You are on page 1of 4

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PENYAKIT TROPIS

Marni. (2006). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

 Pendahuluan
Penyakit demam thypoid dikenal dengan nama lain thypus abdominalis, thypoid fever,
atau enteric fever. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena kontaminasi makanan
dan minuman dengan rute fekal-oral. Penyakit ini banyak terjadi di masyarakat yang
kumuh, lingkungan padat, penyediaan air bersih yang tidak adekuat, dan sanitasi yang
buruk, serta higiene masing-masing penduduknya kurang memadai dan tidak memenuhi
syarat kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Khan, dkk (2013) menyatakan bahwa demam tifoid
edemik di India, Asia Tenggara, Afrika, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Amerika
Tengah disebabkan oleh pasokan air bersih yang tidak adekuat. Pakistan merupakan
negara endemik demam tifoid dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor 4,
sebanyak 573,2 per 100.000 penduduk terserang demam tifoid, yang sebsagian besar
menyerang anak usia prasekolah (1-5 tahun), sedangkan di India dilaporkn sebanyak
340,1 per 100.000 penduduk menderita demam tifoid pada Amerika Serikat terjadi
karena warganya mengunjungi negara India. Di Indonesia, kejadian demam tifoid
mencapai 148,7 per 100.000 penduduk.

 Pengertian
Penyakit demam tifoid (thypus abdominalis) merupakan penyakit infeksi akut pada usus
halus yang disebabkan oleh salmonella thyposa dan hanya terdapat pada manusia.

 Penyebab
Salmonella thyposa yang juga dikenal dengan nama Salmonella thypi merupakan
mikroorganisme patogen yang berada di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan
aliran darah yag terinfeksi. Kuman ini berupa Gram-negatif yang akan nyaman hidup
dalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70⁰C dan dengan pemberian
antiseptik. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari. Namun, ada juga yang memiliki
masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu 60 hari.
Menurut Rampengan (2007), kuman Salmonella thyposa atau Eberthella thyposa
mempunyai 3 macam antigen (tabel 2.1).

TABEL 2.1 Macam-macam Antigen pada Kuman Salmonella thyposa atau Eberthella
thyposa

Macam-macam Antigen Karakteristik


Antigen O (Ohne Hauch) Antigen somatik (tidak menyebar)
Antigen H (Hauch) Menyebar
Antigen V (kapsul) Kapsul yang menyelimuti tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap
fagositosis
FAKTOR RISIKO
Kejadian demam tifoid banyak terjadi di lingkungan yang padat penduduk, sanitasi
lingkungan yang kurang baik, penyediaan air bersih yang tidak adekuat, kondisi sosial
ekonomi yang rendah, dan tidak diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

 Gambaran Klinis
Tanda khas penyakit ini yaitu demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri
kepala hebat dan gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai mengalami
gangguan kesadaran. Demam tinggi biasanya dimulai sore hari sampai dengan malam
hari. Kemudian, menurun pada pagi hari. Demam ini terjadi kurang lebih selama 7 hari.
Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat terjadi kejang. Gangguan pencernaan
yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual, muntah, nyeri ulu hati, perut
kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor, bagian belakang tampak putih pucat dan tebal,
serta bagian ujung dan tepi kemerahan). Selain itu, juga dapat menyebabkan diare dan
konstipasi. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu apatis
dan somnolen. Pada minggu kedua, dapat terjadi hepatomegali, splenomegali, dan
roseola. Roseola merupakan bintik kecil kemerahan yang hilang dengan penekanan.
Roseola ini terdapat pada daerah perut, dada, dan kadang bokong.
Pemeriksaan fisik menunjukkan peningkatan suhu tubuh, lidah tifoid, hepatomegali,
splenomegali, dan terdapat roseola (tidak semua pasien ada). Pembesaran limpa terjadi
pada akhir minggu pertama, tidak progresif denngan konsistensi yang lebih lunak. Pada
anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yang terjadi yaitu demam tinggi
mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal.

 Patofisiologi
Kuman Salmonella typhosa masuk ke saluan pencernaan, khususnya usus halus bersama
makanan, melalui pembuluh limfe. Kuman ini masuk atau menginvasi jaringan limfoid
mesenterika. Di sini akan terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berbeda pada
jaringan limfoid tersebut masuk ke peredaran darah darah menuju hati dan limpa. Di sini
biasanya pasien merasakan nyeri. Kuman tersebut akan keluar dari hati dan limpa.
Kemudian, kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin yang dapat
menyebabkan reinfeksi di usus halus. Kuman akan berkembang biak di sini. Kuman
Salmonella typhosa dan endotoksin merangsang sintesis dan pelepasan pirogen yang
akhirnya beredar di darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan gejala demam. Kuman menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem
peredaran darah serta dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa yang mengakibatkan
perdarahan dan perforasi.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan peningkatan leukosit atau leukositosis
(20.000-25.000/mm³). laju endap darah meningkat dan terdapat gambaran leukosit
normokromik normositik. Selain itu, juga dapat ditemukan leukopenia dengan
limfositosis relatif. Untuk memastikan diagnosis demam tifoid, perlu dilakukakn
pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan bakteriologis dilakukan melallui biakan darah, feses, urin, sumsum tulang
ataupun duodenum. Pada pasien demam tifoid, biasanya dilakukan biakan darah pada
minggu pertama, sedangkan biakan feses dilakukakn pada minggu kedua, dan biakan
urin dilakukan pada minggu ketiga. Pada pemeriksaan serologis, yang digunakan yaitu
tes Widal, dengan dasar reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella typhosa dan antibodi
pada serum pasien. Tes Widal dilakukan beberapa kali, karena jika hanya dilakukakn
satu kali saja, maka pemeriksaan tersebut belum bisa dijadikan standar untuk
menentukan diagnosis demam tifoid. Belum ada standar baku untuk menentukan
diagnosis demam tifoid, setiap rumah sakit mempunyai standar nilai Widal sendiri.
Standar nilan untuk menentukan diagnosis demam tifoid tercantum pada tabel 2.2.

