Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Akibatnya, banyak anak-anak dengan infeksi radang tenggorokan yang persisten
dan infeksi saluran pernapasan bagian atas berulang (Upper Respiratory
Infection). Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan kausal antara Upper
Respiratory Infection (URI) rekuren dan otitis media. Dengan demikian
mengidentifikasi penyebab URI dan rhinorrhea yang terus-menerus seperti
pembesaran kelenjar adenoid, alergi, dan sinusitis merupakan hal yang penting
dalam pencegahan otitis media dan pada akhirnya OSMK. Menjelang akhir tahun
2009, WHO melakukan analisis sistematis mengenai dampak terapi antibiotik
jangka pendek (termasuk azitromisin) untuk mengobati otitis media akut dan
sebagai bentuk kemoterapi preventif untuk OSMK. Amoksisilin terbukti
mengurangi jumlah perforasi membran timpani dan memperlambat perkembangan
otitis media dengan efusi pada bayi Aborigin, menunjukkan kemungkinan
perlindungan terhadap OSMK.
Penelitian yang dilakukan di Dicle University Faculty of Medicine in
Diyarbakir, Turkey didapatkan dari 4.630 pasien dengan OMSK, 121 pasien
(2,6%) mengalami komplikasi. Dari 906 pasien CSOM yang menjalani operasi,
511 menderita kolesteatoma, dan 395 memiliki granulasi dan/atau jaringan polip.
Dari komplikasi CSOM, 57 ekstrakranial (47,1%) dan 37 intrakranial (30,6%).
Komplikasi ekstrasranial yang paling umum adalah abses mastoid (28,3%), diikuti
oleh labyrinthitis (9%), kelumpuhan saraf wajah (8,4%), dan abses Bezold (1,3%).
Komplikasi intrakranial yang paling umum adalah tromboflebitis sinus lateral
(19,5%), diikuti oleh abses sinus perisigmoid (13,5%), meningitis (9%), abses
otak (6,5%), dan abses ekstradural (4,5%).
Salah satu kelainan yang terjadi akibat dari OMSK adalah gangguan
pendengaran. Lokasi patologi OMSK adalah di telinga tengah, yang merupakan
bagian dari sistem konduksi, akan tetapi kelainan kurang pendengaran yang terjadi
tidak seluruhnya CHL murni. Tidak sedikit penderita OMSK yang menderita
kurang pendengaran tipe MHL, yang berarti disamping mengalami kurang
pendengaran tipe CHL terjadi pula kurang pendengaran tipe SNHL.
Insiden tuli MHL pada OMSK telah dilaporkan oleh banyak penulis.
Paparella et al, sebagaimana dikutip oleh Shenoi (1987) mendapatkan 279 kasus
2
MHL diantara 500 telinga dengan OMSK. Gardenghi melaporkan insiden MHL
pada OMSK adalah 42%. Sementara Bluvesteis melaporkan insiden MHL pada
OMSK ini adalah 38%. Nani (1996) melaporkan terdapat sekitar 5% dari 22
penderita OMSK mengalami MHL. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang, insiden MHL
juga pernah dilaporkan oleh Pradipto sebesar 12,75% dan Dullah (1996)
mendapatkan MHL sebanyak 44,5% dari 54 telinga dengan OMSK.
