Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu
(non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku
dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh
semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan.
Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk
menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan
hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan
menyerang usia diatas 60 tahun. Demensia bukan merupakan bagian dari proses
penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di
dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan
jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal
ini tidak mempengaruhi fungsi.
1
Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun
penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan
mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal,
seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa
akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
B. EPIDEMIOLOGI
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup
suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85
tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah
demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara
maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan
Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit
Alzheimer
.
C. KLASIFIKASI
1. Menurut Umur :
Demensia senilis (>65th)
Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit :
Reversibel
Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
3. Menurut kerusakan struktur otak :
a. Tipe Alzheimer
2
b. Tipe non-Alzheimer
c. Demensia vaskular
d. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
e. Demensia Lobus frontal-temporal
f. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
g. Morbus Parkinson
h. Morbus Huntington
i. Morbus Pick
j. Morbus Jakob-Creutzfeldt
k. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
l. Prion disease
m. Palsi Supranuklear progresif
n. Multiple sklerosis
o. Neurosifilis
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
D. ETIOLOGI
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam
risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
3
Kemungkinan penyebab demensia
1. Demensia Degeneratif
a. Penyakit Alzheimer
b. Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
c. Penyakit Parkinson
d. Demensia Jisim Lewy
e. Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
f. Kelumphan supranuklear yang progresif
2. Lain-lain
a. Penyakit Huntington
b. Penyakit Wilson
c. Leukodistrofi metakromatik
3. Trauma
a. Dementia pugilistica,posttraumatic dementia
b. Subdural hematoma
4. Infeksi
a. Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine
spongiform encephalitis,(Sindrom Gerstmann Straussler)
b. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
c. Sifilis
5. Kelainan jantung, vaskuler dan
a. Neuroakantosistosis
6. Kelainan Psikiatrik
a. Pseudodemensia pada depresi
b. Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut
7. Fisiologis
a. Hidrosefalus tekanan normal
4
8. Kelainan Metabolik
a. Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
b. Endokrinopati (e.g.,hipotiroidisme)
c. Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
9. Tumor
a. Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor
metastasis dari tumor payudara atau tumor paru)
10. anoksia
a. Infark serebri (infark tunggak mauapun mulitpel atau infark lakunar)
b. Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
c. Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
11. Penyakit demielinisasi
a. Sklerosis multipel
12. Obat-obatan dan toksin
a. Alkohol
b. Logam berat
c. Radiasi
d. Pseudodemensia akibat
e. pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)
f. Karbon monoksida
5
Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri.
Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang
adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.
Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak
normal.
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui,
telah terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan
tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 %
dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan
dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan
6
tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar
monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi
daripada angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah
tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen
autosomal dominan, walau transmisi tersebut jarang terjadi.
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang
kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk
protein prekusor amiloid. Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari
plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan hasil
pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi
kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada
kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor
amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang
berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam
perannya sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui,
akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang
normal dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan
tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan
individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali
lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik
terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut
ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan
pada seluruh penderita demensia.
7
Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit
Alzheimer menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan
pelebaran ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari
demensia tipe Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal
loss (biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi
granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary
tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun
jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron
tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga
ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome)
kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang
normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya
ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus
Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis
penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom
Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada
penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik pada neuron
kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya
defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan
asetilkolintransferase menurun.
Penyebab potensial lainnya
Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan
penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kurang cairan
yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan membran yang normal. Penelitian melalui
spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance Spectroscopic; MRS)
8
mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien dengan
penyakit Alzheimer.
Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel
System Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain
ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi
pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit berupa gangguan pada memori
jangka pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan pada saat
berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 – 50 detik, dan orang dengan
penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala.Seorang pasien
dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial seperti
pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel
otak. Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan
penyakit Alzheimer.
Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang
menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh
darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya
katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi
yang tidak normal atau pembesaran jantung
Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai
dengan ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai
daerah korteks serebri dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance
Imaging; MRI) membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering.
9
Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan
adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan
Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk
diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah
kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada
laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini.
Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium
awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku,
dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy
(contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan
pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer. yang paling luas pada
lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis .
Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)
Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip
dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran
Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di
daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan
penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect)
ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan
demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal
yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan
kemampuan berbahasa yang lebih ringan dibandingkan demensia tipe kortikal.
Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan
kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori,
bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit.
Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang
membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
10
depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid
klasik.
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan
penyakit pada ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan
depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson
mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan
penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa mpasien,
suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia.2
E. GEJALA KLINIS
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe
Alzheimer dan Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia
akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif
lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak
yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam
kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness)
yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut
dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan
barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan
kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai
menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan
aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah
memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
11
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya, antara
lain :
1. Disorientasi
2. Gangguan bahasa (afasia)
3. Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi
berat prevalensinya 15-20%,”
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya
antara lain :
1. Penderita menjadi vegetatif
2. Tidak bergerak dan membisu
3. Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri
4. Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
5. Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
6. Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan
sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat
berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga
sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia
vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian
terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..
12
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa
khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi
keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak
istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita
13
demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga
yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral
symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah
delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial,
ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur
dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata
atau cerita yang sama berkali-kali
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut
terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan petanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
14
a. Pemeriksaan Refleks
1. Refleks memegang (grasp reflex). Jari telunjuk dan tengah si
pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si penderita. Refleks
memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan
penderita
2. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya
tiap kali glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada
ketukan berkali-kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan
selanjutnya tidak akan memejam lagi
3. Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi
otot mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia
4. Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan
demensia membangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh
gerakan mandibula ke sisi kontralateral
5. Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau
bawah diketuk m. orbikularis oris berkontraksi
6. Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila
bibir penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika
bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil
7. Refleks kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki
membangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.
b. Pemeriksaan MMS
15
Daya ingat Minta pasien untuk mengingat 3 objek dari bagian 3
registrasi tes ini
Skor 30
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang
kurang dari 24 dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat
edukasi seseorang pasien. Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah
mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu dapat berubah pada siang hari,
rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini dilakukan.
16
G. INTERVENSI FISIOTERAPI
H. PERAN KELUARGA
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental
maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara
aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-
17
hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju
kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan
aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya
Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita
demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada
ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui
apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan
gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.
Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak
dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat
Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan
bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam
jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan
menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia
untuk tidur kembali.
18
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri
tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri
maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya
begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat
atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi
atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya
sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja
pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti
tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat
yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu
dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan
keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
19