You are on page 1of 13

BAB III.

SINDROM METABOLIT
3.1 Definisi
Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risikoyang
terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya
kolesterol HDL), hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yangditandai dengan
meningkatnya glukosa darah puasa. Disfungsi metabolik ini dapat menimbulkan
konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler,diabetes mellitus tipe
2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-alkoholik.

3.2 Epidemiologi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi
yangdigunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third
NationalHealth and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994),
prevalensisindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATPIII)
bervariasi dari16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik.
Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat
badan.Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah
danlebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakansindrom
Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadappenyakit
kardiovaskular. Di indonesia sendiri dilakukan penelitian yang dilakukanSemiardji
pada pekerja PT. Krakatau steel didapatkan prevalensi sebesar 15,8%pada tahun 2005
dan meningkat sebesar 19,7% pada tahun 2007. Hal inimeningkat dengan adanya pengaruh gaya
hidup yang cenderung kurang dalamaktifitas fisik dan makanan siap saji dan berlemak.

3.3 Etiologi
Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primeryang
menyebabkan gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah
resistensi insulin yang berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai dengan
timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkarpinggang.

1
Hubungan antara resistensi insulin dan penyakitkardiovaskular diduga dimediasi oleh
terjadinya stres oksidatif yang menimbulkandisfungsi endotel yang akan menyebabkan
kerusakan vaskular dan pembentukanatheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi
perubahan hormonal yangmendasari adalah terjadinya obesitas abdominal. Suatu
studi membuktikan bahwapada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol
didalam serum (yangdisebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal,
resistensi insulindan dislipidemia.

3.4 Diagnosis
Setelah Reaven pada tahun 1988 mencanangkan sindrom resistensi
insulin,maka WHO 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik
yangmemberi persyaratan harus ada komponen resistensi insulin atau
hiperinsulinemiayang ditandai dengan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl
ditambah dengankomponen lain. Berikut tabel kriteria diagnosis sindrom metabolik
menurut WHO(1999)
Tabel 1. kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut WHO (1999)
Factor resiko Nilai batas
Hiperinsulinemia ≥110 mg/dl (GDP)

Tekanan darah >160/90 mm/Hg


Trigliserida ≥150 g/dl

HDL Pria <35 mg/dl


Wanita <39 mg/dl
Obesitas abdominal (Lingkar pinggang)
Pria >0,90
Wanita >0,85
Mikroalbuminuria
Rasio albumin:kreatinin >30 mg/gr

2
Berdasarkan atas kriteria WHO 1999 maka jelas komponen resistensiinsulin
dalam hal ini diabetes mellitus dan atau resistensi glukosa terganggumerupakan titik
sentral dari komponen faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Padadasarnya semua
komponen dari sindrom metabolik terkait satu sama lain sehingga dengan
penanganan salah satu dari komponen akan memberi dampak positif pulapada
komponen lain.

Selanjutnya NCEP ATP III merekomendasikan sindrom metabolik


dengankriteria berbeda dimana gangguan resistensi insulin tidak dimasukkan dalam
salahsatu persyaratan melainkan memasukkan dalam kedudukan yang sejajar
dengankomponen lainnya. Menurut rekomendasi ATP III, dikatakan sindrom
metabolik apabila ditemukan 3 atau lebih komponen yang ada pada satu subjek.
Berikutkriteria diagnosis sindrom metabolik menurut ATP III dan ATP III yang
dimoifikasi.

Tabel 2. Kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut ATP III

Factor resiko NCEP ATP III NCEP ATP III (modifikasi)


Obesitas abdominal
Lingkar perut Pria >102 > 90 cm
Wanita >88
≥80 cm

Hipertrigliseridemia ≥150 ≥150


HDL Pria <40 <40
Wanita <50 <50
Hipertensi ≥ 130/85 ≥ 130/85

GDP ≥110 ≥110

3
Selanjutnya klasifikasi ATP III mengalami modifikasi khusus bagi orang Asia
dimana lingkar pinggang dianggap terlalu besar untuk orang Asia dimanalingkar
pinggang orang Asia untuk laki-laki adalah ≥ 90 cm dan wanita ≥ 80 cm.Komponen
lainnya tetap sama sebagaimana ATP III. Namun, jika dilihat darikriteria diagnosis
WHO dan NCEP ATP digunakan glukosa darah puasa terganggu.

