi

5) Laparotomi.

37
b. Penatalaksanaan non-Medis :

1) Balutan tekan

2) Balutan melilit

3) filtrasi

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada ini akan menentukan diagnosis keperawatan (nikmatur

rohmah,2009,36).

a. Triase

Triase diambil dari bahasa perancis “trier” artinya

mengelompokan atau memilih (Golboy,2003, dalam ignatavicius,

2006). Konsep triageunit gawat darurat adalah berdasarkan

pengelompokan atau mengklasifikasikan klien kedalam tingkat

prioritas tergantung pada keparahan penyakit atau injuri.

Klien dengan diagnosa trauma abdomen masuk dalam Triase

dengan warna label Merah.

b. Primary survey

Primery survey mengatur pendekatan ke klien sehingga

ancaman kehidupan segera dapat secara cepat diindentifikasi dan

tertanggulangi dengan efektif. Primey survet berdasarkan standar

38
ABC mnemonik dengan D dan E di tambahkan untuk klien trauma :

trauma airway/spinal servikal (A:Jalan napas), breating

(B:Pernafasan), circurlation (C:Sirkulasi), disability

(D:ketidakmampuan), dan exposure (E:Paparan). Usaha rerusitasi

terjadi secara silmutan dengan setiap elemen dari primery survey ini

(Cummins,2003, dalam Ignatavicius, 2006).

c. Secondary survey

Tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian Head to-toe

yang lebih komprehensif, dikenal dengan secondary survay, untuk

mengidentifikasi trauma lain atau isu medis yang memerlukan

penatalaksaan atau dapat mempengaruhi perawatan.

2. Analisa data

Analisa data merupahkan proses intelektual yang meliputi kegiatan

mentabulasi, menyeleksi, mengelompokan, mengaitkan data, menentukan

kesenjangan informasi, melihat polah data, membandingkan dengan

standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil

analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut

diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti

tentang masalah klian/pasien, serta penyebab yang dapat dipecahkan atau

diubah melalui tindakan keperawatan.

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara

39
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan pemberian informasisecara pasti

untuk menjaga status kesehatanmenurunkan, membatasi, mencegah dan

merubah.

Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang aktual dan

potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan

mempunyai kewenaan memberikan tindakan keperawatan. Gordon,1976.

a. Gangguan perfusi jaringan serebral

b. Kekurangan volume cairan dalam tubuh

c. Nyeri akut

d. Pola napas tidakefektif

e. Syok hipovolemik

f. Resiko infeksi

g. Kerusakan integritas kulit

4. Perencanaan keperwatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya

adalah menetapkan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi

pengembangan strategi desain inutk mencegah, menguragi atau

mengoreksimasalah yang diindentifikasi pada diagnosa keperawatan.

Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatandan

penyimpulan rencana dokumentasi

Intervensi tindakan keperawatan unutk klien dengan trauma abdomen

adalah :

40
Diagnosa
No Noc Nic Rasional
keperawatan
1 Gangguan Kriteria Hasil  Monitor adanya  Unutk

perfusi jaringan  Mendemonstrasi daerah tertentu mengetahui

Definisi: beresiko kan status yang hanya peka adanya

mengalami sirkulasi yang terhadap perdarahan

penurunan ditandai dengan: panas/dingin/tajam pada lokasi

sirkulasi jaringan  Tekanan systole /tumpul tertentu

otak yang dapat dandiastole  Instruksi keluarga  Dapat

mengganggu dalam rentang untuk membantu

kesehatan. yang diharapkan mengobservasi tenaga

Batas  Tidak ada kulit jika ada isi kesehatan

karakteristik ortostatikhiperte atau laserasi dalam

 Massa nsi  Gunakan sarung menemukan

tromboplastin  Tidak ada tanda- tangan untuk masalah.

parsial tanda proteksi  Mencegah

 Masa protrombin peningkatan  Batasi gerakan terjadinya

abnormal tekanan pada kepala, leher, infeksi

 Tumor otak intrakranial dan punggung  Mencegah

 Trauma kepalahi  Membuat  Monitor terjadinya

 Hipertensi keputusan kemampuan BAB fraktur.

