You are on page 1of 16

askep jantung paru/cor pulmonare

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi Pulmonar pertama kali ditemukan oleh Romberg pada tahun 1891.

Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi Pulmonar dapat menjadi penyakit berat yang ditandai denga
penurunan toleransi dalam melakukan aktivtas dan gagal jantung kanan.

Penderita penyakit cor pulmonale (jantung paru) biasanya ditandai dengan badan lesu, sudah uzur
atau kegemukan perlu mengetahui metode olahraga apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
efeknya terhadap berat badan.

B. TUJUAN PENELITIAN

BAB II

TINJAUAN TEORI

Definisi CPC menurut beberapa ahli:

· WHO (1963), Cor Pulmonal Chronic adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertropi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru.

· BRAUNWAHL (1980), Cor Pulmonal Chronic adalah suatu keadaan patologis akibat hipertropi
atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.

Penyebab Cor Pulmonal:


1. Kelainan penyakit parenkim paru

2. Kelainan vascular paru

3. Gangguan fungsi paru oleh kelainan dada

B. ANATOMI FISIOLOGI

Terjadinya penyakit ini diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni kelainan di parenkim paru
yang bersifat menahun kemudian berlanjut pada kelainan jantung. Perjalanannya yaitu diawali
timbulnya hipoventilasi alveoli kemudian terjadi penyempitan area aliran darah dalam paru (
vascular bed ), shunt dalam paru sehingga tekanan arteri pulmonal meningkat. Akibatnya bisa
menimbulkan kelainan jantung kanan maupun kelainan karena hipoksemia relatif pada miocard.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, Cor Pulmonale dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

1. Fase 1

Belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif
menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50
tahun biasanya didapatkan adanya kebiasaan banyak merokok.

2. Fase 2

Mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama
berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas / mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau
setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan
kelainan berupa: hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering,
wheezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantungm lebih redup. Pemeriksaan radiologi
menunjukkan berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi
jantung vertikal.

3. Fase 3

Nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat
badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda
emfisema yang lebih nyata.

4. Fase 4

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada keadaan yang
berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

5. Fase 5

Nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-tanda peningkatan
kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik,
bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites.

C. ETIOLOGI

Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini disebabkan karena
gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katub jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan
stenosis (penyempitan katub mitral). Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV,
penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit pada
paru yang dapat menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab penyakit ini, misalnya
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru interstitial dan sleepapnea yaitu henti napas
sesaat pada saat tidur.

Penyebab penyakit Cor Pulmonal Chronic antara lain :

1. penyakit paru menahun dengan hipoksia:

ü penyakit paru obstruktif kronik

ü fibrosis paru

ü penyakit fibrokistik

ü cryptogenic fibrosing alveolitis

ü penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia

2. kelainan dinding dada :

ü kifoskolisis torakoplasti, fibrosis pleura

ü penyakit neuromuscular

3. gangguan mekanisme control pernapasan :

ü obesitas, hipoventilasi idiopatik

ü penyakit serebrovaskular

4. obstruksi saluran napas atas pada anak :

ü hipertrofi tonsil dan adenoid

5. kelainan primer pembuluh darah:

ü hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh paru.

Penyakit – penyakit yang dapat menyebabkan Cor Pulmonal adalah penyakit yang secara primer
menyerang pembuluh darah paru – paru, seperti emboli paru – paru berulang dan penyakit yang
mengganggu aliran darah paru – paru akibat penyakit pernapasan obstruktif / restriktif. PPOM
terutama jenis bronchitis, merupakan penyebab tersering dari Cor Pulmonale. Penyakit – penyakit
pernapasan restriktif yang menyebabkan Cor Pulmonal dapat berupa penyakit – penyakit “intrinsik”
seperti fibrosis paru – paru difus dan kelainan “ekstrinsik” seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis
atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot – otot pernapasan.

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru – paru adalah :

1. vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru – paru

2. obstruksi dan atau obliterasi anyaman vaskuler paru – paru.

D. PATOFISIOLOGI

Hipertensi pulmonal terjadi akibat hipoksia karena penurunan fungsi dan pengurangan jaringan
pembuluh darah paru. Adanya kombinasi beberapa factor antara lain pengurangan vaskularis paru,
hipoksia, asidosis dan polisitemia.

Fungsi normal dari sirkulasi paru – paru

Sirkulasi paru – paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam
keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru – paru tidak hanya tergantung dari
ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena sirkulasi paru –
paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah, maka curah jantung dapat
meningkat sampai beberapa kali ( seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik ) tanpa peningkatan
bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat terjadi karena besarnya kapasitas
anyaman vaskuler paru – paru, dimna perfusi normal hanya 25% dalam keadaan istirahat serta
kemampuan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik.

