You are on page 1of 80

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“Konsep Dasar Sistem Kardiovaskular dan


Asuhan Keperawatan pada Klien dengan STEMI”

DISUSUN OLEH:

Kelas A Program Ekstensi Tahun 2017


Focus Group 1

Gilang Ariyanti 1706107296

Laila Dwiastani 1706107384

Melissa O. Sirait 1706107402

Meriati Em Hutapea 1706107415

Rhahmadiani Fitri 1706107541

Syifa Fauziatun N 1706107592

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
GASAL 2017 / 2018
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Konsep Dasar Sistem
Kardiovaskular dan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan STEMI”. Makalah ini kami susun
dengan harapan agar dapat menambah pengetahuan tentang konsep dasar sistem kardiovaskular
dan asuhan keperawatan pada klien dengan STEMI baik secara teori dan kasus. Dalam
penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari konstribusi rekan-rekan kelompok Focus Group dan
pembimbing. Untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN selaku koordinator mata ajar Keperawatan Medikal Bedah I
2. Ibu Ns. Prima Agustia Nova, S.Kep., M.Sc selaku fasilitator kelas A
3. Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan ide dan pemikirannya sehingga
terselesaikannya makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Demi kesempurnaan makalah
ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat.

Depok, 20 April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 2
1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………………………... 2
1.4. Sistematika Penulisan……………………………………………………… 2

BAB II KONSEP TEORI


2.1. Anatomi Jantung …………………………………………………….......... 3
2.2 Aktivitas Listrik Jantung…………………………………………………. 14
2.3 Mekanis Siklus Jantung…………………………………………………… 21
2.4 Curah Jantung dan Faktor yang Mempengaruhinya…………………… 26
2.5 Faktor yang Memengaruhi Kerja Jantung………………………………. 31
2.6 Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah……………………………… 36

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. Konsep Dasar STEMI…………………………………………………….. 41
3.2 Tanda dan Gejala…………………………………………………………. 42
3.3 Etiologi…………………………………………………………………….. 44
3.4 Komplikasi……………………………………………………………….... 46
3.5 Komplikasi Kardiak………………………………………………………. 48
3.6 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………... 50

ii
3.7 Penatalaksanaan Penunjang…………………………………………….. 52
3.8 Asuhan Keperawatan……………………………………………………. 61

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan………………………………………………………………. 74

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 75

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama. Banyak pasien
yang mangalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan yang salah dan kurang cepat
serta cermat adalah salah satu penyebab kematian. Data WHO menunjukkan 17 juta orang
meninggal setiap tahunnya karena penyakit jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia.
Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar 18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya
meninggal secara mendadak setiap tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala. Data di RS
Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung koroner baik rawat jalan maupun rawat
inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta orang mengalami
serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung koroner setiap tahunnya
(Hediyani, 2012).
Sindrom koroner akut menurut Kumar, 2007 merupakan spektrum manifestasi akut dan
berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran. Sindrom koroner akut meliputi berbagai
kondisi patologi yang menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung.
Penyakit aterosklerosis koroner disebabkan kelainan metabolisme lipid, koagulasi darah,
keadaan biofisika, dan biokimia dinding arteri. Sindrom koroner akut (SKA) meliputi
spektrum penyakit dari infark miokard akut (IMA) sampai angina tak stabil (unstable angina).
SKA membutuhkan penanganan awal yang cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Peran tenaga kesehatan khususnya perawat
adalah upaya pencegahan komplikasi maupun penanganan yang cepat untuk melakukan
penyelamatan jiwa melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Oleh sebab
itu perawat perlu memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional
yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan penyakit jantung, khususnya STEMI. Berdasarkan masalah
tersebut, maka kelompok membuat makalah dengan judul “Konsep Dasar Sistem
Kardiovaskular dan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan STEMI”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang timbul, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah:
1.2.1. Bagaimana konsep dasar teori mengenai sistem kardiovaskular?
1.2.2. Bagaimana kaitan asuhan keperawatan pada klien STEMI dengan konsep dasar teori
sistem kardiovaskular?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan konsep keperawatan pada asuhan keperawatan
pada klien dengan STEMI.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar teori mengenai sistem
kardiovaskular.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu memahami konsep tentang asuhan keperawatan pada
klien STEMI.

1.4. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Sistematika
Penulisan
BAB II Konsep Teori
BAB III Tinjauan Kasus
BAB IV Kesimpulan
Daftar Pustaka

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Jantung

2.1.1. Struktur dan Fungsi Jantung

Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan. Organ ini
terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di
sebelah anterior dan vertebra (tulang belakang) di posterior (Sherwood, 2012). Jantung
adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah toraks. Beratnya sekitar 300 gram,
meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya
latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung (Brunner,2002).

Jantung memiliki dasar lebar diatas dan meruncing membentuk titiknya, apeks,
dibagian bawah. Jantung terletak menyudut dibawah sternum sedemikian sehingga
dasarnya terutama terletak dikanan dan apeks di kiri sternum. Ketika berdenyut kuat,
apeks memukul bagian dalam dinding dada sisi kiri. Hal ini sering membuat kita
cenderung berpikir secara salah bahwa jantung ada di kiri (Sherwood,2012).

Jantung terletak antara tulang sternum, tepatnya dibawah tulang mediasternum


diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma, bagian atas jantung terletak
di bawah sternal notch 1/3 dari jantung berada di sebelah kanan dari midline sternum, 2/3
nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di intercostal ke
5 atau tepatnya di bawah putting susu.

Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat
nutrisi lain sambal mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme.Terdapat
dua pompa jantung, yang terletak disebelah kanan dan kiri. Keluaran jantung kanan
didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri pulmonalis , dan keluaran jantung kiri
seluruhnya didistribusikan kebagian tubuh melalui aorta. Kedua pompa itu menyemburkan
darah secara bersamaan dengan kecepatan yang sama.

3
Kerja pompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dinding otot.
Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah
disemburkan keluar. Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik), kamar jantung akan
terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung dewasa normal
berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit, menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua
ventrikel per detakan dan keluaran totalnya sekitar 5 L/menit.

2.1.2 Anatomi Jantung

Daerah di pertengahan dada di antara kedua paru disebut mediastinum. Sebagian


rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis
yang disebut perikardium.

Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik.


Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil
cairan yang berisi 5 – 20 ml, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama
kontraksi jantung. Akumulasi cairan yang berlebih pada ruang pericardial dapat
mengurangi kemampuan pengisian ventrikel (tamponade jantung) (Black,2014).

Kamar jantung. Sisi kanan dan kiri jantung, masing- masing tersusun atas dua
kamar, atrium (jamak=atria) dan ventikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri
disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium
adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan
sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel (Brunner,2002).

4
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beban kerja
yang diperlukan oleh tiap kamar. Dinding atrium lebih tipis daripada dinding ventrikel
karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan
kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Karena ventrikel kiri mempunyai beban kerja
yang lebih berat diantara dua kamar bawah, maka tebalnya sekitar 2 – ½ lebh tebal
dibanding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan tahanan sistemis
yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah pembuluh darah paru.

Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan
terletak lebih ke anterior (tepat di bawah sternum) dan ventrikel kiri terletak lebih ke
posterior. Ventrikel kiri bertanggung jawab atas terjadinya denyut apeks atau titik pukulan
maksimum (PMI), yang normalnya teraba di garis midklavikularis dinding dada pada
rongga interkostal ke -5.

Katup jantung. Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke sati arah
dalam jantung. Katup yang tersusun atas bilah – bilah jaringan fibrosa, membuka dan
menutup secara pasif sebagai respons terhadap perubahan tekanan dan aliran darah. Ada
dua jenis katup : atrioventrikularis dan semilunaris.

Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel disebut


sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun
atas tiga kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral
atau biskupidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.

Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan mendorong daun-


daun katup atrioventrikularis ke atas ke rongga atrium. Jika terdapat tekanan cukup kuat
untuk mendesak katup, darah akan disemburkan kebelakang ventrikel ke atrium. Otot
papilaris dan korda tendinea bertanggung jawab menjaga aliran darah tetap menuju ke satu
arah melalui katup atrioventrikularis. Otot papilaris adalah bundel otot yang terletak di sisi
dinding ventrike. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang memanjang dari otot papilaris
ke tepi bilah katup, berfungsi menarik tepi bebas katup ke dinding ventikel. Kontraksi otot
papilaris mengakibatkan korda tendinea menjadi tegang. Hal ini menjaga daun katup

5
menutup selama sistolik, mencegah aliran balik darah. Otot papilaris dan korda tendinea
hanya terdapat pada katup mitral dan trikuspidalis dan tidak terdapat di katup semilunaris.

Katup semilunaris. Katup semilunaris terletak diantara tiap ventrikel dan arteri
yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup
pulmonalis; katup antara ventrikel kiri dan aorta dinamakan katup aorta. Katup semilunaris
normalnya tersusun atas tiga kuspis, yang berfungsi dengan baik tanpa otot papilaris dan
korda tendinea. Tidak terdapat katup antara vena – vena besar dengan atrium.

Arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung,
yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
menggunakan 70% - 80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria; sebagai
perbandingan, organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang
dihantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri. Dinding
sisi kri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui arteri koronaria utama
kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua cabang besar ke bawah(arteri desendens anterior
sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti
itu pula dari arteri koronaria dekstra. Tidak seperti arteri lain, arteri koronaria diperfusi
selama diastolik.

Otot jantung. Jaringan otot khusus yang menyusun dindng jantung dinamakan otot
jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) , yang berada
dibawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos
karena sifatnya volunter.

Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi (disebut sinsitium) sehingga dapat
berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan kontraksi dan relaksasi tiap
– tiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan
dan memungkinkan berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu sendiri dinamakan
miokardium. Lapisan dalam mikardium yang berhubungan langsung dengan darah
dinamakan endokardium, dan lapisan sel dinamakan epikardium.

6
2.1.3 Pasokan Darah Jantung

Dinding otot jantung, atau miokardia,terus – menerus aktif dan memerlukan


pasokan oksigen dan energi banyak dari darah. Untuk itu, otot jantung memiliki jejaring
pembuluh darah sendiri yang disebut arteri koroner. Kedua arteri ini – kanan dan kiri –
bercabang disebut arteri utama, aorta, tepat setelah meninggalkan jantung, terbagi – bagi
diatas permukaan jantung, dan menjadi pembuluh darah lebih kecil ke dalam otot jantung.
Pola vena koroner, yang mengambil zat sisa, serupa dengan arteri. Sebagian besar darah di
dalam vena dikumpulkan oleh sinus koroner, vena besar di belakang jantung, yang
mengosongkan isinya ke atrium kanan.

2.1.4 Jantung Merupakan Pompa Ganda

Rongga-rongga atas, atrium, menerima darah yang kembali ke jantung dan


memindahkannya ke rongga bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung.
Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan yang
membawa darah menjauhi ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua peruh jantung
dipisahkan oleh septum, suatu partisi berotot kontinu yg mencegah pencampuran darah
dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung
menerima dan memompa darah miskin O2, sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah kaya O2.

7
Perbandingan pompa kanan dan kiri:

Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah setara. Volume
darah miskin O2 yang sedang dipompa ke paru oleh sisi kanan jantung segera menjadi sama
dengan volume darah kaya O2 yang sedang disalurkan ke jaringan oleh sisi kiri jantung.
Sirkulasi paru adalah sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah, sedangkan
sirkulasi sistemik adalah sistem bertekanan tinggi dan beresistensi tinggi. Tekanan adalah
gaya yang ditimbulkan di dinding pembuluh oleh jantung. Resistensi adalah oposisi
terhadap aliran darah, terutama disebabkan oleh gesekan antara darah yang mengalir dan
dinding pembuluh. Meskipun sisi kanan dan kiri jantung memompa darah dalam jumlah
yang sama, sisi kiri melakukan kerja lebih besar karena memompa darah dalam jumlah
yang sama pada tekanan yang lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih Panjang dan
resistensi lebih tinggi. Karena itu, otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal dari pada otot di
sisi kanan, menyebabkan sisi kiri menjadi pompa yang lebih kuat.

2.1.5 Katup Jantung

Katup AV antara Atrium dan Ventrikel

Dua katup jantung, katup atrioventrikel (AV) kanan dan kiri, masing-masing
terletak di antara atrium dan ventrikel sisi kanan dan kiri. Kedua katup ini membiarkan
darah mengalir dari atrium ke dalam ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan
atrium melebihi tekanan ventrikel) tetapi mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke

8
dalam atrium selama pengosongan ventrikel (ketika tekanan ventrikel jauh melebihi
tekanan atrium). Jika peningkatan tekanan ventrikel tidak memaksa katup AV menutup
sewaktu ventrikel berkontraksi untuk mengosongkan isinya, banyak darahh akan secara
tidak efisien mengalir balik ke dalam atrium dan vena dan bukan dipompa ke dalam arteri.
Katup AV kanan juga disebut katup tricuspid (tri artinya”tiga”) karena terdiri dari tiga cusp
atau daun katup.

Demikian juga, katup AV kiri, yang memiliki dua daun katup, sering dinamai katup
biskupid (bi artinya “dua”) atau katup mitral (karena kemiripan fisiknya dengan mitre, atau
topi tradisional uskup).

Tepi – tepi daun katup AV diikat oleh korda tipis dan kuat jaringan tipe tendinosa,
korda tendinae, yang mencegah katup terbalik (yaitu, dari dipaksa oleh tekanan ventrikel
yang tinggi membuka arah berlawanan ke dalam atrium). Korda – korda ini berjalan dari
tepi masing-masing daun katup dan melekat ke otot papilaris yang kecil dan berbentuk
puting, yang menonjol dari permukaan dalam dinding ventrikel (papilla artinya “puting”).
Ketika ventrikel berkontraksi, otot-otot papilaris juga berkontraks, menarik ke bawah
korda tendinae. Penarikan ini menghasilkan tegangan di daun katup AV yang tertutup
untuk menahan daun-daun tersebut dalam posisinya, seperti tali penambat menahan balon
udara panas. Hal ini membantu menjaga katup tertututp rapat ketika menghadapi gradien
tekanan besar yang mengarah ke belakang.

Katup semilunar antara ventrikel dan arteri – arteri besar

Dua katup jantung yang lain, katup aorta dan pulmonaris terletak di pertemuan
tempat arteri-arteri besar meninggalkan ventrikel. Katup – katup ini dikenal sebagai katup
semilunar karena memiliki tiga daun katup yang masing-masing mirip kantong dangkal
berbentuk bulan sabit (semi artinya “separuh”) (lunar artinya bulan). Katup – katup ini
dipaksa membuka ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan masing-masing melebihi tekanan
di aorta dan arteri pulmonaris, sewaktu kontraksi dan pengosongan ventrikel. Penutupan
terjadi ketika ventrikel berelaksasi dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan
tekanan arteri pulmonaris. Katup yang tertutup mencegah darah mengalir dari arteri
kembali ke dalam ventrikel tempat darah baru saja dipompa.

