You are on page 1of 14

MAKALAH

KEPERAWATAN ORTHOPEDI
ASUHAN KEPERAWATAN CONGENITAL TORTICOLIS

Disusun guna memenuhi tufas mata kuliah Keperawatan Orthopedi yang diampu oleh
Sunarto, SST., Mkes

Disusun oleh :
1. Hendrawan Aji Permadi (P 27220013 020/2A)
2. Istiqomah (P 27220013 022/2A)
3. Tria Oktavia Maulana (P 27220013 042/2A)

DIII KEPERAWTATAN
POLUTENIK KESEHATAN SURAKARTA
2015
KONSEP DASAR CONGENITAL TORTICOLIS

A. Pengertian
Cacat ini terdapat juga di Indonesia dan pada umumnya sangat mudah dikenal,
malahan juga mempunyai nama tertentu dalam bahasa jawa, yaitu cacat “tengeng”
(Soeharso, 1993).
Kata Tortikolis berasal dari bahasa Latin , torta ( twisted = terputar ) dan collum
( leher ). Tortikolis menggambarkan posisi abnormal leher. Gangguan tortikolis yang
paling sering ditemukan adalah Congenital Muscular Torticolis yaitu kondisi
keterbatasan gerakan leher kongenital atau bawaan sejak lahir, dimana anak akan
menahan atau memposisikan kepala pada satu sisi dengan dagu mengarah pada sisi
yang berlawanan.
Torticolis merupakan kelainan kongenital dimana otot Sternocleidomastoideus
mengalami fibrosis dan gagal memanjang sementara tubuh anak terus tumbuh sehingga
terjadi deformitas progresif. Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan
suatu keadaan pada leher yang terputar.

B. Etiologi
Sebab utama dari cacat ini adalah karena otot Sternocleidomastoideus di
sebelah kiri atau kanan lebih pendek dan tegang daripada lainnya, sehingga dengan
demikian leher, muka dan kepala penderita memutar. Sebagian orang berpendapat
bahwa perpendekan tadi disebabkan karena dysplasia yang memang terdapat sejak
lahir. Lainnya berpendapat bahwa perpendekan tadi disebabkan karena pada saat bayi
lahir, terdapat perdarahan pada otot Sternocleidomastoideus, yang kemudian
menyebabkan kerusakan pada otot ini (Soeharso, 1993).
Ada berbagai faktor yang dianggap sebagai penyebab diantaranya trauma lahir,
malposisi in-utero, infeksi, iskemia jaringan, abnormalitas vertebra seperti rotary
subluxation of the atlanto-axial joints atau hemivertebra, problem imbalance of
extraocular muscles ( Ocular Torticollis ) serta ketidakseimbangan neurologis ( Benign
Paroxysmal Torticollis ). Pemeriksaan klinis dan MRI menyatakan bahwa tortikolis
merupakan gejala sisa dari uterine or perinatal compartment syndrome.
Otot sternocleidomastoid memendek karena berubah menjadi jaringan ikat
akibat gangguan vaskularisasi atau karena posisi kepala saat intrauterin. Trauma lahir
yang menyebabkan tortikolis adalah persalinan letak vertex dan sisi lesi tergantung
letak bahu pada saat persalinan.
Tortikolis yang sering terjadi pada anak dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Congenital (bawaan)
Pada tortikolis congenital, terjadi kontraktur/kekakuan otot sternokleidomastoid
pada satu sisi. Otot sternokleidomastoid adalah otot pada leher yang berfungsi
untuk menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. kekakuan pada otot ini akan
mengakibatkan terjadinya keterbatasan pergerakkan leher bayi karena
pemendekkan serabut-serabut otot tersebut. Trauma jalan lahir menjadi
biasanya menjadi penyebab tortikolis congenital ini, walaupun penyebab
pastinya belum diketahui. Tortikolis congenital umumnya terlihat pada usia 2-4
minggu kelahiran. Gejalanya adalah kepala leher yang selalu menoleh ke satu
sisi saja saat tidur, dan pergerakkan leher yang sangat terbatas. Komplikasi dari
tortikolis congenital yang tidak diterapi adalah asimetri bentuk wajah dan
asimetri bentuk kepala atau penglihatan ganda (diplopia).
2. Didapat setelah lahir
Penyebab tortikolis yang didapat setelah lahir yaitu:
a. Cedera/peradangan pada saraf-saraf leher
b. Abses retrofaringeal (nanah yang terletak di belakang tenggorokan)
c. Radang tenggorokan
d. Pergeseran dari tulang belakang, terutama di daerah leher
e. Perdarahan di sekitar tulang belang daerah leher
f. Adanya tumor di daerah tulang belakang kepala
g. Kecenderungan posisi bayi menengok hanya ke 1 sisi sehingga terjadi
pemendekan otot leher (m.sternocleidomastoideus) di sisi yang
berlawanan.
Pada tortikolis yang didapat setelah lahir, gejalanya hampir sama dengan
tortikolis kongenital, yaitu leher bayi selalu menoleh ke arah yang sama dan
pergerakan leher bayi yang terbatas. Perbedaannya adalah biasanya terjadi beberapa
bulan setelah kelahiran, ada faktor penyebab yang lebih jelas yang mendasarinya dan
tidak terjadi komplikasi berupa asimetri wajah.

