You are on page 1of 12

JOURNAL READING (KASUS LARING)

“CASE REPORT: PRIMARY LARYNGEAL TUBERCULOSIS:


A RARE CAUSE OF CHRONIC LARYNGITIS”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik Stase Ilmu THT-KL RSUD Ambarawa

Disusun Oleh :
Elnisa Asritamara 1620221201

Pembimbing :
dr. M. Setiadi, Sp.THT, MSi, Med

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING (KASUS LARING)


“CASE REPORT: PRIMARY LARYNGEAL TUBERCULOSIS:
A RARE CAUSE OF CHRONIC LARYNGITIS”

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen THT di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa,
Jawa Tengah

Oleh :
Elnisa Asritamara
162.0221.201

Magelang, 2 Desember 2017


Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing

dr. M. Setiadi, Sp.THT, MSi, Med

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga journal reading ini telah berhasil diselesaikan. Tiada gading yang tak
retak dan tiada hasil yang baik tanpa dukungan pihak-pihak yang telah memberikan
pertolongan, demikianlah journal reading ini tersusun dan terselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. M. Setiadi, Sp.THT, MSi, Med,
selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan
serta mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
masukan, serta koreksi demi tersusunnya journal reading ini, serta semua pihak
terkait yang telah membantu proses pembuatan journal reading ini.
Penulis menyadari journal reading ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan.Penulis berharap journal reading
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Ambarawa, 29 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I. ABSTRAK ..................................................................................................1


BAB II. ISI JURNAL ............................................................................................. 3
BAB III. KESIMPULAN ....................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9


LAMPIRAN JURNAL

BAB I
ABSTRAK

“Laporan Kasus: Tuberkulosis Laring Primer: Suatu Kasus


Jarang dari Laringitis Kronis”
Nayana Bhuyan, Anup K Das
Department of Medicine, Assam Medical College, Dibrugarh, Assam, India.

ABSTRAK
Tuberkulosis bukan hanya masalah kesehatan masyarakat di negara-negara
berkembang¸ seperti India, kejadiannya meningkat seiring meningkatnya keadaan
imun depresif seperti HIV, keganasan dan kemoterapi sitotoksik. TB laring
biasanya terjadi secara sekunder akibat adanya TB paru sebelumnya, dan bentuk
primer TB lairng sangat jarang terjadi pada orang yang memiliki kekebalan tubuh
yang baik.
Dilaporkan seorang pria berusia 49 tahun, tidak merokok, tidak memiliki
penyakit diabetes dan memiliki sistem imun yang baik datang dengan keadaan
iii
batuk kering dan suara serak kronis tanpa ada gejala konstitusional, tidak ada
keluarga dengan riwayat TB dan tidak pernah kontak dengan penderita TB, hasil
X-ray dada tampak normal. Laringoskopi menunjukkan adanya kongesti laring,
tidak ada ulkus atau massa dan pita suara normal. Biopsi pada daerah lipatan
ariepiglotik umumnya menunjukkan adanya TB, namun pada pasien ini tidak ada.
Didiagnosis TB laring primer, sebab pasien tersebut berespon baik dengan
pemberian obat anti-tuberkulosis. TB laring primer tanpa adanya TB paru memiliki
penampakan seperti laringitis kronik. Sebelum adanya obat anti-tuberkulosis, pada
tahun 1950-an, TB laring primer merupakan penyakit yang umum terjadi dan
menyebabkan fatal, kelompok usia yang rentan dan prognosis telah berubah dalam
beberapa dekade terakhir. TB laring primer lebih menular daripada TB paru,
ditambah dengan telatnya diagnosa pada TB laring primer.
Gejala yang muncul menyerupai laringitis kronik, namun memiliki
gambaran memiliki gambaran mikroskopik yang berbeda. Dalam mendiagnosa,
kita harus memiliki kecurigaan yang mengarah ke TB laring yang kemudian
dikonfirmasi melalui pemeriksaan histologis, sebab TB laring mungkin bisa terjadi
pada pasien dengan immunokompeten. Respon terhadap pengobatan spesifik TB
memberikan hasil yang baik setelah didiagnoasis.