 Neoplasma otak dengan benar  Kolaborasi  Kemampuan

 Menunjukan pemberian BAB dapat

41
fungsi sensori analgetik menjadikan

motorik kranial  Diskusikan indikasi dalam

yang utuh: mengenai penggunaan

tingkat kesadaran penyebab otot

membaik, tidak perubahan sensasi  Pemberian

ada gerakan obat-obatan

involunter sesuai intruksi

dokter

 Pengetahuan

yang baik

dapat

meningkatkan

motivasi

dalam proses

penyembuhan

2 Kekurangan Kriteria hasil  Timbang  Membantu

volumen cairan  Mempertahankan popok/pembalut dalam

Definisi : urine output jika diperlukan mengobservasi

penurunan cairan sesuai dengan  Pertahankan pengeluaran

intravaskuler, usia dan BB, catatan intake dan cairan

interstisial,  Tekanan darah, output yang  Dapat

dan/atau nadi, suhu tubuh adekut mencegah

intraseluler, ini dalam batas  Monitor status dehidrasi

42
mengacu pada normal dehidrasi  Mukosa bibir

dehidrasi,  Tidak ada tanda- (kelembaban kering dan

kehilangan cairan tanda dehidrasi membran mukosa, kulit pecah-

saat tanpa  Elastis turgo nadi adekuat, pecah dapat

perubahan pada kulit baik, tekanan darah menjadi

natrium. membran ortostatik), jika indikasi dari

Batasan mukosa lembab, diperlukan dehidrasi

karakteristik tidak ada rasa  Monitor vital sign  Mengetahui

 Perubahan haus yang  Monitor masukan adanya

status mental berlebihan makanan/cairan perubahan

 Perubahan dan hitung intake yang berati

tekanan darah kalori harian  Intake yang

 Penurunan  Kolaborasi berlebih dapat

tekanan nadi pemberian IV menyebabkan

 Penurunan kelebihan

volume nadi volume cairan

 Penurunan  Membantu

turgo kulit dalam

 Membran mempertahank

mukosa an balance

kering cairan

 Peningkatan

suhu tubuh

43
 Haus

 Kelemahan

 Penurunan

berat badan

 Peningkatan

frekuensi nadi

Faktor yang

berhubungan

Kehilangan cairan

aktif

3 Nyeri akut Kriteria Hasil :  Lakukan  Dengan

Definisi :  Mampu pengkajian nyeri mengetahui

Pengalaman mengontrol nyeri komprehensif PQRST kita

sensorik dan (tahu penyebab yang meliputi dapat

emosional tidak nyeri, mampu lokasi, memberikan

menyenangkan menggunakan karaktristik, intervensi

dengan kerusakan tekniknonfarmak onset/drasi, yang sesuai

jaringan aktual ologi untuk frekuensi, kualitas kebutuhan

atau potensial, mengurangi dan faktor klien

atau di nyeri, mencari presipitasi  Skala nyeri

gambarkan bantuan)  Observasi reaksi dapat dilihat

sebagai suatu  Melaporkan nonverbal dari dalam reaksi

kerusakan bahwa nyeri ketidaknyamanan verbal maupun

44
(international berkurang  Gunakan teknik nonverbal

association for the dengan komunikasi  Komuikasi

study of pain); menggunakan teraupetik untuk terapeutik

awitan yang tiba- manajemen nyeri mengetahui dapat

tiba atau lambat  Mampu pengalaman nyeri memberikan

dengan antesitas mengenali nyeri pasien rasa nyaman

dari ringan hingga (skala, intensitas,  Berikan analgetik dan

berat dengan frekuensi dan untuk mengurangi mengurangi

akhir yang dapat tanda nyeri) nyeri ketegangan

diantisipasu atau Menyatakan rasa  Evaluasi  Mengurangi

diprediksi nyaman setelah nyeri keefektifan kontrol rasa nyeri

Batasan berkurang nyeri dengan obat-

karakteristik : Kolaborasikan dengan obatan

 Perubahan dokter jika ada  Mngetahui

selera makan keluhan dan tindakan keberhasilan

 Perubahan nyeri tidak berhasil terapi

tekanan darah

 Perubahan

frekuensi

pernapasan

 Mengekspresi

kan perilaku

seperti mata

45
kurang

bercahaya,

gelisah,

merengek dll.