C. Patologi
Mula-mula, pada bayi baru dilahirkan terdapat bahwa lehernya tegang
sebelah. Pada otot Sternocleidomastoideus terdapat pembengkakan yang keras
seperti tumor. Semakin lama maka leher, muka dan kepala bayi semakin berputar ke
sebelah dan lambat laun jelas terdapat asimetri dari muka dan kepala. Juga garis
mata pun tidak lagi horisontal, akan tetapi miring. Akhirnya gejala tengeng mudah
sekali kelihatan (Soeharso, 1993).

D. Patofiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat, atau menyimpang sehingga
menyebabkan suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya
pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, ataupun mengenai berbagai sistem
tubuh yang berbeda.
Istilah malformasi tidak secara langsung menggambarkan etiologinya, tetapi
menggambarkan bahwa penyimpangan dalam perkembangan ini terjadi pada kehamilan
muda, pada saat terjadi diferensiasi jaringan atau selama periode pembentukan organ.
Sebagai contoh penyimpangan pada arkus brakialis pertama dan kedua akan menyebabkan
mikrotia (telinga kecil).
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor.
Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan
mengganggu fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Malformasi
minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya
berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal,
ekstremitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun
telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
dan ekstra puting susu adalah contoh malformasi minor.
Malformasi akibat infeksi rubela, cytomegalovirus atau toxoplasmosis biasanya
disertai ikterus, purpura, dan hepatosplenomegali. Diagnosis ditegakkan dengan
ditemukannya kenaikan kadar antibodi spesifik, terutama IgM. Pada infeksi rubela dan
toxoplasma, infeksi dapat berulang terjadi pada fetus, imunitas ibu dapat mencegah
kejadian serupa pada kehamilan berikutnya.
Berbagai penyakit ibu dapat meningkatkan risiko malformasi, di antaranya
insulin-dependent diabetes mellitus, epilepsi, pengonsumsi alkohol, dan
phenylketonuria (PKU). Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent diabetes
mellitus mempunyai risiko 5–5% untuk menderita kelainan kongenital terutama
penyakit jantung bawaan, defek tabung saraf (neural tube defect), dan agenesis
sakral. Risiko juga meningkat sekitar 6% untuk timbulnya celah bibir dan penyakit
jantung bawaan pada keturunan dari ibu penderita epilepsi, meskipun di sini sulit
dibedakan apakah kelainan kongenital ini meningkat disebabkan oleh epilepsi itu
sendiri atau akibat obat-obat epilepsi. Ibu dengan PKU yang tidak diobati akan
menyebabkan janin yang dikandungnya mempunyai risiko tinggi (25%) untuk
menderita retardasi mental, mikrosefali, dan penyakit jantung.
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat tekanan mekanik yang abnormal sehingga
mengubah bentuk, ukuran, atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal. Misalnya kaki bengkok, mikrognatia (mandibula yang kecil).
Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor
ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, dan kehamilan kembar. Deformasi juga dapat timbul akibat faktor
janin seperti presentasi abnormal, dan oligohidramnion.
