Ritual mempersembahkan tumbal atau sesajen kepada makhuk halus/jin yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu yang sudah berlangsung turun-temurun di masyarakat kita. Mereka meyakini makhluk halus tersebut punya kemampuan untuk memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan tumbal atau sesajen tersebut mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya. Masyarakat yang hidup dipesisir pantai sebagai nelayan setiap tahun menyelenggarakan upacara ritual yang diberi nama sedekah kaut dengan melarungkan ketengah laut berbagai jenis makanan dan hewan sembelihan yang sebelumnya diarak kemudian dibacakan doa agar penguasa laut melindungi para nelayan dan memberikan rezeki sebagai hasil tangkapannya. Masyarakat yang hidup dengan mata pencaharian sebagai petani melakukan upacara ritual sedekah bumi dengan menyembelih kerbau atau kambing dan menanamkan kepalanya pada suatu tempat. Tumbal dan sesajen disembahkan kepada penguasa bumi dan tanah agar hasil panen mereka berlimpah dan terhindarkannya segala bentuk bencana dibumi. Begitu juga mereka yang hidup disekitar kawasan gunung berapi melestarikan tradisi budaya penyembahan tumbal dan sesajen, berupa hasilb umi dan hewan ternak dengan upacara ritual dan pembacaan mantera-mantera minta perlindungan. Pemberian tumbal dan sesajen juga banyak dilakukan oleh kebanyakan mereka yang mengaku sebagai muslim, tetapi dalam praktek hidup mereka tidak pernah meninggalkan tradisi memberikan sesajen. Pada beberapa daerah sesajen ini diberi nama ancak, sedangkan masyarakat suku banjar sangat dekat dengan tradisinya memberikan sesajen kepada makhluk-makhluk halus yang dianggap dapat menimbulkan gangguan, sesajen ini disebut piduduk. Setiap menyelenggarakan hajatan apa saja tidak pernah tertinggal yang namanya menyediakan piduduk, lagi-lagi dalam acara perkawinan. Kebanyakan mereka menganggap bahwa tanpa disediakan piduduk dikhawatirkan makhluk halus akan mengganggu acara yang sedang berlangsung, sehingga akan timbul sesuatu yang tidak diharapkan. Selain dari itu di kalangan masyarakat asli yang berdiam di Pulau Kalimantan terdapat tradisi untuk memberi makan peliharaan leluhur nya yang diyakini sebagai seekor buaya siluman. Pemberian makan peliharaan tersebut berupa nasi ketan yang disajikan diatas piring, diatasnya diberi sebutir telur dan juga sesisir pisang. Sajian tersebut dibuang diair yang mengalir. Ritual memberi makan peliharaan tersebut lazimnya dilakukan setiap akan diadakannya hajatan seperti acara perkawinan, kalau peliharaan tersebut tidak diberi makan, maka ia akan mengganggu dan menimbulkan musibah. Warisan dari peninggalan nenek moyang zaman jahiliyah animisme dan dinamisme seperti pemberian tumbal dengan melakukan penyembelihan hewan ternak baik berupa kambing dan kerbau juga dijadikan tradisi oleh sebagian masyarakat dewasa ini. Tradisi mengorbankan ternak dengan menanamkan kepalanya disuatu tempat dimana akan dibangun proyek seperti jembatan, pelabuhan, bendungan dimaksudkan sebagai bentuk meminta ijin bagi makhluk halus atau jin yang menjadi penunggu tempat tersebut. Sehingga dengan dilakukannya ritual penyembelihan hewan ternak tersebut dapat berjalan lancar dan selamat tanpa ada gangguan dari makhluk halus tersebut. Poin ketidakbenaran : - Seseorang yang mengaku dirinya Islam, namun masih mempercayai hal-hal seperti penguasa laut, makhluk halus atau jin, dsb. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam, karena dengan mempercayai hal-hal tsb, orang itu sama saja mempercayai bahwa ada kekuatan dan kekuasaan lain yang memiliki pengaruh kuat di dunia ini selain kekuatan dan kekuasaan Allah SWT, dan hal tersebut termasuk Syirik. 