 Melaporkan

nyeri secara

verbal

Faktor yang

berhubungan :

Agen cedera fisik

(mis, abses,

amputasi, luka

bakar, terpotong,

mengangkat

berat, prosedur

bedah, trauma,

olahraga

berlebihan)

4 Ketidakefektifan Kriteria hasil  Monitor tingkat  Mengetahui

pola napas  Dapat kesadaran, reflek kemampuan

Definisi : mengidentifikasi batuk, gang reflek, klien dalam

Inspirasi dan faktor-faktor kemampuan menggunakan

ekspirasi yang resiko menelan otot

46
tidak memberi  Dapat  Pertahanakan pernafasan

ventilasi adekuat menghindar (kepatenan) jalan  Mencegah

Batasan faktor-faktor napasmanimalisir terjadinya

karakteristik resiko penggunaan obat- aspirasi

 Dispnea  Dapat obatan yang  Mengetahui

 Penggunaan mempertahankan diketahui adanya

otot bantu kebersihan mulut memperlambat perubahan

pernapasan  Dapat pengosongan yang berati

 Penurunan memposisikan lambung dengan  Agar dapat

kapasitas vital tubuh untuk tepat mengetahui ke

 Penurunan miring ketika  Monitor status efektifan jalan

tekanan makan dan pernapasan nafas

ekspirasi minum jika  Monitor  Posisi semi

 Penurunan dibutuhkan kebutuhan fowler dapat

tekanan  Dapat perawatan membantu

inspirasi menggunakan terhadap saluran mencegah

 Pernapasan cairan yang cerna peningkatan

bibir didapatkan jika  Posisikan (kepala reflek muntah

 Pernapasan dibutuhkan klien) tegak lurus,  Mencegah

cuping hidung  Dapat sama dengan atau aspirasi

 Pola napas mempertahankan lebih tinggi 30

abnormal tubuh dalam sampai 90 derajat

(misalnya posisi tegak (memberikan

47
irama, selama 30 menit makan dengan

frekuensi, setelah makan NGT) atau sejauh

kedalaman) mungkin

perubahan  Berikan makanan

ekskursi dada dalam jumlah

Faktor yang sedikit

berhubungan

Pencegahan

aspirasi

5 Resiko syok Kriteria hasil  Sediakan  Memberikan

Definisi : rentang  Pasien bebas dari lingkungan yang kenyaman

mengalami trauma fidik aman untuk pasien pada klien

ketidakcukupan  Lingkungan  Indetifikasi  Modifikasi

aliran darah rumah aman kebutuhan lingkungan

kejaringan tubuh,  Dapat keamanan pasien, yang sesuai

yang dapat mendeteksi sesuai dengan kebutuhan

mengakibatkan resiko kondisi fisik dan klien

disfungsi seluler  Pengendalian fungsi kognitif  Mencegah

yang mengancam resiko: pasien dan riwayat resiko injuri

jiwa, yang dapat penggunaan penyakit terdahulu  Dapat

mengganggu alkohol pasien meningkatkan

kesehatan  Pengetahuan  Menghindar perasaan aman

Faktor yang keamanan lingkungan dan rileksasi

48
beresiko terhadap anak berbahaya klien

Hipovolemik  Dapat  Menyediakan  Mencegah

memperteksi tempat tidur yang stres pada

terhadap aman dan bersih klien

kekerasan  Membatasi

pengunjung

6 Resiko infeksi Kriteria Hasil  Bersihkan  Mencegah

Definisi :  Klien bebas dari lingkungan setelah nosokomial

mengalami tanda dan gejala dipakai pasien lain  Dapat

peningkatan infeksi  Pertahankan membantu

resiko terserang  Mendeskripsikan teknik isolasi dalam

organisme proses penularan  Instruksikan pada pencegahan

potogenik penyakit, faktor pengunjung untuk penyebaran

Faktor yang yang mencuci tangan infeksi

berhubungan mempengaruhi saat berkunjung  Pemutusan

Pertahanan tubuh penularan serta dan setelah rantai infeksi

primer yang tidak penatalaksanaan berkunjung meni  Nutrisi yang

adekuat nya. ggalkan pasien cukup dapat

 Menunjukan  Gunakan baju, memberikan

kemampuan sarung tangan ketahanan

unutk mencegah sebagai alat terhadap

timbulnya infeksi pelindung infeksi

 Jumlah leukosit  Pertahankn  Kurangnya

49
dalam batas lingkungan aseptik pengetahuan

normal selama dapat

 Menunjukan pemasangan alat memperburuk

perilaku hidup  Dorong masukan kondisi

sehat nutrisi yang cukup

 Ajarkan pasien

dan keluarga tanda

dan gejala infeksi

 Ajarkan cara

menghindar

infeksi

7 Kerusakan  Integritas kulit  Anjurkan pasien  Pemakain baju

