You are on page 1of 34

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN “A” DENGAN DIAGNOSA

MEDIS APENDISITIS PERFORASI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Apendistis adalah peradangan akibat infeksi pada umbai cacing
(apendiks vermiformis). Infeksi ini mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi lainnya yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et
al.2005 dalam Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
Apendisitis umumnya disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, benda asing, fekalit, striktur
lantaran fibrosis, akibat adanya peradangan sebelumnya, atau adanya
neoplasma. Obstruksi tersebut mengakibatkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami sebuah bendungan. Semakin lama mucus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
sebuah keterbatasan sehingga menyebabkan adanya tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut dapat menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan adanya edema, diapedesis bakteri dan
ulserasi mukosa. Di saat ini inilah terjadi apendisitis akut fokal ya ng
ditandai dengan adanya nyeri epigastrium.
Apabila sekresi mucus terus berlanjut, maka tekanan dapat terus
meningkat. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya obstruksi vena,
edema bertambah dan bakteri dapat menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenaiperitoneum setempat sehingga
menimbulkan adanya rasa nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila selanjutnya aliran arteri terganggu dapat terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan adanya gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Apabila dinding yang telah
rapuh itu pecah, maka dapat terjadi apendisitis perforasi.
Apabila seluruh proses di atas berjalan dengan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga
timbul suatu massa local yang biasa disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menjadi abses atau menghilang.
Pada anak – anak, lantaran omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut didukung
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang atau lemah dan
memudahkan terjadinya perforasi. Namun pada orang tua perforasi
sangat mudah terjadi lantaran telah ada gangguan pembuluh darah
(Masjoer,2007).

2. Penyebab/faktor predisposisi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 mL per hari yang normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan lender
dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks.
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
a. Faktor tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena :
1). Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak
2). Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3). Adanya benda asing seperti biji –bijian
4). Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur
15-30tahun. Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limfoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks :
1). Appendiks yang terlalu panjang
2). Massa apendiktomi yang pendek
3). Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendiks
4). Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzurul, 2009)

3. Pohon masalah

Fekalit ; benda asing, neoplasma dll

Obstruksi lumen

Mucus terbendung

Peningkatan tekanan intralumen

Suplay aliran darah dan limfe menurun

Edema, diapedesis bakteri, ulserasi mukus

Peradangan pada apendik ( APENDISITIS )

 Peritonitis Kerusakan kontrol


 Perforasi suhu terhadap
inflamasi
 Abses

Operasi Peradangan pd jaringan


Ansietas Luka insisi Anastesi Kurang informasi

Defisiensi
Kerusakan Risiko infeksi pengetahuan
jaringan

Penurunan Depresi sistem


peristaltic usus respirasi

Ujung saraf Gangguan rasa Distensi Reflex batuk


terputus nyaman abdomen

Nyeri Akumulasi
Menekan secret
gaster
Kerusakan
integritas Ketidakefektifan
Mual dan
jaringan jalan nafas
muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Anoreksia Risiko kekurangan
kebutuhan tubuh volume cairan

 Defisit perawatan diri


 Hambatan mobilitas di tempat tidur
4. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa
yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apendiktomi dan hasil patologi menunjukan peradangan
akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
d. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-
5 persen.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang
berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks,
yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin
akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi
ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa
tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang
di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa
metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik
dibandingkan hanya apendiktomi.
g. Karsinoid apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosa prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan patologis atas spesimen apendiks dengan
diagnose prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak nafas karena
spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar n6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin
yang menyebabkan gejala tersebut.

5. Gejala klinis
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilicus atau periumbilikus.
b. Mual
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Nafsu makan menurun.
f. Nyeri di perut kanan bawah
g. Demam diatas 37,5°C
h. Biasanya terdapat konstipasi atau diare
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai
di angkat tinggi – tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah
(psoas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retrosekal maka uji Psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
akan lebih menonjol.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztsova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut
(Rosenstein)’s sign kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba

b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukopsit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
(jarang membantu).
2) Ultrasonografi (USG), CT Scan.
3) Rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram
(pada kasus kronik).

