You are on page 1of 14

1

Diare

A. Pengertian
Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief
dkk, 1999)
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley dan wang’s,
1995)

B. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
a) Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare meliputi :
1) Infeksi Bakteri : vibrio E.coli Salmonella, Shigella, Campyio bacter, Aeromonas
2) Infeksi virus : Enteriviru ( virus echo, coxsacle, poliomyelitis ), Adenovirus, Astrovirus,
dll
3) Infeksi parasit : Cacing (ascaris, trichuris, oxyguris) Protozoa (entamoeba histoticia,
trimonas hominis), Jamur (candida albacus)
Infeksi parental adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), Bronco pneumonia, dan sebagainya.
b) Faktor Makanan
Makanan yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

C. Tanda Dan Gejala

Tanda – tanda klinis dari diare adalah :

a. Muntah
b. Demam
c. Nyeri abdomen
d. Membran mukosa lambung dan bibir kering
e. Ubun-ubuncekung
f. Kehilangan berat badan
g. Tidak nafsu makan
h. Lemah

D. Penatalaksanaan
a) Medik
Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, dietetik (cara pemberian makanan) dan
obat-obatan.
Pemberian cairan
2

Pemberian cairan pada pasien diare dengan mempertahankan derajat dehidrasi dan keadaan
umum.
b) Cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral beberapa cairan
yang berisikan NaCL,NaHCO3,KCL dan Glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak
diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang, kadar Natrium 50-60 mEg/1 formula
lengkap sering disebut oralit. Sebagai pengobatan sementara yang dibuat sendiri (formula
tidak lengkap) hanya air gula dan garam (NaCL dan sukrosa) atau air tajin yang diberi garam
dan gula.
c) Cairan parental
Pada umumnya digunakan cairan Ringel laktat (RL) yang pemberiannya bergantung pada
berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai umur dan
berat badannya (Ngastiyah, 1997 : 146)

E. Herbal Medision
1. PENGENALAN

TERAPI MADU EFEKTIF UNTUK MENURUNKAN FREKUENSI DIARE DAN


BISING USUS PADA ANAK USIA BALITA

Penelitian oleh : Tri Purnamawati1 , Nani Nurhaeni2 , Nur Agustini3, Akademi Keperawatan
Hang Tuah Jakarta, e-mail: cantiq_trie@yahoo.com

2. Pendahuluan

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2007) menjelaskan bahwa penyakit diare


merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan balita (25,2%), Dan
Prevalensi diare pada balita di wilayah DKI Jakarta tersebar merata, kasus diare tertinggi
ditemukan di Jakarta Pusat (10,3%) dan Jakarta Utara (10,2%) (Kemenkes RI, 2007).

Banyaknya kasus diare terutama terjadi pada balita, hal ini memerlukan perhatian dari
semua tenaga kesehatan termasuk perawat.Perawat memegang peranan penting dalam
melakukan usaha pencegahan dan pengobatan diare. Peran perawat sebagai care giver dapat
menerapkan terapi komplementer terapi madu untuk membantu menurunkan frekuensi diare
dan bising usus pada balita dengan diare.

3. Metode
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain kuasi eksperimental secara non
equivalent control group before after design. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan carasetiap anak yang memenuhi kriteria penelitian diikutsertakan sebagai
sampel penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi. Pemilihan sampel didasa rkan pada pertimbangan kriteria inklusi dan
ekslusi yang dibuat oleh peneliti. Sesuai denga kriteria yang telah ditentukan, didapatkan
jumlah responden 46 orang yaitu 23 responden untuk kelompok intervensi dan 23 responden
kelompok kontrol.
Kriteria responden dalam penelitian ini adalah anak usia 1 hingga < 5 tahun yang
dirawat dengan diare akut dengan dehidrasi ringan sedang, anak mendapat terpi zink, lacto b
dan cairan parenteral, serta tidak mengalami penyakit berat/ penyakit penyerta. Selain itu
3

ibu/pengasuh bersedia berpartisipasi dalam penelitian, mampu berkomunikasi secara verbal


dan non verbal, dan bersedia melakukan intervensi yang dianjurkan.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa kuesioner tentang usia, jenis kelain,
status gizi, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI, tingkat pengetahuan dan penghasilan orang
tua.
Lembar observasi responden berisi pemberian madu, frekuensi diare dan bising usus.
Lembar observasi pemberian madu dan frekuensi diare diisi sendiri oleh orang
tua/wali/pengasuh. Peneliti melakukan evaluasi frekuensi diare dan bising usus sebelum dan
setelah intervensi pada hari rawat pertama dan keempat.