integritas kulit yang baik nisa untuk yang ketat

Definisi : dipertahankan menggunakan dapat

perubahan/gangg (sensasi, pakaian yang menyebabkan

uan epidermis elastisitas, longgar injury

dan/atau dermis temperatur,  Hindari kerutan  Mencegah

Batasan hidrasi, pada tempat tidur terjadinya

karakteristik pigmentasi)  Jaga kebersihan dekubitus

 Kerusakan  Tidakn ada kulit agar tetap  Kulit yang

lapisan kulit luka/lesi pada bersih dan kering basah dah

(dermis) kulit  Mobilisasi pasien lembab

 Gangguan  Perfusi jaringan (ubah posisi memungkinka

50
permukaan baik pasien) setiap dua n cepatnya

kulit  Menunjukan jam sekali terjadi luka

(epidermis) pemahan dalam  Monitor aktivitas pada kulit

Faktor yang proses perbaikan dan mobilisasi  Mika miki

berhubungan kulit dan pasien dianjurkan

 Eksternal: mencegah  Monitor kulit akan setiap 2 jam

imobilisasi terjadinya cedera kemerahan sekali

fisik, berulang  Monitor status  Kulit

kelembapan,  Mampu pasien kemerahan

medikasi melindungi kulit mengindikasik

 Internal : dan an adanya

perunahan mempertahankan tekanan yang

status cairan, kelembaban kulit terlalu lama

perunahan dan perawatan pada kulit

pigmen alami  Mengetahui

cairan, adanya

perubahan perubahan

turgo yang berati

5. Implementasi

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan,

adalah kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

51
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi juga mencakup

melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan

sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang

berpusat pada klien, dan menyelia dan mengevaluasi kerja anggota staf,

dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan

perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien

6. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan diruang Gawat Darurat meliputi evaluasi

tentang pelaksanaan triage, keadaan dan status kesehatan pasien,

dokumentasi dilakukan disetiap tindakan selesai atau selama perawatan di

Unit Gawat Darurat, evaluasi dengan cara subjektif, objektif, analisa, dan

planing (SOAP) Menurut Krisanti p 2016.

7. Dokumentasi Keperawatan

Pendokumentasian dilakukan setelah pelaksanaan setiap tahap

proses keperawatan dilakukan dan disesuaikan urutan waktu. Adapun

manfaat dari pendekumentasian diantaranya sebagai alat komunikasi antar

anggota tim kesehatan lainnya, sebagai dokumen resmidalam sistem

pelayanan kesehatan, sebagai alat pertanggung jawaban dan

pertanggunggugatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien

(Effendi,1995) (Ermawati Dalami,S.Kep, dkk,2011)

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagia dari

kegiatanyang harus di kerjakan oleh perawatsetelah memberi asuhan

kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi

52
status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan

serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya.

53
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums,ac.id//22057/12/02.Naskah_Publikasi.Pdf

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf-thesis/unud-1E57-2007960886-

thesis%final.pdf

Ns.Pirton Lumbantoruan, S.Kep,dkk, Buku BTCLS & Disaster Management.

Penerbit Medhatama Restyan. tahun 2015

Ns.Musliha, S.Kep. Buku Keperawatan Gawat Darurat.Penerbit Nuha

medika.2010

Huda Nurarif & Kusuma. Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta 2015

Wilkinson, J.M & Shen, N,R 2012. Buku saku diagnosa keperawatan Nanda NIC

NOC. Edisi 9, Jakarta.EGC

Gloria M. Bulechek, dkk. Buku Nursing Intervention Classification (NIC).Edisi 5.

Salomone JA, Salomone JP. Blunt Abdominal Trauma.Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/821995-overview,2010

Saxena AK, Nance ML. Abdominal Trauma. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/940726-overview.2010

54

You might also like