(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).

7. Penatalaksanaan medis
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada
penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotic. Pemberian antibiotic berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum
operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit serta pemberian
antibiotic sistemik.

b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang
appendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan
pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Teknik laparatomi, appendiktomi laparatomi sudah terbukti
menghasilkan nyeri pascaoperasi yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih
rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses
intraabdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparatomi ini
dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen. Pada abses appendiks dilakukan drainage (pengeluaran
nanah).
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi
intraabdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotic. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotic dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intraabdomen.

8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat keterlambatan penanganan
apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan
tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya
sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnose, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Anak – anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya :
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
Massa ini mula – mula berupa flegmon dan berkembangan menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
ganggren atau mikroperforasi ditutupi omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang timbul
dalam 12jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden ini meningkat
tajam sesudah 24jam. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5°C, tampak toksin, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear(PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, yang merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
merengang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis
disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam dan leukositosis.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan
apendisitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan
riwayat medic lainnya, pemberian barium baik lewat mulut atau rectal,
riwayat diit terutama makanan yang berserat.
a. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama : pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan
nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama.
2) Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluhkan nyeri
pada daerah epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3) Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan
dengan masalah kesehatan klien sekarang, bisa juga penyakit
ini sudah pernah dialami oleh pasien sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit
apendisitis ini bukan merupakan penyakit keturunan, bisa
dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang
sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.

b. Data Subjektif
1) Sebelum Operasi
a) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
b) Mula, muntah, kembung
c) Tidak nafsu makan, demam
d) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
e) Diare atau konstipasi
2) Sesudah Operasi
a) Nyeri daerah operasi
b) Lemas
c) Haus
d) Mual, kembung
e) Pusing

c. Data Objektif
1) Sebelum Operasi
a) Nyeri tekan di titik Mc. Berney
b) Spasme otot
c) Takhikardi, takipnea
d) Pucat, gelisah
e) Bising usus berkurang atau tidak ada
f) Demam 38 – 38,5°C
2) Sesudah Operasi
a) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
b) Terpasang infuse
c) Terdapat drain/pipa lambung
d) Bising usus berkurang
e) Selaput mukosa mulut kering
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d) Aktivitas/istirahat : Malaise.
e) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-
kadang.
f) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
g) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h) Demam lebih dari 38oC.
i) Data psikologis klien nampak gelisah.
j) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Leukosit : 10.000-18.000/mm3
b) Netrofil meningkat 75%
c) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi
terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah).
5) Data Pemeriksaan Diagnostik
a) Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit
pada katup
b) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
( Wijaya dan Putri,2013 )

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Hipertemia berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi
gastrointestinal
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, mekanisme kerja peristaltik usus menurun
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan
dengan faktor biologis, ketidakmampuan untuk mencerna
makanan.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan trauma jaringan
g. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
h. Ansietas berhubungan dengan proknosis penyakit rencana
pembedahan
i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
j. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
k. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan nyeri.
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).