E. PATOFLOW

Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik


Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik

merusak mukosa

usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri

dan elektrolit ke sempat diserap

lumen usus Endotoksin berlebih

Hipersekresi cairan

dan elektrolit

Isi lumen usus ↑

Rangsangan pengeluaran
Hiperperistaltik

Diare

Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit

Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia

Hipokalemia

Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum

mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit


kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-ubun cekung,
peningkatan suhu tremor

tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut jantung cepat dan
lemah

(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002)

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang timbul :

Dyspnea. Untuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi
tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventilasi (napas cepat dan
dalam)

Sinkope. Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan.


Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa
lemah lesu. Periksalah jika sinkope terjadi secara acak atau ketika berdiri dari posisi tertelungkup.

Pelebaran dan peningkatan tekanan vena di leher

Hepatomegali. Kelainan hepatomegali terjadi karena peningkatan kerja jantung kanan untuk
memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi
hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan.

Kelemahan, batuk tidak produktif

Oedema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada pagi hari
dan sore hari mengalami perbaikan). Pemasukan garam menyebabkan retensi cairan.

Asitesis ( penimbunan air pada abdomen)

Nyeri dada atau rasa tidak nyaman lainnya. Nyeri dada dirasakan nyeri yang nyata atau terasa
ringan di dinding dada. Nyeri mungkin terasa menekan atau lemah. Pasien juga mengeluh nyeri di
lengan dan rahang kiri. Pasien seringkali tidak mendapatkan nyeri dada dengan indigestion.

Kelelahan yang luar biasa. Pasien mengeluh sangan lelah sekali setelah beraktivitas, yang
serangannya bertahap. Periksalah pasien jika pasien sering mengantuk dan menanyakan perubahan
kemampuan pasien dalam bekerja pada hari-hari tertentu.

Hemoptisis (batuk berdarah).

Tidak disertai orthopnea (sesak napas akibat perubahan posisi) atau Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (sesak napas pada saat tidur), karena gejala-gejala tersebut timbul pada Hipertensi Vena
Pulmonal.
Perubahan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan, penyimpangan aksis kanan
dan gelombang P dengan puncak yang tinggi pada lead inferior dan PaO2 yang menurun
(hipoksemia).

Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu :

1. adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal

2. bukti adanya hipertensi ventrikel kanan, adanya hipoksemia menetap, hiperkapnea, dan
asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukkan kemungkinan penyakit paru
– paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis Cor
Pulmonale Chronic. Dispne timbul sebagai gejala emfisema dengan atau tanpa Cor Pulmonale
Chronic. Dispne yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, siknop pada waktu bekerja atau
rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung.

Tanda – tanda fisik dari hipertensi pulmonal berupa kuat angka T sistolik pada area paras ternal,
mengerasnya bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufisiensi katup trikispidalis dan pulmonalis,
irama gallop (S3 dan S4) distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali
dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi dan EKG

Penanganannya konseling, pengobatan fungsi pernafasan maupun fungsi jantung. Perlu diberikan
edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan berhenti merokok, memperbaiki
ventilasi ruangan-ruangan dalam rumah serta latihan pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.
Untuk pengobatan fungsi paru bisa diberikan bronkodilator, mukolitik, ekspektoran, maupun
antibiotik serta diberi oksigenasi. Untuk pengobatan fungsi jantung (gagal jantung kanan) bisa
diberikan diuretika, digitalis.

H. EVALUASI DIAGNOSTIK

Evaluasi diagnostik lengkap termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgen dada, EKG,
kateterisasi jantung, hasil pemindaian perfusi paru, pemeriksaan fungsi paru, dan biopsy paru.
Kateterisasi jantung sebelsh kanan akan menunjukkan kenaikan tekanan arteri pulmonary.
Angiografi paru akan mendeteksi defek dalam pembuluh darah paru, seperti emboli paru.
Pemeriksaan fungsi paru akan memperlihatkan suatu peningkatan volume residual dan kapasitas
paru total serta penurunan volume ekspirasi (FEV1) pada penyakit obstruksi paru dan penurunan
kapasitas vital serta kapasitas paru total dalam penyakit restiktif paru.Biopsi paru akan menegakkan
diagnosis hipertensi paru.
I. PENATALAKSANAAN

Penanganan Cor Pulmonale Chronic ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan
vasokontriksi paru – paru yang diakibatkannya) dengan pemberian O2 konsentrasi rendah dengan
hati – hati. Pemakaian O2 yang terus – menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia
dan takipnea. Memperbaiki keadaan umum dan mengurangi mortalitas (Kersten, 1989).
Bronkodilator dan antibiotic membantu meredakan obstruksi aliran udra pada pasien – pasien PPOM
(COPD).

