You are on page 1of 70

MODUL MAHASISWA

KOLABORASI ANTARPROFESI

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA I

LGPOLTEK1
POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENKES JAKARTA I

TAHUN 2018
MODUL MAHASISWA

KOLABORASI ANTAR PROFESI

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA I

Penanggung Jawab

Ani Nuraeni, S.Kp., M.Kes (Direktur)

Ketua

Wahyu Widagdo, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kom (Pudir I)

Sekretaris

Heni Nurhaeni, S.Kp., MKM (Ka. Unit UP3K)

Tim Pengembang Modul Mahasiswa

Zeni Zaenal Muttaqin, SKM.,MKM (Jurusan Kebidanan)

Hesti Wulandari, SST.,M.Keb (Jurusan Kebidanan)

Pudentiana RR RE, S.Pd.,MKM (Jurusan Keperawatan Gigi)

Ii Solihah, S.Kp., MKM (Jurusan Keperawatan)

Dinny Atin Amanah, S.Kep., Ners (Jurusan Keperawatan)

Satria Ardianuari, B.PO (Jurusan Ortotik Prostetik)

Nara Sumber

dr. Dwi Tyastuti, S.Ked., MPH, Ph.D. (FK UIN Syarif Hidayatullah)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BPPSDM KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA I

2018
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Besarnya masalah kesehatan yang ada saat ini dan multi faktor dari suatu penyakit
atau
masalah kesehatan, telah disadari oleh para tenaga kesehatan bahwa hal tersebut
memerlukan penanganan yang harusnya dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi.

Keinginan untuk meningkatkan kualitas kesehatan individu dan masyarakat pun juga
disadari
oleh para tenaga kesehatan dan bukan hanya menjadi slogan milik pemerintah. Tetapi
pada
kenyataannya, sulit bagi para tenaga kesehatan untuk menerapkan konsep tersebut di
atas
untuk diterapkan dalam pelayanan kesehatan pada pasien. Akhirnya, pelayanan
kesehatan
yang ada bersifat terkotak-kotak dalam bidang ilmu dan diterapkan secara terpisah-
pisah
dalam masing-masing profesi kesehatan. Kondisi ini pun menyebabkan kualitas
pelayanan
kesehatan menjadi kurang.

Seperti diketahui bahwa IPE menurut Barr adalah �Interprofessional Education occurs

when two or more professions learn with, from and about each other to improve
collaboration
and the quality of care�. Suatu definisi yang sangat luas, akan tetapi apabila kita
menelaah
lebih jauh tentang bagaimana seorang profesi kesehatan belajar dari, untuk dan
kepada
profesi kesehatan lainnya, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya antara lain
sistem dan
kebijakan yang berlaku di suatu wilayah/negara, faktor budaya dan sosial.

Dalam kurun waktu 30 tahun sejak istilah Interprofessional education pertama kali
diperkenalkan, IPE telah berkembang sangat pesat dan berbagai hasil penelitian
telah
menunjukkan manfaat program ini bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan.
Manfaat
yang besar dari pengembangan IPE serta mendesaknya kebutuhan masyarakat akan
pelayanan yang terintergrasi, menjadikan IPE sebagai suatu upaya kesehatan (health
force)
WHO pada tahun 2010 untuk mewujudkan suatu kualitas layanan kesehatan yang lebih
baik.
IPE berkembang sangat pesat terutama di negara-negara maju mengingat sistem
kesehatan di
negara tersebut telah tertata dengan baik sedangkan IPE di negara berkembang masih
sebagai
suatu wacana. Di Indonesia, hanya beberapa sekolah keperawatan telah memperkenalkan

konsep IPE sedangkan sekolah kedokteran atau profesi lain belum memperkenalkannya
sebagai suatu topik atau mata ajar khusus.

Pada framework tentang IPE dan collaborative practice yang diusulkan oleh WHO
disebutkan bahwa ada 2 sistem yang terlibat dalam penerapan konsep tersebut yaitu
system
pendidikan dan system kesehatan. Pada sistem pendidikan, peran pendidikan tinggi
profesi
kesehatan sangatlah penting. Bagaimana menempatkan IPE dalam kurikulum pendidikan
dan
bagaimana kurikulum tersebut diaplikasikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa
untuk mengembangkan dan menerapkan IPE dalam kurikulum pendidikan profesi merupakan

suatu proses yang kompleks dan membutuhkan keterlibatan staf dari berbagai bidang
ilmu,
unit kerja dan lokasi kerja. Model IPE yang akan dikembangkan haruslah disesuaikan
dengan
visi dan misi dari unit pendidikan tersebut dengan tetap mengacu pada visi dan misi
nasional.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan IPE akan berhasil apabila
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dewasa sebagai metode pembelajaran. Selain
itu
pula, seperti dalam definisi IPE yang diajukan oleh Barr, maka penerapan IPE
haruslah
menerapkan pembelajaran reflektif dan harus adanya interaksi dengan lebih dari satu
profesi
agar siswa mengalami pengalaman dalam berinteraksi dan bekerja sama dengan profesi
lain.
Dengan kurikulum yang terencana dengan baik dan penerapan kurikulum yang sesuai,
maka
diharapkan akan dihasilkan lulusan yang berkompeten dalam menerapkan kolaborasi
dengan
profesi kesehatan lain. Pada system kesehatan, agar kolaborasi dapat diaplikasikan
dengan
baik maka pemerintah (atau pemegang kebijakan) sebaiknya mengembangkan program yang

sejalan dengan penerapan kolaborasi praktis.

Sudah saatnya bagi institusi pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia untuk


mengenalkan dan menerapkan konsep pendidikan interprofesional dalam kurikulum
pendidikannya agar lulusannya nanti mampu bekerjasama dengan baik sehingga tujuan
akhir
yaitu kepuasaan pasien atau klien semakin tinggi dan kualitas penatalaksanaan
pasien
semakin baik.
BAB II

CAPAIAN KOMPETENSI

Setelah mengikuti perkuliahan Kolaborasi antar Profesi, mahasiswa diharapkan


memiliki
kompetensi sebagai berikut:

1. Menjelaskan konsep pendidikan antar profesi.


2. Mempraktikan nilai-nilai / etik antar profesi pada tatanan nyata.
3. Mempraktikan peran dan tanggung jawab antar profesi pada tatanan nyata.
4. Mempraktikan komunikasi efektif antar profesi pada tatanan nyata.
5. Mempraktikan kerjasama tim antar profesi pada tatanan nyata.
BAB III

STRUKTUR PROGRAM

MATA KULIAH KOLABORASI ANTAR PROFESI

Dalam pembelajaran Mata Kuliah Kolaborasi Antar Profesi, untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan maka disusunlah materi yang akan diberikan secara rinci pada
mahasiswa seperti tabel berikut:

No

Materi

Waktu (JPL)

Pengantar pendidikan kolaborasi


antar profesi :

a. Kebijakan pemerintah tentang


pendidikan antarprofesi
b. Rancangan kebijakan
pengembangan pendidikan antar
profesi
c. Konsep pendidikan antarprofesi

Pembelajaran nilai-nilai/ etik antar


profesi

1
3

Pembelajaran peran dan tanggung


jawab antar profesi

Pembelajaran komunikasi efektif antar


profesi

Pembelajaran kerjasama tim antar


profesi

Praktek pembelajaran kolaborasi


antar profesi pada tatanan nyata (real
setting)

45

10

45

TOTAL

71
Keterangan : K = Teori; L = Laboratorium; P = Praktik Lapangan;

1 JPL = 50 menit (K & L), 1 JPL = 60 menit (P)


PENGANTAR PENDIDIKAN KOLABORASI ANTAR PROFESI

a. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan antarprofesi

Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan
keahlian terapan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 257/M/KPT/2017 tentang nama program
studi pada perguruan tinggi, saat ini di rumpun pendidikan kesehatan terdapat 9
jenis
pendidikan profesi kesehatan, 28 Program Studi Diploma III Kesehatan dan 16 Program

Studi Diploma IV Kesehatan (Sarjana Terapan Kesehatan).

Pendidikan Interprofesi dalam implementasinya di Poltekkes Kemenkes, telah


berjalan sejak tahun 2015. Pengembangan pendidikan interprofesi ini diawali dengan
membangun persepsi dan konsep pendidikan interprofesi di 10 Poltekkes sebagai Pilot

Project � dibawah bimbingan Unit HPEU (Health Professional Education Unit)


Kedokteran UGM - yang selanjutnya dilakukan secara bertahap pada seluruh Poltekkes
di Indonesia. Tindak lanjut Project ini adalah terbentuknya Unit HPEU atau yang
dikenal
di Poltekkes sebagai Unit Pengembangan Pendidikan Profesional Kesehatan (UP3K).
Unit inilah yang mengawal perjalanan implementasi program pembelajaran interprofesi

di Poltekkes masing-masing.

Kegiatan interprofesi saat ini berfokus pada pengembangan kolaborasi di dalam


komunitas/masyarakat dalam bentuk PKL (Program Kerja Lapangan). Kegiatan ini
dilaksanakan secara bersama dalam bentuk kolaborasi antara dosen dan mahasiswa
dari berbagai jenis Program Studi guna menyelesaikan masalah-masalah kesehatan
yang ada dalam masyarakat. Disamping itu, implementasi pembelajaran interprofesi
juga dilaksanakan dalam proses pembelajaran yaitu dalam bentuk Proyek dan Program.
Proyek pembelajaran interprofesi dilaksanakan pada Program Orientasi mahasiswa baru

dan ekstrakurikuler Pramuka pada Semester I. Program interprofesi dilaksanakan


melalui matakuliah pembelajaran interprofesi yang mempunyai bobot sks tertentu.
Namun bagi Prodi yang kesulitan dalam penambahan sks di kurikulumnya, maka
implemetasinya dilaksanakan dengan menyisipkan pembelajaran interprofesi pada
mata kuliah tertentu yang telah disepakati bersama.
b. Konsep pendidikan antarprofesi
1) Deskripsi singkat

Masalah kesehatan saat ini sangat kopleks akibat dari berbagai faktor seperti
perubahan status demografi, peubahan pola hidup dan karatkeristik masyarakat.
Perubahan tersebut menuntut adanya perubahan dalam system pelayanan
kesehatan termasuk system pemberian pelayanan kesehatan yang lebih
komprehensif mencakup aspek promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan �people-centered care�. Pelayanan yang berpusat pada orang dalam hal
ini tidak hanya berupa pelayann yang berfokus pada penerima layanan kesehatan
seperti individu, keluarga dan masyarakat, akan tetapi juga berfokus kepada tenaga
kesehatan sebagai pemberian layanan kesehatan agar dapat memberikan layanan
yang berkualitas, aman, efektif dan efisien. Praktik kolaborasi antar profesi
merupakan pendekatan pelayanan yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pelayanan kesehatan dan berfokus pada orang dan masyarakat, utuk dapat
melakukan praktek kolaborasi antar profesi dalam tim kesehatan diperlukan
kompetensi kolaborasi antar profesi yang harus disiapkan dan di berikan dalam
tahap pendidikan yang disebut atau dikenal dengan Pendidikan antar profesi
(Interprosseional education/IPE).

2) Pengertian Pendidikan Antar Profesi

Menurut WHO (2010), pendidikan Antar profesi atau IPE adalah proses
pendidikan yang melibatkan dua atau lebih jenis profesi. Pendidikan antar profesi
bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang
profesi lain, belajar bersama satu sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif
dan pada akhirnya meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan.