4. Hasil

Pengumpulan data dilakukan pada Mei sampai Juni 2015.Jumlah responden


yang didapatkan adalah 23 orang untuk kelompok intervensi dan 23 orang untuk
kelompok kontrol. Sebagian besar usia yang terlibat minimal 21,75 bulan dan maksimal
44,35 bulan, berjenis kelamin perempuan dengan memiliki status gizi normal. Data
karakteristik responden tersebut dlakukan uji homogenitas dengan caraMann Withney. Uji
homogenitas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa frekuensi diare dan bising usus
kedua kelompok adalah setara (homogen).
Menurut Kamilah dan Sipriyadi (2013) madu mempunyai keunggulan lain yaitu
mudah diperoleh, efek samping minimal, kaya akan zat karbohidrat, vitamin, mineral,
protein. Hal tersebut dapat dilakukan mandiri oleh perawat karena terapi ini merupakan
terapi komplementer.
Kelompok intervensi merupakan kelompok yang memperoleh madu tiga kali dalam
sehari sebanyak 2,5 ml. Madu mengandung Karboidrat, protein, mineral, vitamin B
Kompleks dan vitamin C. Hal ini diperkuat oleh penelitian Bogdanov (2011) menyatakan
madu memiliki efek antivirus, efek antijamur, dan antiparasit.Aktivitas antivirus terbukti
dapat menghambat in vitro virus rubella dan herpes.Madu memiliki aktivitas antijamur
terhadap dermatofit yang menyebabkan mikosis, epidermophyton, microsporum dan
thrichophyton, spesies ini mempengaruhi manusia.
Intervensi pemberian madu merupakan wujud aplikasi teori Levine, ini dapat
terlihat pada balita yang mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan sedang mengalami
penurunan terhadap frekuensi diare dan bising usus, sehingga dapat meningkatkan proses
adaptasi anak terhadap perubahan fungsi sistem pencernaan akibat diare, sehingga
konservasi energi dan konservasi struktual tercapai.

5. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menemukan bahwa madu efektif dalam mengatasi diare akut pada
balita di RS. TNI AL Dr.Mintohardjo dengan cara mengurangi frekuensi diare dan bising
usus.Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada rumah sakit dapat dijadikan
kebijakan untuk penatalaksanaan balita diare, dan perawat dapat menggunakan terapi
komplementer terapi madu sebagai salah satu intervesi keperawatan.
4

Gastritis
A. Pengertian

Gastritis merupakan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, difus, atau lokal (Wilson & Lindseth, 2002). Menurut pendapat para ahli yang
lain, pengertian dari gastritis adalah sebagai berikut:

1. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung
(Suyono, 2001).
2. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik
difus dan lokal dan ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis superfisial akut
dan gastritis atropi kronik (Brunner Suddarth, 2002 : 1062).
3. Menurut Williams (2008:206) gastritis adalah sebuah gangguan sistem pencernaan
yaitu berupa peradangan mukosa lambung.
4. Menurut Willkins dalam bukunya Medical-Surgical Nursing (2006:319) bahwa
gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut atau kronis.

B. Klasifikasi

1. Gastritis superfisial akut

Gastritis ini merupakan gastritis yang sering diakibatkan diet yang tidak teratur
(Brunner&Suddart, 2002). Hal ini diakibatkan oleh pola makan yang terlalu banyak maupun
terlalu cepat. Selain itu, makan makanan yang terlalu berbumbu dan mengandung
mikroorganisme dapat mengiritasi lambung. Penyebab iritasi lambung lainnya yaitu alkohol,
aspirin, refluks empedu, maupun terapi radiasi. Namun penyebab terkuat dari gastritis akut
berupa asam atau alkali kuat sehingga mukosa menjadi perforasi dan terjadi pembentukan
jaringan parut yang dapat mengakibatkan obstruksi pylorus.

