mendeteksi atom bebas yang berada dalam fase
Atomic Absorption,
Theory
Atomic absorption spectroscopy
(AAS) is a technique for quantitative
determination of metals and metalloids by
conversion of a sample to atomic vapour and
measurement of absorption at a wavelength
specific to the element of interest. Spektrum
serapan atom (SSA) adalah teknik penentuan
kuantitatif logam dan metaloida dengan
mengubah sampel menjadi uap atom dan
pengukuran penyerapan pada panjang
gelombang yang spesifik terhadap unsur yang
penting. Owing to high sensitivity and
selectivity, the technique is widely used for
fundamental studies in physics and physical
chemistry: measurements of oscillator
strengths, diffusion coefficients of gas phase
species, partial pressure of vapours, rate
constants of homogeneous and heterogeneous
reactions, etc. Karena sensitivitas dan
selektivitas yang tinggi, teknik ini banyak
digunakan untuk studi fundamental dalam
fisika dan kimia fisik: pengukuran kekuatan
osilator, koefisien difusi spesies fase gas,
tekanan parsial uap, konstanta laju reaksi
homogen dan heterogen, dll. The widest
application of AAS, however, is in analytical
chemistry. Nowadays it is one of the most
popular techniques for trace analysis of over 65
elements in practically all types of samples
(environmental, biological, industrial, etc.).
Aplikasi terluas AAS, bagaimanapun, adalah
dalam kimia analitik. Saat ini AAS adalah salah
satu teknik jejak analisis yang paling populer di
lebih dari 65 elemen di hampir semua jenis
sampel (lingkungan, biologi, industri, dan lain-
lain).
The vast majority of substances to be
analysed by AAS are in the condensed phase.
At the same time, atomic absorption, like any
other atomic spectrometry technique, can only
detect free atoms that are in the gas phase.
Sebagian besar zat yang akan dianalisis oleh
AAS berada dalam fase padat. Pada saat yang
sama, penyerapan atom, seperti teknik
spektrometri atom lainnya, hanya dapat
gas.
Thus, any analyte initially present in solution at
a concentration C (liq) must first be transferred
into the gas phase via the atomization process
to produce N(g) free atoms any an atomizer
volume. Jadi, setiap analit yang awalnya ada
dalam larutan pada konsentrasi C (liq) pertama-
tama harus diubah ke dalam fasa gas melalui
proses atomisasi untuk menghasilkan atom
bebas N (g) suatu volume atomizer
The analyte atoms are then detected by
absorption of radiation from a primary source at
a wavelength characteristic of the element
resulting in an absorption signal, A. Thus, the
general scheme of AAS can be presented as
follows:
Atom analit kemudian dideteksi dengan
penyerapan radiasi dari sumber utama radiasi
pada karakteristik panjang gelombang dari
elemen yang menghasilkan sinyal absorpsi, A.
Dengan demikian, skema umum AAS dapat
disajikan sebagai berikut:
The primary goal of the theory of AAS is to
establish the relationship between the measured
analytical signal, atomic absorbance, A, and the
analyte concentration, c, in the sample. Tujuan
utama teori AAS adalah untuk menetapkan
hubungan antara sinyal analitik terukur,
absorbansi atom, A, dan konsentrasi analit, c,
dalam sampel. Theoretical description of the
two stages involves entirely different sciences:
theory of atomization is based on
thermodynamics, kinetics and molecular
physics, while description of absorbances is
based on optics and spectroscopy. The two
stages will be considered separately. Gambaran
teoretis dari dua tahap ini melibatkan ilmu
pengetahuan yang sama sekali berbeda: teori
atomisasi didasarkan pada termodinamika,
kinetika dan fisika molekuler, sementara
deskripsi tentang absorbansi didasarkan pada
optik dan spektroskopi. Kedua tahap tersebut
akan dipertimbangkan secara terpisah.