Pendidikan antar profesi merupakan tahap yang penting dalam upaya


mempersiapkan lulusan atau professional kesehatan yang siap untuk bekerja di
dalam tim dan melakukan praktek kolaborasi dengan efektif untuk merespon atau
memecahkan masalah yang ada di masyarakat.

3) Pengertian praktek kolaborasi antar profesi

Praktek kolaborasi terjadi apabila beberapa katagori professional atau tenaga


kesehatan bekerja bersama dengan pasien, keluarga dan masyarakat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang tinggi. Sistem kesehatan
dan sistem pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, dimana sistem pendidikan akan
memberikn input pada sistem kesehatan sebagain pengguna lulusan, kualitas tenaga
kesehatan yang dihasilkan akan mempenaruhi baik tidaknya pelyaan kesehatan,
sebaliknya sistem pendidikan dipengaruhi oleh sistem kesehatan misalnya kurikulum
akan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kesehatan masyarakat saat ini
jugakompetensi lulusan harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan
kebijakan di bidang kesehatan saat ini.

Untuk dapat memahami konsep praktek kolaborasi antar profesi perlu dipahami
dulu konsep insterprofesionalism. Antar profesionality adalah sebuah proses dimana
beberapa prodesional merencanakan, melaksanakan, dan mengintegrasikan suatu
jawaban atau respon yang kohesif terhadap kebutuhan atau tuntutan klien, keluarga
dan masyarakat. Proses ini melibatkan interaksi yang kontinyu, berupa tukar
menukar informasi dan pengetahuan yang diorganisasikan melibatkan partisipasi
pasien, keluarga dan masyarakat.

Antar profesioalitas memerlukan adanya perubahan paradigma karena antar


profesionalitas memiliki karakteristik khusus seperti nilai, code of conduct dan
cara
bekerja yang spesifik anta profesi. (D�Amour and Oandasan, 2005). Praktek
kolaborasi dapat meningkatkan akses pada layanan kesehatan yang terkoodrdinir,
meningkatkan penggunaan tenaga spesialis yang tepat, meningkatkan derajat
kesehatan pasien dengan penyakit kronis, dan meningkatkan keamana pasien.
Praktek kolaboratif dapat menurunkan komplikasi pada pasien, lama rawat, konflik
antar tim kesehatan, angka rawat dirumah sakit, kesalahan klinik atau malpraktek
dan menurunkan angka kematian.

4) Manfaat Pendidikan Antar profesi

Beberapa sumber menjelaskan mandaat Pendidikan antar profesi untuk peserta


didik, institusi pendidikan, pelayanan kesehatan dan manfaat bagi profesi kesehatan

itu sendiri. Di dalam modul ini akan dirangkum beberapa manfaat tersebut.

a. Manfaat bagi mahasiswa

. Mahasiswa dapat belajar berkomunikasi interprofesi;


. Mahasiswa dapat memahami dan menghargai peran profesi kesehatan lain;
. Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk bekerja-sama di dalam tim dan
memcahkan masalah klien
. Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang berfokus pada klien dengan melibatkan multidisiplin;
. Mahasiswa dapat belajar tentang peran dan fungsi yang overlapping antara satu
profesi dengan profesi lainnya, dan bagaimana menangani ovelapping itu dengan
baik utuk mencapai layanan kesehatan yang aman, efektif dan efisien

b. Manfaat bagi Institusi pendidikan

. Memberi kesempatan kepada staff akademik untuk bekerja bersama antar


profesi;
. Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan resources
yang ada di institusi pendidikan;
. Meningkatkan kerja-sama antar prodi atau fakultas
c. Manfaat bagi Pelayanan kesehatan

. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan;


. Meningkatkan efisiensi pelayanan dengan menurunkan duplikasi tindakan yang
tidak diperlukan dari berbagai profesi dan duplikasi pecatatan dan pelapor;
. Meningkatkan keselamatan klien;
. Meningkatkan outcome kesehatan pasien.

d. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan

. Meningkatkan moral profesi;


. Menurunkan hambatan dalam beromunikasi dengan prorfesi lain;
. Meningkatkan kecintaan akan profesi;
. Meninkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah bersama profesi lain;
. Meningkatkan kepuasan kerja.

5) Prinsip-prinsip mengintegrasikan pendidikan antar profesi dalam pendidikan


tenaga
kesehatan

Pendidikan antar profesi menyiapkan mahasiswa didik dengan kompetensi untuk


bekerja-sama di dalam tim sesuai dengan peran dan fungsi serta lingkup kerja
masing masing masing profesi. Lulusan pendidikan tenaga kesehatan nantinya
diharapkan dapat bekerja dalam tim yang memiliki tujuan utama yaitu memberikan
pelayanan yang aman bagi klien, keluarga dan masyarakat. Prinsip-prinsip dalam
menginstegrasikan pendidikan antar profesi dalam pendidikan tenaga kesehatan
adalah :

1. Pendidikan antar profesi haus merupakan bagian integral dari semua pendidikan
tenaga kesehatan;
2. Ada kemauan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang mendukung
pelaksanaan pendidikan antar profesi ini;
3. Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi pendidikan
untuk terlibat dalam pendidikan antar profesi yag efektif;
4. Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek, sehingga
pelaksanaan pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan pada tahap praktek
klinik;
5. Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada tahap awal
persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi;
6. Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid dan harus
mengurangi ego masing-masing profesi. Proses dan aktifitas tim ini juga harus
merefleksikan kolaborasi;
7. Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang lebih mudah
terlebih dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra kurikuler yang
melibatkan kerjasama antar profesi;
8. Kompetensi yang dirumuskan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
. Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat;
. Memperhatikan proses bukan hanya penyampaian kompetensi;
. Dapat di aplikasikan pada semua profesi;
. Merupakan komptensi belajar sepanjang hayat;
. Menstimulasi active learning;
. Berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa.
9. Dalam mengintegrasikan pendidikan antar profesi harus mempertimbangkan
standard pendidikan masing-masing profesi dan masuk dalam sistem akreditasi
pendidikan tenaga kesehatan yang ada.

6) Kompetensi inti pendidikan antar profesi

Barr (1998), membedakan kompetensi profesi menjadi 3 bagian besar:


Kompetensi dasar, kompetensi masing-masing profesi dan kompetensi antar profesi.
Kompetensi dasar yang harus memiliki oleh semua tenaga kesehatan meilputi
menggunakan teknologi informasi, memberikan pelayanan yang berfokus pada klien,
melakukan praktek profesi berdasarkan bukti ilmiah dan hasil! Penelitian dan
mempertahankan kualitas pelayanan (International occupational medicine, 2011).

Kompetensi masing-masing profesi yang dideskripsikan dan ditentukan oleh


masing-masing profesi, misalnya dokter memiliki kompetensi spesifik yang
memberdakan profesi dokter dengan profesi lainya seperti perawat, bidan, ahli gizi,

ahli ke sehatan lingkungan dan sebaliknya. Kompetensi inin akan merujuk pada
peran, kewenangan dan lingkup praktik masing-masing profesi dan diatur oleh
undang-undang yang berlaku.

Kompetensi antar profesi atau kopetensi yang juga penting dimiliki oleh semua
tenaga kesehatan. Kompetensi inti kolaborasi antar profesi diperlukan sebagai
landasan dalam membuat kurikulum pada berbagai pendidikan profesi terlibat,
menentukan strategi pembelajaran dan evaluasi yang akan dilakukan. Ada 4
dominan dalam kompetensi antar profesi, yaitu nilai dan etik antar profesi, peran
dan tanggung jawab, komunikasi antar profesi dan kerja tim.

Berikut akan dijelaskan dominan-dominan tersebut secara detil.

1. Domain 1 : Nilai dan etik kolaborasi antar profesi

Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya meupakan hal penting baik
untuk profesi secara mandiri maupun dalam hubungannya dengan kolaborsi
antar profesi. Nilai dan etik antar profesi meliputi : pelayanan harus berfokus
pada klien dengan orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagai peran
dan tanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan, semua profesi
bersama-sama memiliki komitmen untuk dapat menciptakan pelayanan yang
aman, efisien dan efektif, pelayanan diberikan secara komprehensif dengan
melibatkan klien dan keluarganya.

Pernyataan umum komptensi value dan etik antar profesi kerja adalah bekerja
sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan
berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi value dan etik
antar profesi adalah bekerja sama dengan klien dan keluarganya.

Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah bekerja sama
dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan berbagi
nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari
kompetensi khusus berupa:

a. Menempatkan kebutuhan klien dan populasisebagai pusat dari kolaborasi


antar profesi untuk memberikan pelayanan kesehatan;
b. Menghargai martabat dan privasi klien dengan tetatp mempertahankan
kerhasiaan dalam memberikan pelayanan kesehatan berbasis tim;
c. Tetap memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh klien, populasi
dan tim antar profesi;
d. Menghargai keunikan budaya, nilai, peran, dan tanggung jawab, serta
keahlian anggota tim antar profesi;
e. Bekerja sama dengan klien, anggota tim dan semua yang berkontribusi dalam
pelayanan kesehatan;
f. Menciptakan hubungan saling percaya dengan klien, keluarga klien, dan tim
antar profesi;
g. Mendemontrasikan sikap etik dan kualitas pelayanan yang tinggi;
h. Mengelola dilema etik yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kepada
klien dalam tim antar profesi;
i. Berperilaku jujur dan menjaga integritas dalam berintegrasi dengan klien.
Keluarga klien dan anggota tim antar profesi;
j. Menjadi kompetensi profesinya masing-masing sesuai dengan lingkup
prakteknya.

2. Domain 2 : Peran dan tanggung jawab

Untuk dapat melakukan kolaborasi antar profesi, setiap profesi terlebih


dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing dan
bagaimana peran dan tanggung jawab profesi lain dalam rangka memberikan
pelayanan kepada klien ( individu, keluarga, dan masyarakat ). Setiap profei
harus mengetahui dan menghargai peran dan tanggung jawab profesi lain yag
bekerja sama di dalam tim. Pemahaman peran dan sikap menghargai peran
masing-masing merupakan hal penting dalam kolaborasi antar profesi, karena
banyak terjadi konflik antar profesi diakibatkan karena kurang penghargaan
terhadap peran dan tanggung jawab profesi lain yang dapat diakibatkan kurang
pamahaman peran dan tanggung jawan profesi lan di dalam tim.