2. Gastritis atrofik kronik

Gastritis kronik merupakan inflamasi yang diakibatkan oleh ulkus maligna dari
lambung maupun bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Menurut distribusi anatominya,
gastritis kronis terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

3. Gastritis kronis korpus (tipe A)

Perubahan hispatologik pada korpus dan kardia lambung dan sering dihubungkan
dengan proses auto-imun dan berlanjut pada anemia pernisiosa

4. Gastritis kronik antrum (tipe B)

Tipe yang sering terjadi dan dikaitkan dengan infeksi bakteri Helycobacter pylori

5. Gastritis multifocal (tipe AB)


5

Distribusi inflamasinya menyebar ke seluruh gaster. Pada penyebaran ke arah


korpusnya terjadi peningkatan seiring dengan pertambahan usia.

C. Epidemiologi

Menurut Budiana (2006), mengatakan bahwa gastritis ini terbesar di seluruh


dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1.7 milyar. Menurut Fahrial (2009)
dari hasil penelitian Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
ditemukan penderita yang mengalami gangguan pencernaan di Indonesia selama
tahun 2009 sebanyak 86,41% karena gastritis, 12.5% terdapat ulkus, dan 1 % kanker
lambung.

Infeksi H.pylori seringkali dijumpai pada anak-anak. Di negara berkembang,


prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak berusia dibawah 10 tahun besarnya sekitar
80%, sedangkan di negara maju prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak
prasekolah dan sekolah dasar besarnya sekitar 10%. Di Indonesia, berdasarkan
pemeriksaan serologi, prevalensi H.pylori pada anak sekolah dasar ditemukan sebesar
13,5 – 26,8%. (Setiati dan Hegar (1999): Gambaran Epidemiologi Infeksi H. Pylori
Pada Siswa Sekolah Dasar)

D. Etiologi

Gastritis akut

1. Endokrin bakteri (Staphylococcus, Escherichia coli, dan salmonella) →


merusak mukosa lambun

2. Obat-obatan NSAID/ Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug (endometosin,


ibuprofen, haproksen, sulfanamida, steroid, dan digitalis) → terjadi pengurangan
prostalgladin sebagai protector dinding lambun

3. Makanan berbumbu kuat (lada, cuka, mustard) → mengiritasi lambun

4. Kafein, alcohol, aspirin → pengikisan mukosa lambung

5. Trauma →mengakibatkan luka pada lambung

6. Keracunan zat korosif → mengiritasi lambung

7. Stress→pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu


tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam
kecepatan lambat 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal
(basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan
lambung selama puasa 12 jam. Rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO
melalui saraf parasimpatis (vagus). Produksi asam lambung akan meningkat pada
keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam
lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini
dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian
orang, keadaan stress umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan
6

nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup. Meski sel-sel
mukosa lambung bisa pulih kembali karena adanya regenerasi sel, namun jika hal ini
selalu terjadi maka lama kelamaan jika dibiarkan akan menyebabkan gastritis.

Gastritis kronik

1. Bakteriologik: pylory → merusak mukosa lambung

2. Ulcus lambung → merupakan luka pada lambung

3. Faktor predisposisi (kafein, alcohol, aspirin) → mengiritasi mukosa lambung

4. Imunologik: imun berkolerasi kuat terhadap auto-antibodi sel parietal (oxyntic)


sehingga diproduksi asam lambung (hidrocloric acid) → penurunan produksi asam lambung

5. Aspek lain: refluk enterogaster, cairan pankreato-bilier, asam empedu, dan


lisolestisin yang memasuki lumen lambung dapat mengiritasi lambung → mengiritasi
lambung

E. Tanda dan Gejala

Gastritis Akut

Keluhan pokok:

