You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit psoriasis termasuk dermatosis eritroskuamosa yaitu penyakit kulit yang


terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama. Psoriasis ialah penyakit yang
penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak
eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner. Insiden psoriasis pada orang kulit putih lebih
tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat
sebanyak 1-2% sedangkan di Jepang 0,6%. Insiden pada laki-laki agak lebih banyak
dibandingkan perempuan. Psoriasis terdapat pada semua usia umumnya pada orang dewasa.

Terdapat berbagai bentuk klinis psoriasis, salah satunya adalah psoriasis pustulosa.
Psoriasis pustulosa mempunyai beberapa faktor pencetus terjadinya penyakit tersebut, yaitu
penghentian kortikosteroid yang mendadak, obat-obatan, banyak terpapar sinar UV,
kehamilan, stres emosional, serta infeksi bakteri dan virus.
Psorisasis pustulosa bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palmoplantar
(Barber). Penyakit ini mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya.Kelainan kulit
berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa disertai
rasa gatal. Sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von
Zumbusch). Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa
demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa dan
eritematosa pada kulit normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak
tersebut. Dalam sehari, pustul-pustul berkonfluensi membentuk "lake of pus" berukuran
beberapa cm.
Tatalaksana psoriasis pustulosa dimulai dengan menghilangkan faktor pencetus. Pada
pasien psoriasis, semua fungsi imun pada kulit terganggu dan pasien rentan terhadap infeksi,
kehilangan cairan, ketidakseimbangan elektrolit, kehilangan nutrisi melalui kulit dan hilangnya
kontrol suhu. Pasien dengan psoriasis pustulosa bentuk generalisata sering dirawat di rumah
sakit untuk memastikan cairan yang adekuat, tirah baring, dan menghindari kehilangan panas
yang berlebihan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis dari psoriasis yang ditandai
adanya erupsi pustul yang bersifat steril (non infectious pus) dengan dasar eritematosa.
B. Epidemiologi
Prevalensi psoriasis pustulosa di Jepang yaitu 7,46 kasus per 1 juta penduduk.
Penyakit ini dapat mengenai semua ras. Perbandingan kejadian penyakit ini pada laki-
laki dan perempuan dewasa adalah 1:1 dan pada anak-anak perbandingan kejadian pada
laki-laki dan perempuan adalah 3:2. Usia rata-rata kejadian penyakit ini pada dewasa
yaitu usia 50 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini terjadi rata-rata pada usia 6-10 tahun.
C. Etiologi
Psoriasis pustulosa generalisata mempunyai beberapa faktor resiko yang dapat
memicu terjadi penyakit tersebut, yaitu penghentian kortikosteroid yang mendadak,
obat-obatan seperti antimalaria, salisilat, iodine, penisilin, β-blockers, IFN-α dan
lithium. Faktor lain selain obat adalah kehamilan, sinar matahari, alkohol, merokok,
hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroidisme, stress emosional, serta infeksi
bakteri dan virus.
1. Faktor Genetik
Jika orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%
sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-
39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua tipe. Psoriasis tipe I dengan onset dini
bersifat famillial, psoriasis tipe II dengan onset lambat bersifat non familial. Psoriasis
berkaitan dengan HLA. Psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.
2. Faktor imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis
sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh
dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8.
Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah.Sel
Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis.Terjadinya proliferasi
epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen
oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Lebih dari 90% kasus dapat mengalami
remisi setelah diobati dengan imunosupresif.

Gambar 2.1 Perkembangan lesi psoriasis


Keterangan gambar perkembangan lesi psoriasis :