Pernyataan umum kompetensi peran dan tanggung jawab adalah


menggunakan pengetahuan tentang peran profesi sendiri, dan profesi peran lain
di dalam tim untuk mengkaji dan memberikan pelayanan yang tepat kepada
klien dan populasi. Pernyataan umum tersebut terdiri dari kopetensi spesifik
berupa :

a. Mengkomukasikan peran profesi sendiri dan peran profesi lain secara jelas
kepada klien, keluarga dan tim profesi kesehatan lain;
b. Mengenali keterbatasan kemampuan pengetahuan dan keterampilan
profesi lain dalam tim
c. Melibatkan semua profesi yang terkait dalam pelayanan atau pemenuhan
kebutuhan klien
d. Menjelaskan peran dan tanggung jawab profesi lain dan bagaimana antara
profesi dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kepada klien;
e. Menggunakan semua pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
tersedia di dalam tim antar profesi untuk dapat memberikan pelayanan
yang aman, tepat, waktu, efektif, efisien, dan adil;
f. Berkomuikasi dengananggota tim untuk mengklarisikasi peran masing-
masing anggota dalam pelayanan kesehatan kepada klien dan masyarakat;
g. Menciptakan hubungan saling bertanggung jawab dengan profesi lain untuk
meningkatkan pelayanan dan saling menghargai;
h. Terlibat dalam pengemangan profesi danpengembangan antar profesi untuk
meningkatkan performa tim;
i. Menggunakan kemampuan yang unik dan tambahan dari masing-masing
profesi untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan oleh tim;

3. Domain 3 : Komunikasi antar profesi

Komunikasi merupaka kompetensi inti pada semua profesi kesehatan,


karena semua profesi kesehatan memberikan pelayanan kesehatan ada klien (
individu, keluarga dan masyarakat ) yang tentu saja memerlukan kmunikasi yang
efektif, akan tetapi kompetensi komunikasi antar profesi belom menjadi
perhatian semua profesi. Komunikasi antar profesi dapat disebut sebagai
kompetensi utama dalam melakukan kolaborasi tim antar profesi, sehingga
semua profesi yang terlibat di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
klien harus mampu berkomunikasi untuk menyampaikan pesan secara efektif
kepada anggota tim. Banyak situasi konflik terjadi akibat adanya barier atau
hambatan dalam komunikasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tim tidak
berfungsi secara optimal.

Pernyataan umum kompetesnsi komunikasi antar profesi adalah :


berkomunikasi dengan klien ( individu, keluarga, dan komunikasi ), dan profesi
kesehatan lain dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab untuk
mendukung pendekatan tim. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri
dari kompetensi spesifik:

a. Memilih alat dan teknik komunikasi yang efektif, termasuk teknologi dan
sisem informasi untuk memfasilitasi diskusi dan interaksi antar profesi yang
dapat meningkatkan fungsi tim;
b. Mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi kepada klien, dan
angota tim antar profesi dengan cara yang dapat dimengerti dan
menghindari termonologi yang hanya dimengerti oleh profesi sendiri;
c. Kemukakan pengetahuan yang dimiliki tentang klien dam perawat klien
dengan jelas, percaya diri, dan sikap menghargai;
d. Mendengarkan secara aktif dan mendorong anggota lain untuk
mengmukakan ide dan pendapatnya tentang klien dan perawatnya;
e. Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif dan konstruktif kepada
anggota tim dengan menghargai pendapat dan penilaian profesi lain
terhadap hasil kerja;
f. Menggunkan bahasa yang sesuai dan sopan ketika menghadapi situaso yang
sulit, percakapan yang sensitif dan konflik antar profesi;
g. Mengenal keunikan profesi masing-masing termasuk spesialisasi, budaya,
pengaruh, dan hiraki agar tercipta komunikasi yang efektif;
h. Berkomunikasi secara konsisten tentang pentingnya kerja tim dalam
pelayanan berpusat pada klien.

4. Domain 4 : Bekerja di dalam tim

Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti jugta belajar menjadi pemain
yang baik di dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat diaplikasikan setiap
saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar profesi dengan tujuan yang
sama yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, (individu,
keluarga, dan masyarakat). Sering sekali terjadi konflik didalam tim antar profesi
diakibatkan oleh ketidak mampuan anggota tim berperan sesuai dengan peran
nya didalm. Oleh karena itu kepemimpinan didalam tim antar profesi sangat
diperlukan agar mamfasilitasi komunikasi dan kerja sama antar anggota untuk
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Peran pemimpin juga sangat
diperlukan untuk memfasilitasi keahlian masing-masing anggota tim sehingga
dengan demikian pelayanan kepada klien dapat di koordinasikan dengan tepat
dan efektif.

Pernyataan umum kompetensi untuk bekerja di dalam adalah


memaplikasikan nilai-nilai membangun kelompok dan membangun prinsip
dinamika kelompok muntuk melaksanakn fungsi tim secara efektif. Pernyataan
umum kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi spesifik:

a. Mendeskripsikan proses pengembangan tim dan berlatih tentang tm yang


efektif;
b. Membangun konsensus tentang prinsip-prinsip etik untuk memadu semua
aspek pelayanan kepada klien dan kerja tim;
c. Melibatkan profesi kesehatan lain yang sesuai apabila diperlukan untuk
situasi tertentu;
d. Mengintegrasikan pengetahuan dan ketermpilan proses lain yang sesuai
untuk situasi tertentu tertentu;
e. Mengaplikasikan prinsip-prinsip kepemimpinan yang mendukung praktek
kolaborasi dan efektivitas tim;
f. motivasi diri sendiri dan anggota tim lainnya untuk dapat mengelola ketidak
setujuan secara konstruksi. Ketidak setujuan biasanya berkaitan dengan nilai,
peran, tujuan dan tindakan.
g. Berbagai akontabilitas dengan profesi lain, dengan pasien dan komunitar
untuk mencapai tujuan promosi kesehatan;
h. Memperlihatkan pencapaian performance yang tinggi secara individu untuk
meningkatkan performan kelompok;
i. Menggunakan teknik atau strategi perbaikan kelompok untuk meningkatkan
efektifitas kerjasama antar profesi;
j. Menggunakan bukti-bukti yang tersedia untuk melakukan praktek kerja tim;
k. Melakukan kerja sesuai peran dan fungsinya di dalam tim di dalam situasi
yang berbeda.

7) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Pendidikan antar profesi.

Terdapat beberapa faktor penghambat dan aktor pendukung terlaksananya


pendidikan antar profesi bagi tenaga kesehatan. Identifikasi faktor pedukung dan
faktor penghambat diperlukan untuk dapat mengantisipasi hambatan pelaksanaan
pendidikan antar profesi dan merumuskan upaya untuk menurangi atau
menghilangkan faktor penghambat tersebut. Sedangkan faktor pendukung perlu
diidentifikasi untuk dapat dimaksimalkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Pendukung

. Komitemen yang jelas dari seluruh anggota profesi atau seluruh program studi
yang akat terlibat di dalam pendidikan antar profesi
. Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktif dalam mengikuti pendidikan antar
profesi;
. Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik di tatanan akademik
maupun lahan praktek baik rumah sakit maupun di masyarakat
. Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehaan
yang komprehensif dan terintegrasi;
. Dukungan dari manajemen ( prodi atau fakultas ) termasuk dukungan logistik,
keuangan dan administrasi.

2. Faktor penghambat

. Adanya ego masing masing profesi;


. Kultur kerja sama yang kurang;
. Resisten terhadap perubahan;
. Perbedaan profesi dan tujuan masing profesi;
. Kurikulum yang kaku dan terpusan;
. Beban kerja dosen dan mahasiswa yag terlalu tinggi.
Kompetensi 1: Nilai dan Etik Kolaborasi Antar Profesi Kesehatan

KONSEP DAN APLIKASI NILAI DAN ETIK

KOLABORASI ANTAR PROFESI

A. Cara membangun iklim saling menghargai

1. Konsep dan Pengertian Nilai-nilai/Values & etik.


2. Fenomena Nilai banyak dikaji oleh para filosuf seperti A. Lalande, dkk. Membagi
arti
nilai dalam 2 garis besar:
a. Arti obyektif, Nilai berarti sifat khas, watak khusus tentang hal, benda atau
apa
saja yang membuatnya lebih atau kurang layak dihargai, dinilai, dan dimuliakan
(stimere).
b. Arti Subjektif, Nilai merupaka ciri khas, hal tersebut yang membuatnya lebih
atau kurang dihargai oleh sisubyek atau kelompok (yang sedang menilai).

Dari fenomena nilai tersebut atas, unsur pokok/kostruktif yang saling terkait
dalam
membuat sesuatu itu bernilai ( Sutrisno, 1993 ) :

a. Kegunaan / manfaat (utility)

b. Keperluan/kepentingan (importance)

c. Penilaian/Penafsiran/Penghargaan (estimasi)

d. Kebutuhan (need)

Selanjutnya Surisno (1993) menjelaskan bahwa klarifikasi nilai (the division of


values),
antara lain :

a. Nilai Instrinsik (ontologis), yaitu harga yang dipandang vital/penting demi


adanya
benda/hal tersebut. Misalnya dinamo untuk mobil (di dalamnya ada unsur
utilitas/kegunaa, kepentingan dan penilaian hal yang mewakil).
b. Nilai ekstrinsik, yaitu kualitas bagi sesuatu hal yang dipandang berguna, perlu,

menarik demi kelangsungan adanya yang lain. Misalnya obat merupakan nilai
ekstrinsik bagi orang yang sakit.

Nilai ekstrinsik dapat dkategorikan/dibagi dalam:

- Nilai dalam tindakan dengan nilai dalam potensi,


- Nilai alami dengan nilai budaya,
- Nilai ekonomi dengan nilai spiriual.

Batasan nilai dapat mengacu kepada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan,
tugas, kewajiban, agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keegganan, daya tarik dst
yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.
Sebagai bahan perbandingan dan untuk menambah wawasan pengertian tentang nilai,
ada beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Papper (1958): Nilai adalah segala sesuatu tentang baik dan buruk

b. Perry (1954): Nilai adalah segala sesuau ang menarik bagi manusia sebagai
subyek.

c. Kluckhohn (1951): Nilai adalah seleksi pengaruh perilaku.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas, dikemukakan suatu batasan nilai yaitu:
Nilai
adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala
sesuatu yang baik dan yang buruk sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari
berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat, batasan ini bersifat
universal.

Robin M Williams (1972) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) tentang nilai-nilai yang
berkualitas:

a. Nilai-nilai mempunyai elemen konsepsi yang lebih dalam dibandingkan dengan


hanya sekedar sensi, emosi atau kebutuhan. Nilai sebagai abstraksi yang
ditarik dari pengalaman seseorang.
b. Nilai -nilai terkain penuhdengan pengertian yang memilikai aspek emosi. Emosi
disini mungkin diungkapkan sebenernya atau merupakan potensi.
c. Nilai-nilai bukan merupakan tujuan kongkrit dan tindakan, tetapi mempunyai
hubungan dengan tujuan, sebab nilai nilai berfungsi sebagai kriteria dalam
memiliki tujuan.
d. Nilai nilai mempunyai unsur penting, tidak disepelehkan bagi yang
bersangkutan.

Nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan, tentang apa yang boleh atau
tidaknya. Adapun 3 tingkatan nilai,menurut Amold Green, yaitu perasaan, norma-
norma dan keakuan.

Norma norma moral merupakan standar tingkah laku berfungsi sebagai kerangka
patokan dalam berinteraksi.

Jenis jenis nilai menurut intesitasnya:

a. Nilai nilai yang tercernakan merupakan suatu landasan bagi reaksi yang
diberikan secara otomatis terhadap situasi situasi tingkah laku eksistensi.
b. Nilai nilai yang dominan merupakan nilai nilai yang lebih diutamakan dari pada
nilai lainnya. Kriteria nilai nilai:
. Luas tidaknya pengaruh nilai tersebut dalam aktivitas total
. Lama tidaknya pengaruh nlai tersebut dirasakan kelompok/masyarakat
. Gigih tidaknya nilai tersebut diperjuangkan
. Prestise orang orang/organisasiyang menganut nilai tersebut
. Share value & Norm sebagai dasar membangun sikap&perilaku tim
Kolaborasi antar profesi. Diperlukan nilai nilai dasar dalam bersikap dan
beprilaku kerja tinggi/berkinerja untuk mewujudkan visi dan misi
kelompok/organisasi.
. Kesepakatan & Komitmen mengimplementasikan nilai dan norma bersama
sebagai dasar berpikir, bersikap dan berperilaku dalam Tim Kolaborasi

B. KONSEP NILAI KEBERSAMAAN DAN ETIKA


1. Konsep dan Pengertian moral, Etika, Profesi dan Hukum.

Moral berasal dari bahasa latin mos atau more artinya tabiat, kesusilaan atau
kelakuan/perilaku.