1. Nyeri epigastrium
2. Anoreksia
3. Nausea, vomiting
4. Hematemesis warna coffee ground (tanah merah)
5. Melena
6. Cegukan yang dapat terjadi dalam beberapa jam dan beberapa hari

Tanda utama:

1. Hematemesis
2. Nyeri tekan epigastrium
3. Colok dubur ada darah
4. Lemah
5. Pucat

Gastritis Kronis

1. Nyeri ulu hati


2. Anoreksia
3. Mual
4. Nyeri tekan mid-epigastrium
5. Perut terasa panas setelah makan
6. Bersendawa
7. Mulut terasa asam
8. Muntah
7

Jika hal tersebut di rangkum dalam sebuah tabel yang dihubungkan dengan
patofisiologinya akan menjadi sebagai berikut.

Tanda dan Gejala Penyebab


Mual HCl meningkat
Adanya penekanan terhadap saraf vagus, dan memberikan reflek
Muntah
ingin muntah
Karena lambung banyak terisi HCl maka lambung akan terasa
Tidak Nafsu Makan penuh, selain itu rasa mual juga dapat menyebabkan tidak nafsu
makan
Nyeri Peradangan oleh agen iritasi lambung terhadap lambung
Perdarahan lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang
Hematesis
mengenai pembuluh darah di lambung
Dalam tinja Perdarahan lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang
terdapat darah mengenai pembuluh darah di lambung
Lambung yang terisi HCl yang penuh dapat menyebabkan HCl
Mulut terasa asam
terasa sampai di rongga mulut

F. Patofisiologi

Menurut Suddarth (2009:1131) menyatakan bahwa patofisiologi gastritis terjadi karena


membrane mukosa menjadi edema dan hyperemic (terisi dengan cairan dan darah) dan terjadi
undergous erosi permukaan. Emedicine.medscape.com menjelaskan, bahwa pada gastritis
akut terjadi disreactive gastric.

Misnidiarly (2009:49) mengartikan gastritis sebagai luka pada lambung tejadi karena
ketidakseimbangan faktor agresif seperti sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri
H.pylori dengan faktor defensive/faktor pelindung mukosa seperti produksi prostaglandin,
gastric mukus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa.

H.Pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidupnya di antrum
gastric. Bakteri ini bersifat patogen dan menghasilkan sitotoksin yang dapat memecah
pertahanan mukus kemudian menempel di permukaan sel epitel lambung dan usus 12 jari. Di
lambung, bakteri akan menghasilkan karbon dioksida, ammonia, dan produk lain seperti
protease, katalase, dan fosfolipase yang bersifat toksik. Produk-produk yang dihasilkanakan
terakumulasi sehingga merusak pertahanan mukosa lambung. Misnidiarly (2009:50)

Sebagaimana yang dikutip dalam Misnidiarly (2009:50) obat NSAIDs menjadi


penyebab gastritis melalui dua cara yaitu mengiritasi epitelium lambung secara langsung dan
melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Namun, penghambatan terhadap sintesis
prostaglandin merupakan faktor dominan penyebab gastritis oleh NSAIDs. Prostaglandin
merupakan senyawa yang di sintesis di mukosa lambung untuk melindungi fungsi fisiologis
tubuh seperti ginjal, homeostatis, dan mukosa lambung.

Misnidiarly (2009:50) juga mengatakan bahwa mengkonsumsi rokok dapat memicu


gastritis, walaupun dalam studi literatur mekanisme yang terjadi belum di ketahui pasti, tetapi
8

di duga rokok menghambat sintesis prostaglandin pada lambung sehingga perlindungan


terhadap mukosa lambung menurun, dan risiko gastritis meningkat. Stress juga dapat
menyebabkan tukak lambung karena pada orang yang stress di mungkinkan dilakukan
tindakan yang berisiko terjadinya gastritis seperti merokok, mengkonsumsi NSAIDs, dan
alkohol. Pendapat ini juga di dukung oleh pernyataan Widjanarko dalam kabarbisnis.com
stress itu terjadi karena tuntutan serta tekanan kerja sehingga pola makan yang tak teratur,
makan fast food, kurang olahraga sehingga berdampak pada lambungnya. Dalam kondisi
stress, hormone adrenalin akan meningkat produksinya mengakibatkan produksi asam oleh
reseptor asetilkolin meningkat pula, efeknya asam lambung pun meningkat.