2. Tradisi Penghormatan atas Benda-benda Pusaka dan Batu Cincin Banyak diantara masyarakat yang mengaku sebagai seorang yang muslim, sangat memberikan penghormatan yang tingi dan malah memuja-muja benda-benda pusaka peninggalan para leluhurnya maupun peninggalan raja-raja zaman dahulu baik berupa senjata seperti keris dan tombak, maupun benda-benda lainnya seperti gamelan, gong, kereta dan bahkan kerbau yang dianggap turunan dari kerbau dari zaman kerajaan dianggap kramat dan bertuah. Pada waktu-waktu tertentu tidak saja orang-orang dari kraton yang mengadakan upacara membersihkan dan memandikan benda-benda pusaka kraton, namun perorangan yang memiliki dan menyimpan benda-benda pusaka seperti keris dan tombak juga mengadakan ritual memandikan dan membersihkan sebagai bentuk wujud perhatian dan pemeliharaana atas benda pusaka tersebut. Masyarakat berkeyakinan apabila benda-benda pusaka tersebut tidak dimandikan dan dibersihkan rohnya akan menimbulkan gangguan kepada pemilik dan keluarganya. Selain keyakinan akan benda-benda pusaka, kebanyakan masyarakat juga memiliki keyakinan bahwa cincin yang bermatakan batu-batu khusus mempunyai khasiatdan juga memilki ruh yang dapat mendatangkan kebaikan dan manfaat serta juga dapat mendatangkan kemudharatan, cincin dengan batu permata tertentu diyakini dapat dijadikan penyembuh berbagai macam penyakit. Karenanya tidaklah mengherankan mereka mereka yang mempunyai kepercayaan terhadap cincin yang bermatakan batu tidak sungkan mengeluarkan uang yang besar untuk membelinya. Tetapi tentunya berbeda dengan batu permata sebagai hiasan yang memang memiliki nilai harga yang tinggi seperti intan, jamrud, rubby dan yang lain-lainnya yangh dijual ditoko-toko permata. Poin ketidakbenaran : - Seseorang memiliki benda pusaka (cincin, keris, dsb) dengan kepercayaan bahwa benda tersebut dapat memberikan kebermanfaatan untuknya, misalnya cincin diyakini sebagai jimat agar selalu sehat, atau digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, atau keris yang dipercaya dapat menangkal roh halus, dll. Hal tersebut merupakan hal yang tidak dibenarkan dalam Islam, karena sama saja mereka mempercayai adanya hal-hal yang dapat menyelamatkan dan melindungi kehidupan mereka selain atas Kuasa Allah SWT. Hal tersebut juga termasuk Syirik. 3. Tradisi mendatangi dukun. Sebenarnya dukun dan perdukunan bukanlah sesuatu yang baru atau asing dalam sejarah kehidupan manusia. Keberadaannya sudah sangat lama dikenal bahkan sebelum datangnya Islam dan diutusnya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kala itu, perdukunan benar-benar mendapat tempat di hati banyak orang. Karena mereka meyakini, para dukun mempunyai pengetahuan tentang ilmu ghaib. Orang-orang pun berduyun-duyun mendatanginya, mengadukan segala permasalahan yang dihadapinya untuk kemudian menjalankan petuah-petuahnya. Yang diistilahkan dukun itu sendiri adalah orang-orang yang mengabarkan hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari, melalui bantuan setan yang mencuri-curi dengan berita dari langit. Maka, dukun adalah orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui ilmu ghaib, sesuatu yang tidak tersingkap dalam pengetahuan banyak manusia. Di Indonesia, praktik perdukunan memiliki akar kuat dalam sejarah bangsa, bahkan dukun dan politik merupakan gejala sosial yang lazim. Kontestasi politik untuk merebut kekuasaan pada zaman kerajaan di Indonesia pramodern selalu ditopang kekuatan magis. Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern. Poin ketidakbenaran : - Sebagian masyarakat masih ada yang mempercayai ilmu perdukunan dengan sangat, dalam artian mereka menganggap dukun adalah segalanya, segala hal yang mereka alami dan rasakan akan diceritakan kepada dukun, begitu pula ketika mereka mendapatkan permasalahan atau meminta sesuatu, mereka akan mengadukannya kepada dukun tsb. Hal tersebut merupakan perilaku syirik, dimana seseorang tsb sama saja menduakan Allah dan mempercayai bahwa manusia biasa dapat memberikan apa yang dia mau, dan mempercayai bahwa apa yang datang dari dukun akan lebih baik dari yang diberikan oleh Allah SWT.