ATOM PRODUCTION PRODUKSI ATOM
 In the first step of an AA determination,
the element of interest must be
atomized. Pada tahap pertama penentuan AA,
unsur harus dikabutkan. The ideal atomizer
would provide complete atomization of the
element irrespective of the sample matrix
producing a well-defined and reproducible
absorption layer of the analyte atoms. Alat
penyemprot ideal akan memberikan atomisasi
elemen yang lengkap terlepas dari matriks
sampel yang menghasilkan lapisan penyerapan
yang terdefinisi dengan baik dan dapat
direproduksi dari atom analit. Excitation
processes, however, should be minimal so that
analyte and background emission noise is
small. Proses eksitasi, bagaimanapun, harus
minimal sehingga noise analit dan latar
belakangnya kecil. For achieving the best
detection limits, the analyte vapour should not
be highly diluted by the atomizer gas. Untuk
mencapai batas deteksi terbaik, uap analit tidak
boleh sangat diencerkan oleh gas penyemprot.
Various types of electric discharges, laser
radiation, electron bombardment and
inductively coupled plasmas were tested as
atomizers. Untuk mencapai batas deteksi
terbaik, uap analit tidak boleh terlalu
diencerkan oleh gas penyemprot. Although not
ideal, high-temperature flames and
electrothermal atomizers have gained
acceptance as the most common technique of
atom production in AAS. Meski tidak ideal,
nyala api suhu tinggi dan atomisasi
elektrotermal mendapat penerimaan sebagai
teknik produksi atom yang paling umum di
AAS.
FLAME ATOMIZATION ATOMISASI
NYALA
The longest practiced technique for
converting a sample into atoms is the spraying
of a sample solution into a combustion flame.
Teknik terpraktik terpanjang untuk mengubah
sampel menjadi atom adalah penyemprotan
larutan sampel ke dalam nyala api. The most
popular flames used in AAS are the air–C2H2
flame providing a maximum temperature of
approximately 2500 K and the N2O–C2H2 flame
with a maximum temperature exceeding 3000
K. Api yang paling populer yang digunakan di
AAS adalah nyala udara-C2H2 yang
memberikan suhu maksimum sekitar 2500 K
dan nyala api N2O-C2H2 dengan suhu
maksimum melebihi 3000 K. Atomization
occurs because of the high enthalpy and
temperature of the flame, and through chemical
effects. Atomisasi terjadi karena tingginya
entalpi dan suhu nyala api, dan melalui efek
kimia. Owing to the generation of cyanogen
radicals, which are known to be an efficient
scavenger for oxygen, the nitrous oxide-
acetylene flame provides not only a hotter but
also a more reducing environment for atom
production: the lack of oxygen moves equilibria
such as MeO  Me + O to the right. Karena
generasi radikal sianogen, yang dikenal sebagai
penangkap efisien untuk oksigen, nyala api
oksida nitrat-asetilena tidak hanya memberi
lingkungan yang lebih panas namun juga lebih
reduksi untuk produksi atom: kurangnya
oksigen yang menggerakkan ekuilibrium
seperti MeO  Me + O ke kanan. Therefore an
N2O–C2H2 flame provides greater atomization
efficiencies and thus better detection limits for
refractory elements, such as Al, Ta Ti, Zr, Si, V
and the rare earths. Oleh karena itu, nyala api
N2O-C2H2 memberikan efisiensi atomisasi
yang lebih besar dan dengan demikian batas
deteksi yang lebih baik untuk elemen tahan api,
seperti Al, Ta Ti, Zr, Si, V dan tanah jarang.
Atom production in flames is an
extremely complex process consisting of many
stages and involving numerous side processes.