2. Moral dan Etika

Etika adalah ada ketika berinteraksi dengan orang lain,sedanagkan moral adalah ada
dalam diri manusia. Kebaikan moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Dengan demikian norma moral lebih tinggi dari norma span santun dan norma
hukum.

Etika mengikuti ajaran moral tertentu, tidak berwenang menetapkan bagaimana ia


harus bertindak. Dengan kata lain etika adalah sebuah reflek kritis dan rasional
mengenai nilai dan norma,moral yang menentukan perwujudan sikap dan pola
perilaku hidup manusia menjadi lebih baik.

Ciri khas etika:

1. Rasional, mendasarkan pada nalar

2. Memiliki nilai yang kritis �bisa di kritisi�

3. Mendasar membantu hal utama

4. Sistematis

5. Normatif

Etika Profesi adalah susatu tindakan dalam melakukan pekerjaan khusus yang
memiliki otoritas yang diberikan kepada seseorang atas dasar keahlian khusus yang
dianggap baik dalam menenentukan kaidah ilmuwan. Kode etik adalah suatu aturan
moral yang menjadi landasan.

3. Hukum

Adalah suatu perundang undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.

Persamaan etika dan hukum:


. Sebagai instrument untuk mengatur kehidupan bermasyarakat
. Memiliki hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat agar tidak saling
merugikan
. Membantu kesadaran
. Bersumber pada hasil pemikiran

Perbedaan Etika Profesi, dan Hukum

Etika Profesi

Hukunm

Berlaku dalam lingkungan suatu profesi

Berlaku umum untuk seluruh masyarakat

Dibuat untuk mengatur tertib


(kesepakatan profesi), bukan kehendak
masyarakat dan negara, masyarakat dan
negara tidak dapat membatalkan

Dibuat oleh badan pemerintahan yang


mempunyai wewenang hukum, atas kehendak

Masyarakat dan negara

Tertulis sebagian saja

Secara hukum tertulis secara rinci, sistematic,


ditulis dalam kitab UU atau berbentuk
peraturan-peraturan

Pelanggaran dan sanksi diselesaikan


melalui dewan ahli/majelis kehormatan

Pelanggaran dan sanksi diselesaikan melalui


pengadilan, Sanksi dapat dilaksanakan dengan
paksa
Berdasarkan uraian tersebut maka Etika Profesi adalah suatu pelaksanaan atau
tindakan
dalam melaksanakan pekerjaan khusus yang memiliki otoritas yang diberikan kepada
seseorang atas dasar keahlian khususnya yang dianggap baik dan benar menurut
kaidah-
kaidah meilmuannya.

Selanjutnya Kode Etik profesi adalah suatu aturan moral atau etik yang menjadi
landasan
yang harus yang dipatuhi oleh para prifessional dalam melakukan orientasinya.
Aturan
moral atau etik terhadap masyarakat umum, terhada dirinya sendiri dan hubungannya
dengan sesama profesi serta terhadap klien yang dilayani.
VI. REFERENSI

1. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, Suatu Pengantar, Bandung, PT Refika


Aditama, 2001.
2. Dr. Hadi Siswanto, MPH, Buku Ajar Etika Profesi, Etika, Senitarian, Kesehatan
Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta, Politeknik Kesehatan Jakarta
II, 2008.
3. Rafaela Raga Maran, Manuis & Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar,
Jakarta, Rineka Cipta 2000.
4. Jhon P Kotter, James I. Heskett, Corporate Culture and Performance, Person
Educion
Asia Pte Ltd, PT Prenhallindo, 1998.
5. Susan Smith Kuczmarski & Thomas D.Kuczmarski, Values-Based Leadership,
Rebuilding, Employee, Commitment, Performance&Productivity by Prentice Hall Inc,
1995.
6. Ken Blancard, Michael O�connor, Jim Bllard, Managing by Value, Mengelola
berdasarkan Nilai, PT Gramedia Pustaka Utama, 1998.
7. Standard Profei Keperawatan, Kebidanan, Kesling dan Gizi.
Kompetensi 2: Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi

1. Alur Proses Belajar

Pembukaan dan Ice Breaking


Activity

Pemaparan Materi Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi

Tanya jawab dan diskusi

Pemutaran Video Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi

Diskusi Refleksi

Pembelajaran dengan Kasus Pemicu

Presentasi dan Diskusi Kelompok

Post-test Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi

Pre-test Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi

Diskusi Refleksi

Refleksi Diri
2. Metode Pembelajaran
a. Kuliah

Metode kuliah digunakan untuk memperkenalkan konsep peran dan tanggung


jawab profesi dalam Interprofessional Education. Pemaparan materi kuliah ini
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa untuk:

1. Mengkomunikasikan peran dan tanggung jawab masing-masing profesi sebagai


anggota tim dengan jelas kepada pasien, keluarga, dan profesional lainnya
2. Mengenali keterbatasan seseorang dalam keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan
3. Melibatkan tenaga kesehatan professional yang saling melengkapi keahlian
antar profesi, sumber daya, untuk mengembangkan strategi dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan klien
4. Menjelaskan peran dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim agar
dapat bekerja sama dalam memberikan pelayanan kesehatan
5. Mampu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
profesional kesehatan yang tergabung dalam tim kesehatan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, tepat waktu, efisien, efektif, dan adil
6. Mampu berkomunikasi dengan anggota tim untuk mengklarifikasi tanggung
jawab masing-masing anggota dalam melaksanakan komponen dari rencana
atau intervensi pelayanan kesehatan pada masyarakat
7. Menjalin hubungan saling tergantung dengan profesional lain untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan
8. Terlibat dalam pengembangan profesional dan antar profesi untuk
meningkatkan kinerja tim.
9. Menggunakan kemampuan yang unik dan saling melengkapi semua anggota
tim untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada klien dan masyarakat.
b. Pemutaran Video Pembelajaran

Video digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, ditampilkan dalam dua


sesi sebagai pengantar kuliah. Video diambil dari YouTube dan ditayangkan
dengan teks dalam bahasa Indonesia.
c. Diskusi Kelompok (DK)
. Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 10 orang
. Pembentukan tim diatur oleh fasilitator, dan peserta akan dibagi secar acak
dari berbagai jurusan
. Pembagian tim dan penjelasan mekanisme akan dipimpin oleh seorang
moderator. Setiap tim akan mempelajari sebuah kasus kompleks dan mereka
dituntut untuk menyiapkan rencana kerja dari kasus tersebut
. Mahasiswa akan mempresentasikan rencana kerja yang telah mereka susun
kepada peserta lain
. Setiap tim memiliki waktu presentasi masing-masing 10 menit. Setelah semua
tim selesai presentasi, umpan balik diberikan oleh seorang fasilitator.
. Diskusi kelompok yang dilakukan menggunakan 12 langkah Branda yaitu :
1) Identifikasi masalah yang terdapat pada pemicu. Istilah yang tidak jelas
diklarifikasi
2) Analisis masalah, yaitu dengan membuat peta konsep (concept map) yang
dapat menguraikan kemungkinan faktor penyebabnya.
3) Penyusunan pertanyaan yang berkaitan dengan tiap faktor penyebab yang
memerlukan penjelasan, yang dilanjutkan dengan membuat hipotesis yang
sesuai
4) Menetapkan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab tiap
pertanyaan
5) Menjawab pertanyaan yang sudah dapat dijawab langsung berdasarkan
pengetahuan yang sudah dimiliki
6) Untuk pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, dilakukan identifikasi
sumber pembelajaran yang sesuai.

3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity

Judul: Picture of team

Kelompok akan diberikan satu lembar karton berukuran besar dan 1 buah spidol,
pada permainan ini fasilitator akan memberikan waktu sebanyak 3 menit untuk
mendiskusikan apa kira-kira gambar yang akan mereka buat. Ketentuan dari
permainan ini adalah masing-masing peserta hanya diperbolehkan memberikan
satu coretan, demikian seterusnya sampai tiba gilirannya untuk mencoret.
Gambar tersebut harus memiliki makna yang dapat dijelaskan oleh salah satu
perwakilan peserta.

Diskusi Refleksi

Setelah kegiatan selesai, fasilitator meminta mahasiswa untuk menyampaikan:

. Makna permainan tersebut


. Kesulitan dalam melakukan permainan tersebut
. Kemudahan dalam melakukan permainan tersebut.

b. Deskripsi Materi Pembelajaran

Latar belakang dan Dasar Pemikiran: Belajar menjadi interprofesional


membutuhkan pemahaman tentang bagaimana peran dan tanggung jawab
masing-masing profesi saling melengkapi dalam keperawatan yang berpusat pada
pasien dan masyarakat/populasi. �Tenaga kesehatan garis depan� (Suter et al.,
2009) telah mengidentifikasi dengan jelas gambaran peran dan tanggung jawab
profesinya sendiri kepada anggota tim dari profesi lain dan memahami peran dan
tanggung jawab orang lain dalam kaitannya dengan perannya sendiri sebagai
domain kompetensi inti untuk praktik kolaboratif. Domain ini adalah fitur eksplisit

dalam sebagian besar kerangka kerja kompetensi interprofesional (Thistlethwaite


& Moran, 2010; WHO, 2010; CIHC, 2010; Cronenwett et al., 2007; University of
Toronto, 2010).

"Keragaman Varietas" - atau perbedaan kategoris antara anggota tim -


menyajikan sumber daya dan masalah untuk kerja tim dalam keperawatan
kesehatan (Edmondson & Roloff, 2009). Keragaman keahlian mendukung gagasan
tim yang efektif. Keragaman latar belakang atau karakteristik budaya juga
menambah sumber daya kerja tim. Namun, stereotip, baik positif maupun negatif,
terkait dengan peran profesional dan perbedaan demografis/budaya
mempengaruhi profesi kesehatan (Hean, saat pres). Stereotip-stereotip ini
membantu menciptakan ide-ide tentang profesi yang dikenal sebagai "keragaman
disparitas" (Edmondson & Roloff), mengikis rasa saling menghormati. Persepsi
yang tidak akurat tentang keragaman mencegah profesi mengambil manfaat
penuh kerja sama untuk meningkatkan keperawatan kesehatan.

Kebutuhan untuk mengatasi masalah kesehatan yang kompleks dan masalah


penyakit, dalam konteks sistem pemberian keperawatan yang kompleks dan
faktor-faktor masyarakat, panggilan untuk mengenali batas-batas keahlian
profesional, dan kebutuhan untuk kerjasama, koordinasi, dan kolaborasi di
seluruh profesi untuk meningkatkan kesehatan dan mengobati penyakit. Namun,
koordinasi dan kolaborasi yang efektif hanya dapat terjadi ketika setiap profesi
mengetahui dan menggunakan keahlian dan kemampuan orang lain yang
berpusat pada pasien.