3. Faktor pencetus lainnya


Stres psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena Köbner), endokrin, gangguan
metabolik, obat, alkohol dan merokok. Obat yang umumnya menyebablan residif ialah
beta adrenergic blocking agent, litium, antimalaria dan penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik.
D. Patogenesis
Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch) terjadi akibat proses
autoimun dan faktor genetik. Psoriasis berkaitan dengan HLA. Untuk psoriasis
pustulosa berhubungan dengan psoriasis tipe 2 dengan HLA-B27.
Kerusakan sel target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, termasuk
keratinosit, namun secara histopatologik menunjukkan tiga faktor patogenik utama,
yaitu diferensiasi abnormalitas keratinosit, hiperproliferasi keratinosit, dan infiltrasi
komponen sel radang. Secara singkat terlihat adanya siklus sel yang memendek sekitar
1,5 hari pada proliferasi keratinosit psoriasis, fase maturasi, dan pelepasan keratinosit
memerlukan waktu sekitar 4 hari sehingga keratinosit sel basal memperbanyak diri 10
kali lebih cepat dibandingkan orang normal.
Analisis HLA didapatkan kerentanan terhadap psoriasis terletak pada ujung
distal kromosom 17, dan disebut sebagai psoriasis susceptibility (Psor gene).
Penemuan ini menunjukkan suatu lokus mayor Psor1 berdekatan dengan HLA-C pada
kromosom 6p21, dan gen Psors lain seperti Psors2 pada kromosom 17q24-q25, dan
Psors3 pada kromosom 4q.
Selain itu terdapat faktor pencetus yang berperan dalam menginduksi atau
mengeksaserbasi psoriasis pada individu yang secara genetik memiliki predisposisi
untuk psoriasis. Telah diketahui bahwa pertahanan sistem imun secara normal di kulit
diperankan oleh limfosit T. Sel T yang teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel T
helper-1 akan menghasilkan berbagai jenis sitokin yang mampu merangsang berbagai
sel di dekatnya, kemudian mensekresi sitokin tambahan yang mengakibatkan positive
feed back dalam mempertahankan keadaan peradangan menahun.
Hal ini melengkapi bukti bahwa sel T yang teraktivasi berperan dalam psoriasis.
Proinflamatori atau profil sitokin T helper-1 (IL-1, IL-2, IFNγ, TNFα) mendominasi
respons psoriatik sel T. Terdapat peningkatan produksi IFNγ pada plak psoriasis.
Pelepasan IFNγ akan menginduksi TNFα dan sitokin lainnya untuk memproduksi
protein inflamasi oleh keratinosit. Selain itu keratinosit yang teraktivasi tersebut juga
akan melepaskan kemokin dan berbagai macam growth factor yang akan menstimulasi
influks netrofil, perubahan vaskular, dan hiperplasia keratinosit.
Peningkatan kemotaksis polymorphonuclear (PMN) leukocyte lebih banyak
terdapat pada psoriasis pustulosa dibandingkan psoriasis vulgaris. Hal ini berkaitan
dengan defek intrinsik PMN atau terdapatnya chemoattractants pada lapisan epidermis
pasien psoriasis. Adanya faktor pencetus menyebabkan migrasi PMN dari pembuluh
darah ke epidermis dan pengaruh dari keratinosit yang melepaskan sitokin.
Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan adanya basal
keratinocyte herniation. Hal ini karena adanya penonjolan sitoplasma ke dalam dermis
melalui celah-celah di lamina basal pada lesi psoriasis pustulosa. Herniasi ini timbul
karena terkumpulnya neutrofil di dalam dermis. Oleh karena itu, adanya peningkatan
produksi neutrophilicproteolytic enzyme di dalam dermis pasien psoriasis pustulosa.
Homozygous missense mutation pada gen yang mengkode anti inflammatory cytokine,
IL-36 receptor antagonist, berkaitan dengan psoriasis pustulosa generalisata yang
diturunkan secara autosomal resesif.
Gambar 2.2 Interaksi sitokin pada lesi psoriasis
IL-23 mempertahankan CD4 T cell, dan Th 17 memproduksi IL-17 dan IL-22.
Sitokin dihasilkan juga dari sel dendritik, CD4 T cell, CD8 T cell, & keratinosit. IFN
gama & TNF alfa menginduksi keratinosist untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-
15, IL-18. IL-12 dengan IL-18 bekerja pada sel dendritik untuk meningkatkan produksi
IFN gama, IL-7 & IL-15 yang penting untuk proliferasi & homeostatic maintenance sel
CD8 T cell.
E. Klasifikasi
Terdapat 2 pendapat yang membahas mengenai psoriasis pustular, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.
Terdapat 2 bentuk pustular psoriasis yaitu bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk
lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber) sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).Pada
kasus psoriasis pustulosa generalisata dapat disertai dengan gejala konstitusional seperti
sakit kepala, menggigil, demam, kelelahan dan malaise berat.

psoriasis pustulosa
generalisata generalisata akut
(von Zumbusch)

psoriasis pustulosa
F. Manifestasi Klinis

1. Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch)

Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch) merupakan penyakit kulit


dengan gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, kemerahan dan hiperalgesia dengan
disertai gejala umum berupa demam, atralgia, malaise, nausea, dan anoreksia. Plak
psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak
eritematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Kemudian dalam beberapa jam
timbul banyak pustul miliar pada plak tersebut, pustul superfisial berdiameter 2-3
mm. Dalam sehari pustul-pustul tersebut akan berkonfluensi membentuk “lake of pus”
berukuran beberapa cm.