Produksi atom dalam api adalah proses yang
sangat kompleks yang terdiri dari banyak tahap
dan melibatkan banyak proses samping. A
quantitative theory of analyte atomization in
flames is absent. Qualitatively, the process can
be described as follows: the solution droplets
sprayed into the flame are first dried, the
resulting solid microparticles become molten
and vaporize or thermally decompose to
produce gaseous molecules that are finally
dissociated into free atoms. Secara kualitatif,
prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut:
tetesan larutan yang disemprotkan ke dalam api
dikeringkan dulu, mikropartikel padat yang
dihasilkan menjadi cair dan menguap atau
terdekomposisi termal untuk menghasilkan
molekul gas yang akhirnya dipisahkan menjadi
atom bebas. The atoms may further be excited
and ionized and form new compounds. These components that are purged from the
processes are dependent upon the temperature atomizer by a flow of inert gas).
and the reducing power of the flame and occur Pretreatment termal (pirolisa) untuk
within a few milliseconds – the time required menghilangkan volatil tanpa kehilangan
by the sample to pass through the flame. The analit (600-1500 K untuk 45 detik) (ini
processes taking place in flames are shown in memungkinkan penguapan selektif
more detail in : figure 1. Atom-atom komponen matriks yang dibersihkan dari
selanjutnya dapat menjadi tereksitasi dan alat penyemprot oleh aliran gas inert)
terionisasi dan membentuk senyawa baru. 3. Analyte atomization (1500–3000 K
Proses ini bergantung pada suhu dan daya achieved rapidly at a heating rate of
reduksi nyala api dan terjadi dalam beberapa approximately 2000 K s-1). Atomisasi
milidetik - waktu yang dibutuhkan oleh sampel analit (1500-3000 K dicapai dengan cepat
untuk melewati nyala api. Proses yang terjadi pada laju pemanasan sekitar 2000 K s-1).
dalam api ditunjukkan secara lebih rinci di
A major difference of electrothermal
gambar 1.
atomization from atomization in flames is that
ELECTROTHERMAL ATOMIZATION some matrix components are removed at the
ATOMISASI ELEKTROTERMAL pyrolysis step and the atomization takes place
within a confined geometry in an inert gas
In the majority of cases this occurs in a
atmosphere. Perbedaan utama atomisasi
small graphite tube where the sample to be
elektrotermal dari atomisasi dalam api adalah
analysed is introduced via a small aperture in
beberapa komponen matriks dilepaskan pada
the upper tube wall. Pada sebagian besar kasus
tahap pirolisa dan atomisasi berlangsung dalam
ini terjadi pada tabung grafit kecil dimana
geometri terbatas dalam atmosfir gas inert.
sampel yang akan dianalisis diperkenalkan
During atomization, the purge gas flow is shut
melalui lubang kecil di dinding tabung bagian
off so that analyte atoms remain in the probing
atas. Metals such as tantalum or tungsten are
beam as long as possible. Selama atomisasi,
also used to construct electrothermal atomizers
aliran gas pembersih dimatikan sehingga atom
as well as nontubular structures for the atomizer
analit tetap berada dalam berkas probing selama
(graphite cups, rods, filaments, etc.). Logam
mungkin.
seperti tantalum atau tungsten juga digunakan
untuk membangun atomizers elektrotermal
serta struktur nontubular untuk alat penyemprot
(gelas grafit, batang, filamen, dll.). After a 5–50
µl droplet of the sample solution has been
deposited into the graphite furnace, it is heated
resistively through a series of preprogrammed
temperature stages to provide : Setelah tetesan
5-50 µl larutan contoh telah diendapkan ke
dalam tungku grafit, ia dipanaskan secara
resistif melalui serangkaian tahap suhu yang
diprogram untuk menyediakan :
1. Drying of the droplet to evaporate the
solvent (~370 K for approximately 30 s).
Pengeringan tetesan untuk menguapkan
pelarut (~ 370 K selama kurang lebih 30
detik.
2. Thermal pretreatment (pyrolysis) to
remove volatiles without loss of analyte
(600–1500 K for 45 s) (this allows
selective volatilization of matrix