3. Rencana asuhan keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ansietas NOC NIC
1.Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
2.Anxiety level kecemasan)
3.Coping 1. Gunakan pendekatan yang
Kreteria hasil : menenangkan
1.Klien mampu 2. Nayatakan dengan jelas
mengidentifikasikan harapan terhadap pelaku
dan mengungkapkan pasien
gejala cemas. 3. Jelaskan semua prosedur dan
2.Mengidentifikasi, apa yang dirasakan selama
mengungkapkan, dan prosedur
menunjukkan teknik 4. Pahami perspektif terhadap
untuk mengontrol situasi stress
cemas. 5. Temani pasien untuk
3.Vital sign dalam batas memberikan keamanan dan
normal mengurangi ketakutaan
4.Postur tubuh, ekspresi 6. Dorong keluarga untuk
wajah, bahasa tubuh, menemani anak
dan tingkat aktivitas 7. Lakukan back/neck rub
menunjukkan 8. Dengarkan dengan penuh
berkurangnya perhatian
kecemasan 9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2. Risiko infeksi NOC NIC
1.Immune status Infection Control (Kontrol
2.Knowledge : Infection infeksi)
control 1. Bersihkan lingkungan setelah
3.Risk control dipakai pasien lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1.Klien bebas dari tanda 3. Batasi jumlah pengunjung
dan gejala infeksi bila perlu instruksikan
2.Mendeskripsikan pengunjung untuk mencuci
proses penularan tangan dengan sabun
penyakit, faktor yang antimikroba terlebih dahulu
mempengaruhi sebelum dan sesudah
penularan serta berkunjung
penatalaksanaannya 4. Cuci tangan sebelum dan
3.Menunjukkan sesudah tindakan
kemampuan untuk keperawatan
mencegah timbulnya 5. Gunakan baju, handscoen,
infeksi masker sebagai alat
4.Jumlah leukosit dalam pelindung diri
batas normal 6. Pertahankan lingkungan
5.Menunjukkan aseptic selama pemasangan
perilaku hidup sehat alat
7. Ganti letak IV perifer dan
line central mdan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
8. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
9. Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
10. Berikan terapi antibiotic
bila perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
11. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
12. Monitor hitung
granulosit, WBC
13. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
14. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
berisiko
15. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
16. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas dan
drainase
17. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
18. Dorong istirahat
19. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai resep
20. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
21. Ajarkan cara
menghindari infeksi
22. Laporkan kecurigaan
infeksi
23. Laporkan kultur positif
3. Hipertemia NOC NIC
Thermoregulation Fever treatment
Kriteria hasil : 1. Monitor suhu sesering
1.Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal 2. Monitor IWL
2.Nadi dan RR dalam 3. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal 4. Monitor tekanan darah, nadi
3.Tidak ada perubahan dan RR
warna kulit dan tidak 5. Monitor penurunan tingkat
ada pusing kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan antipiretik dan
pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
9. Selimuti pasien
10. Lakukan tapi
sponge\kolaborasi pemberian
cairan IV
11. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
12. Tingkatkan sirkulasi
udara
13. Berikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2
jam secara kontinu
2. Monitor vital sign
3. Monitor suhu dan warna kulit
4. Monitor tanda – tanda
hipertermi dan hipotermi
5. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
6. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
7. Ajarkan pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
8. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
9. Beritahukan indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
10. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penangan yang
diperlukan
11. Berikan antipiretik jika
perlu
Vital sign Monitoring
1. Monitor vital sign
2. Catat adanya fluktasi tekanan
darah
3. Monitor vital sign
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor VS sebelum, selama
dan sesudah beraktivitas
6. Monitor kualitas nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
4. Nyeri akut NOC NIC
1.Pain level Pain management
2.Pain control 1.Lakukan pengkajian nyeri
3.Comfort level secara komperenhensif