Sebagian besar deformasi mengenai sistem tulang rawan, tulang, dan sendi.
Mungkin karena jaringan yang lebih lunak bila terkena tekanan akan kembali ke bentuk
semula. Bila tekanan mekanik yang abnormal itu dihilangkan, sebagian besar deformasi
mulai membaik secara spontan. Pertumbuhan yang abnormal sering terjadi pada bagian
yang terkena, secara bertahap akan menghilang setelah beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Kadang diperlukan pengobatan unutuk mengembalikan tulang dan sendi ke
konfigurasi normal.
Deformasi yang disebabkan oleh setiap faktor yang membatasi gerakan janin
akan menyebabkan kompresi dalam jangka panjang dan mengakibatkan postur
yang tidak normal. Penyebabnya dapat intrinsik (penyakit neuromuskular, kelainan
jaringan penunjang, kelainan susunan saraf pusat) atau ekstrinsik (primigravida,
ibu bertubuh kecil, kehamilan kembar). Deformasi yang sering terdapat pada bayi
baru lahir misalnya Talipes, Dislokasi sendi panggul, Skoliosis congenital,
Plagiosefali, Tortikolis dan Mandibula tidak simetris.
3. Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang
semula berkembang normal, berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan
oleh tekanan mekanik, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan,
atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan
yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya
mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan
kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena. Angka kejadian ulang jarang,
kecuali bila terdapat malformasi pada uterus. Penyebab tersering adalah robeknya
selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat
janin, memotong kuadran bawah fetus, serta menembus kulit, muskulus, tulang,
dan jaringan lunak.
4. Displasia
Patogenesis lain yang penting terjadinya kelainan kongenital adalah displasia.
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Pada sebagian
kecil kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai
kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen.
Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya akan menetap atau
semakin memburuk. Hal ini berbeda dengan ketiga mekanisme patogenesis yang
terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu
yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi
penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan
perubahan kelainan seumur hidup.
Kelainan kongenital dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor
lingkungan, dan interaksi keduanya. Secara terinci penyebab kelainan bawaan
dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penyebab yang
tidak idiopatik dan faktor multifaktorial merupakan
Penyebab terbanyak, diikuti kelainan gen tunggal dan kelainan kromosom, sehingga
faktor genetik mencakup sekitar sepertiga dari kongenital yang diketahui penyebabnya.
Duplikasi yang dapat terlihat atau kekurangan setiap autosom hampir selalu
berhubungan dengan gangguan mental, pertumbuhan, dan dismorfik. Kelainan
multipel dan pertumbuhan janin terhambat juga sering timbul dan derajat beratnya
berhubungan dengan luasnya imbalans kromosom. Pengenalan kelainan gen dan
tunggal serta pola penurunan kelainan kromosom diperlukan dalam bidang klinik
untuk mengetahui angka kejadian ulang.