Pada laporan kali ini disajikan kasus Seorang Wanita 38 tahun dengan
Otitis Media Supuratif Kronik Inaktif Dextra et Sinistra.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. K
Umur : 38 tahun
Tempat, tanggal lahir : Kudus, 23 April 1979
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : RT 001/001 Tahunan, Jepara, Jawa Tengah
Pendidikan terakhir : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. CM : C643280
Status pembiayan : JKN NPBI Kelas III
II. ANAMNESIS
4
Autoanamnesis pada tanggal 6 Juli 2017 pukul 14.00 WIB di Klinik Pendengaran
RSUP Dr. Kariadi Semarang
Keluhan Utama:
Pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang
5
– Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal
– Riwayat alergi disangkal
– Riwayat alergi obat disangkal
– Riwayat asma disangkal
– Riwayat darah tinggi disangkal
– Riwayat kencing manis disangkal
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : TD : 120/70 mmHg Suhu : afebris
Nadi : 80 x/menit RR : 18 x/menit
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status gizi : Kesan Cukup
Kulit : Turgor kulit cukup
6
Konjungtiva : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Jantung : Tidak diperiksa
Paru : Tidak diperiksa
Hati : Tidak diperiksa
Limpa : Tidak diperiksa
Limfe : Tidak diperiksa
Anggota Gerak : Tidak diperiksa
Status Lokalis:
Telinga:
Bagian
Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
Hiperemis (-), nyeri tekan (-), Hiperemis (-), nyeri tekan (-),
Mastoid nyeri ketok (-), edema (-), fistel nyeri ketok (-), edema (-), fistel
(-), abses (-) (-), abses (-)
Hiperemis (-), edema (-), fistula Hiperemis (-), edema (-), fistula
Pre-aurikula (-), abses (-), nyeri tekan tragus (-), abses (-), nyeri tekan tragus
(-) (-)
Retro- Hiperemis (-), edema (-), fistula Hiperemis (-), edema (-), fistula
aurikula (-), abses (-), nyeri tekan (-) (-), abses (-), nyeri tekan (-)
Normotia, hiperemis (-), edema
Normotia, hiperemis (-), edema
Aurikula (-), nyeri tarik (-)
(-), nyeri tarik (-)
7
discharge
discharge (-)
(-)
Pemeriksaan luar
Inspeksi : simetris (+), deformitas (-), warna kulit
Hidung sama dengan sekitar
Palpasi : Os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Sinus maksilaris
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus maksilaris
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus maksilaris
Sinus frontalis
Sinus Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus frontalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus frontalis
Sinus ethmoidalis
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis
Rinoskopi Anterior
Sekret - -
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka Konka edema (-) Konka edema (-)
Tumor Massa (-) Massa (-)
Septum Deviasi septum (-)
Tenggorok:
8
Orofaring
Dinding Faring
Granulasi (-)
Posterior
Palatum Bombans (-), hiperemis (-)
Arkus Faring Simetris, uvula ditengah
Mukosa Hiperemis (-)
Ukuran T1, hiperemis (-), Ukuran T1, hiperemis(-),
permukaan rata, kripte permukaan rata, kripte
Tonsil
melebar (-), detritus (-), melebar (-), detritus (-),
membran (-) membran (-)
Peritonsil Abses (-)
Nasofaring (rinoskopi posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laringofaring (laringoskopi indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laring (laringoskopi indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS
Tidak dilakukan
9
RINGKASAN
Pasien mengeluh pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang sejak 8
bulan yang lalu, semakin lama semakin memberat. Pendengaran telinga kiri lebih
baik dibanding telinga kanan. Pasien berobat ke dokter dikatakan ada kotoran
pada liang telinga kanan dan kiri, diberi obat tetes telinga dan dianjurkan untuk
mengalirkan air pada kedua telinga, namun keluhan semakin berat. 3 bulan SMRS
pasien mengeluh keluar cairan berwarna kekuningan, konsistensi kental dan tidak
berbau dari telinga kirinya. Cairan muncul secara hilang timbul tanpa diawali oleh
pencetus tertentu dan berhenti dengan sendirinya. Pasien lalu berobat ke dokter
dan dikatakan ada lubang pada gendang telinga kanan dan kiri. Pasien lalu dirujuk
ke RS Kudus. Di RS diberikan terapi, dilakukan perawatan dan disarankan untuk
operasi perbaikan gendang telinga. Pasien lalu dirujuk ke Kariadi untuk dilakukan
operasi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil adanya perforasi sentral
20% pada membran timpani kanan dan perforasi sentral 40% membran timpani
kiri. Pada pemeriksaan pendegaran dengan garpu tala didapatkan hasil tes weber
lateralisasi ke kanan, tes rinne -/-, tes schwabach memanjang/memanjang
sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami kurang pendengaran tipe konduksi
pada kedua telinga namun telinga kanan lebih berat.
DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronik Inaktif Dextra et Sinistra
RENCANA PENGELOLAAN
1. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan audiotimpanometri
2. Terapi
- Pro timpanoplasti
3. Pemantauan
- Keadaan umum dan tanda vital
10
- Tanda-tanda komplikasi yang mungkin terjadi, seperti abses
retroaurikula, mastoiditis, paralisis nervus fascialis, labirinitis, tuli
sensorineural
- Progresifitas penyakit
4. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien mengalami keadaan otitis
media kronik pada kedua telinga
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan
pendengaran audiometri untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga agar telinga yang
sakit tidak kemasukan air, misalnya apabila mandi liang telinga ditutup
(higiene telinga)
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga agar pasien tidak
mengorek telinga
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk menjaga
kondisi tubuh pasien supaya tidak rentan terkena ISPA
5. Prognosis
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran
timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen
timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat
ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum
timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini,
dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian
superior-medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi
eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani.9
13
3.1.3. Tuba Eusthachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum
timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian
tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian
tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
14
3.2 Fisiologi Pendengaran
15
sedangkan untuk frekuensi sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran di lobus temporalis (area broadman 41). 10,11
16
infeksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea (kina, antibiotika,
seperti golongan makrolid), radang selaput otak, kadar bilirubin yang
tinggi. Penyebab utama gangguan pendengaran ini disebabkan genetik
atau infeksi, sedangkan penyebab yang lain lebih jarang.
3. Tuli campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli konduktif dan sensorineural
terjadi bersamaan.
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen
gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada
pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama
seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik
dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada
rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber
lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek.13
17
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling
mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. Cara
melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan
diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-
sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.13
Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes
ini meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada
murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang penderita
dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal
dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai
ambang hantaran udara penderita menerima suara dari sumber suara lewat
heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima
suara dari sumber suara lewat vibrator. Manfaat dari tes ini adalah dapat
mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif
(pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan
pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran).
Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif (normal,
ringan, sedang, sedang berat, dan berat).13
18
Gambar 5. Hasil audiometri nada murni
3.4 Definisi dan Patogenesis OMSK
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforate (OMP) atau dalam bahasa sehari-hari congek. Otitis media supuratif
kronik ialah infeksi kronik (lebih dari 2 bulan) di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga terus menerus atau hilang
timbul. Sekret dapat encer, bening, atau bernanah.1
Berdasarkan ada tidaknya sekret, otitis media supuratif kronik diklasifikasi
menjadi tipe aktif dan tipe non aktif. Dikatakan tipe aktif apabila masih terdapat
discharge yang keluar dari lubang perforasi dan dikatakan tipe non aktif apabila
tidak terdapat discharge (dry ear). 1
Berdasarkan ada tidaknya penyulit kolesteatoma, OMSK dibedakan
menjadi tipe aman (tanpa kolesteatoma) dan tipe bahaya (dengan kolesteatoma).
OMSK tipe aman merupakan tipe tubotimpanal yaitu adanya perforasi sentral
pada membran timpani pars tensa mengakibatkan muksa telinga tengah dan tuba
eustachius terpapar namun tidak menyebabkan inflamasi pada mastoid. OMSK
tipe bahaya merupakan tipe atikoantral yaitu terjadi perforasi pada atik (pars
flaccida) membran timpani dan dapat mengakibatkan infeksi pada antrum mastoid
(mastoiditis) maupun timbul kolesteatoma (secondary acquired cholesteatoma)
akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi
19
mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori
metaplasi) .2
20
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.16
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
- Ofloxacin. Termasuk golongan antibiotik quinolone. Obat ini bersifat
bakterisid terhadap bakteri gram positif ( S.aureus, S. pneumoniae, S.
pyogenes) dan bakteri gram negatif (E.coli, H.influenzae,
N.gonorrhoeae, K. pneumoniae, P. aeruginosa, P. mirabilis)
- Polimiksin B atau polimiksin E. Obat ini bersifat bakterisid terhadap
kuman gram negatif ( P. aeruginosa, E.coli, K.pneumoniae ,
Enterobacter sp.), tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B.