Kriteria hasil : termasuk lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi, kualitas, dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu 2.Observasi reaksi nonverbal
menggunakan teknik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi 3.Gunakan teknik komunikasi
untuk mengurangi terupetik untuk mengetahui
nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
bantuan) 4.Kaji kultur yang
2.Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
nyeri berkurang 5.Evaluasi pengalaman nyeri
dengan menggunakan masa lampau
manajemen nyeri 6.Evaluasi bersama pasien dan
3.Mampu mengenali tim kesehatan lain tentang
nyeri (skala, ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi masa lampau
dan tanda nyeri) 7.Bantu pasien dan keluarga
4.Menyatakan rasa untuk mencari dan
nyaman setelah nyeri menemukan dukungan
berkurang 8.Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9.Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefktifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri yang tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgetic Administration
1.Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2.Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
3.Cek riwayat alergi
4.Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
5.Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6.Tentukan pilihan analgesik,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7.Pilih rute pemberian secara IV
dan IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8.Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9.Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala.
5. Kerusakan NOC NIC
integritas 1.Tissue integrity : skin Pressure ulcer prevention
jaringan and mucous wound care
2.Wound healing : 1.Anjurkan pasien untuk
primary and menggunakan pakaian yang
secondary intention longgar
Kriteria hasil : 2.Jaga kulit agar tetap bersih
1. Perfusi jaringan dan kering
normal 3.Mobilisasi pasien (ubah posisi
2.Tidak ada tanda – pasien) tiap 2 jam sekali
tanda infeksi 4.Monitor kulit akan adanya
3.Ketebalan dan tekstur kemerahan
jaringan normal 5.Oleskan lotion atau
4.Menunjukkan minyak/baby oil pada daerah
pemahanan dalam yang tertekan
proses perbaikan kulit 6.Monitor aktivitas dan
dan mencegah mobilisasi pasien
terjadinya cidera 7.Monitor status nutrisi pasien
berulang 8.Memandikan pasien dengan
5.Menunjukkan sabun dan air hangat
terjadinya proses 9.Observasi luka : lokasi,
penyembuhan luka dimesnsi, kedalam luka,
jaringan nekrotik, tanda –
tanda infeksi local, formasi
traktus
10. Ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
11. Kolaborasi dengan ahli
gizi pemberian diet TKTP
(Tinggi Kalori Tinggi Protein)
12. Cegah kontaminasi feses
dan urine
13. Lakukan teknik
perawatan luka dengan steril
14. Berikan posisi yang dapat
mengurangi tekanan pada luka
15. Hindari kerutan pada
tempat tidur
6. Ketidakefektif NOC NIC
an bersihan 1. Respiratory status : Airway suction
jalan nafas Ventilation 1.Pastikan kebutuhan oral /
2.Respiratory status : tracheal suctioning
Airway patency 2.Auskultasi suara nafas
Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
1.Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan suara 3.Informasikan pada klien dan
nafas yang bersih, keluarga tentang suctioning
tidak ada sianosis dan 4.Minta klien nafas dalam
dyspneu (mampu sebelum suctioning dilakukan
mengeluarkan sputum, 5.Berikan O2 dengan nasal
mampu bernafas untuk memfasilitasi suction
dengan mudah, tidak nasotracheal
ada pursed lips). 6.Gunakan alat yang steril tiap
2.Menunjukkan jalan melakukan tindakan
nafas yang paten (klien 7.Anjurkan pasien untuk
tidak merasa tercekik, istirahat dan nafas dalam
irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
pernafasan dalam dari nasotracheal
rentang normal, tidak 8.Monitor status oksigen pasien
ada suara nafas 9.Ajarkan keluarga bagaimana
abnormal). melakukan suction
3.Mampu 10. Hentikan suctin dan
mengidentifikasikan berikan oksigen apabila
dan mencegah faktor pasien menunjukkan
yang dapat bradikardi, peningkatan
menghambat jalan saturasi O2 dll.
nafas. Airway Management
11. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
12. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
13. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
14. Pasang mayo bila perlu
15. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
16. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
17. Auskultasi suara nafas