G. Pengobatan

Menurut Suddarth (2009:1046) terapi obat yang di berikan meliputi obat-obatan


antibiotic (seperti Amoxcillin, Clarithromyein, Metronidazole, Tetracyline); antidiarrheal
(seperti: Bismuth Sublicylate), Histamin-2 Reseptor Antagonis (seperti: Cimetidine,
Famotidine, Nitatidine dan Ranitidine), Proton Pump Inhibitors of Gastric Acid (seperti :
Esomepretazole).

H. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut White (2005:964) Pemeriksaan Laboraturium meliputi:

1. Complete blood count (CBC)


2. Prothombrin time (PT)
3. Partial thromboplastin (PTT)
4. Billirubin
5. Albumin
6. Globulin
7. Total protein
8. Alkaline phosphatase
9. Lactate hydrogenase (LDH-S)
10. Gamma-glutamyl transpeptidae (GGT or GGTP)
11. Aspartate aminotansferase (AST/SGOT)
12. Alanine aminotransferase (ALT/SGPT)
13. Cholesterol
14. Trigliserida
15. Amylase
16. Carcinoembryonic antigen (CEA)
17. HAA, sekarang disebut hepatitis B antigen (HBsAG)
18. Stool O & P
19. Stool occult blood (guaiac), Fecal occult blood test (FOBT), hemocult

Pemerikasaan radiologi antara lain:

1. Barium swallow
2. Upper gastrointestinal tract
3. Abdominal X-rays
4. CT Scans
5. Ultrasound
6. Barium enema
9

7. Gallbladder series

Pemeriksaan yang lain meliputi;

1. Flexible sigmoidoscopy
2. Eshophagogastro-duodenoscopy (EGD)
3. Endoscopic retrograde cholangiopancreatogram (ERCP)
4. Colonoscopy
5. Esophageal motility studies (manometry)
6. Gastric secretion analysis
7. Liver biopsy
8. Peritoneal aspiration

I. Pencegahan

Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran
untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :

1. Makan secara benar

Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam,
gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan
yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan
jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.

2. Hindari alkohol

Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam


lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan

3. Jangan merokok

Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung


lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung,
sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya
kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi
perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu
untuk berhenti merokok.

4.Lakukan olah raga secara teratur

Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat


menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan
dari usus secara lebih cepat.

5. Kendalikan stress
10

Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan sistem


kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga
meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan.
Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang
cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.

6.Ganti obat penghilang nyeri

Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-obat golongan ini akan


menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah ada
menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung
acetaminophen.

7. Diit Gastritis

Syarat-syarat diit

1. Mudah dicerna, porsi makanan kecil dan diberikan sering.


2. Protein cukup untuk mengganti jaringan yang rusak.
3. Tidak merangsang secara mekanik termis dan kimia.
4. Makanan harus memenuhi kebutuhan gizi.

Makanan yang boleh dimakan

1. Makanan harus mudah dicerna dan mengandung serat makanan yang halus
2. Beras, ketan, roti, biskuit, tepung dibubur atau dibuat puding.
3. Daging sapi empuk, hati, ikan, ayam disemur, dipanggang, telur direbus, diceplok
dengan air.
4. Tahu direbus, tempe direbus, ditim, ditumis, kacang hijau direbus dan dihaluskan.
5. Margarin dan metega.
6. Sayuran dan banyak serat dan tidak menimbulkan gas: bayam, bit, labu siam, labu
kuning, wortel, tomat.
7. Pepaya, pisang jeruk garut, sari buah, pir dan peach.
8. Garam, gula, vetsin, bawang dalam jumlah terbatas.