Praktik kolaborasi interprofesi kesehatan bertujuan untuk profesional kesehatan


dapat bekerja sama secara sinergis dan efektif, sesuai dengan peran, tanggung
jawab dan kompetensi masing-masing profesi. Setiap profesi kesehatan dituntut
untuk dapat memahami kompetensi profesi dan kolaborasi dalam tim pelayanan
kesehatan.

c. Definisi Peran Profesi


- Peran/tanggung jawab profesi yaitu pengetahuan tentang peran profesi sendiri
dan peran profesi lain menumbuhkan saling menghargai antarprofesi sehingga
dapat memenuhi dan melayani kebutuhan kesehatan pasien.
- Peran/tanggung jawab profesi kesehatan adalah kemampuan peserta didik
untuk memahami peran profesi masing-masing dan peran profesi lain dan
menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjawab kebutuhan dan tujuan
perawatan pasien/klien/keluarga dan komunitas.
- Peran dan tanggung jawab setiap profesi bervariasi dalam batas-batas hukum;
peran dan tanggung jawab yang sebenarnya berubah tergantung pada situasi
keperawatan khusus. Profesional mungkin merasa sulit untuk
mengkomunikasikan peran dan tanggung jawab mereka kepada orang lain.
Misalnya, Lamb et al. (2008) menemukan bahwa staf perawat tidak memiliki
bahasa untuk menggambarkan kegiatan koordinasi keperawatan inti yang
mereka lakukan di rumah sakit. Mampu menjelaskan apa peran dan tanggung
jawab profesi lain dan bagaimana mereka melengkapi peran milik mereka
sendiri lebih sulit ketika peran individu tidak dapat diartikulasikan dengan jelas.

Keperawatan yang aman dan efektif menuntut peran dan tanggung jawab yang
jelas.
- Keahlian pribadi anggota tim dapat membatasi kerja tim yang produktif di
seluruh profesi. Praktik kolaboratif bergantung pada mempertahankan
keahlian melalui pembelajaran berkelanjutan dan melalui penyempurnaan dan
peningkatan peran dan tanggung jawab dari mereka yang bekerja bersama.

d. Kompetensi peran dan tanggung jawab dlm kolaborasi antar profesi

Secara spesifik kompetensi peran/tanggung jawab (kompetensi umum � RR)


untuk praktik kolaborasi dijelaskan sebagai berikut:

1. Komunikasi peran dan tanggung jawab profesi secara jelas kepada pasien,
keluarga dan profesi lainnya.
2. Mengenali keterbatasan profesi dalam keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan.
3. Melibatkan profesional kesehatan yang beragam dalam melengkapi keahlian
profesional, serta sumber daya terkait, untuk mengembangkan strategi agar
memenuhi kebutuhan pasien perawatan khusus.
4. Menjelaskan peran dan tanggung jawab penyedia layanan lain dan bagaimana
tim bekerjasama untuk memberikan perawatan.
5. Menggunakan lingkup penuh pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
yang tersedia dari profesional kesehatan dan petugas kesehatan untuk
memberikan perawatan yang aman, tepat waktu, efisien, efektif dan adil.
6. Berkomunikasi dengan anggota tim untuk mengklarifikasi tanggung jawab
setiap anggota dalam melaksanakan komponen dari rencana perawatan atau
intervensi kesehatan.
7. Menjalin hubungan interdependent dengan profesi lain untuk meningkatkan
perawatan pasien.
8. Terlibat dalam pengembangan profesional dan interprofesional berkelanjutan
untuk meningkatkan kinerja tim.
9. Menggunakan kemampuan yang unik dan saling melengkapi dari semua
anggota tim untuk mengoptimalkan perawatan pasien.

e. Pemutaran Video �Interprofessional Competency : Role Clarification� Video dari


IPCLU Project (Interprofessional Clinical Learning Unit), diambil dari YouTube dan
ditayangkan dengan teks dalam bahasa Indonesia. Video ini menunjukkan
masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat kurangnya klarifikasi peran
tim kesehatan, dan bagaimana klarifikasi peran dapat menyelesaikan masalah
tersebut.

Durasi: 2 menit 52 detik

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=Z0a3wwGOXHk

Diskusi Refleksi

Pertanyaan Kunci :

1) Bagaimana pendapat anda tentang video tersebut?


2) Apa yang dapat Anda pelajari dari video tersebut?
3) Apakah masalah-masalah yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik
atau pendidikan sehari-hari, atau pernah dengar dari kerabat Anda?
4. Evaluasi

Bentuk

Instrumen

Frekuensi

Bobot (%)

Penilaian partisipasi
individu

Lembar penilaian

10

Penilaian lembar tugas


mandiri (hasil diskusi
kelompok)

Lembar penilaian

2
10

Penyusunan refleksi
diri

Lembar penilaian

10

Ujian tulis akhir

Soal Pilihan Jamak

20
Bentuk

Instrumen

Frekuensi

Bobot (%)

semester

(Multiple Choice
Question)

Proyek/tugas
kelompok

Lembar penilaian

50

Total

100

5. Kasus Pemicu

Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke poliklinik umum RSUD X di Depok


dengan keluhan luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 2 minggu yang lalu.
Awalnya kaki luka karena tidak sengaja menginjak kerikil tajam di halaman rumah,
namun setelah diberi obat merah dan ditutup plester, luka tidak menyembuh bahkan
muncul bengkak dan kemerahan di sekitar luka dan mulai berbau. Akibatnya, pasien
sulit untuk berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari.

Sejak kira-kira 3 tahun lalu, pasien sudah berhenti bekerja berjualan kue di
sekolah
karena mudah merasa lelah. Pasien mudah merasa haus dan sering buang air kecil,
bahkan di malam hari ketika tidur. Pasien tersebut pernah memeriksakan diri ke
dokter dan dokter menyatakan kaki pasien harus diamputasi namun pasien dan
keluarga keberatan dengan alasan khawatir pasien tidak bisa mencari nafkah lagi.

Saat ini pasien tinggal bersama menantu dan anak ketiganya. Istri pasien sudah
meninggal setahun yang lalu, sedangkan anak ketiga pasien saat ini sedang hamil
anak pertama usia kehamilan 8 bulan dengan keluhan sakit gigi geraham sudah 2
minggu, sering sakit kepala dan sulit tidur.
Pemeriksaan fisik pada Bapak menunjukkan keadaan umum baik, tekanan darah
140/80, berat badan 60 kg, tinggi badan 163 cm, konjungtiva tidak pucat, kebersihan

mulut kurang baik. Pada pemeriksaan dada dan abdomen tidak ditemukan kelainan.
Pada ekstremitas, di plantar pedis dekstra ditemukan ulkus berukuran 4 cm x 2 cm
dengan dasar otot dan jaringan ikat, disertai edema dan eritema di sekitarnya.
Ulkus
nyeri bila ditekan, berbau, dan terdapat pus.

Pemeriksaan darah menunjukkan Hb 13 g/dL, leukosit 8300/mm3, kadar glukosa


darah sewaktu 273 mg/dL, total kolesterol 220 mg/dL, total trigliserida 200 mg/dL.
Pada pemeriksaan urin ditemukan glukosa (+).

Pemeriksaan pada Ibu hamil didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, berat badan
47 kg, TB 152 cm, lingkar lengan atas 22 cm. Pada pemeriksaan mata, konjungtiva
pucat. Pada pemeriksaan mulut, gusi terlihat merah dan sedikit bengkak, menurut
pasien kadang berdarah bila sikat gigi. Pemeriksaan jantung, tidak ditemukan suara
jantung abnormal. Pada pemeriksaan paru, ditemukan suara vesikuler di kedua
lapang paru, tidak ada bunyi tambahan. Tidak ada pembengkakan ekstremitas.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 8 g/dL, golongan darah A,

Pasien menggunakan kartu BPJS untuk membayar pengobatannya.

Diskusikan dengan tim Anda:

1. Apa masalah yang ditemukan pada pasien saat ini dan apa diagnosis kerja yang
Anda
tegakkan, menurut profesi Anda masing-masing?
1. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang masing-masing
profesi?
2. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan pada tatalaksana pasien ini?
3. Apakah terdapat tumpang tindih peran antara anggota tim Anda dalam tatalaksana
pasien ini? Bagaimana rencana kolaborasi di dalam tim Anda untuk dapat
menatalaksana pasien ini secara optimal?
4. Bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan terhadap keluarga pasien?

Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu presentasi rencana tatalaksana yang
komprehensif dan holistik, dengan pendekatan tim.

D. Daftar Istilah

Definisi Operasional:

. Pendidikan interprofesional: "Ketika siswa dari dua atau lebih profesi belajar
tentang, dari dan dengan satu sama lain untuk kolaborasi yang efektif dan
meningkatkan hasil kesehatan" (WHO, 2010)
. Praktek kolaboratif interprofesional: "Ketika banyak pekerja kesehatan dari latar

belakang profesional yang berbeda bekerja sama dengan pasien , keluarga,


pengasuh, dan masyarakat untuk memberikan keperawatan berkualitas tertinggi
�(WHO, 2010)
. Kerja tim interprofesional: Tingkat kerja sama, koordinasi dan kolaborasi yang
mencirikan hubungan antara profesi dalam memberikan keperawatan yang berpusat
pada pasien
. Perawatan interprofessional berbasis tim: Keperawatan yang diberikan dengan
sengaja dibuat, biasanya kelompok kerja yang relatif kecil dalam keperawatan
kesehatan, yang diakui oleh orang lain serta oleh diri mereka sendiri yang memiliki
identitas kolektif dan tanggung jawab bersama untuk pasien atau kelompok pasien,
misalnya, tim respon cepat, tim perawatan paliatif, tim perawatan primer dan tim
ruang operasi
. Kompetensi profesional dalam keperawatan kesehatan: Penerapan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai/sikap yang terintegrasi yang mendefinisikan domain kerja
profesi kesehatan tertentu yang diterapkan dalam konteks perawatan khusus
. Kompetensi interprofessional dalam keperawatan kesehatan: Penerapan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai/sikap yang terintegrasi yang
mendefinisikan kerjasama di seluruh profesi, dengan pekerja keperawatan
kesehatan lainnya, dan dengan pasien, bersama dengan keluarga dan masyarakat,
yang sesuai untuk meningkatkan hasil kesehatan dalam perawatan konteks khusus
. Domain kompetensi Interprofesional: Suatu kelompok yang secara umum
diidentifikasikan dari kompetensi interprofesional yang lebih spesifik yang
terhubung
secara konseptual, dan berfungsi sebagai konstruk teoritis (sepuluh Cate & Scheele,

2007)

E. Sumber Rujukan
1. Blendon, D., Learning from prescribing errors. Qual Saf Health Care 2002;11:258-
260
2. Freeth D, Hammick M, Reeves S, Koppel I, Barr H. 2005. Effective
Interprofessional
Education: Development, Delivery and Evaluation. Canada: Blackwell Publishing.
3. Core Competencies 2008. [cited 22th of April 2009] . Available from:
http://www.cihc.ca/files/publications/CIHC_IPE-LitReview_May07.pdf
4. HPEQ Student � IYHPS. Buku Pedoman Pengenalan Praktik Kolaborasi dan
Pendidikan Interprofesi untuk Mahasiswa dan Profesional Muda Kesehatan:
Nusantara Health Collaborative. 2014.
5. Soemanta D, et.al, Kerangka Kurikulum Pendidikan Interprofesi (Interprofessional

