Professional Documents
Culture Documents
2. Penyebab/faktor predisposisi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 mL per hari yang normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan lender
dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks.
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
a. Faktor tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena :
1). Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak
2). Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3). Adanya benda asing seperti biji –bijian
4). Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur
15-30tahun. Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limfoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks :
1). Appendiks yang terlalu panjang
2). Massa apendiktomi yang pendek
3). Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendiks
4). Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzurul, 2009)
3. Pohon masalah
Obstruksi lumen
Mucus terbendung
Defisiensi
Kerusakan Risiko infeksi pengetahuan
jaringan
Nyeri Akumulasi
Menekan secret
gaster
Kerusakan
integritas Ketidakefektifan
Mual dan
jaringan jalan nafas
muntah
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Anoreksia Risiko kekurangan
kebutuhan tubuh volume cairan
5. Gejala klinis
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilicus atau periumbilikus.
b. Mual
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Nafsu makan menurun.
f. Nyeri di perut kanan bawah
g. Demam diatas 37,5°C
h. Biasanya terdapat konstipasi atau diare
(Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma,2015).
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai
di angkat tinggi – tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah
(psoas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retrosekal maka uji Psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukopsit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
(jarang membantu).
2) Ultrasonografi (USG), CT Scan.
3) Rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram
(pada kasus kronik).
7. Penatalaksanaan medis
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada
penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotic. Pemberian antibiotic berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum
operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit serta pemberian
antibiotic sistemik.
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang
appendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan
pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Teknik laparatomi, appendiktomi laparatomi sudah terbukti
menghasilkan nyeri pascaoperasi yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih
rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses
intraabdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparatomi ini
dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen. Pada abses appendiks dilakukan drainage (pengeluaran
nanah).
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi
intraabdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotic. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotic dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intraabdomen.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat keterlambatan penanganan
apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan
tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya
sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnose, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Anak – anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya :
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
Massa ini mula – mula berupa flegmon dan berkembangan menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
ganggren atau mikroperforasi ditutupi omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang timbul
dalam 12jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden ini meningkat
tajam sesudah 24jam. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5°C, tampak toksin, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear(PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, yang merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
merengang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis
disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam dan leukositosis.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan
apendisitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan
riwayat medic lainnya, pemberian barium baik lewat mulut atau rectal,
riwayat diit terutama makanan yang berserat.
a. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama : pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan
nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama.
2) Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluhkan nyeri
pada daerah epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3) Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan
dengan masalah kesehatan klien sekarang, bisa juga penyakit
ini sudah pernah dialami oleh pasien sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit
apendisitis ini bukan merupakan penyakit keturunan, bisa
dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang
sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.
b. Data Subjektif
1) Sebelum Operasi
a) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
b) Mula, muntah, kembung
c) Tidak nafsu makan, demam
d) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
e) Diare atau konstipasi
2) Sesudah Operasi
a) Nyeri daerah operasi
b) Lemas
c) Haus
d) Mual, kembung
e) Pusing
c. Data Objektif
1) Sebelum Operasi
a) Nyeri tekan di titik Mc. Berney
b) Spasme otot
c) Takhikardi, takipnea
d) Pucat, gelisah
e) Bising usus berkurang atau tidak ada
f) Demam 38 – 38,5°C
2) Sesudah Operasi
a) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
b) Terpasang infuse
c) Terdapat drain/pipa lambung
d) Bising usus berkurang
e) Selaput mukosa mulut kering
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d) Aktivitas/istirahat : Malaise.
e) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-
kadang.
f) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
g) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h) Demam lebih dari 38oC.
i) Data psikologis klien nampak gelisah.
j) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Leukosit : 10.000-18.000/mm3
b) Netrofil meningkat 75%
c) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi
terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah).
5) Data Pemeriksaan Diagnostik
a) Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit
pada katup
b) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
( Wijaya dan Putri,2013 )
Volume 2. Jakarta:EGC