E. Gejala
Pada umumnya seperti tersebut di atas cacat ini mudah sekali dikenal, sehingga
tidak memerlukan uraian lebih lanjut(Soeharso, 1993).
Pada bayi baru lahir, massa yang firm, non-tender didapatkan pada bagian
tengah otot sternocleidomastoid. Kondisi ini tidak menyebabkan sakit tapi orangtua
akan cemas karena leher terangkat dan terpaku pada satu sisi atau arah.
Kadangkala didapatkan massa lain yang dapat dilihat atau dirasakan pada otot
ini yang merupakan hematoma yang sedang dalam proses membentuk jaringan ikat.
Massa ini dapat sembuh total pada usia 3 bulan.
Jika tidak terkoreksi sebelum usia 1 tahun massa ini dapat berganti menjadi
jaringan ikat sehingga otot semakin memendek , keterbatasan gerakan leher permanen.
Kondisi ini mengakibatkan posisi kepala selalu miring ke satu sisi, dan jika dibiarkan
anak bertumbuh dengan kondisi ini akan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang
tengkorak dan wajah, kepala dan wajah menjadi asimetris, datar pada sisi otot yang
memendek dan mengakibatkan kelainan yang disebut plagiocephaly, kepala dan wajah
menjadi miring pada satu sisi.
Datar pada satu sisi dan menonjol pada sisi lainnya. Artinya bila lebih dari usia
1 tahun hal ini tidak terkoreksi maka wajah yang tidak asimetris akan menetap. Sisi
kanan terlibat pada 75% kasus artinya anak menahan posisi kepala terangkat ke kanan,
sedangkan wajah dan dagu berotasi ke kiri ( MacDonald D, 1969).

F. Terapi
Pertolongan umumnya memuaskan sekali, terutama jika belum terlanjur.
Sebelum umur 2 tahun dapat dicoba pertolongan secara konservatif, yakni dengan
massage otot sternocleidomastoideus yang tegang tadi dan kemudian manipulasi dari
leher dan kepala untuk membetulkan salah bentuk tadi. Ada kalanya dengan jalan
demikian ini yang dijalankan berhari-hari, cacat ini dapat diperbaiki tanpa operasi.
Kadang-kadang kita terpaksa mengadakan operasi, ialah pada cacat yang telah terlanjur
dan operasi ini dijalankan dengan tetonomi dari otot sternocleidomastoideus. Setelah
tetonomi, diadakan fiksasi dengan gips yang kemudian disusul dengan latihan-latihan
pembetulan salah bentuk tadi. Kecuali cacat tersebut di atas pada lengan, tangan dan
jari-jari juga bisa terdapat cacat sejak lahir, misalnya:
1. Perlekatan antara radius dan ulna
2. Tidak adanya tulang radius
3. Polidactyli
Umumnya cacat-cacat tersebut di atas kecuali merupakan salah bentuk, dapat
pula mengganggu fungsi dan sedapat mungkin perlu diperbaiki, bila perlu dengan
operasi (Soeharso, 1993).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CONGENITAL TORTICOLIS

A. Pengkajian
1. Biodata klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya


keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki,
atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang
abnormal pada lehernya.

4. Riwayat penyakit keluarga

Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat


diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam
keluarga.

5. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal

a. Antenatal

Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal ,
kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum
serat kebiasaan selama hamil.
b. Natal

Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara


persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan
gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup,
kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.
c. Postnatal

Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan


gangguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia,
trauma dan infeksi.

6. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola nutrisi, adakah kesulitan saat klien makan, adakah alergi terhadap suatu
jenis makanan.
b. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu dikaji BAB
atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah serta bau). Bagaimana
tingkat toileting trining sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
c. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
d. Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur, hal-hal
yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur. Biasanya klien tidur
dengan posisi kepala miring ke kanan atau ke kiri.
e. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah mandiri
atau masih ketergantuangan sekunder pada orang lain atau orang tua.
7. Pemeriksaan fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji sistem persendian
 Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
 Deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya
 Kekakuan sendi
c. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya
edema atau atropfi, nyeri otot

Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Inspeksi umum tubuh akan memperlihatkan ukuran, setiap tanda
deformitas, asimetri kontur, pembengkakan, edema, memar, atau luka di
kulit. Dengan mengobservasi postur, gerakan, dan cara berjalan pasien
akan diperoleh data mengenai perubahan mobilitas pasien dan adanya rasa
nyeri dan ketidaknyamanan atau gerakan involunter. Leher klien
miring/berputar ke satu sisi.
2) Palpasi
Palpasi pada setiap sendi termasuk keadaan suhu kulit, otot, artikulasi, dan
area pada kapsul sendi. Normalnya sendi tidak teraba lembek pada saat
dipalpasi.
3) Movement
Dalam pengkajian terhadap rentang gerak, pemeriksa menggerakkan secara
pasif sampai akhir rentang gerak terasa. Pemeriksa membandingkan
rentang gerak pasif dan aktif yang harus setara untuk masing- masing
sendi. Dalam keadaan normal dapat bergerak bebas tanpa rasa sakit atau
krepitasi.

A. DIAGNOSA
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh.

B. INTERVENSI
No Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah di lakukan 1. Monitor PQRST nyeri 1. Untuk memantau rasa
tindakan keperawatan 2. Berikan posisi yang ketidaknyamanan pasien,
selama..... di harapkan nyaman, miringkan kepala penyebab, kualitas,
ketidaknyamanan yang ke bagian yang sakit lokasi, skala, frekuensi.
dialami klien tidak ada 3. Ajarkan teknik message 2. Untuk mengurangi
atau minimal otot leher ketegangan pada otot
KH 4. Batasi aktivitas klien 3. Untuk memberi rasa
1. Klien tidak 5. Kolaborasi pemberian nyaman dan untuk
menunjukan bukti- analgetik membenarkan posisi
bukti leher
ketidaknyamanan 4. Untuk mencegah nyeri
2. Skala nyeri antara 1- dan mengurangi
3 ketegangan otot
5. Mengurani rasa nyeri
2 Meningkatkan mobilitas 1.Observasi tingkat mobilitas 1.Mempengaruhi pilihan /
fisik fisik pengawasan keefektifan
intervensi
2.Tingkatkan aktifitas jika 2.Memberikan kesempatan
nyeri berkurang untuk mengeluarkan energi
3.Bantu dan ajarkan latihan 3.Meningkatkan kekuatan
rentang gerak sendi aktif otot dan sirkulasi
4.Libatkan keluarga dalam 4.Keluarga yang kooperatif
perawatan diri dapat meriungankan
petugas, dan memberikan
kenyamanan pada pasien

3 Setelah di lakukan 1. Anjurkan untuk 1. Ekspresi emosi


tindakan keperawatan mengungkapkan perasaan membantu pasien mulai
selama.... diharapkan dan masalahnya menerima kenyataan dan
klien mampu 2. Identifikasi mekanisme realitas hidup
meningkatkan citra koping klien 2. Untuk membuat klien
dirinya dengan KH : 3. Hadapkan klien dengan mau menerima dengan
1. Klien menunjukan kenyataan/realita apa yang telah
penerimaan dimilikinya saat ini
penampilannya 3. Harapan yang tidak
2. Klien puas dengan 4. Anjurkan kepada keluarga realistik menyebabkan
keadaan tubuhnya pasien untuk memberi pasien mengalami
3. Klien mau menerima dukungan kepada klien kegagalan dan
kenyataan 5. Beri penghargaan untuk menguatkan perasaan-
tugas yang di lakukan perasaan tidak berdaya
4. Untuk membantu
meningkatkan rasa
percaya diri klien
5. Penguatan positif
meningkatkan harga diri
dan mendorong
pengulangan perilaku
yang di harapkan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. “Torticolis Congenital Muscular”,


http://catatanmahasiswafk.blogspot.com/2012/03/tortikolis-congenital-
muscular.html, diakses pada tanggal 08 Maret 2015.

Fahrenny. 2011. “Torticolis Leher Berputar pada Anak-anak”,


https://sasanachildcare.wordpress.com/2011/06/06/tortikolis-leher-terputar-pada-
anak/, diakses pada tanggal 08 Maret 2015.

You might also like