Education) dalam Bidang Kesehatan di Indonesia, HPEQ Ditjen Dikti Kemendikbud,


2014
6. Susanti Dyeri, Hesti Wulandari, Ryka Juaeriah, Modul Interprofessional
Education;
2016.
7. The Canadian Interprofessional Health Collaborative.Interprofessional Education
&
8. UP3K Poltekkes Kemenkes Jakarta 1. Buku Pedoman Modul Interprofessional
Education Program Studi Pendidikan Vokasi. 2017.
9. World Health Organization.Learning Together to Work Together for Health. Report
of a WHO study group on multiprofessional education for health personnel: the
team approach. WHO Technical Report Series 769. Geneva: WHO, 1988;3�72.
10. World Health Organization, Department of Human Resources for Health.Framework
for Action on Interprofessional Education & Collaborative Practice
(WHO/HRH/HPN/10.3). Switzerland. 2010. This publication is available from:
http://www.who.int/hrh/nursing_midwifery/en
11. Core Competencies for Interprofessional Collaborative Practice. IPEC
sponsors/expert panel. May 2011.
Kompetensi 3 : Keterampilan Komunikasi dalam Interprofessional Education

1. Alur Proses Belajar

Pembukaan dan Ice Breaking


Activity

Pemaparan Materi Komunikasi Interprofessional

Tanya jawab dan diskusi

Pemutaran Video Komunikasi Interprofessional

Diskusi Refleksi

Pembelajaran dengan Kasus Pemicu

Presentasi dan Diskusi Kelompok

Post-test Komunikasi Interprofessional (Evaluasi)

Pre-test Keterampilan Kerjasama Tim

Diskusi Refleksi

Refleksi Diri
2. Metode Pembelajaran
a. Kuliah

Metode kuliah digunakan untuk memperkenalkan konsep keterampilan


komunikasi dalam Interprofessional Education. Pemaparan materi kuliah ini
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa untuk menerapkan
komunikasi yang efektif dalam praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi di
tatanan pelayanan kesehatan.

b. Pemutaran Video Pembelajaran

Video digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, ditampilkan dalam dua


sesi sebagai pengantar kuliah. Video diambil dari YouTube.

c. Diskusi Kelompok (DK)


. Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 10 orang.
. Pembentukan tim diatur oleh fasilitator, dan peserta akan dibagi secar acak
dari berbagai jurusan
. Pembagian tim dan penjelasan mekanisme akan dipimpin oleh seorang
moderator. Setiap tim akan mempelajari sebuah kasus kompleks dan mereka
dituntut untuk menyiapkan rencana kerja dari kasus tersebut.
. Mahasiswa akan mempresentasikan rencana kerja yang telah mereka susun
kepada peserta lain.
. Setiap tim memiliki waktu presentasi masing-masing 10 menit. Setelah semua
tim selesai presentasi, umpan balik diberikan oleh seorang fasilitator.
. Diskusi kelompok yang dilakukan menggunakan 12 langkah Branda yaitu :
1) Identifikasi masalah yang terdapat pada pemicu. Istilah yang tidak jelas
diklarifikasi.
2) Analisis masalah, yaitu dengan membuat peta konsep (concept map) yang
dapat menguraikan kemungkinan faktor penyebabnya.
3) Penyusunan pertanyaan yang berkaitan dengan tiap faktor penyebab yang
memerlukan penjelasan, yang dilanjutkan dengan membuat hipotesis yang
sesuai.
4) Menetapkan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab tiap
pertanyaan.
5) Menjawab pertanyaan yang sudah dapat dijawab langsung berdasarkan
pengetahuan yang sudah dimiliki.
6) Untuk pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, dilakukan identifikasi
sumber pembelajaran yang sesuai.

3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity

Judul: Puzzle Sederhana

Tujuan kegiatan: Memberikan gambaran mengenai betapa pentingnya komunikasi


interpersonal dalam sebuah organisasi.

Bahan yang dibutuhkan:

1. Amplop besar
2. Puzzle

Kegiatan:

1. Dibagi menjadi beberapa kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 orang


2. Setiap orang diberi sebuah amplop besar yang berisi 3 potong puzzle yang
telah diacak sebelumnya.
3. Setiap anggota kelompok harus menyusun puzzle yang mereka miliki menjadi
sebuah bentuk persegi. Dimana dalam menyusun puzzle tersebut mereka
dilarang untuk berbicara dan dengan komunikasi non-verbal seperti kedipan
mata, menunjuk, atau isyarat lain untuk meminta puzzle dari temannnya.
Mereka hanya diperbolehkan untuk memberi puzzle tersebut kepada
temannya dengan cara meletakkannya di wilayah temannya tersebut. Namun,
apabila temannya tidak segera mengambilnya maka puzzle tersebut berhak
untuk diambil pengawas.
4. Game ini selesai ketika sudah kelompok yang berhasil menyusun puzzle
tersebut menjadi 5 buah persegi.
Diskusi Refleksi

Setelah kegiatan selesai, fasilitator meminta mahasiswa untuk menyampaikan:

. Makna permainan tersebut


. Kesulitan dalam melakukan permainan tersebut
. Kemudahan dalam melakukan permainan tersebut.

b. Deskripsi Materi Pembelajaran

Komunikasi merupakan inti dalam kerja sama tim. Komunikasi merupakan


salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa. Proses pelayanan
kesehatan tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi dengan pasien/klien
maupaun dengan profesi lain dalam tim kesehatan. Proses komunikasi
interprofesional dapat berupa penyampaian pendapat tenaga kesehatan terhadap
anggota tim kesehatan lain, terkait asuhan yang diberikan dan mendengarkan
pendapat dari profesi lain, sehingga pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara
harmonis dan komprehensif.

Komunikasi antarprofesi secara umum bertujuan untuk meningkatkan


keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan, melalui peningkatan
pemahaman antaranggota profesi terkait peran dan tanggung jawab
masingmasing dalam pelayanan kesehatan, saling menghargai dan mempercayai
anggota tim kesehatan lain.

c. Definisi Komunikasi Interprofesi

Komunikasi atau communication menurut bahasa inggris adalah bertukar


pikiran, opini, informasi melalui perkataan, tulisan ataupun tanda-tanda (Hornby
et al, 2007). Komunikasi interprofesi adalah bentuk interaksi untuk bertukar
pikiran, opini dan informasi yang melibatkan dua profesi atau lebih dalam upaya
untuk menjalin kolaborasi interprofesi.
d. Manfaat komunikasi interprofesi

Komunikasi interprofesi yang sehat menimbulkan terjadinya pemecahan


masalah, berbagai ide, dan pengambilan keputusan bersama (Potter & Perry,
2005). Bila komunikasi tidak efektif terjadi di antara profesi kesehatan,
keselamatan pasien menjadi taruhannya. Beberapa alasan yang dapat terjadi
yaitu kurangnya informasi yang kritis, salah mempersepsikan informasi, perintah
yang tidak jelas melalui telepon, dan melewatkan perubahan status atau
informasi (O.Daniel and Rosenstein, 2008).

e. Faktor yang mempengaruhi komunikasi interprofesi

Menurut Potter dan Perry (2005) keefektifan komunikasi interprofesi


dipengaruhi oleh : a) Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang
telah terjadi. Persepsi terbentuk apa yang diharapkan dan pengalaman.
Perbedaan persepsi antar profesi yang berinteraksi akan menimbulkan kendala
dalam komunikasi; b) Lingkungan yang nyaman membuat seseorang cenderung
dapat berkomunikasi dengan baik. Kebisingan dan kurangnya kebebasan
seseorang dapat membuat kebingunan, ketegangan atau ketidaknyamanan; c)
Pengetahuan yaitu suatu wawasan akan suatu hal. Komunikasi interprofesi dapat
menjadi sulit ketika lawan bicara kita memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda.
Keadaan seperti ini akan menimbulkan feedback negatif, yaitu pesan menjadi
akan tidak jelas jika kata-kata yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar.

f. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interprofesi

Menurut Wagner (2011), IPE merupakan langkah yang penting untuk


dilakukan karena melalui IPE, mahasiswa dapat melatih kemampuan komunikasi
interprofesi pada situasi yang tidak membahayakan pasien tetapi tetap
mencerminkan situasi yang mendekati situasi nyata. Kebutuhan akan strategi
pembelajaran untuk meningkatkan komunikasi interprofesi berkembang. Oleh
karena itu, pendidik diharapkan mampu mengembangkan metode dan strategi
pembelajaran yang menggabungkan kemampuan komunikasi dan budaya pasien
serta keterampilan teknis sejak tahap akademik (Mitchell, 2010). Salah satu model
IPE yang dapat diterapkan adalah simulasi IPE. Melalui simulasi IPE tersebut
mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam
berkomunikasi dengan profesi yang lain. Selain itu mahasiswa juga lebih percaya
diri untuk berkomunikasi dengan profesi yang lain ketika berkolaborasi dengan
profesi yang lain karena mahasiswa sudah memiliki bekal pengalaman
sebelumnya. Wagner (2011) menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul
�Developing Interprofessional Communication Skills� bahwa simulasi IPE sangat
efektif dan diterima dengan baik sebagai inovasi dalam pembelajaran mahasiswa
kesehatan. Simulasi tersebutmerupakan langkah awal menuju pengembangan
budaya yang menumbuhkan kerja sama tim interprofessional dalam perawatan
kesehatan. Selain itu, simulasi tersebut adalah cara untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan melalui pengembangan kolaborasi interprofesi, karena
memberikan kesempatan setiap kelompok untuk belajar berinteraksi dengan
profesi yang lain. Selain melalui simulasi IPE, pembelajaran IPE juga dapat
menggunakan metode tutorial yang mengintegrasikan berbagai profesi
kesehatan. Metode IPE melalui diskusi tutorial tersebut berpusat pada berbagai
aspek peran profesi kesehatan dan komunikasi antara dokter, tenaga
keperawatan serta pasien dalam setting managemen perawatan. Mitchell (2010)
menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul �Innovation In Learning � An
Interprofessional Approach To Improving Communication�bahwa tutorial sangat
efektif untuk memberikan kesadaran akan pentingnya kolaborasi tim interprofesi
dalam perawatan pasien. Selain itu, diskusi yang terjadi selama tutorial dengan
profesi yang lain dapat melatih mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi interprofesi. Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan
pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan
menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan medical error, sehingga perlu adanya kurikulum pembelajaran IPE
yang mampu melatih kemampuan mahasiswa dalam sebuah kolaborasi
interprofesi. Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan
yang kami temukan melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi
dokter, perawat, apoteker dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi
oleh pakar komunikasi dari Indonesia maupun Eropa (Claramita, et.al, 2012):

1. Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi


kesehatan lain, yang dilandasi kesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa
setiap profesi kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi
keselamatan pasien (Patientsafety) dan keselamatan petugas kesehatan
(Provider-safety).
2. Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi
kesehatan.
3. Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antar petugas
kesehatan yang berbeda profesi dalam
4. Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain.
5. Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien
bias dilakukan antar individu ataupun antar kelompok profesi kesehatan yang
berbeda.
6. Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi
kesehatan yang lain.
7. Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses
pengobatan (termasuk alternatif/ tradisional)
8. Informasi yang bersifat komplimenter/ saling melengkapi: kemampuan untuk
berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi
yang berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).
9. Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan
sesuai dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing.
10. Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi
kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien.
11. Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dengan petugas kesehatan dari profesi
yang lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

g. Pemutaran Video

Terdapat 2 (dua) video yang digunakan untuk keperluan pembelajaran. Ketiga


video tersebut adalah:
1) Communication (Interprofessional Comfetency)

Durasi: 1 menit 37 detik

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=vTOPE8hL708

Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya komunikasi antara tim kesehatan, dan bagaimana perbaikan
komunikasi dapat menyelesaikan masalah tersebut.

2) Interprofessional Communication

Durasi: 4 menit 45 detik

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=xE7mdTfJkZE&t=13s.