9
Katup semilunar dicegah berbalik oleh struktur anatomik dan posisi daun katup.
Ketika ventrikel berelaksasi terbentuk gradien tekanan ke arah belakang, semburan balik
darah mengisi daun katup yang berbentuk seperti kantong dan mendorong daun-daun
tersebut dalam posisi tertutup, dengan tepi-tepi menyatu alami dalam posisi kedap air.

2.1.6 Rangka Fibrosa Katup Jantung

Terdapat empat cincin jaringan ikat padat yang saling berhubungan yang
membentuk dasar bagi melekatnya keempat katup jantung. Rangka fibrosa ini, yang
memisahkan atrium dari ventrikel, juga membentuk struktur yang cukup kaku bagi
melekatnya otot-otot jantung. Massa otot atrium melekat diatas cincin dan massa otot
ventrikel melekat ke bagian bawah cincin.

Katup-katup masuk ke ventrikel (katup AV) dan katup-katup keluar dari ventrikel
(katup semilunar) semua terletak dibidang yang sama di jantung, dibatasi oleh rangka
fibrosa. Hubungan ini terjadi karena jantung berbentuk dari satu tabung yang melengkung
terhadap dirinya dan berpuntir terhadap sumbunya sewaktu perkembangan masa mudigah.

Meskipun penekukan dan pemuntiran ini menyebabkan hubungan struktural


jantung menjadi sulit dipelajari, strukutur terpuntir ini memiliki makna fungsional karena
membantu jantung memompa secara lebih efisien. Hal ini dapat dilihat dari bagian jantung

10
yang sebenarnya menghasilkan gaya yang menyebabkan darah mengalir, yaitu otot jantung
di dalam dinding jantung.

2.1.7 Dinding Jantung Terutama Terdiri dari Serat Otot Jantung yang Tersusun Spiral

Dinding jantung memiliki tiga lapisan tersendiri :

- Suatu lapisan tipis bagian dalam, endotel, yaitu suatu jaringan epitel unik yang melapisi
bagian dalam seuruh sistem sirkulasi
- Suatu lapisan tengah , miokardium yang terdiri dari otot jantung dan membentuk bagian
terbesar dinding jantung (mio artinya otot)
- Suatu lapisan tipis di bagian luar , epikardium,yang membungkus jantung (epi artinya
pada)

Pada bagian miokardium terdiri dari berkas – berkas serat otot jantung yang saling
anyam dan tersusun spiral mengelilingi jantung. Susunan spiral disebabkan oleh
pemuntiran kompleks jantung sewaktu perkembangannya. Akibat susunan ini, ketika otot
vntrikel berkontraksi dan memendek , garis tengah rongga ventrikel berkurang sementara
apeks secara bersamaan tertarik keatas sambil berputar. Hal ini menmbulkan efek
“memeras” dan secara efisien menimbulkan tekanan terhadap darah di dalam rongga
tertutup tersebut serta mengarah kannya ke atas menuju lubang arteri – arteri besr yang
keluar dari pangkal ventrikel.

11
Untuk mendukung aktivitas kontraktil jantung yang ritmis dan terus-menerus, sel
otot jantung memiliki mitokondria penghasil energi yang berlimpah , dan mereka
menerima banyak pasokan darah, yaitu satu kapiler bagi masing-masing serat miokardial.

2.1.8 Serat Otot Jantung Dihubungkan Oleh Diskus Interkali dan Membentuk Sinitium
Fungsional

Tiap- tiap sel otot jantung saling berhubungan untuk membentuk serat yang
bercabang-cabang , dengan sel-sel yang berdekatan disatukan ujung-ke-ujung di struktur
khusus yang dinamai diskus interkalaris. Di dalam lempeng ini terdapat dua jenis taut
membran, yaitu desmosome dan taut celah. Desmosom adalah suatu tipe taut erat yang
secara mekanis menyatukan sel-sel, sangat banyak terdapat di jaringan seperti jantung yang
mengalami stress mekanis besar.

Pada interval-interval tertentu di sepanjang diskus interkalaris, membrane yang


saling berhadapan saling mendekat untuk memebentuk taut celah, yaitu daerah dengan
resistensi listrik rendah yang memungkinkan potensial aksi menyebar dari satu sel jantung
ke sel sekitarnya.

Sebagian sel otot jantung dapat menghasilkan potensial aksi tanpa rangsangan saraf
apapun. Jetika suatu sel jantung secara spontan mengalami potensial aksi, impuls listrik
menyebar ke semua sel lain yang disatukan oleh taut celah di massa otot sekitar sehingga
mereka tereksitasi dan berkontraksi sebagai suatu sinistium fungsional tunggal. Atrium dan
ventrikel masing-masing membentuk sinistium fungsional dan berkontraksi sebagai unit
terpisah. Kontraksi sinkron sel-sel otot yang membentuk dinding masing-masing rongga
jantung tersebut menghasilkan gaya yang dibutuhkan untuk menyemprotkan darah yang
terdapat di dalamnya.

Tidak terdapat taut celah yang menyatukan sel-sel kontraktil atium dan ventrikel;
selain itu, atrium dan ventrikel dipisahkan oleh rangka fibrosa yang tidak menghantarkan
listrik dan mengelilingi serta menopang katuup. Namun, terdapat suatu sistem hantaran
khusus penting yang mempermudah dan mengkoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari
atrium ke ventikel untuk memastikan sinkronisasi antara pomppa atrium dan pompa
ventrikel.

12
2.1.9 Jantung Terbungkus Oleh Kantung Perikardium

Jantung terbungkus dalam kantong pericardium (peri artinya “disekitar”)


membranosa berdinding rangkap. Kantong terdiri dari dua lapisan -pembungkus fibrosa
kuat dan lapisan sekretorik. Pembungkus fibrosa di sebelah luar kantong melekat ke sekat
jaringan ikat yang memisahkan paru. Perlekatan ini menambatkan jantung sehingga organ
ini menempati posisinya yang tepat di dalam dada. Lapisan dalam kantong mengeluarkan
cairan perikardium tipis, yang berfungsi sebagai pelumas dan mencegah gesekan antara
lapisan-lapisan perikardium sewaktu lapisan-lapisan tersebut saling bergesek setiap kali
jantung berdenyut.

Epikardium atau perikardium visceral melapisi bagian permukaan luar jantung.


Epikardium melekat kuat pada jantung dan pada beberapa sentimeter pertama arteri
pulmonalis dan aorta. Perikardium visceral terbungkus oleh perikardium parietal, membran
terluar fibrosa yang longgar dan kuat yang terbentang bagian depan ke setengah bawah dari
sternum, bagian belakang ke vertebra toraksis dan bagian bawah diafragma. Antara
perikardium visceral dan perikardium parietal terdapat ruang perikardial, yang berisi 5-20
ml cairan perikardial. Cairan ini melunasi permukaan perikardial pada saat perikardial
saling bergesek selama jantung berdenyut. Akumulasi cairan yang berlebih pada ruang
perikardial dapat mengurangi kemampuan pengisisan ventrikel (tamponade jantung)
(Black,2014).

13
2.2 Aktivitas Listrik Jantung
Proses kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah pada jantung dipicu oleh
potensial aksi yang menyapu keseluruh membran otot sehingga menghasilkan kontraksi.
Jantung berkontraksi secara ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkan sendiri, suatu sifat
yang dikenal sebagai Otoritmisitas. Dalam organ jantung terdapat dua jenis sel khusus yang
berperan penting dalam aktivitas kontraksi otot jantung yaitu sel kontraktil dan sel otoritmik.
1. Sel Kontraktil : Adalah 99% dari jumlah sel-sel otot jantung, sel ini bekerja memompa
darah secara mekanis. Sel kontraktil tidak dapat membentuk potensial aksinya sendiri.
2. Sel Otoritmik : Adalah sel yang jumlahnya sedikit tetapi sangat penting dalam proses
kontraksi otot jantung, karena dari sifatnya sel otoritmik adalah sel yang memulai
potensial aksi yang kemudian diteruskan kepada sel kontraktil untuk berkontraksi, dengan
catatan bahwa sel otoritmik tidak melakukan kontraksi untuk memompa darah

Perbedaan sel otoritmik dengan kontraktil adalah fast sodium channel nya akan selalu inaktif
atau sudah dihambat sehingga tidak dapat terbuka.

Sel otoritmik jantung berbeda dengan sel kontraktil yang memiliki fase istirahat yang
konstan kecuali jika sel otot dirangsang, sel otoritmik jantung tidak memiliki fase istirahat
demikian. Sel ini malah menunjukkan aktivitas memacu, yaitu dengan adanya mekanisme
dimana potensial membrannya secara perlahan-lahan terdepolarisasi, atau bergeser, antara
potensial aksi sampai ambang tercapai, yaitu pada saat membran mengalami potensial aksi.
Pergeseran lambat potensial membran sel otoritmik ke sel ambang ini disebut sebagai
Potensial pemacu. Melalui siklus berulang tersebut, sel-sel otoritmik memicu potensial aksi
yang kemudian menyebar ke seluruh jantung untuk memicu denyut jantung berirama tampa
rangsangan saraf apapun.

Potensial pemacu di sel otoritmik disebabkan oleh adanya interaksi kompleks


beberapa mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpeindahan ion
yang menimbulkan potensial pemacu adalah :

1. Penurunan arus K+ keluar disertai oleh arus Na+ masuk yang konstan.
2. Peningkatan masuknya arus Ca2+

14
Fase awal depolarisasi lambat ke ambang disebabkan oleh penurunan siklus fluks
pasiK+ keluar disertai kebocoran Na+ ke dalam yang berlangsung lambat dan konstan. Di
sel otoritmik jantung permeabilitas K+ tidak tetap diantara potensial aksi seperti di sel saraf
dan sel otot rangka.

Permeabilitas membran terhadap K+ menurun diantara dua potensial aksi karena


secara perlahan saluran K+ menutup pada potensial negatif. Penutupan lambat ini secara
bertahap mengurangi aliran keluar ion positif Kalium mengikuti penurunan gradien
konsentrasinya. Juga tidak seperti sel otot rangka dan sel saraf, sel otoritmik jantung tidak
memiliki saluran Na+ berpintu voltase.

Sel-sel ini memiliki saluran yang selalu terbuka, sehingga permeabilitas terhadap
Na+ pada potensial negatif. Akibat dari ini adalah terjadi influks pasif Na+ dalam jumlah
kecil dan konstan pada saat yang sama ketika kecepatan efluks K+ secara perlahan
berkurang, karena itu bagian dalam secara gradual menjadi kurang negatif, yaitu membran
secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser menuju ambang.

Pada kedua saluran pemacu, suatu saluran Ca2+ transien (Saluran Ca2+ tipe T),
salah satu dari dua jenis saluran Ca2+ berpintu voltase, membuka. Sewaktu depolarisasi
lambat berlanjut, saluran ini terbuka sebelum membran mencapai ambang. Influks Ca2+
yang terjadi semakin mendepolarisasi membran, membawanya ke ambang.

Jika ambang telah tercapai, terbentuk fase naik potensial aksi sebagai respons
terhadap pengaktifan saluran Ca2+ berpintu voltase yang berlangsung lebih lama (Saluran
Ca2+ tipe L) dan diikuti oleh influks Ca2+ dalam jumlah besar.

Fase naik yang diinduksi Ca2+ pada sel pemacu jantung ini berbeda dari yang
terjadi di sel saraf dan otot rangka, yaitu influks Na+ dan bukan influks Ca2+ yang
mengubah potensial ke arah positif. Sedangkan fase turun disebabkan oleh efluks K+ yang
terjadi ketika permeabilitas K+ meningkat akibat pengaktifan saluran K+ berpintu voltase.
Setelah potensial aksi selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat
penutupan saluran K+ secara perlahan.

15
Sel-sel jantung non-kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak pada
tempat-tempat berikut;

1. Nodus Sinuatrialis (nodus SA)


Suatu daerah kecil khusus di dindidng atrium kanan dekat pintu masuk vena kava
superior.
2. Nodus Atrioventrikularis (nodus AV)
Suatu berkas kecil sel-sel otot jantung khusus yang terletak didasar atrium kanan dekat
septum tepat diatas pertemuan atrium dan ventrikel
3. Berkas HIS (berkas atrioventricular)
Suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum antar
ventrikel. Disini berkas tersebut terbagi mejadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun
menyusuri septum, melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik
ke qarah atrium disepanjang dinding luar
4. Serat purkinje
Serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan menyebar ke seluruh
miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon.

Karena berbagai sel otoritmik memiliki laju depolarisasi lambat ke ambang yang
berbeda-beda, maka frekuensi normal pembentukkan potensial aksinya juga berbeda-beda.
Sel-sel jantung dengan kecepatan inisasi potensial aksi tertinggi terletak di nodus SA.
Sekali suatu potensial aksi terbentuk disalah satu sel otot jantung maka potensial tersebut
akan disebar keseluruh miokardium melalui gap junction dan system hantaran khusus.
Karena itu, nodus SA yang dalam keadaan normal memiliki laju otoritmisitas tertinggi
yaitu 70 sampai 80 potensial aksi permenit, mengendalikan bagian jantung lainnya pada
tingkat kecepatan tersebut dan dikenal sebagai pemacu jantung (peacemaker) yaitu seluruh
jantung tereksitasi, memicu sel-sel kontraktil berkontraksi dan jantung berdenyut dengan
kecepatan atau frekuensi yang telah ditetapkan oleh otoritmisitas nodus SA, normalnya 70
sampai 80 denyut permenit. Jaringan otoritmik lain tidak dapat menghasilkan irama
alaminya yang lebih lambat karena jaringan-jaringan ini telah diaktifkan oleh potensial aksi
yang berasal dari nodus SA sebelum dapat mencapai ambang dengan irama yang lebih
lambat.

16
Jaringan otoritmik bukan nodus SA adalah pemacu laten yang dapat mengambil
alih walaupun dengan kecepatan yang lebih rendah apabila pemacu normal tidak bekerja.
Selain itu dikenal pula fenomena blok jantung total (complete heart block) yaitu kejadian
yang timbul apabila jaringan penghantar antara atrium dan ventrikel rusak dan tidak
berfungsi.

Terkadang suatu bagian jantung (serat purkinje) menjadi sangat peka rangsangan
dan mengalami depolarisasi lebih cepat daripada nodus SA. Daerah yang tereksitasi secara
abnormal ini (fokus ektopik) memicu potensial aksi prematur yang menyebar keseluruh
jantung sebelum nodus SA dapat memulai potensial aksi normalnya. Impuls abnormal dari
suatu fokus ektopik di ventrikel menimbulkan kontraksi ventrikel premature (KVP). Jika
fokus ektopik terus melepaskan muatan dengan kecepatan yang tinggi maka aktivitas
pemacu berpindah dari nodus SA ke fokus ektopik. Kecepatan jantung menjadi sangat
meningkat dan berlanjut dengan kecepatan ini untuk beberapa saat sampai fokus ektopik
kembali ke normal. Daerah yang teriritasi berlebihan ini mungkin berkaitan dengan
penyakit jantung organik, tetapi umumnya terjadi sebagai respon terhadap rasa cemas,
kurang tidur atau konsumsi kafein berlebihan, nikotin dan alcohol.