Kata kunci: Tuberkulosis atipikal, tuberkulosis laring, tuberkulosis laring primer


BAB II
ISI JURNAL

PENDAHULUAN
Di India, tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang utama,
umumnya terjadi pada paru, namun TB bisa mengenai organ manapun. Dengan
berkembangnya pengobatan, TB laring telah jarang terjadi. Namun, pada awal abad
ke 20 TB laring merupakan penyakit yang umum dijumpai dengan angka kematian
yang tinggi dan umumnya terjadi pada orang-orang yang memiliki penyakit TB
paru. Lesi pada laring biasanya tampak adanya ulkus multipel pada bagian
posterior laring. Saat ini, TB laring hanya 1% dari semua kejadian penyakit TB1
dan biasanya merupakan TB laring sekunder akibat adanya TB paru. TB laring
merupakan manifestasi THT TB yang paling umum, biasanya diawali dari penyakit
TB paru, tak jarang TB laring primer bisa terjadi akibat inhalasi bacil tuberkulosis.2
Kejadian TB laring telah berubah seiring waktu. Kelompok usia yang rentan
adalah dewasa muda sampai dengan orang tua dan didominasi oleh laki-laki, serta
yang paling sering terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Secara mikroskopis TB
laring memiliki gambaran seperti karsinoma laring, laringitis kronik atau
kandidiasis laring. Diagnosis TB laring sering telat karena kurangnya gambaran
klinis yang mengarah ke TB laring. Oleh sebab itu, bisa menimbulkan masalah
kesehatan bagi masyarakat umum.3

LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 49 tahun, tidak merokok, tidak menderita diabetes,
tidak ada hipertensi, tidak demam datang dengan keluhan suara serak, batuk kering
dan anoreksi yang sudah dialami selama dua bulan. Sebelumnya, dia sudah dua kali
berobat ke spesialis THT-KL dan dari hasil rekam medisnya menunjukkan bahwa
pasien tersebut telah melakukan swab tenggorokan dan diberi obat antibiotik yakni
amoksiklav dan azitromisin bersamaan dengan obat dekongestan, obat batuk dan
antiseptik kumur, namun suara serak dan batuk keringnya masih menetap (tidak ada
perubahan).
Pemeriksaan rontgen dada yang dilakukan enam minggu lalu menunjukkan
hasil yang normal. Mulut bagian belakang sampai faring, dinding faring posterior
dan rongga mulut tampak normal. Serologi HIV negatif. Pasien tidak memiliki
riwayat kontak ataupun keluarga dengan TB dan rontgen dada yang kedua kalinya
juga menunjukkan hasil normal. Laringo-faringoskopi menunjukkan adanya
kongesti pada mukosa laring dan faring. Gerakkan pita suara normal selama
respirasi dan fonasi. Lipatan aritenoid, ariepiglotik, daerah retrocrcoid dan dasar
lidah normal. Tidak tampak adanya kumpulan air liur (Gambar 1). Esofagogastro-
duodenoskopi normal. Hasil biopsi ariepiglotis menunjukkan bahwa “bagian dari
jaringan laring menunjukkan perubahan epitel menjadi epitel skuamosa bertingkat
dengan adanya infiltrasi pada subepitel serta adanya sel-sel inflamasi yakni limfosit
dan sel Langerhan’s curiga mengarah ke peradangan granulomatosa yang
disebabakn TB tanpa adanya tanda keganasan (H dan E, x 200) (Gambar 2). Pasien
diobati dengan pemberian terapi anti-tuberkulosis (ATT) yakni rifampisin,
etambutol, pirazinamid dan isoniazid serta obat batuk. Setelah satu bulan, tampak
adanya perubahan yang signifikan dari suara serak dan batuknya, sehingga
pemberian ATT tetap dilanjutkan.