Pembatas cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda – tanda yang timbul akibat gagal
ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru – paru
berulang.

BAB III

MANAJEMEN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. riwayat atau adanya faktor resiko :

o obesitas dan nafsu makan yang berlebihan

o peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida

o peningkatan kadar serum

o perokok beerat
o life style

o riwayat keluarga positif hipertensi atau penyakit jantung lainnya

o penyakit ginjal

o DM

o Gagal jantung

o Mengkonsumsi pil KB

o Gangguan system saraf

2. tanyakan tentang kepatuhan dengan program penatalaksanaan anti hipertensif yang


siresepkan

3. tanyakan tentang obat – obatan yang terakhir digunakan

4. Periksa TD pada kedua lengan, berbaring, duduk, dan berdiri

Berdasarkan pengukuran berlang-ulang dan akurat pada penderita hipertensi pulmonal, tekanan
sistolik sekitar 140 mmHg, dan tekanan diastolik sekitar 90 mmHg atau kedua-duanya ditetapkan
sesuai dengan diagnosa dari hipertensi pulmonal. Untuk mengukur keakuratan tekanan darah tidak
bisa ditentukan karena banyak kemungkinan terjadi kesalahan. Beberapa cara untuk mengukur
tekanan darah secara akurat dan valid dengan menggunakan peralatan yang benar, menempatkan
posisi yang sama pada pasien pada saat pengukuran TD ( duduk atau posisi supinasi, dimana lengan
sejajar dengan jantung), menggunakan lengan yang sama pada saat mengulangi pemeriksaan.

5. Pemeriksaan fisik

Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ,
seperti :

o Otak : sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati,
hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma).

o Mata : retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan
menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur.

o Jantung : gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia).

o Ginjal : penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan
berat badan tiba-tiba, dan edema.

6. Pemeriksaan Diagnostik

o Sinar x dada dapat menunjukkan kardiomegali.

o EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (RVH).

o Urinalisis dapat menunjukkan proteinuria, hematuria mikroskopik.


o Survei kimia dapat menunjukkan peningkatan kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN).

o Profil lipid dapat menunjukkan kolesterol dan trigeliserida.

o Elektrolit serum dapat menunjukkan peningkatan natrium.

o Kadar katekolamin meningkat bila hipertensi disebabkan oleh tumor medula spinal
(freikromositoma).

o Rontgen toraks, RVH dan segmen pulmonal menonjol.

o Ekokardiogram. Terlihat pembesaran vetrikel kanan dan kadang-kadang dapat memperkirakan


tekanan arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup,
disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung . Pada pasien hipertensi pulmonal yang tidak memiliki
regurgitasi trikuspid, untuk menilai ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat digunakan nilai
kualitatif, dengan tanda-tanda pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dan septum cembung atau
rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.

o Kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel
kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat
(seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi,
respons vasolidati positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi
vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal.

o Radilogi. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan pembesaran hilar,
bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral terdapat pembesaran ventrikel kanan.
Konsensus European Society of Cardiologi, mendefinisikan respon vasodilasi akut positif bila terjadi
penurunan tekanan arteri pulmonalis paling sedikit 10 mmHg sampai < 40 mmHg dengan
peningkatan.

7. Periksa sikap pasien tentang mengalami kondisi Hipertensi Pulmonal. Cari petunjuk yang
mempredisposisikan ketidakpatuhan melalui interview dengan pasien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurunnya output jantung berhubungan dengan proses penyakit atau terapi obat-obatan, cemas
yang berhubunga dengan stroke atau IMA.

Diagnosa Intervensi Rasional

1. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana pengobatan dan eksulitan beradaptasi
terhadap kondisi kronis.

2. Evaluasi pemahaman pasien tentang hipertensi : definisi, tanda-tanda dan gejala – gejala
bermakna. Perbaiki kesalahan konsepsi. Tekankan bahwa hipertensi adalah kondisi sepanjang hidup
yang memerlukan pengobatan kontinu. Ini tidak dapat dikontrol.
3. Ajarkan pasien tentang obat-obatan yang diresepkan, termasuk dosis, jadwal, nama, tujuan,
dan efek samping yang dapat dilaporkan. Biarkan pasien mengetahui bahwa dokter dapat
meresepkan dua atau lebih obat antihipertensif dengan bentuk kerja berbeda untuk secara efektif
mengontrol tekanan darah dengan efek samping minimal. Anjurkan pasien pria melaporkan gejala-
gejala disfungsi seksual.