2.2.1 Penyebaran Eksitasi Jantung Dikoordinasi Untuk Memastikan Agar Pemompaan


Efisien
Setelah dimulai di nodus SA, potensial aksi menyebar keseluruh jantung. Agar fungsi
jantung efisien maka penyebaran eksitasi harus memenuhi tiga kriteria berikut:
1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai. Agar
ventrikel terisi sempurna maka kontraksi atrium harus mendahuli kontraksi ventrikel.
Jika atrium dan ventrikel berkontraksi bersamaan maka katup AV akan segera
tertutup karena takanan ventrikel akan jauh melebihi tekanan atrium.
2. Eksitasi serat otot jantung harus terkoordinasi untuk menjamin bahwa setiap rongga
jantung berkontaksi sebagai satu kesatuan agar pemompaan efisien. Jika serat otot
dalam suatu rongga jantung tereksitasi dan berkontaksi secara acak dan bukan
berkontraksi secara simultan terkoordinasi, maka serat-serat tersebut tidak akan
mampu menyemprotkan darah. Kontraksi ventrikel yang mulus dan seragam
merupakan hal esensial untuk memeras darah keluar.

17
3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus terkoordinasikan secera fungsional
sehingga kedua anggota pasangan tersebut berkontraksi secara simultan. Koordinasi
ini memungkinkan darah terpompa secara sinkron kedalam sirkulasi paru dan
sistemik.

2.2.2 Eksitasi Atrium


Potensial aksi yang berasal dari nodus SA mula-mula menyebar ke kedua atrium
terutama dari sel ke sel melalui gap junction diseluruh atrium kiri pada saat yang sama
dengan penyebaran eksitasi atrium kanan.
 Jalur antaratrium
Terbentang dari nodus SA didalam atrium kanan ke atrium kiri. Karena adanya jalur
ini, gelombang eksitasi dapat menyebar melintasi gap junction diseluruh atrium kiri
pada saat yang sama dengan penyebaran eksitasi di atrium kanan.
 Jalur antarnodus
Terbentang dari nodus SA ke nodus AV. Nodus AV adalah satu-satunya titik kontak
listrik antara atrium dan ventrikel secara structural dihubungkan oleh jaringan ikat
yang tidak menghantarkan listrik, satu-satuny cara agar potensial aksi dapat
menyebar ke ventrikel adalah dengan melewati nodus AV.

2.2.3 Hantaran antara Atrium dan Ventrikel


Potensi aksi dihantarkan secara relative lambat melalui nodus AV. Kelambatan ini
menguntungkan karena memberi waktu bagi ventrikel untuk terisi penuh. Impuls
tertunda sekitar 100mdet (penundaan nodus AV) yang memungkinkan atrium
terdepolarisasi sempurna dan berkontaksi, mengosongkan isinya kkedalam ventrikel
sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi.

2.2.4 Eksitasi Ventrikel


Setelah pelambatan terjadi, impuls dengan cepat berjalan melalui berkas His keseluruh
miokardium ventrikel melalui serat-serat purkinje. Jaringan serat di system panghantar
ventrikel ini menghususkan diri untuk menghantarkan potensial aksi secara cepat.
Keberadaan serat-serat tersebut mempercepat dan mengkoordinasikan penyebaran

18
eksitasi ventrikel untuk memastikan bahwa ventrikel berkontraksi sebagai satu
kesatuan. System penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada
jalur penghantar antaratrium dan antarnodus. Karena massa ventrikel jauh lebih besar
daripada masa atrium dan harus terdapat system penghantar yang cepat untuk segera
menyebarkan eksitasi di ventrikel.

2.2.5 Potensial Aksi di Otot Jantung Kontrkatil Memperlihatkan Fase Datar yang Khas
Potensial aksi di sel otot jantung kontraktil walaupun dimulai oleh sel-sel
pemacu di nodus, cukup bervariasi dalam mekanisme ionic dan bentuknya
dibanding dengan potensial nodus SA. Tidak seperti sel-sel otoritmik, membran sel
kontrakitl pada dasarnya tetap berada dalam keadaan istirahat sebesar -90mV
sampai terkesitasi oleh aktivitas listrik yang merambat dari pemacu. Sekali
membran suatu sel kontraktil miokardium tereksitasi maka terbentuk potensial aksi
melalui proses rumit perubahan permeabilitas dan perubahan membrane potensial
berikut:
1. Selama fase naik potensial aksi, potensial membrane dengan cepat berbalik ke
nilai positif sebesar +30mV akibat peningkatan mendadak permeabilitas
membrane terhadap Na+ yang diikuti oleh influx massif Na+. pembeabilitas Na+
kemudian berkurang kenilai istirahatnya yang rendah tetapi khas untuk sel otot
jantung, membrane potensial dipertahankan di tingkat positif ini selama
beberapa ratus milidetik dan menghasilkan fase datar (plateau phase) potensial
aksi
2. Perubahan voltase mendadak yang terjadi selama fase naik potensial aksi,
menimbulkan dua perubahan permeabilitas bergantung- voltase yang
bertanggung jawab mempertahankan fase datar tersebut: pengaktifan saluran
Ca++ ‘lambat’ dan penurunan mencolok permeabilitas K+. pembukaan saluran
Ca++ menyebabkan difusi lambat Ca++ masuk kedalam sel karena konsentrasi
Ca++ di CES lebih besar. Efek ini diperkuat oleh penurunan permeabilitas K+
yang terjadi bersamaan. Penurunan aliran keluar K+ yang bermuatan positif
mencegah repolarisasi cepat membrane dan dengan demikian ikut berperan
memperlama fase datar

19
3. Fase turun potensial aksi yang berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi saluran
Ca++ dan pengaktifan saluran K+. Penurunan permeabilitas Ca++ menyebabkan
Ca++ tidak lagi masuk kedalam sel sedangkan peningkatan mendadak
permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan menyebabkan difusi cepat K+ yang
positif keluar sel. Dengan demikian, repolarisasi cepat yang terjadi pada akhir
fase datar terutama disebabkan oleh efluks K+ yang kembali membuat bagian
dalam sel lebih negative daripada bagian luar dan memulihkan potensial
membrane ke tingkat istirahat.

2.2.6 EKG (rekaman penyebaran keseluruhan aktivitas listrik jantung)


Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung selama depolarisasi dan repolarisasi
menyebar kedalam jaringan sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan tubuh.
Sebagian kecil dari aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh tempat aktivitas
tersebut dapat dideteksi dengan mengynakan elektroda perekam dan rekaman yang
dihasilkan adalah suatu elektrokardiogram (EKG). Tiga hal penting dalam
mempertimbangkan yang dipresentasikan EKG:
1. EKG adalah rekaman dari sebagian aktivitas listrik yang diinduksi di cairan tubuh
oleh impuls jantung yang memcapai permukaan tubuh, bukan rekaman langsung
aktivitas listrik jantung yang sebenarnya
2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan penyebaran keseluruhan
aktivitas diseluruh jantung sewaktu depolarisasi dan repolarisasi. EKG bukan
rekaman suatu potensial aksi disebuah sel pada suatu saat. Rekaman disetiap saat
mencerminkan jumlah aktivitas listrik disemua sel otot jantung yang sebagian
mungkin mengalami potensial aksi, sementara yang lain mungkin belum diaktifkan.
3. Rekaman mencerminkan perbandingan dalam voltase yang terdeteksi oleh elektroda-
elektroda di dua titik berbeda dipermukaan tubuh, bukan potensial aksi sebenarnya.

20
2.3. Mekanis Siklus Jantung
Proses mekaniss siklus jantung adalah kontraksi, relaksasi dan peubahan aliran darah
melalui jantung yang ditimbulkannya. Proses mekaniss jantung disebabkan oleh perubahan
ritmik aktivitas listrik jantung. (Sherwood,2016)

Siklus jantung terdiri dari:

 Sistole (kontraksi dan pengosongan), terjadi karena penyebaran eksitasi ke seluruh


jantung.
 Diastole (relaksasi dan pengisian), mengikuti repolarisasi otot jantung.

Atrium dan ventrikel melakukan siklus sistole dan diastole secara terpisah.

SUMBER: SHERWOOD 2016

21
Gambar diatas adalah diagram siklus jantung. Diagram ini menggambarkan
berbagai peristiwa yang terjadi bersamaan selama siklus jantung. Ikuti setiap strip
horizontal untuk melihat perubahan yang terjadi di elektrokardiogram; tekanan aorta,
ventrikel, dan atrium; volume ventrikel; dan suara jantung sepanjang siklus. Separuh
terakhir dari diastole, satu sistol penuh dan diastole (satu siklus jantung penuh), dan sistol
lainnya diperlihatkan untuk sisi kiri jantung. Ikuti setiap strip vertikal ke bawah untuk
melihat apa yang terjadi bersamaan dengan masing-masing faktor ini selama setiap fase
siklus jantung. Sketsa-sketsa jantung menggambarkan aliran darah miskin O2 (biru tua)
dan kaya O2 (dark pink) keluar-masuk ventrikel selama siklus jantung

2.3.1. Middiastole Ventrikel


Tahap ini berkorespondensi dengan intrval TP pada EKG, interval setelah
repolarisasi ventrikel dan sebelum depolarisasi atrium berikutnya. Peristiwa yang
terjadi darah dari vena mengalir ke atrium maka tekanan atrium sedikit lebih tinggi dari
ventrikel, meski ventrikel dalam keadaan relaaksasi (titik 1). Karena perbedaan tekanan
ini katup AV terbuka dan darah mengalir dari atrium ke ventrikel sepanjang diastole
ventrikel (Gambar jantung A). Akibat pengisian pasif ini volume ventrikel meningkat
secara perlahan bahkan sebelum atrium memulai kontraksi (titik 2)
2.3.2. Menjelang Akhir Diastole Ventrikel

Menjelang akhir diastole ventrikel nodus SA mencapai ambang dan melepaskan


muatan, impuls menyebar ke seluruh atrium, pada EKG tampak gelombang P (titik 3).
Depolarisasi atrium menyebabkan kontraksi atrium (titik 4) dan memeras banyak darah
ke ventrikel. Peningkatan tekanan ventrikel (titik 5) terjadi secara bersamaan dengan
peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh volume darah yang dimasukkan ke
ventrikel oleh atrium (titik 6, gambar jantung B). Sepanjang kontraksi atrium tekanan
atrium sedikit lebih tinggi dari ventrikel yang menybabkan katup AV tetap terbuka.

2.3.3. Akhir Diastole Ventrikel


Pada saat ini pengosongan atrium dan pengisian ventrikel telah tuntas. Volume
darah di ventrikel di akhir diastole (titik7) disebut Volume Diastolik Akhir (VDA)
sekitar 135 ml. Tidak ada lagi volume darah yanga akan ditambahkan pada fase

22
diastolik ini. karena itu, volume diastolik akhir adalah jumlah maksimal darah yang
akan dikandung oleh ventrikel selama siklus ini.

2.3.4. Eksitasi Ventrikel dan Awitan Sistole Ventrikel


Impuls merambat melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk
merangsang ventrikel.kompleks QRS ini menggambarkan eksitasi ventrikel ini (titik
8), yang memicu kontraksi ventrikel. Kurva tekanan ventrikel meningkat tajam segera
setelah kompleks QRS, mengisyaratkan awitan sistole ventrikel (titik 9). Jeda singkat
antara kompleks QRS dan awitan sistole ventrikel yang sebenarnya adalah waktu yang
diperlukan untuk terjadinya proses penggabungan eksitasi-kontraksi. Sewaktu
kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium.
Berbaliknya tekanan ini memaksa katup AV menutup.

2.3.5. Kontraksi Ventrikel Isovolumetrik


Selanjutnya untuk membuka katup aorta, tekanan ventrikel harus melebihi tekanan
aorta. Karena itu, saat katup AV tertutup dan sebelum katup aorta terbuka, ventrikel
menjadi ruang tertutup (titik 10). Sehingga pada saat ini tidak ada darah yang masuk
atau keluar dari ventrikel, ini dinamai dengan ventrikel isovolumterik (volume dan
panjang konstan) (gambar jantung C). Pada kondisi ini volume rongga ventrikel tidak
dan panjang serat ototnya tidak berubah. Selama kontrkasi ventrikel isovolumetrik,
tekanan veentrikel terus meningkat karena volume tidak berubah (titik 11).

2.3.6. Ejeksi Ventrikel


Ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta (titik 12) katup aorta terbuka dan
dimulailah ejeksi (penyemprotan) darah (gambar jantung D). Jumlah darah yang
dipompa keluar dari masing masing ventrikel pada setiap kontraksi disebut Isi
Sekuncup (IS). Kurva tekanan aorta meningkat sewaktu darah dipaksa masuk kedalam
aorta dari ventrikel lebih cepat dari pada darah mengalir ke dalam pembuluh yang lebih
halus disebelah hilir (titik 13). Volume ventrikel menurun secara bermakna sewaktu
darah dengan cepat dipompa keluar (titik 14). Sistole ventrikel mencakup periode
kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi ventrikel.

23
2.3.7. Akhir Sistole Ventrikel
Ventrikel tidak mengosongkan isinya secra sempurna selama fase ejeksi. Pada
keadaan normal hanya separuh darah didalam ventrikel pada akhir diastole dipompa
keluar selama sistole berikutnya. Jumlah darah yang tertinggal ini disebut dengan
volume sistole akhir (VSA) yang rerata besarnya 65 ml (titik 15). Ini adalah jumlah
darah yang paling sedikit yang terkandung dalam ventrikel selama siklus ini. IS=VDA-
VSA
2.3.8. Repolarisasi Ventrikel dan Awitan Diastole Ventrikel
Gelombang T menandakan repolarisasi ventrikel pada akhir sistole ventrikel (titik
16). Sewaktu ventrikel mulai melemas pada repolarisasi, tekanan ventrikel turun
dibawah tekanan aorta dan katup aorta menutup (titik 17). Penutupan katup aorta
menyebabakan gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta, takik dikrotik (diktic
notch) (titik 18) tidak adaa lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini,
karena katup aorta telah tertutup.
2.3.9. Relaksasi Ventrikel Isovolumetrik
Saat katup aorta menutup, katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih
lebih tinggi dari atrium, sehingga tidak ada darah yang masukke ventrikel dari atrium,
ini disebut sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik (titik 19/ gambar jantung E).
Panjang serat otot dan volume rongga tidak berubah (titik 20). Tidak aada darah yang
masuk atau keluar ventruikel dan tekanan terus menurun.