Gambar 1: mukosa laring dan faring kongesti. Pergerakan pita suara normal selama respirasi dan
fonasi. Aritenoid, ariepiglotik, cricoid retrocricoid, epiglotis dan dasar lidah normal. Tidak ada
kumpulan air liur.
Gambar 2: potongan menunjukkan epitel skuamosa bertingkat dengan infiltrasi subepitel oleh sel-
sel inflamasi yakni limfosit dan sel Langerhan’s curiga lesi granulomatosa dari tuberkulosis
(H dan E, x200)

PEMBAHASAN
TB laring hampir hilang setelah tahun 1950an3 , namun seiring dengan
meningkatnya penyakit TB paru, TB laring mungkin saja masih terjadi.
Sebelumnya TB laring terjadi pada sekitar 1/3 dari kejadian TB paru aktif. 4,5 Saat
ini TB laring sering salah didiagnosis atau diabaikan, adanya riwayat TB paru dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis TB laring, namun TB laring primer juga
dapat terjadi bahkan tanpa adanya riwayat TB paru sebelumnya dan gambarannya
cenderung tidak spesifik.6
Pada pasien ini tidak ada granuloma, massa, ulcer, demam atau lesi akibat
jamur di daearah laringnya – gambaran yang umum muncul pada TB laring, dan
juga tidak ada gambaran kaseosa, tidak ada riwayat TB paru, namun berespon bagus
terhadap pemberian ATT. Ariepiglotis merupakan daerah yang jarang untuk
terinfeksi tuberkular7 seperti yang terjadi pada kasus ini, sehingga kasus ini
merupakan kasus yang jarang terjadi.
Pasien datang dengan keluhan suara serak dan batuk kering yang muncul
sejak awal sakit dan menetap. Secara klinis, suara serak adalah gejala yang – 85%
sering muncul pada pasien TB laring, diikuti gejala konstitusional seperti
berkeringat di malam hari, demam dan adanya penurunan berat badan namun jarang
terjadi. 8,9 Gejala konstitusional tersebut umumnya ada pada pasien dengan sistem
imun yang lemah, hal ini tidak ada pada kasus pasien kami. Dalam kasus kami,
gambaran TB laring sangat mirip dengan laringitis kronik.10
Daerah tersering terinfeksi tuberkulosis adalah pita suara sejati, diikuti pita
suara palsu dan epiglotis laring7 namun dalam kasus kami pita suara normal, yang
mana merupakan kasus yang jarang terjadi.
Hasil rontgen dada menunjukkan normal, meskipun bisa ditemukan ada
kelainan pada 19% kasus TB.11 Penelitan terbaru menunjukkan bahwa TB laring
jarang disertai dengan TB paru aktif, diduga transmisi penularannya secara
langsung yakni melalui udara, inhalasi basil tuberkulosis, tampak dari gambaran
klinis dan patofisiologinya.2, 12, 13
Dilaporkan bahwa TB laring sekunder akibat TB paru kejadiannya lebih
rendah. Dengan lesi yang tidak spesifik, ada kemungkinan TB laring akibat adanya
riwayat TB paru, namum dengan adanya uleseratif dan lesi granulomatosa lebih
menguatkan akibat adanya riwayat TB paru. Pada pasien kasus kami ini hasil
endoskopi menunjukkan adanya kongesti sederhana dengan granular yang normal.
Secara mikroskopik terdapat sputum positif tuberkulosis hanya pada 20%
kasus TB laring. Positif basil tuberkulosis pada pemeriksaan smear laring, jika
hanya satu kali pemeriksaan tidak bisa menjadi diagnostik pasti TB laring14 bahkan
untuk diagnostik TB paru sekalipun tidak bisa hanya dalam satu pemeriksaan.
Umumnya, untuk diagnosis TB laring dengan mengidentifikasi granuloma
kaseosa pada histopatologi. Kaseosa tidak ada dalam kasus kami. Tapi,
histopatologi mungkin tidak menunjukkan granuloma tuberkular meskipun itu
merupakan penyakit granulomatosa yang paling umum pada laring. Untuk
mengetahui penyebab pastinya secara tepat adalah dengan adanya mikrobakteri
pada kultur spesimen biopsi, namun karena alasan tertentu pada kasus kami ini tidak
dilakukan kultur spesimen biopsi tersebut. Sejak berespon terhadap pengobatan anti
tuberkulosis, maka pasien pada kasus kami ini tetap melanjutkan pengobatannya
dan mendiagnosa kasus ini mengarah pada TB laring primer meskipun belum
dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hal tersebut bedasarkan pengamatan pada
pasien.
BAB III
KESIMPULAN