4. Bantu pasien dalam rencana latihan regular rutin. Berikan daftar kelompok pendukung
komunitas yang berfokus pada kontrol berat badan dan berhenti merokok.

5. Bantu pasien dalam mengidentifikasi sumber umum dari stres dan merencanakan cara-cara
untuk meminimalkan stresor. Anjurkan aktivitas untuk :

o Sediakan waktu untuk berdiam diri setiap hari.

o Gunakan akhir minggu untuk aktivitas menyenangkan.

o Latihan setiap hari setelah kerja.

o Latihan relaksasi otot dan teknik pernapasan rileks seperti yoga.

o Biofeedback.

o Konsul terapis okupasi/terapis rekreasi untuk metoda relaksasi tambahan.

6. Rujuk pasien pada ahli diet untuk bantuan dalam perencanaan makan bika modifikasi diet
ditentukan (pembatasan natrium, penurunan kolesterol, atau penurunan berat badan). Jamin pasien
mempunyai instruksi tetang modifikasi diet, instruksi dapat meliputi :

o Pembatasan masukan natrium (2-4 gr/hr).

o Jangan menambahkan garam pada makanan.

o Hindari makanan tinggi natrium (bebek, kacang, daging kaleng, daging bergaram, daging asap
kaleng, minyak sayur, kecap).

o Makanan tambahan dengan lemon atau bumbu bebas garam.

o Tingkat masukan makanan kaya kalium (buah dan sayuran), bila menggunakan diuretik hemat
kalium.

o Baca label untuk kandungan garam. Beberapa label makanan menunjukkan kandungan garam
dengan menggunakan kata ”natrium” sering didaftarkan sebagai campuran, seperti ”natrium
fosfat”.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pengobatan

Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan
menggunakan obat-obatan seperti diuretik, beta-blocker, dan ACE Inhibitor atau dengan cara
memperbaiki katup jantul mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama).
2. Terapi Bedah

Pembedahan sekat antar serambi jantung (Atrial Septostomi) yang dapat menghubungkan
antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi
kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia).Transplantasi paru
dapat menyenangkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka
harapan hidupnya kurang lebih lima tahun.

3. Obat-obatan Vasoaktif

Obat-obat Vasoaktif yang digunakan saat ini antara lain adalah Antagonis Reseptor
Endothelial,PDE-5 inhibitor dan Derivat Prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk
mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor
yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal.

D. EVALUASI KEPERWATAN

Fokus utama pada klien Hipertensi pulmonal adalah untuk mengembalikan kemampuan
dalam beraktivitas, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien juga mungkin
membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan
beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak napas dan
kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien membutuhkan waktu yang lama untuk
mempelajari ttehnik rehabilitasi yang diajarkan. Mereka harus mempunyai pemahaman yang baik
dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka. (Leukenotte, MA, 2000:502).

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cor Pulmonale Chronic adalah suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilattasi ventrikel kanan
atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru-
paru atau pembuluh darahnya.

Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini disebabkan karena
gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katub jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan
stenosis (penyempitan katub mitral). Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV,
penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid.

Gejala-gejala yang timbul seperti dyspnea, sinkope, pelebaran dan peningkatan tekanan vena di
leher, hepatomegali, dll.

B. SARAN

1. untuk klien, menghindari faktor resiko:


o anjurklien klien untuk cukup istirahat

o anjurklien klien untuk menghindari allergen

o anjurklien klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

F. untuk keluarga memberikan dukungan :

anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien

anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

DAFTAR PUSTAKA

Lee SH,Channick RN.2005.Endothelin Antagonism Hypertension Pulmonary Arterial.

Baughman, C Diane. 1996. Hand Book for Brunner and Suddarth’s Text book of Medical Surgical
Nursing. Lippincott- Raven Publishers : Washington, Philadelphia.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah.Jakarta:EGC.


Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses – proses Penyakit,
edisi ke-4. Jakarta : EGC.

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang........................................................................................... 1

Tujuan........................................................................................................ 1

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pengertian ................................................................................................. 2

Anatomi fisiologi....................................................................................... 2

Etiologi...................................................................................................... 4

Patofisiologi............................................................................................... 5

Patoflow.................................................................................................... 6

Manifestasi klinis....................................................................................... 7

Pemeriksaan penunjang.............................................................................. 8

Evaluasi Diagnostik................................................................................... 9

Penatalaksanaan......................................................................................... 9

BAB III

MANAJEMEN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian ............................................................................................... 10

Diagnosa ................................................................................................. 12

Intervensi ................................................................................................ 14

Evaluasi ................................................................................................... 14

BAB IV

Kesimpulan .................................................................................................... 15

Saran ............................................................................................................... 15

You might also like