tambahan, catat jika ada
18. Lakukan suction pada
mayo
19. Berikan bronkoldilator
bila perlu
20. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
21. Atur intake untuk
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
22. Monitor respirasi dan
status O2
7. Kekurangan NOC NIC
volume cairan 1. Fluid balance Fluid management
2.Hydration 1.Timbang popok / pembalut
3.Nutrional status : Food jika diperlukan
and Fluid intake 2.Pertahankan catatan intake
Kriteria hasil : dan output yang akurat
1.Mempertahankan urine 3.Monitor status hidrasi
output sesuai dengan (kelembaban membrane
usia dan BB, BJ urine, mukosa, nadi adekuat,
normal, HT normal tekanan darah ortostatik) jika
2.TD, nadi, suhu tubuh diperlukan.
dalam batas normal 4.Monitor vital sign
3.Tidak ada tanda 5.Monitor masukan makanan/
dehidrasi, elastisitas cairan dan hitung intake
turgor kulit kalori harian
baik,membran mukosa 6.Kolaborasikan pemberian
lembab, tidsk ada rasa cairan IV
haus berlebihna 7.Monitor status nutrisi
8.Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
9.Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nesogastrik sesuai output.
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus
buah, bauh segar)
13. Kolaborasi dengan dokter
14. Atur kemungkinan
transfusi
15. Persiapan untuk
transfuse
Hypovolemia Management
1.Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
2.Pelihara IV line
3.Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
4.Monitor tanda vital
5.Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6.Monitor berat badan pasien
7.Dorong pasien untuk
menambah intake oral
8.Pemberian cairan IV dan
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
9.Monitor adanya tanda gagal
ginjal
8. Ketidakseimba NOC NIC
ngan nutrisi 1.Nutritional status : Nutrition Management
kurang dari food and fluid intake 1.Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan 2.Nutritional status : 2.Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh nutrient intake untuk menentukan jumlah
3.Weight control kalori dan nutrisi yang
Kriteria hasil : dibutuhkan pasien
1.Adanya peningkatan 3.Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tujuan 4.Ajnjurkan pasien untuk
2.Berat badan ideal meningkatkan protein dan
sesuai dengan tinggi vitamin C
badan 5.Berikan substansi gula
3.Mampu 6.Diet tinggi serat untuk
mengidentifikasikan mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 7.Ajarkan pasien bagaimana
4.Tidak ada tanda – membuat catatan makan
tanda malnutrisi harian
5.Menunjukkan 8.Monitor jumlah nutrisi dan
peningkatan fungsi kandungan kalori
pengecapan dari 9.Berikan informasi tentang
menelan kebutuhan nutrisi
6.Tidak terjadi 10. Kaji kemampuan pasien
penurunan berat badan untuk mendapatkan nutrisi
yang berarti yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2.Monitor adanya penurunan
BB
3.Monitor tipe dan jumlah yang
biasanya dilakukan
4.Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
5.Monitor lingkungan selama
makan
6.Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7.Monitor kulit kering dan
peubahan pigmentasi
8.Monitor turgor kulit
9.Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor, pucat,
kemerahan dan kekeringan
jaringan konjungtiva
14. Memonitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik , hipertonik papilla
lidah dan cavitas
16. Catat jika lidah berwarna
magenta scarlet.
9. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik 1. Joints movements : Exercise therapy : ambulation
active 1.Monitoring vital sign sebelum
2. Mobility level / sesudah latihan dan lihat
3. Self care ADLs repon pasien saat latihan
4. Transfer performance 2.Konsultasikan dengan terapi
Kriteria Hasil fisik tentang rencana ambulasi
1. Klien meningkat sesuai dengan kebutuhan
dalam aktivitas 3.Bantu klien untuk
2. Mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan berjalan dan cegah terhadap
mobilitas cedera
3. Memverbalisasikan 4.Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang tekhnik
meningkatkan ambulasi
kekuatan dan 5.Kaji kemampuan pasien dalam
kemampuan mobilasi
berpindah. 6.Latih pasien dalam
4. Memperagakan pemenuhan kebutuhan ADLs
penggunaan alat secara mandiri sesuai
bantu untuk kemampuan
mobilisasi (walker) 7.Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8.Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
9.Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan.