3.5 Faktor Resiko


1) Genetik
Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom
metabolik memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus.
2) Obesitas sentral
Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalahobesitas
sentral. Obesitas sentral ini merupakan faktor risiko utamapenyebab resistensi
insulin sebagai penyebab dari berbagai gangguan yangdapat berkembang dari
sindrom metabolik.
3) Kurangnya aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan obesitas karenaketidakseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran energi.
4) Usia
Pada sebuah studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orangdengan
sindrom metabolik seiring dengan peningkatan usia. Ditemukanprevalensi
sindrom metabolik sebesar 6.7% pada usia 20-29 tahun dan43.5% pada usia 60-
69 tahun.

3.6 Patofisiologi
Patofisiogi dari sindrom resistensi insulin tidak didasarkan dari satu faktor
utama melainkan bersifat multi faktor. Namun, dari beberapa penelitian didapatkan
bahwa resistensi insulin dan obesitas sentral merupakan patofisiologi dasar yang
saling berkaitan erat satu sama lain yang memperburuk sindrom metabolik.

4
3.6.1 Obesitas sentral
Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh melebihi nilai normal
sehingga dapat menyebabkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas
penyakit. Obesitas dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi prinsip
dasarnya adalah sama yaitu ketidakseimbangan dalam penyimpanan dan
pengeluaran energi. Energiyang dimasukkan dalam tubuh tidak digunakan
secara efektif sehingga tertimbun dalam jaringan lemak.
Terdapat dua tipe obesitas yaitu obesitas sentral dan perifer. Pada
obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai normal
di daerah abdomen. Sedangkan, obesitas perifer adalah penimbunan lemak
didaerah gluteofemoral. Obesitas sentral merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam mencetuskan terjadinya resistensi insulin. Hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin, antara lain :
A. Lipotoksisitas
Pemaparan asam lemak bebas yang lama pada sel beta pankreas
meningkatkan pengeluaran insulin basal tapi menghambat sekresi insulin
yang disebabkan oleh glukosa. Selain itu asam lemak bebas juga dapat menghambat
ekspresi insulin pada keadaan glukosa plasma yang tinggi danmenginduki apoptosis
sel beta pankreas. Asam lemak bebas yang meningkat mengganggu kemampuan
insulin untuk menghambat penghasilan glukosa hepatik dan menghambat
pemasokanglukosa ke dalam otot skelet, juga menghambat sekresi insulin
dari sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan resistensi insulin pada organ
hati dan otot.

B. Adipositokin
Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF-α, IL -6
danresistin dapat mencetuskan terjadinya resistensi insulin karena adanya
efek proinflamasi. Efek-efek ini dapat mengganggu fungsi GLUT-4
sebagaitransporter glukosa sehingga tidak dapat memasukkan glukosa ke dalam

5
sel.Jaringan lemak yang dulu dianggap sebagai deposit trigliserid ternyatamempunyai
fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon TNF- α,leptin, interleukin 6,
resistin. TNFα, interleuk in dan resitin menyebabkanresistensi insulin sedang
adiponektin dan leptin menghambat resistensiinsulin.

3.6.2. Resistensi insulin


Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh
banyaknya asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan obesitas sentral.

G
amb
ar 2.

Patofisiologi gangguan pada sindrom metabolik


Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan semakin
meningkatkan pemecahan asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa yang
menyebabkan terjadinya beberapa gangguan pada sistem organ antara lain:
- Jaringan otot
Terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake)
- Hati
Terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis)
- Pankreas

6
Terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel-β pancreas
- Pembuluh darah
Terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah
akibatpenurunan Nitrit oxide.
Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam
lemak bebas yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor
dari trigliserid dan VLDL. Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isiester
kolesterol dari inti lipoprotein menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan
peningkatan beragam trigliserida menjadikan partikel kecil dan padat. Halini
menyebabkan peningkatan bersihan HDL di sirkulasi.

Ga
mbar
3.

Patofisiologi dislipidemia pada sindrom metabolic

3.6.3 Hipertensi

7
Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanisme yang
sulit dipisahkan satu sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas.Adanya
resistensi insulin akan mengganggu produksi endothelial Nitric OxideSynthase
(eNOS) sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Gambar 3. Patofisiologi hipertensi pada sindrom metabolik

Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan hipertensi melalui


beberapamekanisme berikut:
- Pada individu obese terjadi peningkatan volume darah, stroke volume dancardiac
output sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistancepada individu
obese yang dapat menimbulkan kondisi hipertensi
- Obesitas dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahansistem
saraf simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (Tumor NecrosisFactor/TNF-
α dan Intrleukin/IL6) sehingga terjadi peningkatan peripheralvascular resistance.