TABEL 2.2 Standar Nilai Untuk Menentukan Diagnosis Demam Tifoid

Kota Standar Nilai


Surabaya >1/200
Yogyakarta >1/160
Manado >1/80
Jakarta >1/40

 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid dilakukakn dengan terapi suportif, simtomatis, dan
pemberian antibiotik jika sudah ditegakkan diagnosis. Pasien demam tifoid harus segera
dirawat di rumah sakit atau pelayanan kesehatan karena pasien memerlukan istirahat
selama 5-7 hari. Selain itu, pengawasan ketat perlu dilakukan agar tidak terjadi
komplikasi yang berbahaya. Pasien boleh bergerak (mobilisasi) sewajarnya, misalnya ke
kamar mandi, duduk di teras, mandi sendiri, dan makan sendiri, yang prinsipnya adalah
tidak melalakukan aktivitas berat yang membutuhkan banyak tenaga.
Pengaturan pola makan sangat penting pada penyakit ini mengingat organ yang
terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus. Jika pasien tidak sadar, maka
dapat diberikan makanan cair dengan menggunakan sonde lambung. jika pasien sadar,
maka pemberian makanan bisa dimulai dari bubur saring. Jika kondisi pasien sudah
membaik, maka ditingkatkan makanannya menjadi bubur kasar, dan jika sudah normal,
maka dapat diberikan nasi biasa. Susu diberikan 2 gelas sehari. Pemberian makanan
padat secara dini lebih menguntungkan karena dapat mengurangi risiko penurunan berat
badan yang berlebihan (berat badan stabil), masa perawatan lebih pendek karena pasien
lebih cepat sembuh, menekan penurunan albumin dan dapat mencegah terjadinya infeksi
lain. Pada prinsipnya, makanan yang diberikan dalah makanan yang tidak begitu
merangsang, misalnya terlalu pedas atau asam. Selain itu, dapat pula diberikan makanan
yang rendah selulosa serta tidak menimbulkan gas.
Obat diberikan secara simptomatis, misalnya pada pasien yang mual dapat diberikan
antiemetik, pada pasien yang demam dapat diberikan antipiretik, dan boleh ditambahkan
vitamin untuk meningkatkan stamina tubuh pasien. Antibiotik dapat diberikan jika
diagnosis sudah ditegakkan. Antibiotik yang dapat mengatasi penyakit demam tifoid
yang sering kali digunakan yaitu kloramfenikol, kotrimokazol, ampisilin, amoksilin, dan
seftriakson. Obat yang paling efektif mengatasi infeksi ini yaitu kloramfenikol yang
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari. Selain pemberian antipiretik pada pasien
demam, juga dapat dilakukan kompres air dingin biasa tanpa es di daerah ketiak, leher,
maupun selangkangan.
Untuk mencegah terjadinya demam tifoid, perlu diberikan kombinasi vaksin. Vaksin
yang sering diberikan yaitu vaksin polisakarida. Vaksin lain yang dapat digunakan
sebagai kombinasi yaitu vaksin Salmonella typhosa yang dimatikan dan vaksin dari
strain Salmonella yang dilemahkan. Pemberian vaksin ini diulangi setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pemberian vaksin tersebut yaitu anak yang hipersensitif, wanita hamil,
ibu yang menyusui anaknya, kondisi anak sedang demam, dan anak berusia di bawah 2
tahun. Anak berusia di atas 2 tahun dianggap sudah mempunyai antibodi untuk
menerima vaksin Salmonella tersebut dan sudah terpapar dengan bakteri Salmonella dari
makanan jajanan.
Untuk mengontrol epidemi, dapat dilakukan dengan penyediaan air bersih yang
adekuat, sanitasi lingkungan, dan personal higien yang memadai. Pemberian penyuluhan
tentang perlaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat. Tindakan tersebut diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan kejadian penyakit demam tifoid.

 Komplikasi
Penanganan yang tidak adekuat atau terlambat akan menyebabkan komplikasi di usus
halus, di antaranya perdarahan, perforasi, dan peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri
hebat juga dapat mengalami syok neurogenik. Komplikasi dapat menyebar di luar usus
halus, misalnya bronkitis, kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis.

You might also like