10. Defisit NOC NIC


perawatan diri Activity Intolerance Self – Care Assistance :
mandi Mobility : Bathing/Hygiene
physicalimpaired 1. Pertimbangkan budaya pasien
Self care deficit hygiene ketika mempromosikan
Sensory perception, aktivtas perawatan diri.
Auditory disturbed 2. Pertimbangkan usia pasien
Kriteria hasil : ketika mempromosikan
1. Perawatan diri aktivitas perawatan diri
ostomi : tindakan 3. Menentukan jenis dan jumlah
pribadi bantuan yang dibutuhkan
mempertahankan 4. Tempatkan handuk, sabun,
ostomi untuk deodorant, alat pencukur, dan
eliminasi aksesoris lainnya yang
2.Perawatan diri : dibutuhkan di samping
aktivitas kehidupan tem,pat tidur atau di kamar
sehari – hari (ADL) mandi
mampu untuk 5. Menyediakan artikel pribadi
melakukan aktivitas yang diinginkan (misalnya,
perawatan fisik dan deodorant, sikat gigi, sabun
pribadi secara mandiri mandi, sampoo, lotion, dan
atau dengan alat produk aromaterapi)
bantu. 6. Menyediakan lingkungan
3.Perawatan diri mandi yang teraupetik dengan
: mampu untuk memastikan hangat, santai,
membersihkan tubuh pengalaman pribadi dan
sendiri secara mandiri personal
dengan atau tanpa alat 7. Memfasilitasi pasien
bantu. menyikat gigi
4.Perawatan diri 8. Memfasilitasi pasien mandi,
hygiene : mampu 9. Memantau kebersihan kuku,
untuk menurut kemampuan
mempertahankan perawatan diri pasien
kebersihan dan 10. Memantau integritas kulit
penampilan yang rapi pasien
secara mandiri atau 11. Menjaga kebersihan pasien
tanpa alat bantu, 12. Memfasilitasi pemelliharaan
5.Perawatan diri rutin yang biasa pasien tidur,
hygiene oral : mampu isyarat sebelum tidur/alat
untuk merawat mulut peraga dan benda – benda
dan gigi secara asing (misalnya untuk anak-
mandiri dengan atau anak, cerita selimut/mainan,
tanpa alat bantu. goyang, dot, atau favorit,
6.Mampu untuk orang dewasa, sebuah
mempertahankan buku untuk membaca atau
mobilitas yang bantal dari rumah),
diperlukan untuk ke sebagaimana sesuaikan
kamar mandi dan dengan pasien
menyediakan alat 13. Mendorong orang
mandi tua/keluarga pasien untuk
7.Membersihkan dan berpartisipasi dalam
mengeringkan tubuh kebiasaan tidur biasa
8.Mengungkapkan 14. Memberikan bantuan sampai
secara verbal pasien sepenuhnya dapat
kepuasan tentang mengasumsikan perawatan
kebersihan tubuh dan diri.
hygiene oral.
11. Defisiensi NOC NIC
pengetahuan Knowledge : disease Teaching: disease process
process 1. Berikan penilaian tentang
Knowledge : health tingkat proses penyakit yang
behavior spesifik
Kriteria Hasil: 2. Gambarkan tanda dan gejala
1. Pasien dan keluarga yang biasa uncul pada
menyatakan penyakit, dengan cara yang
pemahaman tentang tepat
penyakit, kondisi, 3. Sediakan inforasi pada pasien
prognosis, dan tentang kondisi, dengan cara
program pengobatan yang tepat
2. Pasien dan keluarga 4. Diskusikan perubahan gaya
mampu melaksanakan hidup yang mungkin
prosedur yang diperlukan untuk mencegah
dijelaskan secara komplikasi di masa yang
benar akan datang dan atau proses
3. Pasien dan keluarga pengontrolan penyakit.
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim kesehatan
C. Daftar Pustaka
Herdman,T.Heather. 2015. Nanda Internasional Inc.Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta:EGC.
Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta :Media Aesculapius
FKUI.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc Edisi
Revisi Jilid 1.Yogyakarta:MediAction.

Smeltzer, Bare.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Volume 2. Jakarta:EGC

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan

Medikal Bedah I. Yogyakarta: Nuha Medika.

You might also like