Video menampilkan kelalaian seorang perawat terhadap instruksi dokter


karena menggunakan hand phone saat berkomunikasi dengan dokter.
Akibatnya obat yang diberikan kepada pasien tertukar.

Diskusi Refleksi

Setelah pemutaran video, peserta diajak berdiskusi dengan beberapa


pertanyaan pemicu, antara lain:

1. Setelah melihat video-video tadi, apa pendapat Anda?


2. Apa yang Anda pelajari dari video-video tadi?
3. Apakah masalah-masalah yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik
atau pendidikan sehari-hari, atau pernah dengar dari kerabat Anda?
4. Apakah kolaborasi yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik atau
pendidikan sehari-hari, atau Anda pernah dengar dari kerabat Anda?
5. Apakah kolaborasi interprofesi mungkin dilakukan di Indonesia? Mengapa?
6. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi pasien? Mengapa?
7. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi tenaga kesehatan?
Mengapa?
8. Apakah kolaborasi interprofesi terlalu merepotkan dan memakan waktu?
Bagaimana solusinya?
9. Apa syarat agar kolaborasi seperti yang ada pada video dapat terlaksana
dengan baik?
10. Mengapa pendidikan interprofesi perlu?
4. Evaluasi

Bentuk

Instrumen

Frekuensi

Bobot (%)

Penilaian partisipasi
individu

Lembar penilaian

10

Penilaian lembar tugas


mandiri (hasil diskusi
kelompok)

Lembar penilaian

10

Penyusunan refleksi
diri

Lembar penilaian

10

Ujian tulis akhir


semester

Soal Pilihan Jamak


(Multiple Choice
Question)

20

Proyek/tugas
kelompok

Lembar penilaian

1
50

Total

100

5. Kasus Pemicu

Seorang mahasiswa Jurusan kebidanan tiba-tiba jatuh saat naik tangga di


gedung pendidikan. Mahasiswa tersebut sempat pingsan dan merasakan sakit di
bagian kaki dan kepalanya. Di tempat kejadian hadir beberapa mahasiswa dari jurusan

keperawatan, kebidanan, keperawatan gigi, dan ortotik prostetik.

Diskusikan bersama rekan dari masing-masing profesi Anda:

1. Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini?


2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini?

Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu
diskusikan:

1. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana


pasien ini?
2. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan?

6. Sumber Rujukan

Buku Acuan Umum CFHC-IPE, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Modul Interprofessional Education (IPE)


Kompetensi 4: Kerjasama Tim dalam Interprofessional Education

1. Alur Proses Belajar

Refleksi Diri

Diskusi Refleksi

Pre-test Keterampilan Kerjasama Tim

Post-test Keterampilan Kerjasama Tim (Evaluasi)

Presentasi dan Diskusi Kelompok

Pembelajaran dengan Kasus Pemicu

Diskusi Refleksi

Pemutaran Video Kerjasama Tim Interprofessional

Tanya jawab dan diskusi

Pemaparan Materi Kerjasama Tim Interprofessional

Pembukaan dan Ice Breaking


Activity
2. Metode Pembelajaran
a. Kuliah

Metode kuliah digunakan untuk memperkenalkan konsep keterampilan


kerjasama tim dalam Interprofessional Education. Pemaparan materi kuliah ini
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa untuk menerapkan
kerjasama tim yang efektif dalam praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi
di tatanan pelayanan kesehatan.

b. Pemutaran Video Pembelajaran

Video digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, ditampilkan dalam dua


sesi sebagai pengantar kuliah. Video diambil dari YouTube dan ditayangkan
dengan teks dalam bahasa Indonesia.

c. Diskusi Kelompok (DK)


. Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 10 orang.
. Pembentukan tim diatur oleh fasilitator, dan peserta akan dibagi secar acak
dari berbagai jurusan
. Pembagian tim dan penjelasan mekanisme akan dipimpin oleh seorang
moderator. Setiap tim akan mempelajari sebuah kasus kompleks dan mereka
dituntut untuk menyiapkan rencana kerja dari kasus tersebut.
. Mahasiswa akan mempresentasikan rencana kerja yang telah mereka susun
kepada peserta lain.
. Setiap tim memiliki waktu presentasi masing-masing 10 menit. Setelah semua
tim selesai presentasi, umpan balik diberikan oleh seorang fasilitator.
. Diskusi kelompok yang dilakukan menggunakan 12 langkah Branda yaitu :
1) Identifikasi masalah yang terdapat pada pemicu. Istilah yang tidak jelas
diklarifikasi.
2) Analisis masalah, yaitu dengan membuat peta konsep (concept map) yang
dapat menguraikan kemungkinan faktor penyebabnya.
3) Penyusunan pertanyaan yang berkaitan dengan tiap faktor penyebab yang
memerlukan penjelasan, yang dilanjutkan dengan membuat hipotesis yang
sesuai.
4) Menetapkan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab tiap
pertanyaan.
5) Menjawab pertanyaan yang sudah dapat dijawab langsung berdasarkan
pengetahuan yang sudah dimiliki.
6) Untuk pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, dilakukan identifikasi
sumber pembelajaran yang sesuai.

3. Materi Pembelajaran
a. Ice Breaking Activity

Judul: Merangkai rantai profesi

Tujuan kegiatan: mengembangkan kebersamaan dalam tim melalui kegiatan


�chain game�

Bahan yang dibutuhkan:

1. Kertas origami 8 warna


2. Gunting
3. Staples kecil

Cara Bermain Chain game:

. Peserta/mahasiswa diberikan paket yang berisi kertas origami, gunting, dan


staples.
. : Langkah 1 Seorang mahasiswa akan ditunjuk untuk membuat rantai satu
warna dari kertas origami selama 5 menit. Setelah 5 menit, hitung berapa
rangkaian rantai yang terbentuk. Mahasiswa yang lain hanya mengamati dan
tidak boleh membantu.
. Langkah 2: Enam (6) orang mahasiswa diminta untuk membuat rantai 4 warna
dari kertas origrami dengan HANYA MENGGUNAKAN TANGAN KANAN
selama 5 menit. Setelah 5 menit, hitung berapa rangkaian rantai yang terbentuk.
Mahasiswa yang lain hanya mengamati dan tidak boleh membantu.
. Langkah 3: Seluruh mahasiswa dalam kelompok diminta untuk membuat rantai
8 warna dari kertas origami dengan KEDUA BELAH TANGAN selama 5
menit. Setelah 5 menit, hitung berapa rangkaian rantai yang terbentuk.
Diskusi Refleksi

Setelah kegiatan selesai, fasilitator meminta mahasiswa untuk menyampaikan:

. Makna permainan tersebut


. Kesulitan dalam melakukan permainan tersebut
. Kemudahan dalam melakukan permainan tersebut.
. Fasilitator, khusus, meminta mahasiswa yang melakukan Langkah 1 dan
Langkah 2 menceritakan pengalamannya dibandingkan dengan Langkah 3.

c. Deskripsi Materi Pembelajaran

Keterampilan kerjasama tim merupakan komponen penting dari kolaborasi


interprofesi. Kerjasama tim yang efektif oleh tenaga kesehatan menjadi kunci
dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien
(Burtscher, 2012). Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali menyatukan
berbagai profesi kesehatan ke dalam sebuah tim interprofesi. Hal tersebut
disebabkan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin kerjasama
yang efektif dan belum tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam
menentukan keputusan klinis pasien. Kurangnya kerjasama tim dan perpecahan
pada fungsi tim sering dikaitkan dengan kesalahan medis (Freitag, 2011).

Keterampilan kerjasama tim sangat penting dimiliki oleh mahasiswa profesi


kesehatan karena calon tenaga kesehatan harus disiapkan untuk memahami
proses pengembangan tim, mengembangkan berbagai prinsip kerjasama yang
menghargai nilai-nilai etis yang dianut oleh anggota kelompok, diskusi secara
efektif dan berinteraksi serta berpartisipasi dengan anggota tim dan menghargai
seluruh anggota tim.

Mahasiswa perlu berlatih bagaimana cara berpartisipasi dan menghargai


seluruh anggota yang berpartisipasi secara kolaboratif dalam pengambilan
keputusan, melakukan refleksi secara berkala terhadap posisi dan fungsi mereka
terhadap kelompok peserta didik, praktisi dan pasien/ klien/keluarga. Mahasiswa
kesehatan perlu dilatih untuk menciptakan dan menjaga hubungan kerja yang
sehat dengan sesama praktisi, pasien/klien dan keluarga pasien, menghargai kode
etik dalam tim, termasuk di dalamnya kerahasiaan, alokasi sumber daya dan
profesionalisme.

d. Definisi kerjasama tim

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerjasama adalah kegiatan


atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan
sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama. Teamwork merupakan seperangkat
nilai yang mendorong perilaku seperti mendengarkan dan konstruktif menanggapi
sudut pandang diungkapkan oleh orang lain, memberi orang lain manfaat dari
keraguan, memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya, dan
mengakui kepentingan dan prestasi orang lain (Thistlethwaite, 2012).

Kerjasama interprofesi dapat diartikan sebagai suatu kolaborasi yang


terkoordinasi di antara berbagai profesi tenaga kesehatan dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan kepada pasien untuk mengoptimalkan efektifitas kinerja,
efisiensi biaya dan meningkatkan kepuasan pasien. Praktik kerjasama interprofesi
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan, dengan
proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing
pendidikan dan kemampuan praktisi. Teamwork dalam kolaborasi merupakan
bekerja dalam tim interprofesional baik lintas program, lembaga, disiplin ilmu
ataupun tatanan masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan bersama (HPEQ-
Project, 2012).

Penelitian di Universitas Aston Inggris menjelaskan tiga kondisi yang


diperlukan untuk teamwork: 1) memiliki tujuan yang jelas yang diketahui semua
anggota, 2) anggota tim bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut, 3) ada
pertemuan rutin untuk meninjau efektivitas tim dan mendiskusikan bagaimana
hal itu dapat ditingkatkan (Thistlethwaite, 2012).

e. Manfaat kerjasama tim

Manfaat dari melakukan kerjasama tim dalam IPE adalah :

1) Memberikan kesempatan berharga untuk mencapai hasil pelayanan yang


berkualitas tinggi;
2) Mengembangkan kepercayaan diri siswa dan partisipasi aktif dalam
pembelajaran;
3) Mempersiapkan siswa untuk siap pakai di tempat kerja;
4) Mengembangkan lingkungan kerja yang mendukung;
5) Mempertemukan orang-orang dengan keahlian/profesi dan perspektif yang
berbeda-beda;
6) Memunculkan solusi kreatif dan inovatif untuk pemecahan masalah yang
kompleks;
7) Mendorong siswa untuk menerima tantangan;
8) Mengembangkan keterampilan lain seperti leadership, manajemen pemecahan
masalah, komunikasi, resolusi konflik
9) Menghasilkan outcome dengan standar yang sangat tinggi (Crebert G, et all,
2011).

f. Tahapan Perkembangan Tim

Tahapan perkembangan tim merupakan aspek penting dalam mewujudkan


tim yang dinamis. Tahapan tersebut akan dijabarkan mengacu pada pendapat
Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya �Membangun Tim yang Dinamis�.
Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan arah (Drive)

Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis
besar strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan
prosedur kerja serta peraturan bagi Tim anda.

2) Bergerak (Strive)

Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota Tim ditetapkan dengan
jelas. Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana
bersama dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat
dihadapi dengan arif dan bijaksana.