Tempat yang paling banyak terjadi psoriasis pustulosa adalah bagian fleksural
dan anogenital sedangkan pada area wajah jarang terjadi. Pustul dapat terjadi pada lidah
sehingga menyebabkan disfagia. Pustul juga terjadi pada kuku dan menghasilkan
onikodistrofi, onikolisis dan defluvium unguim. Arthritis juga sering menyertai
penyakit ini, baik secara akut maupun kronis, dan terjadi pada sepertiga kasus. Daerah
interphalangeal distal, begitu juga pola polyarthritic lainnya dan bahkan sacroilitis,
dapat terjadi pada episode penyakit ini. Episode pustul akan terjadi dalam harian atau
minggu sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan.
Telogen effluvium dapat terjadi dalam 2-3 bulan. Remisi dari psoriasis
pustulosa ditandai dengan hilangnya gejala sistemik kemudian menjadi eritroderma
atau menjadi lesi psoriasis vulgaris. Pada tipe ini akan menjadi subakut atau kronik
dengan manifestasi klinis yang tidak berat. Penyakit ini dapat muncul pada orang yang
sedang menderita psoriasis atau telah menderita psoriasis. Dapat pula muncul pada
penderita yang belum pernah menderita psoriasis.

Gambar 2.3 Kelainan kulit pada psoriasis pustulosa generalisata


2. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)

Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber) pada dasarnya adalah dermatosis


bilateral dan simetris. Predileksi tersering pada tenar atau hipotenar, bagian tengah
telapak tangan dan telapak kaki. Lesi mulai sebagai daerah eritematosa dan timbul
pustul. Awalnya berukuran seperti jarum pentul, lalu membesar dan bergabung
membentuk lake of pus. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril
dan dalam, di atas kulit yang eritematosa disertai rasa gatal.
Acropustulosis (Acrodermatitis continua of Hallopeau)

Penyakit ini merupakan tipe yang jarang pada psoriasis, yang ditandai adanya
lesi kulit pada ujung jari tangan dan jari kaki. Kadang-kadang lesi kulit muncul setelah
adanya trauma pada kulit atau infeksi. Lesi yang timbul dapat membuat cacat dan
deformitas pada kuku.2 Penyakit ini bersifat kronik residif, terjadi pada nail folds, nail
bed dan ujung-ujung jari yang dapat menyebabkan hilangnya kuku. Penyakit ini dapat
terjadi dengan atau tanpa psoriasis pustulosa generalisata.

Gambar 2.4 Kelainan kulit pada psoriasis pustulosa palmoplantar


Mekanisme Manifestasi Klinis

G. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch)
Psoriasis bentuk ini didominasi oleh erupsi pustula milier yang disertai
dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia yang berlangsung
beberapa hari. Pustulanya bersifat steril dengan ukuran 2–3 mm, tersebar
pada tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai muka. Kulit sekitar pustulosa
biasanya eritematosa. Pada awalnya kelainan kulit berupa bercak dengan
sejumlah pustula yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran
danau (lake of pus). Psoriasis pustulosa von Zumbusch biasanya sebagai
komplikasi psoriasis setelah penghentian mendadak kortikosteroid topikal
atau sistemik, dapat juga karena obat topikal yang iritatif, iodida, dan litium.
b. Psoriasis pustulosa lokalisata
Pada bentuk ini, kelainan kulit berupa pustula yang terbatas pada jari
tangan, telapak tangan, dan telapak kaki.Tidak didapatkan gejala sistemik.
Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa lokalisata, yaitu psoriasis pustulosa
palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua Hallopeau.
2. Pemeriksaan Fisik

a. Psoriasis Area and Severity Index (PASI)

Derajat keparahan psoriasis dinilai dari luas permukaan tubuh yang


terkena lesi psoriasis. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) adalah
metode yang digunakan untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita
berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara ini digunakan
ntuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan. Beberapa elemen
yang diukur oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap
lokasi di permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian
permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala (10%),
abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai termasuk
bokong (40%).
Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan
ketebalan lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai
berikut:
tidak ada lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4.

