Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
JURUSAN KIMIA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, pemeriksaan
penunjang diagnostik kesehatan telah berkembang dengan pesat. Salah satu
jenis pemeriksaan penunjang yang cukup pesat perkembangannya adalah Ilmu
Kedokteran Nuklir. Penggunaan dan jenis radiofarmaka dalam bidang
Kedokteran Nuklir di Indonesia berkembang secara terus‐menerus.
Radiofarmaka biasanya diformulasi sebagai sediaan injeksi yang steril dan
apirogenik, diberikan kepada pasien untuk tujuan diagnostik atau terapi.
Dalam keadaan ini radiofarmaka tidak berbeda dengan obat parental
konvensional dalam persyaratan kemurnian, keamanan dan manfaatnya.
Dengan demikian, semua produk radiofarmaka harus melalui perlakuan
kendali mutu yang ketat. Standar mutu dan standar kemurnian harus
ditetapkan dan produk ini harus diuji untuk menjamin kesesuaiannya terhadap
standar tersebut. Perbedaan utama antara radiofarmaka dengan obat
konvensional terletak pada umur pakai produk radioaktif yang sangat pendek
(singkat) dibandingkan dengan sediaan injeksi konvensional biasanya
beberapa tahun.
Asas keamanan penggunaan obat adalah memberikan jaminan keamanan
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan obat yang dikonsumsi atau
digunakan oleh pasien. Hal ini tersirat dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan, pasal 2 berbunyi: “Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan”.
Mengingat bahwa radiofarmaka juga merupakan suatu obat yang sangat
bermanfaat dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan Kedokteran Nuklir
dalam mendiagnosis dan pengobatan suatu penyakit, dan mengingat belum
diatur secara spesifik dalam Undang‐Undang maupun Peraturan Pemerintah.
Selain itu dengan mempertimbangkan keselamatan konsumen dalam hal ini
pasien dari efek radiasi yang ditimbulkannya, serta adanya jaminan bahwa
obat yang digunakan oleh pasien memiliki mutu, keamanan dan kemanfaatan
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan maka perlu dipikirkan adanya
peraturan khusus untuk mengawasi pengggunaan sediaan radiofarmaka yang
meliputi proses pembuatan (produksi), dan peredaran, sehingga sediaan
radiofarmaka yang beredar di Indonesia tidak melanggar asas keamanan
penggunaan obat. Sehingga penulis menuangkan judul tesis “PENGGUNAAN
RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA
DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Penggunaan Radiofarmaka untuk
Diagnosa dan Terapi di Indonesia
2. Apakah yang dimaksud dengan Asas Keamanan Penggunaan Obat?
3. Apakah Penggunaan Radiofarmaka Untuk Diagnosa dan Terapi di
Indonesia Sudah Sesuai dengan Asas Keamanan Penggunaan Obat?
C. Tujuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Radiofarmaka
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom
radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi.
Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan
radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan
dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada target
bagian tubuh tertentu. Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan
larutan), intravena, intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi
melalui tetes mata, kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts. Bentuk
fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon 133,
krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil yang diberi
label radioaktif, makromolekul yang diberi label radioaktif, partikel yang
diberi label radioaktif, sel yang diberi label radioaktif. Informasi selanjutnya
dapat dilihat pada tabel 1 (pada lampiran).
Kedokteran Nuklir
Radiofarmaka dimanfaatkan dalam berbagai jenis pemeriksaan dalam
kedokteran nuklir. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi 3 kategori:
1. Pemeriksaan untuk pencitraan
Pemeriksaan ini memberikan informasi untuk tujuan diagnostik dan
dilakukan dengan memeriksa pola distribusi radioaktif dalam tubuh.
2. Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo
Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo bertujuan untuk mengukur fungsi
organ tubuh atau sistem fisiologis tubuh berdasarkan absorpsi,
pengenceran, konsentrasi, bahan radioaktif dalam tubuh atau ekskresi
bahan radioaktif dari tubuh setelah pemberian radiofarmaka.