2.3.10. Pengisian Ventrikel


Ketika tekanan ventrikuel turun dibawah tekanan atrium, katup AV terbuka (poin
21) dan pengisian ventrikel terjadi lagi. Diastole ventrikel meliputi relaksasi ventrikel
isovolumetric dan pengisian ventrikel.repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel
terjadi secara bersamaan. Darah terus menerus mengalir dari vena pulmonal ke atrium
kiri. Ketika aliran darah yang masuk ke atrium, tekanan atrium akan terus naik (titik
22). Ketika katup AV terbuka pada akhir sistole ventrikel, darah yang terkumpul di
atrium mengalir deras masuk ventrikel (kembali ke gambar jantung A). Karena itu
pengisian ventrikel mula mula berlangsung cepat (titik 23) karena meningkatnya

24
tekanan atrium yang terjadi akibat akumulasi darah di atrium. Pengisian ventrikel
melambat (titik24) sewaktu darah yang terakumulasi tersebut sudah disalurkan ke
ventrikel dan tekanan di atrium mulai turun. Selama penurunan pengisian ini, darah
terus mengalir dari vena pulmonalis ke atrium kiri dan menembus katup AV ke dalam
ventrikel kiri. Selama diastole ventrikel tahap akhir, ketika pengisian ventrikel
melambat, nodus SA kembali melepaskan muatan dan siklus jantung kembali berulang
(titik 25).
Total durasi siklus jantung, termasuk sistol dan diastole, adalah kebalikan dari
denyut jantung. Misalnya, jika denyut jantung adalah 72 denyut / menit, durasi siklus
jantung adalah 1/72 denyut / menit — sekitar 0,0139 menit per denyut, atau 0,833 detik
per denyut. Pada denyut jantung normal 72 denyut / menit, sistol terdiri dari sekitar 0,4
dari seluruh siklus jantung. Pada tiga kali denyut jantung normal, sistol sekitar 0,65
dari seluruh siklus jantung. Ini berarti jantung berdetak dengan sangat cepat tidak tetap
cukup lama untuk memungkinkan pengisian penuh ruang jantung sebelum kontraksi
berikutnya (Hall,2011).
Selama siklus jantung dapat diidengar 2 bunyi jantung melalui stetoskop. Bunyi
jantung pertama bernada rendah (lub). Bunyi jantung kedua yang bernada lebih tinggi,
lebih singkat dan lebih tajam (dub). Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan
katup AV dan bunyi jantung kedua berkaiatan dengan penutupan katup semilunar.
Sedangkan pembukaan katup tidak menimbulkan suara apapun. Bunyi disebabkan oleh
getaran yang terbentuk didalam dinding ventrikel dan arteri besar sewaktu katup
menutup. karena katup AV menutup pada permulaan kontreaksi ventrikel, ketika
tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, maka bunyi jantung pertama
menandakan awitan sistole ventrikel (titik 9). Katup semilunar menutup pada
permulaan relaksasi ventrikel , sewaktu tekanan ventrikel kiri dan kanan masing
masing turun dibawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Karena itu bunyi jnatung
kedua menandakan awirtan diastole ventrikel (titik17).
Bunyi jantung abnormal disebut murmur/bising. Aliran darah secara normal
mengalir secara laminar yaitu lapisan lapisan cairan meluncur secraa halus satu sama
lain. Namun ketika aliran darah menjadi turbulen barulah menimbulkan suara.
Penyebab tersering turbulensi adalah malfungsi katup baik stenotik maupun

25
insufisiensi. Katup stenotik adalah katup kaku tidak menyempit yang tidak membuka
sempurna.darah dipaksa melewati lubang kecil dengan kecepatan sangat tinggi
sehingga terjadi turbulensi yang menimbulkan suara siulan. Katup insufisiensi atau
inkompeten adalah katup tidak menutup dengan sempurna, biasanya terjadi karena ada
jaringan parut pada tepi katup sehingga katup tidak dapat menutup dengan sempurna.
Turbulensi terjadi karena darah mengalir balik melewati katup yang insufien sehingga
aliran darah balik (regurgitasi) bertumbukan dengan darah yang mengalir dalam arah
yang berlawanan menciptakan murmur berdesis. Katup insufisiensi sering disebut
dengan katup bocor. (Sherwood,2016)

2.4. Curah Jantung dan Faktor yang Mempengaruhinya


Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompakan oleh
ventrikel per menit. Volume darah mengalir dalam sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik.
Berikut adalah gambaran aliran darah yang terkait dengan curah jantung:

Gambar 1. Aliran Darah Terkait Curah Jantung

Regulasi curah jantung dipengaruhi oleh heart rate (frekuensi kontraksi/denyut


jantung) per menit yang terjadi karena adanya irama nodus SA dan stroke volume (volume
sekuncup) yaitu volume darah yang dipompakan setiap 1 kali jantung berkontraksi).
Volume curah jantung dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Curah Jantung = Frekuensi Denyut Jantung x Volume Sekuncup

26
Frekuensi denyut jantung saat istirahat rata-rata adalah 70 kali per menit dan
volume sekuncup istirahat rata-rata adalah 70 ml per denyut maka curah jantung sejumlah
4900 ml atau berkisar 5 liter per menit.
Total volume darah dalam tubuh adalah sama dengan volume darah yang
dipompakan setiap menitnya. Curah jantung dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh. Jantung
akan bekerja lebih cepat (meningkatkan denyut jantung) dan lebih kuat (meningkatkan
volume sekuncup) ketika ada aktivitas fisik yang berat. Curah jantung menentukan tekanan
arterial yang dikenal dengan tekanan darah yaitu tekanan sistolik dan tekanan diastolik.
Kontrol curah jantung dipengaruhi oleh denyut jantung dan volume sekuncup yang
distimuli oleh kerja saraf otonom simpatis dan parasimpatis.

Gambar 2. Kontrol Curah Jantung

2.4.1. Heart Rate (Frekuensi Denyut Jantung)


Variasi denyut jantung dapat diakibatkan oleh aktivitas fisik, hormon, suhu tubuh,
tekanan darah, kecemasan, stress, dan nyeri. Regulasi denyut jantung diatur oleh
adanya kerja saraf otonom involunter simpatis dan parasimpatis.
Saraf Simpatis. Sistem saraf simpatis berada di antara vertebrata thoraks kesatu
dan kelima serta berakhir di seluruh area jantung. Saraf simpatis bekerja pada situasi
emergency yang membutuhkan aliran darah lebih banyak. Saraf simpatis berpengaruh
pada aktivitas medula adrenal yang apabila terstimulasi akan mensekresikan
katekolamin (neurotransmitter epineprin dan norepineprin). Epineprin dan
norepineprin ini berinteraksi dengan reseptor adrenergik yang terletak dalam membran
jantung dan pembuluh darah yang memiliki efek terhadap (1) Peningkatan denyut

27
jantung, (2) peningkatan kecepatan konduksi melalui nodus AV, (3) peningkatan
kontraktilitas atrium dan ventrikel, dan (4) Vasokonstriksi perifer.
Saraf Parasimpatis. Saraf parasimpatis mempersarafi nodus SA, nodus AV,
ventrikel, dan sistem purkinje Stimulasi terhadap saraf parasimpatis akan menurunkan
denyut jantung dan mengurangi konduktivitas arteri. Saraf parasimpatis yang
terstimulasi akan menurunkan depolarisasi nodus SA, menurunkan rangsang nodus
AV, memperpendek kontraktil sel atrial memperlambat mencapai titik ambang
sehingga akan menurunkan frekuensi denyut jantung.

Gambar 3. Pengaruh Saraf Otonom pada Nodus SA


Perubahan aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis yang terjadi merupakan respon
terhadap rangsang reseptor sensorik yang penting bagi refleks jantung yaitu baroreseptor
arteri, reseptor regang kardiopulmonal di atrium dan vena, dan kemoreseptor.

2.4.2. Baroreseptor
Baroreseptor adalah ujung saraf yang peka terhadap rangsang regangan yang
dipengaruhi oleh tekanan darah arteri. Letaknya di dinding arkus aorta dan sinus
carotid. Peningkatan tekanan darah menstimulasi baroreseptor untuk mengirimkan
impuls ke medula oblongata kemudian menstimuli sistem saraf parasimpatis dari
nukleus motorik dorsal nervus vagus, selanjutnya akan mengeluarkan neurotransmiter
asetilkolin yang menghasilkan efek inhibisi dengan berikatan dengan reseptor
muskarinik. sehingga terjadi penurunan denyut jantung dan tekanan darah arteri
(respon vagal). Ketika tekanan darah menurun baroreseptor menerima sedikit regangan

28
dan mengirimkan impuls ke medula oblongata lebih sedikit. Kemudian terjadi aktivitas
saraf simpatis yang meningkatkan tekanan darah dan vasokonstriksi.

2.4.3. Reseptor Regang Kardiopulmonal


Terletak di perbatasan vena cava dan atrium. Apabila terjadi penurunan tekanan
darah di vena cava dan atrium kanan (misal hipovolemik), reseptor akan mengirimkan
impuls ke sistem saraf pusat yang diteruskan menjadi aktivitas saraf simpatis yang
mengaktivasi adrenal di ginjal untuk meningkatkan retensi garam dan air. Perubahan
ini juga merangsang pengeluaran hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior.
Kondisi hipervolemik mengakibatkan efek yang berlawanan.

2.4.4. Kemoreseptor
Terdapat pada arkus aorta dan badan karotid. Peka terhadap peningkatan CO2,
penurunan pH arteri (asedemia), dan secara sekunder peka terhadap hipoksemia. Ketika
terjadi kondisi tersebut kemoreseptor menghantarkan impuls ke saraf pusat untuk
meningkatkan denyut jantung.

2.4.5. Stroke Volume (Volume Sekuncup)


Volume sekuncup dikaitkan dengan kontraktilitas miokard/otot jantung yang salah
satunya dipengaruhi oleh beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Secara
fisiologis semakin besar volume ventrikel selama diastolik, semakin teregang serat
jantung sebelum stimulasi, dan akan semakin besar pula kekuatan kontraksi berikutnya.
Mekanisme tersebut sesuai dengan Hukum Frank Starling yaitu:
 Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang
dipompakan ke aorta.
 Secara fisiologis, jantung memompakan ke seluruh tubuh darah yang kembali ke
jantung tanpa menyebabkan penumpukan di vena.
 Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun jumlah darah yang
besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali dari vena.
Beban awal (preload) merupakan beban yang diterima ventrikel kiri saat akhir diastol.
Hal ini sama dengan volume akhir diastolik ventrikel kiri (left ventricular end diastolic

29
volume) dan tekanan pada akhir diastol disebut tekanan akhir pengisian akhir diastol
ventrikel kiri (left ventricular filling pressure). Beban awal ditentukan oleh jumlah
darah yang kembali dari sistem vena ke atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru
untuk kembali ke ventrikel kiri. Beban akhir merupakan beban yang dihadapi otot
jantung saat berkontraksi memompa darah keluar ventrikel kiri menuju aorta. Beban
akhir berhubungan dengan tekanan darah arteri dan karakteristik katup. Semakin tinggi
tekanan darah mengakibatkan semakin berat jantung untuk memompakan darah.
Volume sekuncup berbanding terbalik dengan beban akhir. Contoh jika beban akhir
meningkat karena vasokonstriksi perifer maka serabut otot jantung memendek dan
ejeksi darah menjadi kurang efektif.

Ejeksi = Volume Sekuncup / Volume Akhir Diastolik


Kendali volume sekuncup dipengaruhi oleh:
1. Faktor intrinsik berhubungan dengan jumlah aliran balik vena. Kontrol volume
sekuncup bergantung pada hubungan panjang tegangan otot jantung. Kemampuan
perubahan volume sekuncup ini bergantung pada korelasi langsung antara volume
akhir diastolik dan volume sekuncup.
2. Faktor ekstrinsik dengan menstimulasi saraf simpatis jantung.
Berikut gambaran tentang volume sekuncup :

Gambar 4. Stimulasi Simpatis terhadap Volume Sekuncup

30
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Kerja Jantung
Jantung manusia melalui kontraksi yang ritmiks, menyediakan tekanan untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Aliran darah penting untuk mengirimkan nutrisi ke
jaringan tubuh dan untuk membawa sampah metabolik termasuk panas untuk dikeluarkan
dari tubuh (Black, 2014).
Berdasarkan fungsinya, jantung merupakan dua pompa yang bekerja serentak. Atrium
kanan dan ventrikel kanan menghasilkan tekanan untuk mengalirkan darah (mengandung
sedikit oksigen) melalui sirkulasi pulmonal; atrium kiri dan ventrikel kiri mengalirka darah
(mengandung banyak oksigen) melalui sirkulasi sistemik (Black, 2014). Berikut akan
dibahas apa saja faktor yang mempengaruhi kerja jantung.
2.5.1. Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom adalah efektor ekstremitas pada refleks baroreseptor dan
berperan penting dalam pengaturan:
a. Denyut jantung (efek kronotropik)
b. Kontraktilitas miokardium (efek inotropik)
c. Kecepatan konduksi nodus AV (efek dromotropik)
d. Hambatan pembuluh darah perifer (kontriksi dan dilatasi arteriol)
e. Aliran balik vena (konstriksi dan dilatsi venula dan vena)

Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis secara umum berpengaruh


terhadap adaptasi kardiovaskular. Respon sistem saraf otonom adalah involunter.
Sistem saraf parasimpatis berasal dari nucleus motorik dorsal nervus vagus di
medulla oblongata. Saraf parasimpatis mempersarafi nodus SA atrium, nodus AV
dan ventrikel serta Purkinje. Ketika terstimulasi, ujung saraf parasimpatis
mengeluarkan neurotransmitter asetilkolin, yang menghasilkan efek inhibisi
dengan beikatan dengan reseptor muskarinik. Stimulasi parasimpatis menurunkan
kecepatan nodus SA sehingga menurunkan denyut jantung; konduktivitas artrial
juga berkurang (Black, 2014).