Kejadian TB secara keseluruhan saat ini meningkat seiring dengan


meningkatknya keadaan defisiensi imun, dan lokasi (predileksi) bisa terjadi dimana
saja. Namun, pada kasus kami merupakan pasien dengan imunokompeten, tidak
memiliki ulcer laring, pertumbuhan atau polip sehingga membuat diagnosis TB
laring tidak ditegakkan karena tidak adanya lesi paru, sehingga kecurigaanya tidak
mengarah pada TB. Selain itu, diperlukan kecurigaan yang tinggi ke arah TB karena
tampilan visualnya tidak dapat dibedakan dari laringitis kronik yakni tanpa massa
atau ulcer. Tidak adanya TB paru menambah keterlambatan dalam diagnosis dan
pengobatan, menimbulkan masalah kesehatan masyarakat karena diagnosis yang
tertunda berkontribusi terhadap morbiditas, dan temuan menunjukkan bahwa TB
laring lebih menular daripada TB Paru.15 Akan lebih bijaksana mempertimbangkan
TB dalam diagnosis banding dari segala bentuk kondisi bahkan non spesifik seperti
laringitis kronis, terutama yang tidak merespon pada terapi biasa dalam waktu yang
semestinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Benwill JL, Sarria JC. Laryngeal tuberculosis in the United States of America:
A forgotten disease. Scand J Infect Dis. 2014;46:241-9.
2. Gandhi S, Kulkarni S, Mishra P, Thekedar P. Tuberculosis of larynx revisited:
A report on clinical characteristics in 10 cases. Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg. 2012;64(3):244-7.
3. Loehrl TA, Smith TL. Inflammatory and granulomatous lesions of the larynx
and pharynx. Am J Med. 2001;111 Suppl 8A:113S-7.
4. Chen H, Thornley P. Laryngeal tuberculosis: A case of a non-healing
laryngeal lesion. Australas Med J. 2012;5(3):175-7.
5. Nishiike S, Irifune M, Doi K, Sawada T, Kubo T. Laryngeal tuberculosis: A
report of 15 cases. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2002;111(10):916-8.
6. Ling L, Zhou SH, Wang SQ. Changing trends in the clinical features of
laryngeal tuberculosis: A report of 19 cases. Int J Infect Dis. 2010;14:e230-5.
7. Fernandes L, Mesqnita A. Stridor presentation in laryngeal tuberculosis.
Indian J Tuberc. 1997;44:93-4.
8. Lin CJ, Kang BH, Wang HW. Laryngeal tuberculosis masquerading as
carcinoma. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2002;259(10):521-3.
9. Smulders YE, De Bondt BJ, Lacko M, Hodge JA, Kross KW. Laryngeal
tuberculosis presenting as a supraglottic carcinoma: A case report and review
of the literature. J Med Case Rep. 2009;3:9288.
10. Wang CC, Lin CC, Wang CP, Liu SA, Jiang RS. Laryngeal tuberculosis: A
review of 26 cases. Otolaryngol Head Neck Surg. 2007;137(4):582-8.
11. Harney M, Hone S, Timon C, Donnelly M. Laryngeal tuberculosis: An
important diagnosis. J Laryngol Otol. 2000;114(11):878-80.
12. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim SY. Changing trends in clinical manifestations
of laryngeal tuberculosis. Laryngoscope. 2000;110(11):1950-3.
13. Lim JY, Kim KM, Choi EC, Kim YH, Kim HS, Choi HS. Current clinical
propensity of laryngeal tuberculosis: Review of 60 cases. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 2006;263(9):838-42.
14. Thakur A, Coulter JB, Zutshi K, Pande HK, Sharma M, Banerjee A, et al.
Laryngeal swabs for diagnosing tuberculosis. Ann Trop Paediatr.
1999;19(4):333-6.
15. Inoue T. Difference in transmissibility between bronchial and laryngeal
tuberculosis – A retrospective epidemiological study of TB patients newly
registered in recent 19 years in Aichi Prefecture, Japan. Kekkaku.
2006;81(6):419-24.

You might also like