fragilis. Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
21
- Kloramfenikol. Obat ini bersifat bakterisid
Pemberian antibiotik sistemik :
Pemberian antibiotika yang dianjurkan yaitu selama 2 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik
adalah Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin, P. mirabilis : Ampisilin
atau sefalosforin, P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin,
Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida, E. coli : Ampisilin atau
sefalosforin, S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida, Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida, B. fragilis : Klindamisin.18,19
OMSK Maligna (dengan kolesteatoma)
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.17
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:
- Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
- Mastoidektomi radikal
- Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
- Miringoplasti
- Timpanoplasti
- Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran.17
22
3.7 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik2
Komplikasi intracranial :
1. Abses ekstradural
2. Abses subdural (empyema)
3. Tromboflebitis sinus lateral
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
BAB IV
PEMBAHASAN
23
Berdasar anamnesis, diketahui 3 bulan SMRS pasien keluar cairan dari
telinga kirinya. Cairan berwarna bening, konsistensi kental dan tidak berbau.
Cairan muncul secara hilang timbul tanpa diawali oleh pencetus tertentu dan
cairan juga berhenti keluar dengan sendirinya. Tidak ada faktor yang memperberat
keluarnya cairan dari kedua telinga. Pasien lalu berobat ke dokter dan dikatakan
ada lubang pada gendang telinga kanan dan kiri. Pasien lalu dirujuk ke RS Kudus.
Di RS diberikan terapi dan disarankan untuk operasi perbaikan gendang telinga.
Pasien lalu dirujuk ke Kariadi untuk dilakukan operasi.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil adanya perforasi sentral 20%
pada membran timpani kanan dan perforasi sentral 40% membran timpani kiri.
Pada pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala didapatkan hasil tes weber
lateralisasi ke kanan, tes rinne -/-, tes schwabach memanjang/memanjang
sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami kurang pendengaran tipe konduksi
pada kedua telinga namun telinga kanan lebih berat.
Pasien ini didiagnosa otitis media supuratif kronik karena pada pasien
terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan defisini otitis media supuratif
kronik, yaitu infeksi kronis pada telinga tengah yang ditandai dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga secara terus menerus atau
hilang timbul yang berlangsung selama lebih dari 2 bulan. Berdasarkan
pemeriksaan otoskopi, tidak ditemukan adanya discharge pada kedua liang telinga
sehingga pada pasien terdapat OMSK tipe inaktif.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan pendengaran audiotimpanometri
untuk mengetahui jenis dan derajat keluhan kurang pendengaran serta fungsi
menilai fungsi membran timpani.
Pasien mengalami OMSK tipe inaktif yang ditandai dengan tidak
ditemukannya discharge sehingga pada pasien tidak perlu diberikan terapi
medikamentosa. Pasien ini diusulkan untuk dilakukan timpanoplasti untuk
memperbaiki fungsi pendengaran dan mencegah kekambuhan gejala otorrhea.
Pasien diberi penjelasan bahwa pasien mengalami otitis media supuratif
kronik, yaitu radang pada telinga tengah yang sudah lama terjadi ditandai dengan
24
gendang telinga berlubang dan keluar cairan dari liang telinga, atau yang lebih
sering disebut sebagai congek. Pasien juga diberi penjelasan bahwa pasien akan
dilakukan pemeriksaan pendengaran audiometri untuk dapat mengetahui jenis dan
derajat keparahan keluhan kurang pendengaran. Pasien juga perlu diedukasi
mengenai beberapa hal, seperti menggunakan sumbat lubang telinga ketika mandi
dan wudhu untuk mencegah air masuk ke dalam kedua telinga, pasien tidak
diperbolehkan untuk mengorek telinga supaya tidak memperparah kerusakan
gendang telinga dan proses peradangan yang terjadi, dan supaya sedapat mungkin
pasien mencegah timbulnya infeksi saluran nafas atas karena dapat menimbulkan
infeksi pada telinga tengah.