Gambar 2.6 Skor keparahan lesi psoriasis

Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan
area permukaan tubuh : kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki =
0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat
nilai yang diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10
dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis
sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat.
Tabel 2.1 Psoriasis Area and Severity Index (PASI)

Pada pemeriksaan umum pasien psoriasis pustulosa generalisata akut dapat


terlihat sangat ketakutan, takipneu, takikardia dan demam. Pada pemeriksaan mukosa
orofaringeal dapat terlihat hiperemis dan fisura lidah.
Tabel 2.2 Psoriasis pustulosa lokalisata
3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada pasien psoriasis


pustulosa generalisata akut dapat ditemukan adanya leukositosis (leukosit dapat
mencapai 20.000/ul) dan peningkatan laju endap darah. Pada pemeriksaan kimia
darah dapat ditemukan peningkatan plasma globulin dan penurunan albumin. Pada
pemeriksaan elektrolit dapat ditemukan adanya penurunan kalsium dan zink. Jika
pasien menderita oligemik, akan terjadi peningkatan BUN (blood urea nitrogen)
dan kreatinin. Pada pemeriksaan kultur dapat dilakukan untuk menyingkirkan
adanya infeksi bakteri atau viral.
a. Pemeriksaan Histopatologi

Gambar 2.7 Histopatologi pada lesi psoriasis

Perubahan histopatologi pada psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis


maupun dermis adalah sebagai berikut:
 Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.

 Parakeratosis adalah terdapatnya inti pada stratum korneum

 Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete
ridge epidermis.

 Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk Munro
microabses di bawah stratum korneum.

 Peningkatan mitosis pada stratum basalis.

 Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit, monosit
dan neutrofil.

 Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
Gambar 2.8 Histologi spongioform pustul

Pada pemeriksaan histopatologi salah satu kriteria diagnosis dari psoriasis


pustulosa generalisata adalah ditemukannya kogoj’s spongioform pustules, yaitu
dengan ditunjukkannya akumulasi neutrofil dibawah stratum korneum dan
pembengkakan atau perusakan keratinosit yang dapat ditemui pada lesi kulit psoriasis
termasuk parakeratotik hiperkeratosis, Munro’s microabses, dilatasi kapiler pada
dermis dan infiltrasi sel mononuklear di dermis.
H. Diagnosis Banding

Penyakit ini mempunyai diagnosis banding yaitu eritema yang luas dengan
pustul.Hal ini dapat dibedakan dengan psoriasis pustulosa generalisata dengan melihat
onset yang cepat dan evolusi dari penyakit psoriasis pustulosa generalisata ini. Kultur
juga dilakukan untuk mengeksklusi dari infeksi bakteri.

Tabel 2.3 Diagnosis banding penyakit psoriasis pustulosa


Tabel 2.4 Diagnosis Banding Psoriasis Pustulosa
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Köbner (isomorfik).
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau
darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Skuama yang berlapis-lapis
itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka
pengerokan harus dilakukan perlahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan
yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita
psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan disebut fenomena Köebner yang timbul setelah 3 minggu.

Gambar 2.9 Fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Köbner


I.. Penatalaksanaan

Terapi Psoriasis Pustulosa

first line therapies second line therapies

topical corticosteroids topical calcipotriol


Retinoids etanercept
Ciclosporin 6-Thioguanine
Infliximab hydroxyurea
Adalimumab mycophenolate mofetil
Methotrexate azathioprine

Gambar 2.10 Algoritma tatalaksana psoriasis pustulosa

Meskipun isotretinoin kurang efektif dibandingkan etretinate dalam pengobatan plak


psoriasis, namun 10 dari 11 pasien psoriasis pustulosa berespon baik pada pengobatan dengan
isotretinoin. Dosis siklosporin 4-5 mg/kg per hari efektif dalam pengobatan psoriasis pustulosa.
Dosis etanercept 25-50 mg/kg dua kali seminggu selama 48 minggu efektif karena kerja obat
cepat dan dibutuhkan dalam pengobatan psoriasis pustulosa generalisata yang dapat
mengancam nyawa. Adalimumab injeksi 40 mg subkutan sekali seminggu dapat mempercepat
waktu penyembuhan psoriasis pustulosa. Methotrexate sangat efektif untuk pengobatan
psoriasis pustulosa dengan dosis awal 15 mg per minggu.

Gambar 2.11 Alur Diagnosis Psoriasis


Tabel 2.5 Macam-macam pengobatan pada psoriasis
2
3
2
4
Pengobatan cara Goeckerman

Pada tahun 1925, Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari
batu bara dan sinar ultraviolet. Yang pertama digunakan ialah crude coal tar bersifat
fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. UVB lebuh
efektif dibandingkan UVA.