31
Serabut saraf simpatis berada di antara vertebra toraks kesatu dan kelima
serta berakhir di seluruh area jantung. Ketika terstimulasi, ujung saraf
mengeluarkan neurotransmitter norepinefrin dan menyebabkan efek (Black, 2014):

a. Peningkatan denyut jantung


b. Peningkatan kecepatan konduksi melalui nodus AV
c. Peningkatan kontraktilitas atrium dan ventrikel
d. Vasokontriksi perifer dengan berikatan dengan reseptor adregenik,
mengaktifkan protein G dan membuka kanal ion

Sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap aktivitas adrenal. Respons


medulla adrenal terhadap stimulasi adalah dengan menyekresikan katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin) ke sirkulasi. Norepinefrindan epinefrin berinteraksi
engan reseptor adregenik yang terletak di dalam membrane sel jantung dan
pembuluh darah. Respons terhadap stimulasi bergantung tipe dan lokasi reseptor
adregenik yang terlibat. Terdapat lima tipe reseptor sebagai berikut (Black, 2014):

a. Reseptor adregeik-alfa1
Terletak di arteri dan vena perifer. Ketika terstimulasi, reseptor alfa
menghasilkan respons vasokontriksi yang cukup kuat.
b. Reseptor adregeik-alfa2
Terletak di beberapa jaringan. Respons berupa kontraksi otot polos vaskular,
inhibisi terhadap lipolysis, inhibisi neurotransmisi, dan peningkatan agregasi
trombosit.
c. Reseptor adregeik-beta1
Sebagian besar terletak di jantung. Ketika terstimulasi menyebabkan
peningkatan denyut jantung, konduksi nodus AV, dan kontraktilitas
miokardium. Hal ini menyebabkan peningkatan curah jantung dan tekanan
darah.
d. Reseptor adregeik-beta2
Ditemukan di otot polos arteriol dan dinding bronkus. Stimulasi menyebabkan
dilatasi otot polos menghasilkan vasodilatasi dan bronkodilatasi arteri.

32
e. Reseptor adregeik-beta3
Ditemukan di jaringan adiposa sehingga mendorong lipolysis. Secara tidak
langsung, hal ini memengaruhi jantung karena miokardium dapat menggunakan
asam lemak sebagai bahan metabolik. Sampai saat ini, belum ada peran langsung
reseptor ini terhadap jantung.

2.5.2. Pengaruh Ion Kalium


Kelebihan kalium dalam cairan ekstraseluler menyebabkan jantung menjadi
melebar dan lembek dan juga memperlambat denyut jantung. Sejumlah besar juga
dapat memblokir konduksi impuls jantung dari atrium ke ventrikel melalui nodus
AV. Peningkatan konsentrasi kalium hanya menjadi 8 hingga 12 mEq / L (dua
sampai tiga kali nilai normal) dapat menyebabkan kelemahan jantung dan irama
abnormal seperti kematian. Efek-efek ini sebagian dihasilkan dari fakta bahwa
konsentrasi kalium yang tinggi dalam cairan ekstraseluler mengurangi potensi
membran istirahat dalam serat otot jantung. Artinya, konsentrasi kalium di
ekstraseluler tinggi secara parsial mendepolarisasi membran sel, menyebabkan
membran potensial menjadi kurang negatif. Ketika potensial membran menurun,
intensitas potensial aksi juga menurun, yang membuat kontraksi jantung semakin
lemah (Guyton, 2010).

33
2.5.3. Pengaruh Ion Kalsium
Kelebihan ion kalsium menyebabkan efek hampir persis berlawanan dengan
ion potasium, menyebabkan jantung kontraksi kejang. Ini disebabkan oleh efek
langsung ion kalsium untuk memulai proses kontraktil jantung. Sebaliknya,
kekurangan ion kalsium menyebabkan kelenturan jantung, mirip dengan efek
kalium tinggi. Untungnya, kadar ion kalsium dalam darah biasanya diatur dalam
rentang yang sangat sempit. Oleh karena itu, efek jantung dari konsentrasi kalsium
yang abnormal jarang menjadi perhatian klinis (Guyton, 2010).

2.5.4. Pengaruh Suhu pada Fungsi Jantung


Peningkatan suhu tubuh, seperti yang terjadi ketika seseorang mengalami
demam, menyebabkan denyut jantung sangat meningkat, kadang-kadang menjadi
dua kali lipat normal. Temperatur yang menurun menyebabkan denyut jantung
yang sangat menurun, turun hingga serendah beberapa denyut per menit ketika
seseorang mendekati kematian dari hipotermia dalam kisaran suhu tubuh 60 °
hingga 70 ° F. Efek ini mungkin hasil dari fakta bahwa panas meningkatkan
permeabilitas membran otot jantung terhadap ion yang mengontrol denyut jantung,
menghasilkan percepatan proses eksitasi diri.

Kekuatan kontraktil dari jantung sering ditingkatkan sementara oleh


peningkatan suhu yang moderat, seperti yang terjadi selama latihan tubuh, tetapi
peningkatan suhu yang berkepanjangan menguras sistem metabolisme jantung dan
akhirnya menyebabkan kelemahan. Oleh karena itu, fungsi jantung yang optimal
sangat tergantung pada kontrol suhu tubuh yang tepat oleh mekanisme kontrol suhu
(Guyton, 2010).

2.5.5. Pengaruh Hormonal dan Faktor Lainnya


Selain epinefrin dan norepinefrin dari medulla adrenal, beberapa hormon
lain secara tidak langsung dapat mengatur curah jantung dengan mengendalikan
volume cairan tubuh (tekanan vena dan aliran balik vena). Hormon terpenting
meliputi ADH dan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Faktor-faktor lain

34
juga berpengaruh terhadap aktivitas jantung dan tekanan darah. Sebagai contoh,
input korteks serebri dari rasa marah, takut, nyeri atau kegembiraan dapat
meningkatkan efek sistem saraf parasimpatis (Black, 2014).

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


2.6.1 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya tekanan darah:

1. Tahanan Periferal

Sistem peredarah darah mempunyai sistem tekanan yang tinggi (arteria) dan sistem
tekanan yang rendah (kapiler dan vena), diantara keduanya terdapat arteriola,
pembuluh otot yang halus. Arteriola dalam kondisi overkontraksi disebut
Vasoconstriction (penyempitan lubang pembuluh darah), dan dalam kondisi
sebaliknya ketika dinding arteriola kendur dan memperbesar jumlah darah yang
dapat masuk ke arteriola sehingga kemudian arteriola tersebut mengembung maka
disebut Vasodilatation (pelebaran pembuluh darah). Penyempitan pembuluh darah
yang melebihi normal akan menyebabkan peningkatan tekanan darah.

3. Gerakan Memompa Jantung


Semakin banyak darah dipompakan kedalam arteri (yaitu jika stroke volume
bertambah) arteri akan lebih menggelembung, mengakibatkan bertambahnya
tekanan darah. Jika darah yang dipompakan lebih sedikit (yaitu jika stroke
volume berkurang) maka tekanan darah akan turun.

4. Volume Darah
Ketika volume darah menurun, misalnya akibat perdarahan, tekanan darah akan
menurun akibat dari penurunan tekanan pada arteri. Bertambahnya jumlah darah
akan memperbesar tekanan karena akan terdapat lebih banyak tekanan pada arteria.

5. Viskositas Darah
Kekentalan darah merupakan seberapa besar daya lekat dari cairan terhadap
dindingnya. Kekentalan darah tergantung kepada perbandingan sel darah dengan
plasma. Semakin kental darah, maka akan semakin tinggi tekanan darahnya; yaitu

35
semakin kental darah, semakin banyak tenaga yang diperlukan untuk
mendorongnya. Dalam klinik untuk melihat viskositas dari darah dapat terlihat pada
pemeriksaan Hematokrit.

6. Elastisitas Dinding Pembuluh Darah


Arteri mengandung banyak sekali sejumlah besar jaringan elastis yang
memungkinkan melentur. Apabila jantung istirahat antara tiap denyut, dinding
arteria akan mengerut meskipun tekanan di dalamnya tidak menurun sampai nol.
Keadaan yang terus menekan itu membuat darah terus masuk ke dalam pembuluh
kapiler dan vena secara terus menerus, tidak berupa semburan-semburan. Secara
serempak arteriola yang biasanya menegang memberikan penolakan tertentu;
karena itu elastisitas dinding tersebut disamping penolakan pada arteriola
membantu terjadinya tekanan darah yang normal. Pembuluh darah yang
elastisitasnya sedikit memberikan lebih banyak penolakan dibandingkan dengan
pembuluh yang elastisitasnya besar. Jika penolakan bertambah, maka tekanannya
pun akan bertambah, misal pada klien dengan atherosklerosis.

7. Tekanan Gravitasi

2.6.2. Faktor Lain yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Terdapat beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah, antara lain :
1. Usia
Seseorang yang lebih tua akan mengalami tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan usia yang lebih muda, hal ini disebabkan beberapa hal,
antara lain : luas permukaan tubuh, aktifitas, kekenyalan/elastisitas dinding
pembuluh darah.
2. Jenis Kelamin
Wanita biasanya mempunyai tekanan darah lebih rendah daripada pria pada usia
yang sama, hal ini disebabkan dari pola aktifitas yang terjadi dan juga pengaruh
hormonal, terkecuali ketika wanita tersebut sedang hamil, menstruasi.

36
3. Metabolisme
Tekanan darah akan naik setelah kita makan dimana dengan terjadinya
reabsorbsi makanan dan peningkatan kerja dari otot-otot tubuh akan
mengakibatkan tubuh membutuhkan suplai darah yang lebih cepat.
4. Aktifitas
Tekanan darah biasanya akan meningkat setelah kita melakukan aktifitas
beberapa lama terutama ketika kita berolah raga/bekerja berat.
5. Emosi
Marah, takut dan kegembiraan umumnya akan meningkatkan tekanan darah,
dimana aldosteron diproduksi yang mengakibatkan retensi cairan dan natrium
dalam tubuh sehingga meningkatkan volume vaskuler.
6. Posisi
Biasanya orang yang sedang berbaring maka tekanan darahnya akan lebih
rendah dibandingkan dengan seseorang yang dalam kondisi berdiri.
Penurunan tekanan darah yang signifikan pada klien dalam posisi berbaring
kepada posisi duduk atau berdiri disebut dengan Hipotensi Orthostatic.
7. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT berkorelasi dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. IMT
dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena
risiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang
dikatakan kelebihan berat badan jika IMT ≥ 25 dan dikatakan obesitas apabila
≥30. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah terutama
tekanan darah sistolik bilamana 5 kg dari berat badan yang berlebih hilang maka
akan menurunkan 2-10 poin tekanan darah sistolik.
8. Letak tempat pengukuran
Untuk mengukur tekanan darah yang akurat dibutuhkan posisi lengan atas yang
sejajar dengan jantung untuk menhindari efek dari tekanan hidrostatik. Terdapat
peningkatan tekanan sekitar 5-6 mmHg ketika lengan diturunkan dari posisi
vertikal dan horizontal. Untuk menghindari kesalahan pembacaan, maka posisi
lengan atas harus sejajar dengan jantung. Pada setiap 2,5 cm di atas atau di bawah
tingkat jantung akan memberikan perbedaan pembacaan sekitar 1-2 mmHg.

37
Posisi lengan yang lebih rendah dari tingkat jantung akan menghasilkan nilai
sistolik dan diastolik yang tinggi.

2.6.3 Faktor yang Mengontrol Tekanan Darah


1. Cardiac Output
Cardiac output merupakan jumlah darah yang dipompakan oleh jantung permenit
selama kontraksi ventrikel. Pada saat istirahat, ventrikel kiri normalnya
memompakan darah satu kali pompa sekitar 70 ml, hal ini disebut Stroke Volume.
Cardiac output normalnya sekita 5 liter, yaitu sekitar 70 ml dikalikan jumlah
kontraksi permenit (+ 70 x) jadi sekitar 4900 ml atau setara dengan 5 liter.
Cardiac output meningkat ketika demam dan melakukan kegiatan, dan tekanan
sistolik dapat meningkat sebagai akibatnya. Meskipun begitu, cardiac output dapat
menurun sebagai akibat dari penyakit jantung sehingga tekanan sistolik menjadi
menurun.

2. Volume Darah
Peningkatan atau penurunan dari volume darah juga dapat mempengaruhi tekanan
darah. Normalnya, pada seorang dewasa mempunyai sekitar 6 liter darah dalam
sirkulasi. Kehilangan darah mengakibatkan dehidrasi sehingga mengakibatkan
tekanan sistolik dan diastolik menurun. Peningkatan volume darah, misalnya akibat
dari pemberian transfusi akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

3. Elastisitas Dinding Arteri


Dinding arteri biasanya mempunyai jaringan yang elastis yang memungkinkannya
menghasilkan sistole dan retraksi selama diastole (Sistole merupakan periode dari
kontraksi ventrikel jantung. Diastolemerupakan periode relaksasi dari ventrikel
jantung). Pada klien dengan Arteriosclerosis, arteri kehilangan keelastisitasannya
dan menjadi kaku. Kondisi ini seringkali terlihat pada orang tua, sebagai akibatnya
adalah tekanan sistolik biasanya meningkat dikarenakan arteri tidak memberikan
tekanan dan tekanan diastolik biasanya menurun karena arteri mempunyai daya
retraksi yang terbatas sebalam relaksasi ventrikel.

38
4. Ukuran Arteriola dan kapiler
Ukuran dari arteriola dan kapiler akan menentukan tahanan perifer dari darah
terhadap tubuh. Lumen merupakan suatu terowongan (channel) dengan adanya
lubang. Lumen yang lebih kecil akan memperbesar resistansi.

39
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 KONSEP DASAR STEMI


SKA (Sindrom Korroner Akut) atau ACS (Acute Coronary Syndrome) adalah situasi yang
muncul ditandai oleh onset akut iskemia miokard yang mengakibatkan kematian miokard
(yaitu, MI) jika intervensi definitif tidak terjadi segera. (Meskipun istilah oklusi koroner,
serangan jantung, dan MI digunakan secara sinonim, istilah yang diinginkan adalah MI.)
Spektrum ACS termasuk angina tidak stabil, elevasi MI non-elevasi (NSTEMI), dan elevasi
ST-segmen MI (STEMI).
STEMI adalah ST Elevation Myocardial Infarctio. Atau disebut juga dengan infark
miokard akut dengan elevasi ST.
Jadi dapat dikatakan bahwa STEMI merupakan bagian dari spektrum Sindrom Koroner
Akut (SKA). Umunya STEMI terjadi jika aliran darah coroner menurun secara mendadak
setelah okulasi thrombus pada plak atersklerosis yang sudah ada sebelumnya.
Menurut Brunner and suddarth (2010) , infark miokard mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah coroner
berkurang. Menurut PERKI (2015), STEMI adalah kejadian oklusi mendadak di arteri
coroner epicardial dengan gambaran EKG elevasi segmen ST.