3.7 Evaluasi Klinis

8
Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik dilakukan
evaluasi klinis, yang meliputi:
1. Anamnesis, tentang :
- Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.
- Riwayat adanya perubahan berat badan.
- Aktifitas fisik sehari-hari.
- Asupan makanan sehari-hari2.

2. Pemeriksaan fisik, meliputi :


- Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
- Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih
baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hipratio.
3. .Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
- Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.
- Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis modelassessment)
untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanyahanya dilakukan dalam
penelitian dan tidak praktis diterapkandalam penilaian klinis.
- Highly sensitive C-reactive protein
- Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.
- USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liverkarena
kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguanfaal hati.
3.8 Penatalaksanaan
Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentangpenatalaksanaan
Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaanagresif terhadap
komponen Sindrom Metabolik dapat mencegah ataumemperlambat onset diabetes,
hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semuapasien yang didiagnosis dengan
Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan
latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama.Penurunan berat badan dapat
memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik,mengurangi semua penyebab dan
mortalitas penyakit kardiovaskular. Namunkebanyakan pasien mengalami kesulitan
dalam mencapai penurunan berat badan.Latihan fisik dan perubahan pola makan

9
dapat menurunkan tekanan darah danmemperbaiki kadar lipid, sehingga dapat
memperbaiki resistensi insulin.
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulindidalam
tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin.Latihan fisik
terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin. didalam otot rangka.
Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadidalam 24 – 48 jam dan
hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan
bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensiinsulin. Pasien hendaklah
diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkanderajat aktifitas fisiknya.
Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasienmenjalani latihan fisik sedang
secara teratur dalam jangka panjang.Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan
fisik menggunakan bebanmerupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan
dumbbell ringan dan elasticexercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan
dengan menggunakanbeban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga
terbukti dapatmenurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa
mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.
2. Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah
menurunkanrisiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari
Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan
risikopenyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu studi besar
menunjukkanbahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan
penurunkantekanan darah. Hasil dari studi klinis, diet rendah lemak selama lebih
dari 2tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian
komplikasikardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.
Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension(DASH),
pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggikarbohidrat
terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berartiwalaupun tanpa disertai
penurunan berat badan.

10
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjutatau
mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studidari the
Coronary Artery Risk Development in Young Adults mendapatkanbahwa konsumsi
produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan penurunanrisiko sindrom
metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggikarbohidrat dapat
meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar. HDL kolesterol, sehingga
memperberat dislipidemia. Untuk menurunkanhipertrigliseridemia atau
meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasiendengan diet rendah lemak,
asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dandiganti dengan makanan yang
mengandung lemak tak jenuh(monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan
karbohidrat yangmempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola
diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas
penyakitkardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara
penyakitkardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para
penelitimerekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan
dansayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek
jangkapanjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat,
namundalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar
trigliserida,meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.
Pilihanuntuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti
makananyang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah
yangbanyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah
dapatmenurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin.

3. Medikamentosa
Obat-obatan dapat dipakai sebagai bagian pengaturan berat badan. Obatyang
dapat diberikan adalah sibutramin dan orlistat. Sibutramin bekerjadisentral
memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek memberikan rasa kenyang

11
dan mempertahankan pengeluaran energi.Demikian pula dengan efek metabolik,
sebagai efek penurunan berat badanpemberian sibutramin setelah 24 minggu yang
disertai dengan diet danaktifitas fisik, memperbaiki kolesterol HDL dan kadar
trigliserida.

Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan golonganACE-


inhibitor yang memiliki makna dalam meregresi hipertrofi ventrikel.Selain itu,
valsartan sebagai penghambat reseptor angiotensin dapatmengurangi albuminuria
yang diketahui sebagai faktor risiko independenkardiovaskular. Tiazolidindion juga
memilki pengaru persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tiazolidindion danmetformin juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Pada
diabetes prevention program, penggunaan metformin dapat mengurangi
progresidiabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obesitas.

Pilihan terapi untuk dislipidemia selain dengan modifikasi gaya hidupadalah


dengan pemberian obat. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanyamemperbaiki profil
lipid tapi juga menurunkan risiko kardiovaskuler.Fenofibrat juga secara khusus
digunakan untuk menurunkan trigliserida danmeningkatkan kolesterol HDL, telah
meningkatkan perbaikan profil lipid yangsangat efektif dan mengurangi risiko
kardiovaskular.

12
13

You might also like