1. Psoriasis Pustulosa Palmo-Plantar (Barber)

Tetrasiklin diberikan selama 4 minggu, metotreksat untuk bentuk yang parah dengan dosis 15-
25 mg per minggu, etretinat 25-50 mg sehari, kortikosteroid (prednison) dengan dosis 40-
50 mg sehari. Kolkisin juga dapat digunakan dengan dosis 0,5-1 mg sehari, diberikan dua kali.
Setelah ada perbaikan, dosis diturunkan menjadi 0,2-0,5 mg sehari. Selain itu juga PUVA
sebagai pengobatan topikal dengan kortikosteroid topikal secara oklusi.
2. Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)

Kortikosteroid topikal dapat dipakai sebagai pengobatan penyakit ini, dosis prednison sehari
40 mg. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan. Obat lain yang dapat digunakan
ialah asitretin dengan dosis 2x25 mg sehari. Kedua obat tersebut bila digabung lebih
efektif.Jika menyembuh dosis keduanya diturunkan, kortikosteroid lebih dahulu.
Tabel 2.6 Pengobatan palmoplantar pustulosis dan acrodermatitis

Fototerapi

Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, karena itu digunakan sinar
ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai
pengobatan cara Goeckerman. Range penyinaran dengan UVA yaitu 100-245 J/cm2.
Kombinasi PUVA dengan acitretin (25-50 mg/hari) untuk pasien laki-laki, sedangkan
kombinasi PUVA dengan isotretinoin (1 mg/kgBB) biasanya untuk pasien perempuan.
Psoralen bersifat fotoaktif sehingga akan terjadi efek sinergik dengan UVA. Dosis 10-
20 mg psoralen diberikan per oral, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Dilakukan 4x
seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah 3-4 minggu, setelah itu dilakukan terapi
pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren
Tabel 2.7 Tatalaksana psoriasis pustulosa

Gambar 2.12 a) pengobatan psoriasis pustulosa dengan 13-cis retinoid acid 1 mg/kgBB,
perbaikan tampak setelah 10 hari. B) pengobatan psoriasis pustulosa generalisata (von
Zumbusch) dengan kombinasi acitretin 1 mg/kgBB dengan PUVA.
J. Komplikasi

Komplikasi pada psoriasis pustulosa generalisata yaitu hipokalsemia yang


kemungkinan berhubungan dengan hipoparatiroidisme, dan dapat menyebabkan tetani,
delirium, serta kejang. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada psoriasis pustulosa
generalisata :
 Secondary bacterial skin infections, hair loss (telogen effluvium), nail loss 

 Hypoalbuminemia secondary karena kehilangan protein plasama ke
jaringan

 Hypocalcemia, Malabsorption and malnutrition

 Renal tubular necrosis akibat dari oligemia

 Kerusakan hepar karena oligemia dan general toxicity
K. Prognosis
Acute respiratory distress syndrome merupakan komplikasi pada penyakit
generalized pustular psoriasis. Prognosis buruk pada generalized pustular psoriasis
karena penyakit ini dapat mengancam nyawa. Kematian pada penyakit ini sering
disebabkan karena cardiorespiratory failure.
BAB III
KESIMPULAN

Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis dari psoriasis yang ditandai adanya
erupsi pustul yang bersifat steril (non infectious pus) dengan dasar eritematosa. Psoriasis
pustulosa mempunyai beberapa faktor pencetus terjadinya penyakit tersebut, yaitu penghentian
kortikosteroid yang mendadak, obat-obatan,banyak terpapar sinar UV, kehamilan, stress
emosional, serta infeksi bakterial dan virus.
Psorisasis pustulosa bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palmoplantar
(Barber). Penyakit ini mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit
berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa disertai
rasa gatal.Sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von
Zumbusch).Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa
demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa dan
eritematosa pada kulit normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak
tersebut. Dalam sehari, pustul-pustul berkonfluensi membentuk "lake of pus" berukuran
beberapa cm.
DAFTAR PUSTAKA

Carlos Ricotti, MD; Chief Editor: Dirk M Elston, Pustular Psoriasis. Jan 21, 2017.
Available from URL https://emedicine.medscape.com/article/1108220-
overview#a9. Cited 8 February 2018.

Djuanda,A. et.al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta : FKUI;2011.

National Psoriasis Foundation USA. Pustular Psoriasis.Diakses dari


http://www.psoriasis.org/about-psoriasis/types/pustular pada 8 Februari
2018.
Lebwohl MG, et.al. Treatment of Skin Disease : Comprehensive Therapeutic
Strategies. 3rd edition. USA: Saunders Elsevier;2010.
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New
York Mc
Graw Hill, 2010.
Kalb R.E., Duffin K.C., et al. 2016. Pustular psoriasis: Pathogenesis, clinical manifestations, and
diagnosis, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ (10 Februari 2018)
Johan R., Hamzah R.A. 2016. Gejala Klinis dan Terapi Psoriasis Pustulosa Generalisata tipe von
Zumbuch, www.cdkjournal.com/index.php/CDK/ (10 Februari 2018)

You might also like