40
Acute coronary syndrome

Cardiac biomarkers
Diagnostic
test

EKG

Negatif Positive
Unstable
angina

Myocardial Infarction

NSTEMI STEMI

ST- Segment depression ST- Segment elevated

ST-Segment disappears when T wave inverted but disappears


ischemia resolves within hours of MI

Inverted myocardial ischemia abnormal Q wave appears

Myocardial ischemia Myocardial infarction

41
3.2 TANDA DAN GEJALA
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri coroner berat yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular dimana
injuri ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
3.2.1 Nyeri dada pada STEMI
Nyeri dada pada STEMI merupakan nyeri yang ditimbulkan oleh adanya penurunan
aliran darah coroner yang menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik mengakibatkan penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah
ke jantung sumbatan aliran darah berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak
adekuat (iskemia). Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dan menimbulkan adanya nyeri
dada

Sifat nyeri dada karna STEMI:


 Lokasi
Substernal, retrosternal dan precordial (biasanya tidak bisa ditunjuk)
 Sifat nyeri
Rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa seperti ditusuk,
rasa diperas dan dipelintir
 Penjalaran
Biasanya kelengan kiri, dapat juga keleher, rahang bawah, gigi, punggung/
interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
 Faktor pencetus

Latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan


 Gejala yang menyertai
Mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas

42
Pada STEMI, gejala-gejala diatas disertai dengan perubahan EKG dan enzim
jantung.
Nyeri dengan gambaran dibawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri
dada nonkardiak):
 Nyeri pleuritic (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
 Nyeri abdomen tengah atau bawah
 Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama didaerah apeks ventrikel
kiri atau pertemuan kostokondral
 Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
 Nyeri dada durasi beberapa detik
 Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

Stimulus yang mengenasi tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan
substansi kimia seperti histamin, bradykinin dan kalium. Substansi tersebut menyebabkan
nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri makan akan timbul impuls
saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer.
Serabut saraf perifer yang akan membawa impuls saraf ada 2 jenis yaitu serabut A-delta
dan serabut C. Impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut saraf sampai ke kornu dorsalin
medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan
neutrotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf
perifer ke saraf traktur spinotalamus yang memungkinkan impuls saraf ditransmisikan lebih
jauh kedalam system saraf pusat. Setelah impuls saraf sampai di otak, otak mengolah impuls
saraf kemudian akan timbul persepsi dari nyeri juga respon reflek protektif terhadap nyeri.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
menjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, dan
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboxan A2. Tromboxan A2 mentsimulasi sintesis prostaglandin, selanjutnya
prostaglandin dapat meningkatkan kepekaan reseptor nyeri akibat rangsangan mekanik atau
kimia dengan menurunkan nilai polimodal nosiseptor dari serat syaraf C. Prostaglandin tidak

43
secara langsung menyebabkan nyeri, yaitu menyebabkan sensitivitas bradikinin dan
substansi nyeri lain meningkat. Pada tahap modulasi stimulasi nyeri menuju sum-sum tulang
belakang dan akan terjadi sekresi substansi P yang akan menstimulasi sel mast untuk
mensekresi histamine dan serotonin dari trombosit.

3.3 ETIOLOGI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya ruptur , penyumbatan
total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus. Terdapat faktor yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya Infark Miocard Akut, (Kumat, et al, 2007) diantaranya;
3.3.1 Faktor yang dapat dirubah;
 Hiperlipidemia
Peningkatan kolestrerol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal.Kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl beresiko penyakit arteri koronaria, danlebih cepat terjadi
jika kadarnya melebihi 240 mg/dl.
 Hipertensi
Hipertensi dapat beresiko IMA sekitar 60 %.
 Merokok
Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematiankarena
IHD sekitar 200 %. Berhenti merokok dapat menurunkan resiko secara substansial.
 Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes
dari pada tidak.
 Stress psikologik.
Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yan g bersifat aterogenik.
3.3.2 Faktor yang tidak dapat dirubah;
 Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinistidak
akan muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulaimenimbulkan kerusakan
organ pada usia menengah maupun usia lanjut.Pada usia 40-60 tahun , insidens IMA
meningkat lima kali lipat.
 Jenis kelamin

44
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika
diabetes,hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden
plakmeningkat lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
 RAS
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
 Riwayat Keluarga

3.3.3 Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor;


 Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-
sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara
lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c)
terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
 Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh
sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi
yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh
penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan
adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
 Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut
darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan
jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan
terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

45
3.4 KOMPLIKASI
Komplikasi STEMI menurut perhimpunana dokter spesialis kardiovaskuler indonesia (2015)
dalam pedoman tatalaksana sindrom koroner akut adalah:
3.4.1 GANGGUAN HEMODINAMIK
3.4.1.1 GAGAL JANTUNG
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi miokardium.
Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi
ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi
mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa
kegagalan pompa dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis
kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung
juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau sebagai
komplikasi mekanis.
 HIPOTENSI
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90 mmHg.
Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga disebabkan oleh
hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi
dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis dan berkurangnya urine
output.
 KONGESTI PARU
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
 KEADAAN OUTPUT RENDAH (curah jantung menurun)
Keadaan output rendah meenggabungkan taanda perfusi perifer yang buruk dengan
hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produk urin. Ekokardiografi dapat
menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang buruk, komplikasi mekanis atau infark
ventrikel kanan.
 SYOK KARDIOGENIK
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan penyebab
kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati 50%. Meskipun

46
syok seringkali terjadi di fase awal setelah awitan infark miokard akut, ia biasanya
tidak didiagnosis saat pasien pertama tiba di rumah sakit. . Tanda dan gejala klinis
syok kardiogenik yang dapat ditemukan beragam dan menentukan berat tidaknya
syok serta berkaitan dengan luaran jangka pendek. Pasien biasanya datang dengan
hipotensi, bukti output kardiak yang rendah (takikardia saat istirahat, perubahan
status mental, oliguria, ekstremitas dingin) dan kongesti paru. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung <2,2, L/menit/ m2 dan
peningkatan wedge pressure >18 mmHg. Selain itu, diuresis biasanya <20 mL/jam.
Pasien juga dianggap menderita syok apabila agen inotropik intravena dan/atau
IABP dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Syok
kardiogenik biasanya dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga
dapat terjadi pada infark ventrikel kanan. Baik mortalitas jangka pendek maupun
jangka panjang tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal
dan beratnya regurgitasi mitral. Adanya disfungsi ventrikel kanan pada
ekokardiografi awal juga merupakan prediktor penting prognosis yang buruk,
terutama dalam kasus disfungsi gabungan ventrikel kiri dan kanan.

3.4.1.2 ARITMIA DAN GANGGUAN KONDUKSI DALAM FASE AKUT


 ARITMIA SUPRAVENTRIKULAR
Fibrilasi atrium merupakan komplikasi dari 6-28% infark miokard dan sering
dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri yang berat dan gagal jantung.
Fibrilasi atrium dapat terjadi selama beberapa menit hingga jam dan seringkali
berulang. Seringkali aritmia dapat ditoleransi dengan baik dan tidak
memerlukan pengobatan selain antikoagulasi. Dalam beberapa kasus laju
ventrikel menjadi cepat dan dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu
ditangani dengan segera.
 ARITMIA VENTRIKULAR
Ventricular premature beats hampir selalu terjadi dalam hari pertama fase akut
dan aritmia kompleks seperti kompleks multiform, short runs atau fenomena R-
on-T umum ditemukan. Mereka dianggap tidak dapat dijadikan prediktor untuk
terjadinya VF dan tidak memerlukan terapi spesifik.Takikardi ventrikel perlu

47
dibedakan dengan irama idioventrikular yang terakselerasi. Irama tersebut
terjadi akibat reperfusi, di mana laju ventrikel <120 detak per menit dan
biasanya tidak berbahaya.
 SINUS BRADIKARDI DAN BLOK JANTUNG
Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI, terutama pada
infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh karena opioid.
Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan
hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila gagal
dengan atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing sementara.
Blok jantung derajat satu tidak memerlukan pengobatan. Untuk derajat dua tipe
I (Mobitz I atau Wenckebach), blokade yang terjadi biasanya dikaitkan dengan
infark inferior dan jarang menyebabkan efek hemodinamik yang buruk. Blok
AV terkait infark dinding inferior biasanya terjadi di atas bundle of HIS, dan
menghasilkan bradikardia transien dengan escape rhythm QRS sempit dengan
laju lebih dari 40 detak per menit, dan memiliki mortalitas yang rendah. Blok
ini biasanya berhenti sendiri tanpa pengobatan. Asistol dapat terjadi setelah
blok AV, blok bifasik atau trifasik atau countershock elektrik. Bila elektroda
pacing terpasang, perlu dicoba dilakukan pacing. Apabila tidak, lakukan
kompresi dada dan napas buatan, serta lakukan pacing transtorakal.

3.5 KOMPLIKASI KARDIAK


3.5.1 REGURGITASI KATUP MITRAL
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi ventrikel kiri,
gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau chordae tendinae.
Keadaan ini biasanya ditandai dengan perburukan hemodinamis dengan dispnea akut,
kongesti paru dan murmur sistolik baru.
3.5.2 RUPTUR JANTUNG
Muncul sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps kardiovaskular dengan disosiasi
elektromekanis. Hemoperikardium dan tamponade jantung kemudian akan terjadi
secara cepat dan bersifat fatal.

48
3.5.3 RUPTUR SEPTUM VENTRIKEL
Ditandai perburukan klinis yang terjadi dengan cepat dengan gagal jantung akut dan
mumur sistolik yang kencang yang terjadi pada fase subakut
3.5.4 INFARK VENTRIKEL KANAN
Infark ventrikel kanan dapat terjadi sendiri atau, lebih jarang lagi, terkait dengan
STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai triad hipotensi,
lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena jugularis. Elevasi segmen
ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara
rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai dengan hipotensi.
3.5.5 PERIKARDITIS
Gejala perikarditis antara lain nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam dan,
bertentangan dengan iskemia rekuren, terkait dengan postur dan pernapasan.
Perikarditis dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST dan biasanya ringan dan
progresif, yang membedakannya dengan re-elevasi segmen ST yang tiba-tiba seperti
pada re-oklusi koroner akibat trombosis stent, misalnya.
3.5.6 ANEURISMA VENTRIKEL KIRI
Pasien dengan infark transmural besar, terutama di dinding anterolateral, dapat
mengalami perluasan infark yang diikuti dengan pembentukan aneurisma ventrikel
kiri. Proses remodeling ini terjadi akibat kombinasi gangguan sistolik dan diastolik
dan, sering kali, regurgitasi mitral.
3.5.7 TROMBUS VENTRIKEL KIRI
Frekuensi terjadinya trombus ventrikel kiri telah berkurang terutama karena
kemajuan dari terapi reperfusi, penggunaan obat-obatan antitrombotik dalam
STEMI, dan berkurangnya ukuran infark miokardium akibat reperfusi miokardium
yang segera dan efektif. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir
seperempat infark miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri yang dapat
terdeteksi, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis yang buruk karena berhubungan
dengan infark yang luas, terutama bagian anterior dengan keterlibatan apikal, dan
risiko embolisme sistemik.

49
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan prbadi dan
kelarga, serta hasil test diagnostic.
3.6.1 EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan
iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan
depresi ST.

Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan
penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik
adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan
menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark
miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-
hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q
menetap dan segmen ST kembali normal.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG

Daerah infark Perubahan EKG


Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

3.6.2 Laboratorium
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah.

50
 Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8
jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam
berikutnya.
 LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah
24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai
dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi
penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain
ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
 Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot
jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.Pengukuran serial
enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika
nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

3.6.3 Radiologi.
Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter
melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini dinamakan
kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat kontras
yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah.
Zat kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain
yang dinamakan angioplasty, dpat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada
arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori)
dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien


STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan

51
petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) 11 MB dan
cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot
skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.11 Terapi
reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA serta
tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali
nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.11 1) CKMB meningkat
setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik
dapat meningkatkan CKMB. 2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam
dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic
dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.11 Pemeriksaan
EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan
yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan
dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk
mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan

3.7 PENATALAKSANAAN STEMI


Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) terdiri dari terapi farmakologi dan
non farmakologi. Terapi farmakologi ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen: vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik dapat
diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. Antikoagulan

52
(heparin) digunakan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin
memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan
pembentukan trombus. Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Tiga macam
obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue plasminogen
activator), dan anistreplase. Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat), pemberian
analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan
antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat khususnya
tekanan darah yang sewaktuwaktu dapat turun (Smeltzer, 2001; Sudoyo, 2006).

3.7.1 Tatalaksana Farmakologi


Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk diagnosis dan
pengobatan. Yang dimaksud dengan kontak medis pertama adalah saat pasien pertama
diperiksa oleh paramedis, dokter atau pekerja kesehatan lain sebelum tiba di rumah
sakit, atau saat pasien tiba di unit gawat darurat, sehingga seringkali terjadi dalam situasi
rawat jalan. Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri
dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan
pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang
bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan
pada setiap pasien dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera
mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10
menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran
EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang
berlangsung menunjukkan perlunya tindakan segera. (PERKI,2015)
3.7.1.1 Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
 Untuk fibrinolisis ≤30 menit
 Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan
awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang
mampu melakukan IKP)

53
3.7.1.2 Terapi trombolitik diberikan pada pasien STEMI dengan onset kurang dari 12
jam.
Obat trombolik yang dapat digunakan:
 Streptokinase (SK), 1,5 juta unit iv dalam 30-60 menit (kontraindikasi
dengan riwayat pemakaian sebelumnya).
 Alteplase (t-PA), 15 mg bolus iv dilanjutkan 0,5 mg/kg selama 60 menit
drip intravena. Dosis total tidak lebih dari 100 mg.

54
 Reteplase (r-PA) 10 unit bolus intravena, 30 menit kemudian 10 unit bolus
intravena.
 Tenecteplase (TNK-tPA), bolus iv tunggal sesuai dengan berat badan:
- 30 mg bila BB <60 kg
- 35 mg bila BB 60-70 kg
- 40 mg bila BB 70-80 kg
- 45 mg bila BB 80=90 kg
- 50 mg bila BB >90 kg
Indikasi Keberhasilan Terapi Fibrinolitik
 Berkurangnya rasa nyeri dada
 Evolusi atau perubahan EKG berupa kembalinya elevasi segmen ST ke
garis isoelektrik atau menurunya elevasi ST >50% pada sadapan yang
paling jelas terlihat setelah 90 menit dimulainya terapi fibrinolitik.
 Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak timbulnya aritmia reperfusi
bukan indikator yang baik untuk keberhasilan reperfusi.
Tanda Kegagalan Terapi Fibrinolitik
Bila nyeri dada terus berlanjut dan eleasi segmen ST menetap. Komplikasi
gagal jantung atau aritmia banyak trerjadi sehingga harus dipertimbangkan
recue PCI yaitu strategi reperfusi PCI yang dilakukan pada pasien yang telah
mendapat terapi fibrinolitik tapi dicurigai tidak berhasil yaitu bila ditemukan
kondisi-kondisi sebagai berikut;
 Hemodinamik tidak stabil
 Gejala nyeri dada yang tidak membaik
 Gambaran EKG tidak dijumpai penurunan elevasi segmen ST > 50%
Terapi Penunjang Trombolitik
 Antitrombin
- Aspirin oral 160-320 mg tablet kunyah
- Klopodogrel oral loading dose 300 mg pada usia < 75 tahun atau 75
mg bila usia >75 tahun. Dosis maintenance 75 mg/hari
 Antikoagulan

55
- UFH
Heparin drip infus. Dosis awal bolus 60 U/kg BB maksimum 4000
unit, dosis pemeliharaan 12 U/kg BB maksimum 1000 U/jam. Kontrol
aPTT pertama setelah 3 jam. Dilanjutkan kontrol aPPT/6jam dengan
target 1,5-2,5 kali kontrol
- Enoxaparine
- Usia < 75 tahun dan kreatinin <2,5 mg/dL (pria) atau < 2 mg/dL `
subkutan tiap 12 jam maksimal 8 hari. 2 dosis pertama subkutan < 100
mg.
- Usia < 75 tahun: tidak ada bolus IV mulai dosis subkutan 0,75 mg/kg
BB tiap 12 jam debgan dosis maksimal 75 mg untuk 2 dosis pertama
bila klirens kreatinin < 30 L/menit, berapapun usianya dosis subkutan
diberikan tiap 24 jam.
 Fondaparinux
- Bila kreatinin <3 mg/dL: bolus IV 2,5 mg dilanjutkan 24 jam
kemudian 2,5 mg/hari subkutan sampai maksimal 8 hari.

3.7 2 Tatalaksana Umum


 Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama
6 jam pertama
 Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman engan dosis 0,4mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard engan cara dilatasi pembuluh
koroner yang terkena infark
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90%
mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada

56
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
beban jantung
 Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dadad pada STEMI
 Aspirin
 Penyeka beta
 Terapi Referpusi

3.7.3 Tatalaksana Non Farmakologi


3.7.3.1 PTCA dan CABG
Terapi non farmakologi yang biasanya digunakan adalah dengan prosedur PTCA
(angiplasti koroner transluminal perkutan) dan CABG (coronary artery bypass graft).
PTCA merupakan usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan
memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke
jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke areteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerosis. Balon kemudian
dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak (Mutaqin, 2009).
Teknik terbaru tandur pintas arteri koroner (CABG = coronary artery bypass graft) telah
dilakukan sekitar 25 tahun. Untuk dilakukan pintasan, arteri koroner harus sudah
mengalami sumbatan paling tidak 70% untuk pertimbangan dilakukan CABG. Jika
sumbatan pada arteri kurang dari 70%, maka aliran darah melalui arteri tersebut masih
cukup banyak, sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya
akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia (Mutaqin, 2009)

3.7.3.2 Rehabilitasi dan Edukasi


Rehabilitasi jantung setelah terjadi infark myokard merupakan komponen
penangan profesional dan personal yang penting. Berikut merupakan rekomendasi
untuk mengatur rehabilitasi klien dengan infark myokard (Black,2014):

57
 Semua klien dengan gangguan kardiovaskular harus mengadopsi pola diet yang
melindungi jantung
 Saran diet yang intensif, pengecekan kepatuhan dan perawatan lanjutanjangka
panjang harus diberikan jika bisa oleh ahli gizi
 Tidak ada bukti yang cukup yang mendukung pemberian suplemen nutrisi vitamin
antioksidan,mineral atau zat-zat lain untuk pencegahan penyakit kardiovaskular
 Suplementasi ikan dan minyak ikan dapat mengurangi risiko kematian jantung
mendadak
 Untuk klien dengan berat badan yang berlebih dan obesitas dengan PJK,
direkomendasikan kombinasi diet rendah karbohidrat dan peningkatan aktivitas
fisik.
 Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan haruslah untuk mengurangi berat
klien sebesar 10%
 Semua klien dengan penyakit kardiovaskuler harus disarankan untuk berhenti
merokok dan harus didukung untuk berhenti merokok sebagai prioritas tindakan
 Semua klien dengan PJK harus mempertimbangkan menjalani farmakoterapi
standar dengan aspirin, penyekat beta, ACE inhibitor, dan dan satin kecuali
dikontaraindikasikan
 Rehabilitasi jantung komprehensif harus menggunakan pendekatan penangan kasus

Memperkuat Miokardium
Tujuan umum dari rehabilitasi adalah untuk membantu klien memiliki kehidupan yang
utuh, vital dan produktif sebisa mungkin dengan batas batas kemampuan jantung yang
masih dapat meresponspeningkatan aktifitas dan stres. 6 proses rehabilitasi
(Black,2014) yang juga penting adalah sebagai berikut:
 Merencanakan program aktivitas fisik yang progresif
 Mengedukasi klien dan orang terdekatnya mengeani penyebab, pencegahan dan
terapi dari PJK
 Memebantu klien menerima keterbatasan yang timbul karena penyakitnya
 Mambantu klien menyesuaikan perubahan dalam tujuan pekerjaannya
 Mengurangi papapran terhadap faktor resiko

58
 Mengubah faktor psikologis yang mengganggu pemulihan dari PJK
Rehabilitasi jantung merupakan program multifaktoral yang dimulai ketika klien masih
dirawat inap dan berlanjut selama proses pemulihan. Rehabilitasi jantung ada 4 fase
(Black,2014) yaitu:
 Fase I (rawat inap)
Dimulai dengan masuknya klien ke unit perawatan jantung. Setelah infark miokard,
klien biasanya tetap tirah baring selama kurang lebih 24 jam, kecuali terjadi
komplikasi seperti gagal jantung atau distritmia. Walapun miokardium harus
beristirahat, tirah baring menempatkan klien dalam risiko hipovolemia, hipoksemia,
atrofi otot dan emboli paru. Oleh karena itu, klien harus menghindari aktivitas yang
berlebihan dan tidak beraktivitas sama sekali.ketika klien sudah perbaikan, klien
harus diingatkan untuk meningkatkan aktivitas secara perlahan untuk menghindari
beban berlebihan kepada jantung saat jantung memompa darah beroksigen ke otot.
Dengan setiap peningkatan aktivitas, amati denyut jantung, tekanna darah dan
tingkat kelalhan, sesuaikan tingkat aktivitas klien dengaan kemampuan klien.
Selama aktivitas awal, denyut jantung tidak boleh meningkat lebih dari 25% diatas
kadar istirahat. Tekanan darah tidak boleh mningkat 25 mmHG diatas normal.
 Fase II (segera setelah rawat jalan)
Haampir 50% pasien IMA yang dirawat inap tanpa komplikasi, sehingga
pemulangan pasien pun dapat cepat. Biasanya 1 minggu. Klien dapat dikunjungi
dokter atau perawat ahli ke rumah. Di rumah dapat mendiskusikan bagaimana
mempromosikan kehidupan yang sehat bagi jantung setelah IMA. Aktivitas seksual
dapat dilakuakn setelah 4-8 minggu setelah IMA. Sarankan klien untuk berhenti
merokok. Sering berjalan jalan tetapi hindari aktiviats berat. Selamam fase ini klien
melakaukan aktifitas fisik selama 20-30 menit 3 atau 4 kali seminggu. Selama sesi
latihan staf rehabilitasi jantung mencatat irama jantung, denyut jantung, dan TD.
Pada minggu ke delapan mungkin seorang klien sudah dapat kembali bekerja.
Antara minggu kedelapan dan kesepuluh klien memerlukan pemeriksaan fisik
lengkap, termasuk EKG, uji stress latihan, analisis lipid, dan rongent dada. Edukasi
klien bahwa serangan jantung dan nyeri dapat saja terjadi lagi, dan klien harus
memahaminya mengapa ini bisa terjadi lagi dan dan mempertimbangkan

59
pengaruhnya di kemudian hari. Klien harus memulai proses penyesuaian hidup
untuk menemukan gaya hidup yang dapat ditoleransi dan dijaga sambil tetap
menjaga harga diri. Klien akan belajar menerima bahwa kehidupannya tidak akan
kembali seperti dulu dan menerima keterbatasan dan akan fokus pada aspek lain
yang dapat ditingkatkan. Edukasi dan konsultasi yang menyertai program
rehabilitasi jantung yang terstruktur dapat membantu memperbaiki psikologis klien,
penyesuaian sosial klien serta fungsi sehari-hari.
 Fase III (beberapa saat setelah rawat jalan)
Fase rehabilitasi jantung lanjutan berlangsung dari 4 hingga 6 bulan. Sesi latihan
terus diawasi dan klien diajarkan mengamati intensitas latihannya dengan
mengukur denyut nadinya atau jika dlaam program berjalan dengan menghitung
jumlah langkah yang dilakukan dalam interval 15 detik. Klien dengan distritmia
akan dipantau dengan rekaman EKG. Berbagai metode digunakan untuk
menentukn jenis latihan yang sesuai. Evaluasi secara periodikdiperlukan untuk
mengkaji daya tahan dan toleransi klien terhadap program latihan yang
diinstruksikan.
 Fase IV(rawat jalan pemeliharaan)
Fase terakhir dari rehabilitasi jantung, biasanya berlangsungdi rumah atau
dikomunitas dan tidak diawasi. Klien menjaga program latihan rutin dan modifikasi
faktor risisko jantung. Klien harus menjalani pengujian latihan dan pengkajian
faktor risisko tiap tahun.

60
3.8 ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus Pemicu 1
Seorang laki-laki berusia 56 tahun diantar ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada yang
terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiri. Nyeri dirasakan sejak 4
jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan berlangsung 20 menit dan tidak berkurang
dengan istirahat dan mengkonsumsi nitrat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:TD 140/90
mmHg, frekuensi nadi 106 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, suhu 36.8 °C, TB 168
cm, BB 82 kg. Pasien tampak gelisah, tegang dan sulit tidur. Keluarga menangis dan bertanya
tentang kondisi pasien.
Pasien berasal dari suku Jawa, menikah dan mempunyai 5 orang anak. Pekerjaan sopir
angkutan kota. Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP, hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu dan DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien telah beberapa kali berobat, dan mendapat obat
anti hipertensi ACE inhibitor, namun pasien tidak selalu meminumnya dan tidak berobat
secara rutin. Pasien juga mendapatkan obat diabetes yang diminumnya hanya saat badan
pasien terasa tidak enak.
Hasil pemeriksaan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead I, aVL,V5 dan V6, serta
pemeriksaan diagnostik didapatkan peningkatan enzim jantung CK/CKMB dan Troponin T
dan I. Pasien diistirahatkan total, diberikan oksigen via kanula binasal 4 L/menit.

3.8.1 Pengkajian
Pengkajian sistem kardiovaskular meliputi data yang didapat dari anamnesis riwayat penyakit
klien, informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan fisik, uji diagnostik, dan data yang
behubungan dengan patofisiologi yang mendasari penyakit untuk rencana asuhan keperawatan
klien (Black, 2014).
1. Identitas
Nama : Tn. A
Usia : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Sopir angkutan kota
Diagnosa medis: STEMI

61
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri dada yang terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan
lengan kiri.

3. Riwayat Penyakit Saat Ini


Klien mengatakan nyeri dada yang terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan
lengan kiri. Nyeri dirasakan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
berlangsung 20 menit dan tidak berkurang dengan istirahat dan mengkonsumsi nitrat.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP, hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan DM
sejak 5 tahun yang lalu. Pasien telah beberapa kali berobat, dan mendapat obat anti
hipertensi ACE inhibitor, namun pasien tidak selalu meminumnya dan tidak berobat secara
rutin. Pasien juga mendapatkan obat diabetes yang diminumnya hanya saat badan pasien
terasa tidak enak.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu klien memiliki riwayat DM sudah 15 tahun.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran Alert. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi
106 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, suhu 36.8 °C, TB 168 cm, BB 82 kg.
b. Aktivitas
Pasien diistirahatkan total, diberikan oksigen via kanula 4 L/menit.
c. Istirahat
Klien tampak gelisah, tegang dan sulit tidur.
d. Eliminasi
Abdomen terasa keras. Klien mengatakan perut terasa kembung. BAB terakhir 2 hari
yang lalu. Bunyi usus menurun.
e. Makanan dan Cairan
Klien mengatakan tidak nafsu makan ataupun minum. Turgor kulit = 2 detik.
f. Nyeri atau Ketidaknyamanan

62
Klien mengeluh nyeri dada yang terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan
lengan kiri. Nyeri dirasakan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
berlangsung 20 menit dan tidak berkurang dengan istirahat dan mengkonsumsi nitrat.
7. Pengetahuan
Pasien telah beberapa kali berobat, dan mendapat obat anti hipertensi ACE inhibitor, namun
pasien tidak selalu meminumnya dan tidak berobat secara rutin. Pasien juga mendapatkan
obat diabetes yang diminumnya hanya saat badan pasien terasa tidak enak.
8. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead I, aVL,V5 dan V6, serta
pemeriksaan diagnostik didapatkan peningkatan enzim jantung CK/CKMB dan Troponin T
dan I.

A. Analisa Data

No Data Analisa Data Masalah

1. Data Subjektif: Oklusi arteri coroner Nyeri akut

- Klien mengatakan nyeri dada yang


Terbatasnya aliran darah ke
terasa seperti tertekan benda dan
area miokardum
menjalar ke bahu dan lengan kiri.
- Klien mengatakan nyeri dirasakan
Nekrosis dari miokardium
sejak 4 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Iskemia miokard
- Klien mengtakan nyeri dirasakan
berlangsung 20 menit dan tidak
Nyeri akut
berkurang dengan istirahat dan
mengkonsumsi nitrat.

Data Objektif:

63
- TD 140/90 mmHg, Nadi 106
kali/menit, Napas 26 kali/menit,
Suhu 36.8 °C.
- Klien tampak gelisah, tegang dan
sulit tidur.
- Hasil pemeriksaan EKG terjadi
perubahan ST elevasi pada lead I,
aVL,V5 dan V6
- Pemeriksaan diagnostik didapatkan
peningkatan enzim jantung
CK/CKMB dan Troponin T dan I.

2. Data Subjektif: Trombus pada arteri koroner Perfusi jaringan yang


- Klien mengatakan nyeri dada yang tidak efektif
terasa seperti tertekan benda dan Gangguan aliran darah pada (Kardiopulmunol)
menjalar ke bahu dan lengan kiri. jaringan miokardium
- Klien mengatakan nyeri dirasakan
sejak 4 jam sebelum masuk rumah Perfusi jaringan yang tidak
sakit. efektif

Data Objektif:
- TD 140/90 mmHg, Nadi 106
kali/menit, Napas 26 kali/menit,
Suhu 36.8 °C.
- Hasil pemeriksaan EKG terjadi
perubahan ST elevasi pada lead I,
aVL,V5 dan V6
- Pemeriksaan diagnostik didapatkan
peningkatan enzim jantung
CK/CKMB dan Troponin T dan I.

64
3 Data Subjektif: Nyeri akut Kecemasan dan
- Klien tampak gelisah, tegang dan ketakutan
sulit tidur. Masuk rumah sakit dan takut
mati

Data Objektif:
Kecemasan dan ketakutan
- Keluarga menangis dan bertanya
tentang kondisi pasien.