3) Mempercepat gerak (Thrive)

Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktifitas secara maksimal.


Dalam memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota,
manajemen konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif.
Penguasaan terhadap wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang
tangguh.

4) Sampai (Arrive)

Dengan kerja sama Tim yang kompak Tim akan mencapai puncak dengan
mengatasi semua kendala-kendala yang ada, akhirnya mencapai prestasi yang
luar biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya
adalah meninjau kembali Tim anda dengan melaksanakan konsolidasi upaya
misalnya berkoordinasi secara maksimal. Di samping itu perlu meninjau
kembali sasaran-sasaran yang telah ada, masih relevan atau tidak.

g. Prinsip kerjasama tim dalam kolaborasi interprofesi

Para praktisi perlu memahami beberapa prinsip dinamika kerjasama tim dan
proses kerja kelompok agar kolaborasi interprofesi dapat efektif. Hal yang
mendukung kolaborasi interprofesi, pembelajar/praktisi harus mampu:

1) Memahami proses pengembangan tim


2) Mengembangkan berbagai prinsip kerjasama yang menghargai nilai-nilai
etis yang dianut oleh anggota kelompok.
3) Memfasilitasi diskusi secara efektif dan berinteraksi serta berpartisipasi
dengan anggota tim dan menghargai seluruh anggota tim.
4) Berpartisipasi dan menghargai seluruh anggota yang berpartisipasi secara
berkolaborasi dalam pengambilan keputusan
5) Melakukan refleksi secara berkala terhadap posisi dan fungsi mereka
terhadap tim mahasiswa, praktisi dan pasien/klien/keluarga
6) Menciptakan dan menjaga secara efektif dan lingkungan hubungan kerja
yang sehat dengan mahasiswa/praktisi, pasien/klien dan keluarga baik
dalam atau di luar tim yang telah ditentukan.
7) Menghargai kode etik dalam tim, termasuk di dalamnya kerahasiaan,
alokasi sumber daya dan profesionalisme.

h. Pemutaran Video

Terdapat 3 (tiga) video yang digunakan untuk keperluan pembelajaran. Ketiga


video tersebut adalah:
1) Interprofessional Clinical Learning Unit

Durasi: 2 menit 52 detik

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=8XOTX0V9NDQ

Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya kerjasama tim.

2) Just A Routine Operation

Durasi: 13 menit 55 detik

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=JzlvgtPIof4

Video menampilkan penuturan seorang pilot yang kehilangan isterinya pada


sebuah operasi sinus rutin, akibat kurangnya kerja sama di antara tim
kesehatan yang bertugas. Sang pilot kemudian menjelaskan bagaimana ia dan
tim yang bekerja di bidang penerbangan mencegah terjadinya kecelakaan
pesawat, agar dapat menjadi pembelajaran bersama.

3) Interprofessional Competency: Collaboration

Durasi: 2 menit 20 detik

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=a5VW_k43C3I

Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat
kurangnya kolaborasi antara tim kesehatan, dan bagaimana penerapan
kolaborasi dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Diskusi Refleksi

Setelah pemutaran video, peserta diajak berdiskusi dengan beberapa


pertanyaan pemicu, antara lain:

1. Setelah melihat video-video tadi, apa pendapat Anda?


2. Apa yang Anda pelajari dari video-video tadi?
3. Apakah masalah-masalah yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik
atau pendidikan sehari-hari, atau pernah dengar dari kerabat Anda?
4. Apakah kolaborasi yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik atau
pendidikan sehari-hari, atau Anda pernah dengar dari kerabat Anda?
5. Apakah kolaborasi interprofesi mungkin dilakukan di Indonesia? Mengapa?
6. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi pasien? Mengapa?
7. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi tenaga kesehatan?
Mengapa?
8. Apakah kolaborasi interprofesi terlalu merepotkan dan memakan waktu?
Bagaimana solusinya?
9. Apa syarat agar kolaborasi seperti yang ada pada video dapat terlaksana
dengan baik?
10. Mengapa pendidikan interprofesi perlu?

4. Evaluasi

Bentuk

Instrumen

Frekuensi

Bobot (%)

Penilaian partisipasi
individu

Lembar penilaian

10

Penilaian lembar tugas


mandiri (hasil diskusi
kelompok)

Lembar penilaian

10

Penyusunan refleksi
diri

Lembar penilaian

10

Ujian tulis akhir


semester

Soal Pilihan Jamak


(Multiple Choice
Question)
1

20

Proyek/tugas
kelompok

Lembar penilaian

50

Total

100

5. Kasus Pemicu

An. N, seorang anak laki-laki umur 2 tahun dibawa ke Puskesmas H oleh


Ibunya. Anak ini datang dengan keluhan badan yang panas. Selain an. N terdapat
beberapa anak lain yang juga memiliki keluhan yang sama setelah mengonsumsi
jajanan di dekat rumahnya bersama dengan anak lainnya. Namun anak lain tidak
mengalami panas tinggi. An.n tersebut sejak kemarin muntah 4 kali dalam sehari dan
BAB hingga 3 kali sehari. Aktifitas anak tersebut menurun. Saat dibawa anak
terlihat
lemah. Anak itu tidak mendapatkan ASI sejak umur 7 bulan karena tak keluar, dan
sebagai pengganti ASI diberikan air tajin dan susu kental manis yang ditambah gula.

Pernah mendapatkan sumbangan susu formula tetapi tidak berlangsung lama. Ayah
dan Ibunya merupakan lulusan SD dan saat ini bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Berat lahir tidak diketahui karena persalinan ditolong dukun. Badan kurus,
tulang nampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok,
nampak cengeng. Disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 10 kg, TB 80 cm. Suhu tubuh
39 �C, denyut nadi 132/menit, respirasi: 32x/menit. Pada pemeriksaan intraoral,
ditemukan gigi depan pasien berwarna kehitaman mahkota gigi 53,52,51,61,62,63.
Pada gigi 75 dan 85 terlihat adanya karies dengan kedalaman lebih dari dentin.

Diskusikan bersama rekan dari masing-masing profesi Anda:

3. Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini?


4. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini?

Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu
diskusikan:

3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana


pasien ini?
4. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan?

Lanjutan kasus:

An.N didiagnosis menderita diarhea, telah diberikan medikasi oleh dokter


antibiotik yang diberikan ampicilin. Hasil pemeriksaan lab didapatkan leukosit
20,170/�L , neutrofil 2% dari 88%, C-reactive protein : 10.527 mg/dL. Hasil lab
lainnya normal. Dari hasil kultur feses ditemukan adanya Escherichia coli. Pasien
dapat keluar dari rumah sakit setelah dirawat 3 hari. Namun dalam satu bulan
terakhir
an. N mengalami penurunan berat badan hingga 3kg dan terlihat sangat kurus. An.N
datang kembali ke puskesmas dengan keluhan tidak nafsu makan. An.N selain
kehilangan nafsu makan juga mengeluh giginya sering sakit sehingga membuat dia
semakin susah makan. An. N hanya mau makan sehari sekali dan memakan nasi
dengan kecap dan kerupuk. Diantara selang waktu makan, An.N hobi memakan
permen dan makanan manis lainnya. Susu kental manis tidak pernah diberikan lagi
sebab bapaknya baru saja kehilangan pekerjaan.
Pada pemeriksaan intraoral, ditemukan gigi depan pasien berwarna kehitaman
mahkota gigi 53,52,51,61,62,63. Pada gigi 75 dan 85 terlihat adanya hiperplastik
pulpa dari tengah kavitas gigi.

Diskusikan bersama tim:

1. Apakah ada masalah baru yang ditemukan dari data terakhir?


2. Jika ada, bagaimana rencana tatalaksana pada pasien ini?
3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana
pasien ini?
4. Tenaga kesehatan apa lagi yang perlu dilibatkan?
5. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan Apa dan Bagaimana cara rumah sakit
dalam upaya kuratif dan rehabilitatif dalam penatalasanaan kasus diare pada
anak?
6. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer Apa dan Bagaimana cara
Puskesmas dalam upaya promotif dan preventif dalam penatalasanaan kasus anak
dengan gizi buruk?
7. Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang
komprehensif dengan pendekatan tim.

F. Sumber Rujukan
1. Agency for Healthcare Research and Quality. Team STEPPS pocket guide: strategies

and tools to enhance performance and patient safety. 2008.


2. Canadian Health Services Research Foundation. Teamwork in healthcare: promoting
effective teamwork in healthcare in Canada. 2006.
3. Canadian Medical Association.Putting patients first�: patient-centered
collaborative
care, a discussion paper. 2007.
4. Committee on Quality Health Care in America IoM. Crossing the Quality Chasm: A
New Health System for the 21st Century. Washington, DC: National Academy Press;
2001.
5. Family Health Teams. Guide to Collaborative Team Practice. 2005.
6. Freitag M CV. Handoff communication: using failure modes and effects analysis to

improve the transition in care process. Qual Manag Health Care. 2011;20(103-9).
7. HPEQ Student � IYHPS. Buku Pedoman Pengenalan Praktik Kolaborasi dan
Pendidikan Interprofesi untuk Mahasiswa dan Profesional Muda Kesehatan:
Nusantara Health Collaborative. 2014.
8. Mickan S, Rodger S. Characteristics of effective teams: a literature review.
Australian
Health Review, 23(3), 201 � 208, 2000.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2013 tentang
Kriteria
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang tidak Diminati.
10. Royal College of Nursing.Developing and sustaining effective teams. 2009.
11. Sargeant j, Loney e, Murphy g. Effective interprofessional teams: �contact is
not
enough� to build a team. Journal of Continuing Education in the Health Professions,

28(4):228�234, 2008.
12. Scherer, Y.K., et al. Interprofessional Teamwork Skills as Predictors of
Clinical
Outcomes in a Simulated Healthcare Setting, Journal of Allied Health, Spring
2013;42:1.
13. Susanti Dyeri, Hesti Wulandari, Ryka Juaeriah, Modul Interprofessional
Education;
2016.
14. Thistlethwaite, Jill e.Value-Based Interprofessional Collaborative Practice:
Working
Together in Health Care. New York: Cambridge University Press; 2012.
15. Tully MP AD, Dornan T, Lewis PJ, Taylor D, WassV. The causes of and factors
associated with prescribing errors in hospital inpatients: a systematic review.
Drug
Saf. 2009;32:819-36.
16. University of Manitoba. Interprofessional Practice Education in Clinical
Settings:
Immersion Learning Activities. 2011.
17. UP3K Poltekkes Kemenkes Jakarta 1. Buku Pedoman Modul Interprofessional
Education Program Studi Pendidikan Vokasi. 2017.
18. West, M. Reflexivity, revolution, and innovation in work teams. In: Beyerlein
MM,
Johnson DA, Beyerlein ST (eds.). Advances in interdisciplinary studies of work
teams
(Vol. 5, pp. 1 � 9). Stamford, Connecticut: JAI Press. 2000.
19. Woods DM HJ, Angst D. Improving clinical communication and patient safety:
clinician-recommended solutions. Agency for Healthcare Research and Quality. 2008.
20. World Health Organization. Patient safety curriculum guide for medical schools:
topic
1: what is patient safety?. 2009.
21. World Health Organization. Patient safety curriculum guide for medical schools:
topic
4: being an effective team player. 2009.
22. World Health Organization. Framework for Action on Interprofessional Education
and Collaborative Practice. Geneva: WHO, 2010.

You might also like