BAB V
PENUTUP
25
5.1 Kesimpulan
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga secara terus menerus atau hilang timbul yang berlangsung selama
lebih dari 2 bulan. OMSK dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk
memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis
dari penyakit OMSK ini. Diagnosis OMSK dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien ini didiagnosa otitis media
supuratif kronik karena pada pasien terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan
defisini otitis media supuratif kronik, yaitu infeksi kronis pada telinga tengah yang
ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
secara terus menerus atau hilang timbul yang berlangsung selama lebih dari 2
bulan. Berdasarkan pemeriksaan otoskopi, tidak ditemukan adanya discharge pada
kedua liang telinga sehingga pada pasien terdapat OMSK tipe inaktif.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan pendengaran audiotimpanometri
untuk mengetahui jenis dan derajat keluhan kurang pendengaran serta fungsi
menilai fungsi membran timpani.
Pasien mengalami OMSK tipe inaktif yang ditandai dengan tidak
ditemukannya discharge sehingga pada pasien tidak perlu diberikan terapi
medikamentosa. Pasien ini diusulkan untuk dilakukan timpanoplasti untuk
memperbaiki fungsi pendengaran dan mencegah kekambuhan gejala otorrhea.
5.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. In: Soepardi EA, Iskandar N, editors.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok- Kepala Leher. 5th ed.
Jakarta: FKUI; 2001. p. 49–62.
2. Chole RA, Nason R. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma. In:
Ballenger‟s Manual of Otorhinology Head and Neck Surgery. Connecticut:
BC Decker; 2009. p. 217–27.
3. Lalwani AK. Current diagosis and treatment : otolaryngology, head and neck
surgery. Edisi ke-2. New York : Mc Graw Hill : 2007
4. Telian SA, Schmalbach CE. Chronic Otitis Media. Dalam : Snow JB,
Ballenger JJ, penyunting. Ballenger’s Otorhinolaryngology, head and neck
surgery. Edisi ke-16. Ontario : BC Decker Inc; 2003.
5. Depkes RI, 2006. Sistem Kesehatan Nasional . Depkes RI, Jakarta.
6. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis
and nasal polyps. Rhinology, 2012; 45(suppl 20): 1-139
7. Dhingra P. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media. In: Disease
of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. New Delhi: Elsevier; 2007. p. 66–73.
8. Probst R, Grevers G. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-A step-
by-step Learning Guide. New York: Thieme; 2006. 241-249 p.
9. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. In: Soepardi
EA, Iskandar N, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok- Kepala Leher. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2001. p. 63–73.
10. Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA, Azeez IA, Abdulwasiu KG, Lasisi TJ, et
al. Clinical and demographic risk factors associated with chronic suppurative
otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2007 Oct;71(10):1549–54.
11. Meyer T. Cholesteatoma. In: Bailey B, Johnson J, Newlands S, editors. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2006. p. 2081–91.
12. Susanto. Risiko Gangguan Pendengaran Pada Neonatus Hiperbilirubinemia.
2010;12(4):1–20.
13. Supramaniam S. Prevalensi gangguan pendengaran pada siswa SMA swasta
27
raksana di kota Medan tahun 2010. 2010;
14. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal
children: a community-based, multicentre, double-blind randomised
controlled trial. Med J Aust. 2003 Aug;179(4):185–90.
15. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. 1995 Jul;96(1 Pt
1):126–31.
16. Paparella M, Adams G, Levine S. Penyakit telinga tengah dan mastoid. In:
Effendi H, Santoso K, editors. BOIES buku ajar penyakit THT. 6th ed.
Jakarta: EGC; 1997. p. 88–118.
17. WHO. Chronic Suppurative Otitis Media : Burden of Illness and Management
Options. Geneva, Switzerland; 2004.
18. Chole R, Nason R. Chronic Otitis Media and Cholesteatoma. In: Ballenger‟s
Manual of Otorhinology Head and Neck Surgery. Connecticut: BC Decker;
2009. p. 217–27.
19. Aboet A. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. Divisi Otologi-
Neurotologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik. Medan: FK USU; 2012.
20. Aboet A. Mastoiditis. Divisi Otologi-Neurotologi FK USU / RSUP. H. Adam
Malik. Medan: FK USU; 2012.
28