3. Pemeriksaan untuk tujuan terapetik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk keperluan penyembuhan, atau terapi
paliatif. Mekanisme kerja umumnya berupa absorpsi radiasi beta untuk
menghancurkan jaringan yang terkena penyakit.
Penggunaan Radiofarmaka
Jumlah bahan radioaktif yang diberikan pada pasien dalam kedokteran
nuklir, disebut juga sebagai dosis, umumnya dinyatakan dalam ukuran
millicuries (mCi, atau 10-3 Ci). Satu Curie (Ci) setara dengan 3,7 x 1010
disintegrasi (kerusakan atom) per detik. Dalam satuan Unit International,
kekuatan bahan radioaktif diukur dalam satuan becquerels (Bq). Satu Bq
setara dengan 1 disintegrasi per detik; sehingga, 1 mCi = 37 MBq. Jumlah
radiasi yang diabsorbsi oleh jaringan tubuh disebut dosis radiasi dan
dinyatakan dengan satuan rad (dosis radiasi yang diabsorbsi). Satu rad setara
dengan 100 ergs energi yang diabsorbsi oleh 1 gram jaringan. Satuan Unit
Internasional (IU) dosis yang diabsorbsi, Gray (Gy), setara dengan 1 joule
energi yang diabsorbsi oleh 1 kg jaringan (1 Gy = 100 rad).
Penggunaan kedokteran nuklir untuk tujuan diagnostik harus
berprinsip bahwa penggunaan bahan radioaktif yang diberikan harus dalam
dosis yang serendah mungkin namun sudah dapat diperoleh informasi yang
diinginkan. Perlu dijaga bahwa dosis radiasi yang diabsorbsi harus serendah
mungkin. Selain itu, kondisi aseptik harus dijaga selama penyiapan karena
bahan diberikan melalui injeksi intravena.
Farmasi Nuklir
Sebagai sediaan farmasi yang berbahaya, radiofarmaka perlu
penanganan khusus dalam proses pengadaan, penyiapan, penyimpanan dan
pendistribusian, terutama untuk pemberian ke pasien dalam lingkungan
fasilitas kedokteran nuklir.
Teknik farmasi nuklir dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Teknik protektif
Teknik protektif mencegah atau meminimalisasi kontaminasi radioaktif
dan paparan radiasi yang tidak perlu.
2. Teknik aseptic
Teknik aseptik mencegah atau meminimalisasi kemungkinan kontaminasi
mikroba pada larutan steril dan peralatan.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan uraian dalam Bab Hasil Penelitian dan Pembahasan pada penelitian
tesis ini dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Penggunaan Radiofarmaka melalui tehnik Kedokteran Nuklir dapat digunakan
untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran untuk mempelajari
perubahan fisiologi dan biokimia. Produk radiofarmaka yang banyak
digunakan di kedokteran nuklir di Indonesia meliputi: generator radionuklida,
komponen non radioaktif (“kits” atau disebut farmaka) yang digunakan untuk
menyiapkan senyawa bertanda dan produk radioaktif siap pakai yang biasanya
digunakan untuk terapi radiasi internal. Seperti sediaan farmasi lainnya,
Radiofarmaka sebelum digunakan oleh pasien harus melewati berbagai uji
kendali kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2. Asas keamanan penggunaan obat adalah memberikan jaminan keamanan
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan obat yang dikonsumsi atau
digunakan oleh pasien. Untuk menjamin bahwa obat yang digunakan oleh
konsumen sesuai dengan asas keamanan obat maka setiap obat yang di
produksi oleh Industri Farmasi harus mengikuti pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).
3. Penggunaan radiofarmaka di kedokteran nuklir memerlukan pengawasan.
Selain memberikan keuntungan bagi kesehatan dapat pula memberikan
dampak kepada pasien, petugas radiasi dan lingkungan sekitarnya sebagai
akibat paparan radiasi radiofarmaka tersebut. Pengawasan dilakukan dengan
cara pembentukan peraturan, perizinan dan pelaksanaan inspeksi, sehingga
dapat memberi perlindungan hukum bagi para pekerja radiasi, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran