Professional Documents
Culture Documents
KOLABORASI ANTARPROFESI
LGPOLTEK1
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES JAKARTA I
TAHUN 2018
MODUL MAHASISWA
Penanggung Jawab
Ketua
Sekretaris
Nara Sumber
dr. Dwi Tyastuti, S.Ked., MPH, Ph.D. (FK UIN Syarif Hidayatullah)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BPPSDM KESEHATAN
2018
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Besarnya masalah kesehatan yang ada saat ini dan multi faktor dari suatu penyakit
atau
masalah kesehatan, telah disadari oleh para tenaga kesehatan bahwa hal tersebut
memerlukan penanganan yang harusnya dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi.
Keinginan untuk meningkatkan kualitas kesehatan individu dan masyarakat pun juga
disadari
oleh para tenaga kesehatan dan bukan hanya menjadi slogan milik pemerintah. Tetapi
pada
kenyataannya, sulit bagi para tenaga kesehatan untuk menerapkan konsep tersebut di
atas
untuk diterapkan dalam pelayanan kesehatan pada pasien. Akhirnya, pelayanan
kesehatan
yang ada bersifat terkotak-kotak dalam bidang ilmu dan diterapkan secara terpisah-
pisah
dalam masing-masing profesi kesehatan. Kondisi ini pun menyebabkan kualitas
pelayanan
kesehatan menjadi kurang.
Seperti diketahui bahwa IPE menurut Barr adalah �Interprofessional Education occurs
when two or more professions learn with, from and about each other to improve
collaboration
and the quality of care�. Suatu definisi yang sangat luas, akan tetapi apabila kita
menelaah
lebih jauh tentang bagaimana seorang profesi kesehatan belajar dari, untuk dan
kepada
profesi kesehatan lainnya, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya antara lain
sistem dan
kebijakan yang berlaku di suatu wilayah/negara, faktor budaya dan sosial.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak istilah Interprofessional education pertama kali
diperkenalkan, IPE telah berkembang sangat pesat dan berbagai hasil penelitian
telah
menunjukkan manfaat program ini bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan.
Manfaat
yang besar dari pengembangan IPE serta mendesaknya kebutuhan masyarakat akan
pelayanan yang terintergrasi, menjadikan IPE sebagai suatu upaya kesehatan (health
force)
WHO pada tahun 2010 untuk mewujudkan suatu kualitas layanan kesehatan yang lebih
baik.
IPE berkembang sangat pesat terutama di negara-negara maju mengingat sistem
kesehatan di
negara tersebut telah tertata dengan baik sedangkan IPE di negara berkembang masih
sebagai
suatu wacana. Di Indonesia, hanya beberapa sekolah keperawatan telah memperkenalkan
konsep IPE sedangkan sekolah kedokteran atau profesi lain belum memperkenalkannya
sebagai suatu topik atau mata ajar khusus.
Pada framework tentang IPE dan collaborative practice yang diusulkan oleh WHO
disebutkan bahwa ada 2 sistem yang terlibat dalam penerapan konsep tersebut yaitu
system
pendidikan dan system kesehatan. Pada sistem pendidikan, peran pendidikan tinggi
profesi
kesehatan sangatlah penting. Bagaimana menempatkan IPE dalam kurikulum pendidikan
dan
bagaimana kurikulum tersebut diaplikasikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa
untuk mengembangkan dan menerapkan IPE dalam kurikulum pendidikan profesi merupakan
suatu proses yang kompleks dan membutuhkan keterlibatan staf dari berbagai bidang
ilmu,
unit kerja dan lokasi kerja. Model IPE yang akan dikembangkan haruslah disesuaikan
dengan
visi dan misi dari unit pendidikan tersebut dengan tetap mengacu pada visi dan misi
nasional.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan IPE akan berhasil apabila
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dewasa sebagai metode pembelajaran. Selain
itu
pula, seperti dalam definisi IPE yang diajukan oleh Barr, maka penerapan IPE
haruslah
menerapkan pembelajaran reflektif dan harus adanya interaksi dengan lebih dari satu
profesi
agar siswa mengalami pengalaman dalam berinteraksi dan bekerja sama dengan profesi
lain.
Dengan kurikulum yang terencana dengan baik dan penerapan kurikulum yang sesuai,
maka
diharapkan akan dihasilkan lulusan yang berkompeten dalam menerapkan kolaborasi
dengan
profesi kesehatan lain. Pada system kesehatan, agar kolaborasi dapat diaplikasikan
dengan
baik maka pemerintah (atau pemegang kebijakan) sebaiknya mengembangkan program yang
CAPAIAN KOMPETENSI
STRUKTUR PROGRAM
Dalam pembelajaran Mata Kuliah Kolaborasi Antar Profesi, untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan maka disusunlah materi yang akan diberikan secara rinci pada
mahasiswa seperti tabel berikut:
No
Materi
Waktu (JPL)
1
3
45
10
45
TOTAL
71
Keterangan : K = Teori; L = Laboratorium; P = Praktik Lapangan;
Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan
keahlian terapan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 257/M/KPT/2017 tentang nama program
studi pada perguruan tinggi, saat ini di rumpun pendidikan kesehatan terdapat 9
jenis
pendidikan profesi kesehatan, 28 Program Studi Diploma III Kesehatan dan 16 Program
di Poltekkes masing-masing.
Masalah kesehatan saat ini sangat kopleks akibat dari berbagai faktor seperti
perubahan status demografi, peubahan pola hidup dan karatkeristik masyarakat.
Perubahan tersebut menuntut adanya perubahan dalam system pelayanan
kesehatan termasuk system pemberian pelayanan kesehatan yang lebih
komprehensif mencakup aspek promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan �people-centered care�. Pelayanan yang berpusat pada orang dalam hal
ini tidak hanya berupa pelayann yang berfokus pada penerima layanan kesehatan
seperti individu, keluarga dan masyarakat, akan tetapi juga berfokus kepada tenaga
kesehatan sebagai pemberian layanan kesehatan agar dapat memberikan layanan
yang berkualitas, aman, efektif dan efisien. Praktik kolaborasi antar profesi
merupakan pendekatan pelayanan yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pelayanan kesehatan dan berfokus pada orang dan masyarakat, utuk dapat
melakukan praktek kolaborasi antar profesi dalam tim kesehatan diperlukan
kompetensi kolaborasi antar profesi yang harus disiapkan dan di berikan dalam
tahap pendidikan yang disebut atau dikenal dengan Pendidikan antar profesi
(Interprosseional education/IPE).
Menurut WHO (2010), pendidikan Antar profesi atau IPE adalah proses
pendidikan yang melibatkan dua atau lebih jenis profesi. Pendidikan antar profesi
bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang
profesi lain, belajar bersama satu sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif
dan pada akhirnya meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan.
Untuk dapat memahami konsep praktek kolaborasi antar profesi perlu dipahami
dulu konsep insterprofesionalism. Antar profesionality adalah sebuah proses dimana
beberapa prodesional merencanakan, melaksanakan, dan mengintegrasikan suatu
jawaban atau respon yang kohesif terhadap kebutuhan atau tuntutan klien, keluarga
dan masyarakat. Proses ini melibatkan interaksi yang kontinyu, berupa tukar
menukar informasi dan pengetahuan yang diorganisasikan melibatkan partisipasi
pasien, keluarga dan masyarakat.
itu sendiri. Di dalam modul ini akan dirangkum beberapa manfaat tersebut.
1. Pendidikan antar profesi haus merupakan bagian integral dari semua pendidikan
tenaga kesehatan;
2. Ada kemauan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang mendukung
pelaksanaan pendidikan antar profesi ini;
3. Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi pendidikan
untuk terlibat dalam pendidikan antar profesi yag efektif;
4. Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek, sehingga
pelaksanaan pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan pada tahap praktek
klinik;
5. Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada tahap awal
persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi;
6. Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid dan harus
mengurangi ego masing-masing profesi. Proses dan aktifitas tim ini juga harus
merefleksikan kolaborasi;
7. Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang lebih mudah
terlebih dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra kurikuler yang
melibatkan kerjasama antar profesi;
8. Kompetensi yang dirumuskan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
. Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat;
. Memperhatikan proses bukan hanya penyampaian kompetensi;
. Dapat di aplikasikan pada semua profesi;
. Merupakan komptensi belajar sepanjang hayat;
. Menstimulasi active learning;
. Berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa.
9. Dalam mengintegrasikan pendidikan antar profesi harus mempertimbangkan
standard pendidikan masing-masing profesi dan masuk dalam sistem akreditasi
pendidikan tenaga kesehatan yang ada.
ahli ke sehatan lingkungan dan sebaliknya. Kompetensi inin akan merujuk pada
peran, kewenangan dan lingkup praktik masing-masing profesi dan diatur oleh
undang-undang yang berlaku.
Kompetensi antar profesi atau kopetensi yang juga penting dimiliki oleh semua
tenaga kesehatan. Kompetensi inti kolaborasi antar profesi diperlukan sebagai
landasan dalam membuat kurikulum pada berbagai pendidikan profesi terlibat,
menentukan strategi pembelajaran dan evaluasi yang akan dilakukan. Ada 4
dominan dalam kompetensi antar profesi, yaitu nilai dan etik antar profesi, peran
dan tanggung jawab, komunikasi antar profesi dan kerja tim.
Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya meupakan hal penting baik
untuk profesi secara mandiri maupun dalam hubungannya dengan kolaborsi
antar profesi. Nilai dan etik antar profesi meliputi : pelayanan harus berfokus
pada klien dengan orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagai peran
dan tanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan, semua profesi
bersama-sama memiliki komitmen untuk dapat menciptakan pelayanan yang
aman, efisien dan efektif, pelayanan diberikan secara komprehensif dengan
melibatkan klien dan keluarganya.
Pernyataan umum komptensi value dan etik antar profesi kerja adalah bekerja
sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan
berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi value dan etik
antar profesi adalah bekerja sama dengan klien dan keluarganya.
Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah bekerja sama
dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan berbagi
nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari
kompetensi khusus berupa:
a. Mengkomukasikan peran profesi sendiri dan peran profesi lain secara jelas
kepada klien, keluarga dan tim profesi kesehatan lain;
b. Mengenali keterbatasan kemampuan pengetahuan dan keterampilan
profesi lain dalam tim
c. Melibatkan semua profesi yang terkait dalam pelayanan atau pemenuhan
kebutuhan klien
d. Menjelaskan peran dan tanggung jawab profesi lain dan bagaimana antara
profesi dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kepada klien;
e. Menggunakan semua pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
tersedia di dalam tim antar profesi untuk dapat memberikan pelayanan
yang aman, tepat, waktu, efektif, efisien, dan adil;
f. Berkomuikasi dengananggota tim untuk mengklarisikasi peran masing-
masing anggota dalam pelayanan kesehatan kepada klien dan masyarakat;
g. Menciptakan hubungan saling bertanggung jawab dengan profesi lain untuk
meningkatkan pelayanan dan saling menghargai;
h. Terlibat dalam pengemangan profesi danpengembangan antar profesi untuk
meningkatkan performa tim;
i. Menggunakan kemampuan yang unik dan tambahan dari masing-masing
profesi untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan oleh tim;
a. Memilih alat dan teknik komunikasi yang efektif, termasuk teknologi dan
sisem informasi untuk memfasilitasi diskusi dan interaksi antar profesi yang
dapat meningkatkan fungsi tim;
b. Mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi kepada klien, dan
angota tim antar profesi dengan cara yang dapat dimengerti dan
menghindari termonologi yang hanya dimengerti oleh profesi sendiri;
c. Kemukakan pengetahuan yang dimiliki tentang klien dam perawat klien
dengan jelas, percaya diri, dan sikap menghargai;
d. Mendengarkan secara aktif dan mendorong anggota lain untuk
mengmukakan ide dan pendapatnya tentang klien dan perawatnya;
e. Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif dan konstruktif kepada
anggota tim dengan menghargai pendapat dan penilaian profesi lain
terhadap hasil kerja;
f. Menggunkan bahasa yang sesuai dan sopan ketika menghadapi situaso yang
sulit, percakapan yang sensitif dan konflik antar profesi;
g. Mengenal keunikan profesi masing-masing termasuk spesialisasi, budaya,
pengaruh, dan hiraki agar tercipta komunikasi yang efektif;
h. Berkomunikasi secara konsisten tentang pentingnya kerja tim dalam
pelayanan berpusat pada klien.
Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti jugta belajar menjadi pemain
yang baik di dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat diaplikasikan setiap
saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar profesi dengan tujuan yang
sama yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, (individu,
keluarga, dan masyarakat). Sering sekali terjadi konflik didalam tim antar profesi
diakibatkan oleh ketidak mampuan anggota tim berperan sesuai dengan peran
nya didalm. Oleh karena itu kepemimpinan didalam tim antar profesi sangat
diperlukan agar mamfasilitasi komunikasi dan kerja sama antar anggota untuk
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Peran pemimpin juga sangat
diperlukan untuk memfasilitasi keahlian masing-masing anggota tim sehingga
dengan demikian pelayanan kepada klien dapat di koordinasikan dengan tepat
dan efektif.
. Komitemen yang jelas dari seluruh anggota profesi atau seluruh program studi
yang akat terlibat di dalam pendidikan antar profesi
. Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktif dalam mengikuti pendidikan antar
profesi;
. Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik di tatanan akademik
maupun lahan praktek baik rumah sakit maupun di masyarakat
. Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehaan
yang komprehensif dan terintegrasi;
. Dukungan dari manajemen ( prodi atau fakultas ) termasuk dukungan logistik,
keuangan dan administrasi.
2. Faktor penghambat
Dari fenomena nilai tersebut atas, unsur pokok/kostruktif yang saling terkait
dalam
membuat sesuatu itu bernilai ( Sutrisno, 1993 ) :
b. Keperluan/kepentingan (importance)
c. Penilaian/Penafsiran/Penghargaan (estimasi)
d. Kebutuhan (need)
menarik demi kelangsungan adanya yang lain. Misalnya obat merupakan nilai
ekstrinsik bagi orang yang sakit.
Batasan nilai dapat mengacu kepada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan,
tugas, kewajiban, agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keegganan, daya tarik dst
yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.
Sebagai bahan perbandingan dan untuk menambah wawasan pengertian tentang nilai,
ada beberapa pendapat sebagai berikut:
a. Papper (1958): Nilai adalah segala sesuatu tentang baik dan buruk
b. Perry (1954): Nilai adalah segala sesuau ang menarik bagi manusia sebagai
subyek.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas, dikemukakan suatu batasan nilai yaitu:
Nilai
adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala
sesuatu yang baik dan yang buruk sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari
berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat, batasan ini bersifat
universal.
Robin M Williams (1972) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) tentang nilai-nilai yang
berkualitas:
Nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan, tentang apa yang boleh atau
tidaknya. Adapun 3 tingkatan nilai,menurut Amold Green, yaitu perasaan, norma-
norma dan keakuan.
Norma norma moral merupakan standar tingkah laku berfungsi sebagai kerangka
patokan dalam berinteraksi.
a. Nilai nilai yang tercernakan merupakan suatu landasan bagi reaksi yang
diberikan secara otomatis terhadap situasi situasi tingkah laku eksistensi.
b. Nilai nilai yang dominan merupakan nilai nilai yang lebih diutamakan dari pada
nilai lainnya. Kriteria nilai nilai:
. Luas tidaknya pengaruh nilai tersebut dalam aktivitas total
. Lama tidaknya pengaruh nlai tersebut dirasakan kelompok/masyarakat
. Gigih tidaknya nilai tersebut diperjuangkan
. Prestise orang orang/organisasiyang menganut nilai tersebut
. Share value & Norm sebagai dasar membangun sikap&perilaku tim
Kolaborasi antar profesi. Diperlukan nilai nilai dasar dalam bersikap dan
beprilaku kerja tinggi/berkinerja untuk mewujudkan visi dan misi
kelompok/organisasi.
. Kesepakatan & Komitmen mengimplementasikan nilai dan norma bersama
sebagai dasar berpikir, bersikap dan berperilaku dalam Tim Kolaborasi
Moral berasal dari bahasa latin mos atau more artinya tabiat, kesusilaan atau
kelakuan/perilaku.
Etika adalah ada ketika berinteraksi dengan orang lain,sedanagkan moral adalah ada
dalam diri manusia. Kebaikan moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Dengan demikian norma moral lebih tinggi dari norma span santun dan norma
hukum.
4. Sistematis
5. Normatif
Etika Profesi adalah susatu tindakan dalam melakukan pekerjaan khusus yang
memiliki otoritas yang diberikan kepada seseorang atas dasar keahlian khusus yang
dianggap baik dalam menenentukan kaidah ilmuwan. Kode etik adalah suatu aturan
moral yang menjadi landasan.
3. Hukum
Adalah suatu perundang undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.
Etika Profesi
Hukunm
Selanjutnya Kode Etik profesi adalah suatu aturan moral atau etik yang menjadi
landasan
yang harus yang dipatuhi oleh para prifessional dalam melakukan orientasinya.
Aturan
moral atau etik terhadap masyarakat umum, terhada dirinya sendiri dan hubungannya
dengan sesama profesi serta terhadap klien yang dilayani.
VI. REFERENSI
Diskusi Refleksi
Diskusi Refleksi
Refleksi Diri
2. Metode Pembelajaran
a. Kuliah
3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity
Kelompok akan diberikan satu lembar karton berukuran besar dan 1 buah spidol,
pada permainan ini fasilitator akan memberikan waktu sebanyak 3 menit untuk
mendiskusikan apa kira-kira gambar yang akan mereka buat. Ketentuan dari
permainan ini adalah masing-masing peserta hanya diperbolehkan memberikan
satu coretan, demikian seterusnya sampai tiba gilirannya untuk mencoret.
Gambar tersebut harus memiliki makna yang dapat dijelaskan oleh salah satu
perwakilan peserta.
Diskusi Refleksi
Keperawatan yang aman dan efektif menuntut peran dan tanggung jawab yang
jelas.
- Keahlian pribadi anggota tim dapat membatasi kerja tim yang produktif di
seluruh profesi. Praktik kolaboratif bergantung pada mempertahankan
keahlian melalui pembelajaran berkelanjutan dan melalui penyempurnaan dan
peningkatan peran dan tanggung jawab dari mereka yang bekerja bersama.
1. Komunikasi peran dan tanggung jawab profesi secara jelas kepada pasien,
keluarga dan profesi lainnya.
2. Mengenali keterbatasan profesi dalam keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan.
3. Melibatkan profesional kesehatan yang beragam dalam melengkapi keahlian
profesional, serta sumber daya terkait, untuk mengembangkan strategi agar
memenuhi kebutuhan pasien perawatan khusus.
4. Menjelaskan peran dan tanggung jawab penyedia layanan lain dan bagaimana
tim bekerjasama untuk memberikan perawatan.
5. Menggunakan lingkup penuh pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
yang tersedia dari profesional kesehatan dan petugas kesehatan untuk
memberikan perawatan yang aman, tepat waktu, efisien, efektif dan adil.
6. Berkomunikasi dengan anggota tim untuk mengklarifikasi tanggung jawab
setiap anggota dalam melaksanakan komponen dari rencana perawatan atau
intervensi kesehatan.
7. Menjalin hubungan interdependent dengan profesi lain untuk meningkatkan
perawatan pasien.
8. Terlibat dalam pengembangan profesional dan interprofesional berkelanjutan
untuk meningkatkan kinerja tim.
9. Menggunakan kemampuan yang unik dan saling melengkapi dari semua
anggota tim untuk mengoptimalkan perawatan pasien.
Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=Z0a3wwGOXHk
Diskusi Refleksi
Pertanyaan Kunci :
Bentuk
Instrumen
Frekuensi
Bobot (%)
Penilaian partisipasi
individu
Lembar penilaian
10
Lembar penilaian
2
10
Penyusunan refleksi
diri
Lembar penilaian
10
20
Bentuk
Instrumen
Frekuensi
Bobot (%)
semester
(Multiple Choice
Question)
Proyek/tugas
kelompok
Lembar penilaian
50
Total
100
5. Kasus Pemicu
Sejak kira-kira 3 tahun lalu, pasien sudah berhenti bekerja berjualan kue di
sekolah
karena mudah merasa lelah. Pasien mudah merasa haus dan sering buang air kecil,
bahkan di malam hari ketika tidur. Pasien tersebut pernah memeriksakan diri ke
dokter dan dokter menyatakan kaki pasien harus diamputasi namun pasien dan
keluarga keberatan dengan alasan khawatir pasien tidak bisa mencari nafkah lagi.
Saat ini pasien tinggal bersama menantu dan anak ketiganya. Istri pasien sudah
meninggal setahun yang lalu, sedangkan anak ketiga pasien saat ini sedang hamil
anak pertama usia kehamilan 8 bulan dengan keluhan sakit gigi geraham sudah 2
minggu, sering sakit kepala dan sulit tidur.
Pemeriksaan fisik pada Bapak menunjukkan keadaan umum baik, tekanan darah
140/80, berat badan 60 kg, tinggi badan 163 cm, konjungtiva tidak pucat, kebersihan
mulut kurang baik. Pada pemeriksaan dada dan abdomen tidak ditemukan kelainan.
Pada ekstremitas, di plantar pedis dekstra ditemukan ulkus berukuran 4 cm x 2 cm
dengan dasar otot dan jaringan ikat, disertai edema dan eritema di sekitarnya.
Ulkus
nyeri bila ditekan, berbau, dan terdapat pus.
Pemeriksaan pada Ibu hamil didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, berat badan
47 kg, TB 152 cm, lingkar lengan atas 22 cm. Pada pemeriksaan mata, konjungtiva
pucat. Pada pemeriksaan mulut, gusi terlihat merah dan sedikit bengkak, menurut
pasien kadang berdarah bila sikat gigi. Pemeriksaan jantung, tidak ditemukan suara
jantung abnormal. Pada pemeriksaan paru, ditemukan suara vesikuler di kedua
lapang paru, tidak ada bunyi tambahan. Tidak ada pembengkakan ekstremitas.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 8 g/dL, golongan darah A,
1. Apa masalah yang ditemukan pada pasien saat ini dan apa diagnosis kerja yang
Anda
tegakkan, menurut profesi Anda masing-masing?
1. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang masing-masing
profesi?
2. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan pada tatalaksana pasien ini?
3. Apakah terdapat tumpang tindih peran antara anggota tim Anda dalam tatalaksana
pasien ini? Bagaimana rencana kolaborasi di dalam tim Anda untuk dapat
menatalaksana pasien ini secara optimal?
4. Bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan terhadap keluarga pasien?
Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu presentasi rencana tatalaksana yang
komprehensif dan holistik, dengan pendekatan tim.
D. Daftar Istilah
Definisi Operasional:
. Pendidikan interprofesional: "Ketika siswa dari dua atau lebih profesi belajar
tentang, dari dan dengan satu sama lain untuk kolaborasi yang efektif dan
meningkatkan hasil kesehatan" (WHO, 2010)
. Praktek kolaboratif interprofesional: "Ketika banyak pekerja kesehatan dari latar
2007)
E. Sumber Rujukan
1. Blendon, D., Learning from prescribing errors. Qual Saf Health Care 2002;11:258-
260
2. Freeth D, Hammick M, Reeves S, Koppel I, Barr H. 2005. Effective
Interprofessional
Education: Development, Delivery and Evaluation. Canada: Blackwell Publishing.
3. Core Competencies 2008. [cited 22th of April 2009] . Available from:
http://www.cihc.ca/files/publications/CIHC_IPE-LitReview_May07.pdf
4. HPEQ Student � IYHPS. Buku Pedoman Pengenalan Praktik Kolaborasi dan
Pendidikan Interprofesi untuk Mahasiswa dan Profesional Muda Kesehatan:
Nusantara Health Collaborative. 2014.
5. Soemanta D, et.al, Kerangka Kurikulum Pendidikan Interprofesi (Interprofessional
Diskusi Refleksi
Diskusi Refleksi
Refleksi Diri
2. Metode Pembelajaran
a. Kuliah
3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity
1. Amplop besar
2. Puzzle
Kegiatan:
g. Pemutaran Video
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=vTOPE8hL708
Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya komunikasi antara tim kesehatan, dan bagaimana perbaikan
komunikasi dapat menyelesaikan masalah tersebut.
2) Interprofessional Communication
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=xE7mdTfJkZE&t=13s.
Diskusi Refleksi
Bentuk
Instrumen
Frekuensi
Bobot (%)
Penilaian partisipasi
individu
Lembar penilaian
10
Lembar penilaian
10
Penyusunan refleksi
diri
Lembar penilaian
10
20
Proyek/tugas
kelompok
Lembar penilaian
1
50
Total
100
5. Kasus Pemicu
Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu
diskusikan:
6. Sumber Rujukan
Refleksi Diri
Diskusi Refleksi
Diskusi Refleksi
3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity
Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis
besar strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan
prosedur kerja serta peraturan bagi Tim anda.
2) Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota Tim ditetapkan dengan
jelas. Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana
bersama dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat
dihadapi dengan arif dan bijaksana.
4) Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama Tim yang kompak Tim akan mencapai puncak dengan
mengatasi semua kendala-kendala yang ada, akhirnya mencapai prestasi yang
luar biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya
adalah meninjau kembali Tim anda dengan melaksanakan konsolidasi upaya
misalnya berkoordinasi secara maksimal. Di samping itu perlu meninjau
kembali sasaran-sasaran yang telah ada, masih relevan atau tidak.
Para praktisi perlu memahami beberapa prinsip dinamika kerjasama tim dan
proses kerja kelompok agar kolaborasi interprofesi dapat efektif. Hal yang
mendukung kolaborasi interprofesi, pembelajar/praktisi harus mampu:
h. Pemutaran Video
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=8XOTX0V9NDQ
Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya kerjasama tim.
Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=JzlvgtPIof4
Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=a5VW_k43C3I
Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya kolaborasi antara tim kesehatan, dan bagaimana penerapan
kolaborasi dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Diskusi Refleksi
4. Evaluasi
Bentuk
Instrumen
Frekuensi
Bobot (%)
Penilaian partisipasi
individu
Lembar penilaian
10
Lembar penilaian
10
Penyusunan refleksi
diri
Lembar penilaian
10
20
Proyek/tugas
kelompok
Lembar penilaian
50
Total
100
5. Kasus Pemicu
Pernah mendapatkan sumbangan susu formula tetapi tidak berlangsung lama. Ayah
dan Ibunya merupakan lulusan SD dan saat ini bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Berat lahir tidak diketahui karena persalinan ditolong dukun. Badan kurus,
tulang nampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok,
nampak cengeng. Disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 10 kg, TB 80 cm. Suhu tubuh
39 �C, denyut nadi 132/menit, respirasi: 32x/menit. Pada pemeriksaan intraoral,
ditemukan gigi depan pasien berwarna kehitaman mahkota gigi 53,52,51,61,62,63.
Pada gigi 75 dan 85 terlihat adanya karies dengan kedalaman lebih dari dentin.
Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu
diskusikan:
Lanjutan kasus:
F. Sumber Rujukan
1. Agency for Healthcare Research and Quality. Team STEPPS pocket guide: strategies
improve the transition in care process. Qual Manag Health Care. 2011;20(103-9).
7. HPEQ Student � IYHPS. Buku Pedoman Pengenalan Praktik Kolaborasi dan
Pendidikan Interprofesi untuk Mahasiswa dan Profesional Muda Kesehatan:
Nusantara Health Collaborative. 2014.
8. Mickan S, Rodger S. Characteristics of effective teams: a literature review.
Australian
Health Review, 23(3), 201 � 208, 2000.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2013 tentang
Kriteria
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang tidak Diminati.
10. Royal College of Nursing.Developing and sustaining effective teams. 2009.
11. Sargeant j, Loney e, Murphy g. Effective interprofessional teams: �contact is
not
enough� to build a team. Journal of Continuing Education in the Health Professions,
28(4):228�234, 2008.
12. Scherer, Y.K., et al. Interprofessional Teamwork Skills as Predictors of
Clinical
Outcomes in a Simulated Healthcare Setting, Journal of Allied Health, Spring
2013;42:1.
13. Susanti Dyeri, Hesti Wulandari, Ryka Juaeriah, Modul Interprofessional
Education;
2016.
14. Thistlethwaite, Jill e.Value-Based Interprofessional Collaborative Practice:
Working
Together in Health Care. New York: Cambridge University Press; 2012.
15. Tully MP AD, Dornan T, Lewis PJ, Taylor D, WassV. The causes of and factors
associated with prescribing errors in hospital inpatients: a systematic review.
Drug
Saf. 2009;32:819-36.
16. University of Manitoba. Interprofessional Practice Education in Clinical
Settings:
Immersion Learning Activities. 2011.
17. UP3K Poltekkes Kemenkes Jakarta 1. Buku Pedoman Modul Interprofessional
Education Program Studi Pendidikan Vokasi. 2017.
18. West, M. Reflexivity, revolution, and innovation in work teams. In: Beyerlein
MM,
Johnson DA, Beyerlein ST (eds.). Advances in interdisciplinary studies of work
teams
(Vol. 5, pp. 1 � 9). Stamford, Connecticut: JAI Press. 2000.
19. Woods DM HJ, Angst D. Improving clinical communication and patient safety:
clinician-recommended solutions. Agency for Healthcare Research and Quality. 2008.
20. World Health Organization. Patient safety curriculum guide for medical schools:
topic
1: what is patient safety?. 2009.
21. World Health Organization. Patient safety curriculum guide for medical schools:
topic
4: being an effective team player. 2009.
22. World Health Organization. Framework for Action on Interprofessional Education
and Collaborative Practice. Geneva: WHO, 2010.