65
4. Data Subjektif: Riwayat merokok, hipertensi, Perawatan kesehatan
DM yang tidak efektif
- Klien mengatakan pekerjaannya
sopir angkutan kota.
Riwayat tidak teratur kontrol
- Klien mengatakan memiliki riwayat
dan minum obat
merokok sejak SMP, hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu dan DM
Perubahan kesehatan yang
sejak 5 tahun yang lalu.
tidak efektif
- Klien mengatakan telah beberapa
kali berobat, dan mendapat obat anti
hipertensi ACE inhibitor, namun
klien tidak selalu meminumnya dan
tidak berobat secara rutin.
- Klien mengatakan mendapatkan
obat diabetes yang diminumnya
hanya saat badan pasien terasa tidak
enak.

Data Objektif:

- TD 140/90 mmHg, Nadi 106


kali/menit, Napas 26 kali/menit,
Suhu 36.8 °C.
- Hasil pemeriksaan EKG terjadi
perubahan ST elevasi pada lead I,
aVL,V5 dan V6
- Pemeriksaan diagnostik didapatkan
peningkatan enzim jantung
CK/CKMB dan Troponin T dan I.

66
5. Data Subjektif: Trombus pada arteri koroner Risiko intoleransi
aktivitas
- Klien mengatakan nyeri dada yang
Gangguan aliran darah pada
terasa seperti tertekan benda dan
jaringan miokardium
menjalar ke bahu dan lengan kiri.
- Klien mengatakan nyeri dirasakan
sejak 4 jam sebelum masuk rumah Perfusi jaringan yang tidak
sakit. efektif

Data Objektif:
Ketidakseimbangan antara
- Klien tampak gelisah, tegang dan suplai dan permintaan
sulit tidur. oksigen
- Pasien diistirahatkan total,
diberikan oksigen via kanula
binasal 4 L/menit. Kelemahan, kelelahan

Risiko intoleransi aktivitas

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2014), Lewis (2013), dan Black (2014) untuk pasien
STEMI adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard
2. Perfusi jaringan yang tidak efektif (Kardiopulmunol) berhubungan dengan thrombus pada
arteri koroner
3. Kecemasan dan ketakutan berhubungan dengan masuk rumah sakit dan takut mati
4. Perawatan kesehatan yang tidak efektif berhubungan dengan IMA dan implikasinya
terhadap perubahan gaya hidup
5. Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai dan
permintaan oksigen

67
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan menurut Doenges (2014), Lewis (2013), dan Black (2014) untuk pasien
STEMI adalah:
Diagnosa Intervensi Rasional

1. Nyeri akut 1. Kaji karakteristik nyeri dada 1. Nyeri merupakan tanda iskemia
berhubungan (lokasi, durasi, kualitas, miokardium. Bantu klien
dengan iskemia intensitas, adanya penjalaran, identifikasi nyeri agar dapat
miokard factor pemicu dan Pereda, membedakan pola nyeri terdahulu
manifestasi yang terkait). Minta dengan saat ini dan juga
klien menunjuk skala nyeri dari 0- komplikasinya.
Kriteri Hasil:
10 dan dokumentasikan.
- Klien harus bebas
2. Respirasi dapat meningkat
nyeri dalam 15-20 2. Kaji respirasi, tekanan darah dan
sebagai akibat dari nyeri dan
menit setelah denyut jantung pada tiap episode
kecemasan. Pelepasan
pemberian obat. nyeri dada.
katekolamin yang dipicu stress
- Dapat beristirahat
meningkatkan denyut jantung dan
dan tidur dengan
tekanan darah.
nyaman.
- Kecemasan
3. Perubahan EKG serial dan EKG
berkurang.
darurat dapat memberikan bukti
adanya kerusakan jantung lebih
3. Lakukan EKG 12 sadapan pada
lanjut dan lokasi iskemia
saat klien datang dan tiap kali
miokardium.
nyeri dada muncul untuk bukti
adanya infark lebih lanjut.
4. Stimulus eksternal dapat
memperburuk kecemasan dan
meningkatkan beban kerja
jantung dan membatasi
kemampuan beradaptasi.

68
4. Berikan perawatan dengan cara
yang tenang dan efisien yang
memberikan kenyamanan dan
menimbulkan kecemasan klien. 5. Morfin adalah analgesik opiat dan
Tetap bersama klien hingga rasa mampu mengubah persepsi nyeri
tidak nyaman hilang. klien dan mengurangi
vasokontriksi saat beban preload.

5. Berikan morfin seperti


diperintahkan. 6. Nitrat merilekskan otot polos dari
pembuluh darah coroner, dan
mengurangi iskemia sehingga
menurunkan nyeri.

7. Kontrol nyeri adalah prioritas


6. Berikan nitrat seperti
karena ini menunjukkan adanya
diperintahkan
iskemia.

7. Monitor respon klien terhadap


terapi obat. Beritahu dokter jika
nyeri tidak mereda dalam 15-20
menit.
2. Perfusi jaringan 1. Jaga klien tetap tirah baring 1. Stress akan mengaktifkan sistem
yang tidak efektif dengan lingkungan yang tenang. saraf simpatis dan meningkatkan
(Kardiopulmunol) kebutuhan oksigen miokardium.
berhubungan
dengan thrombus
2. Oksigen meningkatkan suplai
pada arteri koroner 2. Berikan oksigen seperti
oksigen ke miokardium.
diperintahkan.

69
Kriteria Hasil: 3. Terapi trombolitik atau
angioplasti dapat memecah
- Adanya penurunan 3. Berikan trombolitik atau kirim
thrombus dan meningkatkan
angka nyeri. klien untuk angioplasti seperti
perfusi jaringan.
- Adanya perbaikan diperintahkan.
dari segmen ST.
4. Elevasi segmen ST menunjukkan
cidera jaringan miokardium;
depresi segmen ST menunjukkan
4. Monitor segmen ST.
penurunan perfusi miokardium.
3. Kecemasan dan 1. Membatasi jumlah perawat; 1. Kesinambungan perawatan akan
ketakutan memberikan perawatan mendorong rasa aman dan
berhubungan berkesinambungan. munculnya kepercayaan kepada
dengan masuk petugas medis.
rumah sakit dan
takut mati 2. Izinkan dan dorong klien untuk 2. Informasi yang akurat mengenai
bertanya; jangan menghindari situasi saat ini akan mengurangi
pertanyaan. Keluarkan rasa takut, menguatkan hubungan
Kriteria Hasil:
permasalahan-permasalahan klien perawat, serta membantu
- Tampak ekspresi utama. klien dan keluarganya
dalam batas wajar menghadapi situasi secara
- Dapat beristirahat realitas.
- Menanyakan lebih
sedikit pertanyaan 3. Tekankan bahwa pemeriksaan
3. Klien dapat merasa yakin setelah
yang sering adalah hal rutin dan
memahami bahwa pemeriksaan
tidak menandakan kondisi yang
yang sering dapat mencegah
makin menurun.
terjadinya komplikasi yang lebih
serius.

4. Lingkungan yang nyaman akan


membantu mekanisme adaptasi

70
4. Berikan lingkungan yang nyaman dan mengurangi beban kerja
dan tenang untuk klien dan miokardium dan konsumsi
keluarganya. oksigen.
4.Perawatan 1. Jelaskan dan sertakan instruksi 1. Penggunaan beberapa metode
kesehatan yang baik tertulis maupun lisan belajar meningkatkan daya ingat
tidak efektif mengenai anatomi dan fungsi dari materi; informasi akan membantu
berhubungan otot jantung; serta proses klien memahami kondisi arteri
dengan IMA dan aterosklerosis; defenisi serangan koroner dan masalah pada fungsi
implikasinya jantung; proses penyembuhan jantung secara keseluruhan.
terhadap jantung; peran dari sirkulasi
perubahan gaya personal.
hidup
2. Identiikasi faktor risiko
2. Bantu klien mengidentifikasi
Kriteri Hasil: merupakan langkah pertama
faktor risiko personal.
- Klien dan keluarga sebelum peubahan dapat
mengungkapkan diimplementasikan.
pemahaman
mengenai serangan 3. Informasi ini berguna dalam
jantung dan memberikan kesempatan bagi
3. Bantu klien merencanakan
perubahan gaya klien untuk mengidentifikasi
modifikasi faktor risiko (diet,
hidup yang faktor risiko, mengembalikan
berhenti merokok, pengurangan
diperlukan control dan berpartisipasi dalam
kolesterol, stress, tekanan darah).
mengenai diet, rejimen terapi.
onat-obatan,
pengurangan 4. Makin banyak klien memahami
stress, berhenti rejimen obat-obatan dan efek
4. Ajarkan klien dan keluarganya
merokok, dan sampingnya, maka klien akan
mengenai obat-obat yang akan
pengurangan lebih teliti mengawasi obat-obat
diminum setelah pemulangan
kolesterol, berat mereka.
(nama, tujuan, dosis, jadwal,
badan, serta
perhatian, efek samping).
tekanan darah

71
5. Perawatan berkelanjutan
5. Diskusikan progress aktivitas berkesinambungan akan
pasca-AMI; aturlah konsultasi memungkinkan klien mengetahui
rehabilitasi jantung. bagaimana kondisi mereka;
rehabilitasi jantung rawat jalan
akan mendukung dan membantu
klien mengubah gaya hidup yang
diperlukan untuk pemulihan dan
hidup yang sehat.

5. Risiko Intoleransi 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital harus kembali


Aktivitas sebelum dan segera setelah ke tingkat awal dalam tiga menit.
berhungan dengan aktivitas dan tiga menit Munculnya nyeri dada
ketidakseimbangan kemudian. Jika tekanan darah dekompensasi jantung atau
antar suplai dan turun dan denyut jantung dyspnea menunjukkan kebutuhan
permintaan meningkat, mungkin terjadi mengganti rejimen latihan atau
oksigen dekompensasi jantung dan obatan.
aktivitas harus diturunkan.

Kriteria Hasil:
2. Monitor adanya takikardi, 2. Indikator kekurangan oksigen
- Klien dapat disritmia, dyspnea, diaphoresis, miokardium ini memerlukan
berpartisipasi dalam kelemahan, kelelahan atau pucat penurunan aktivitas, perubahan
aktivitas yang setelah aktivitas. obat-obatan, atau penggunaan
disukai. suplementasi oksigen.
- Klien dapat
memenuhi aktivitas 3. Makan porsi besar dapat
harian (ADL). 3. Berikan bantuan pada aktivitas meningkatkan beban kerja
perawatan mandiri dan berikan miokardium dan menyebabkan
stimulasi vagal, yang

72
- Kelemahan dan periode istirahat yang sering, mengakibatkan bradikardi atau
kelelahan terutama setelah makan. denyut ektopik; kafein, stimulant
berkurang. jantung, peningkatan denyut
- Tanda-tanda vital jantung.
dalam batas normal
selama aktivitas.
4. Peningkatan aktivitas secara
- Tidak ada sianosis,
perlahan akan meningkatkan
diaphoresis dan
kekuatan dan mencegah latihan
nyeri.
berlebihan, meningkatkan
4. Tingkatkan aktivitas sesuai sirkulasi kolateral, dan
instruksi perawat rehabilitasi mengembalikan gaya hidup
jantung dan dokter. normal sebisa mungkin.

73
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran


SKA adalah suatu situasi kegawat daruratan yang dikarakteristikkan dengan onset
terjadinya iskemia miokardium dan mengakibatkan kematian jaringan miokardium, bila
tidak ada penanganan segera. SKA meliputi unstable angina, non elevasi ST segment
(NSTEMI), dan elevasi ST segment. Penegakan diagnosa SKA tidak hanya berdasarkan
dengan keluhan pasien tapi didukung dengan pemeriksaan penunjang, seperti perubahan
gelombang EKG yang mendukung baik perubahan ST segment, gelombang Q patologis,
atau dengan adanya hiper T, atau gelombang LBBB baru, disertai dengan ada/tidaknya
perubahan nilai enzim jantung. Penanganan dengan cepat dimulai dari pemberian oksigen,
nitroglycerin, morphine, aspirin, beta-bolcker, ACE inhibitors dalam waktu 24 jam, anti
koagulasi dengan heparin dan platelet inhibitor. Dilanjutkan dengan terapi untuk indikasi
reperfusi, seperti PCI dan trombolitik terapi, kemudian dilanjutkan dengan terapi, seperti
intra vena heparin, clopidogrel (plavix), glycoprotein IIb/IIIa inhibitor, dan bed rest
minimum 12-24 jam (Atman, et al., 2007). Dengan mengetahui tanda dan gejala serta
proses penyakit ini diharapkan tercapai asuhan keperawatan yang komperehensif tanpa
memperberat kondisi klinis pasien. Perawat diharapkan bisa memberikan informasi kepada
pasien, sehingga pasien dapat mengetahui penyebab terjadinya SKA, sehingga resiko
terjadinya SKA semakin kecil , menurunkan angka morbiditas, dan mortalitas. Perawat
juga berperan sebagai jembatan informasi tentang edukasi pentingnya mengkonsumsi obat
secara teratur untuk memperkecil pengulangan penyakit ini, terutama untuk pasien yang
mengalami tindakan PCI.

74
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Black, J. M., Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 2. Indonesia: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.

Corwin, E.J. (2008). Handbook Of Pathophysiology. 3rd Edition. Lippincott Williams: USA.

Doenges, M. E., et al (2014). Nursing care plans: guidelines for individualizing client care across
the life span Edition 9. USA: F.A. Davis Company.

Ganong, William F. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.
Guyton. A. C, & Hall. J. E. (2006). Textbook of medical physiology. 11th edn. Philadelphia: elsevier

Guyton, A., & Hall, J. (2010). Textbook of Medical Physyology. 12th ed. Philadelpia: Saunders.

Hall, J.E. (2011). Text Book of Medical Physiology. Amerika: Elsevier.

Lewis, et al. (2013). Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management Of Clinical.


Lippincot: USA.

Nair, M, & Peate, I. ed. (2013). Fundamentals of applied pathophysiology: an essential guide for
nursing and healthcare students. 2nd edn. UK: Blackwell publishing ltd.

Perhimpunan Doktor Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman Tatalaksanaan


Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. Central Communication: Jakarta.

Price, S.A., Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2012). Human physiology: From cells to systems, (5th ed.). California: Thomson
Learning.

Sherwood, L. (2016) Human Physiology: Cells to Systems, Ed: 9th. Boston: Cengage Learning
Smeltzer, S.C., et al. (2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th
ed.). Philadepia: Lippincott Williams & Wilkins.

75
Smeltzer, S.C, et al. (2012). Brunner & suddarth: textbook of medical surgical nursing, 12 th edn.
Philadepia: Lippincot.

Steve, P. (2009). Ensiklopedia Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sudoyo, W.A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal Publishing.

White, L., & Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-Surgical Nursing, An Intagrated
Approach (3rd ed.). USA: Delmar Cengage Learning.

http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.pdf
diakses pada tanggal 10/04/2018 pukul 23.48 Wib

76

You might also like