Makanan yang tidak boleh dimakan

1. Beras ketan, mie, bihun, jagung, ubi, singkong, tales cake, dodol.
2. Daging, ikan, ayam yang diawetkan, digoreng, telur yang digoreng atau diceplok.
3. Tahu, tempe digoreng, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo.
4. Macam-macam minyak dan lemak hewan, santan.
5. Sayuran lain dan sayuran mentah.
6. Buah yang tinggi serat yang menimbulkan gas: jambu biji, nanas, kedondong,
durian, nangka.
7. Minuman yang mengandung soda dan alkohol serta Kopi.
8. Lombok, merica, cuka, dan lain-lain.
11

J. Herbal medicine

1. Jus Buah Pepaya (Carica Papaya)

A. Pengenalan
Penelitian Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya (Carica Papaya) Terhadap
Tingkat Nyeri Kronis pada Penderita Gastritis di Wilayah Puskesmas Mungkid
,Oleh : Indayani, Sigit Priyanto, Enik Suharyanti Prodi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang

Rancangan penelitian yang telah digunakan dalam penelitian adalah rancangan


quasy eksperiment dengan menggunakan rancangan two group pre and post test
with control design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok responden
dimana ada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi
diukur skala nyeri sebelum dilakukan pemberian jus buah pepaya (pre-test).
Kemudian dilakukan tindakan pemberian jus buah pepaya oleh peneliti. Setelah itu
diukur kembali (post-test) skala nyeri pasien tersebut. Kemudian dibandingkan
antara nyeri pre-test dengan post-test. Pada kelompok kontrol diukur nyeri
sebelum (pre-test) dan setelah (post-test) tidak dilakukan tindakan
apapun.Kemudian dibandingkan antara nyeri pre-test dengan post- test. Setelah itu
hasil dari perbandingan kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dibandingkan.

B. Populasi dan sampel


Populasi terjangkau dalam penelitian yang telah dilakukan yaitu penderita
gastritis di Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Jumlah total penderita
gastritis bulan Januari tahun 2017 berjumlah 208 orang. Dari total penderita
gastritis tersebut, usia produktif (15-65) yang mengalami gastritis sebanyak 165
orang. Tehnik pengumpulan sampel yang digunakan pada penelitian adalah
menggunakan teknik proportional sampling/ sampling berimbang. Sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 27 orang untuk kelompok intervensi dan 27
orang untuk kelompok kontrol. Jadi, keseluruhan yang dibutuhkan adalah 54 orang.

C. Tempat dan waktu


Penelitian ini dilaksanakan di 8 desa wilayah Puskesmas Mungkid,
Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Waktu penelitian ini dilakukan sejak
bulan Maret sampai Mei 2017.

D. Alat pengumpulan data


Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah lembar kuesioner
data demografi responden yang berisi nama, usia, pendidikan, pekerjaan dan
keluhan Gastritis beserta lembar kuesioner nyeri dengan alat ukur Numeric
Rating Scale (NRS). NRS merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur nyeri
seseorang. Alat ukur Numeric Rating Scale (NRS) dapat digunakan dengan penilaian
skor antara 0 - 10, skala 0 apabila tidak nyeri, skala 1 – 3 apabila nyeri ringan,
skala nilai 4 -6 nyeri sedang, skala 7 – 9 apabila nyeri berat, dan skala 10 apabila
nyeri sangat berat.

E. Metode Pengumpulan data


12

Metode pengumpulan data dalam penelitian yang telah dilakukan ke


Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang yang ditujukan kepada Puskesmas Mungkid.
Setelah mendapatkan data dan ijin survei, selanjutnya ke desa untuk pengambilan
data yang dilakukan melakukan undian (Lottery technique). Hari ke-1
minggu pertama, memberikan lembar kuesioner dan menjelaskan cara pengisian
kuesioner yang berisikan data demografi, keluhan gastritis, dan skala
pengukuran nyeri pada responden. Menyiapkan jus buah pepaya sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah disediakan oleh peneliti. Buah
pepaya yang digunakan yaitu buah pepaya yang hidup dalam satu varietas. Buah
pepaya diolah menjadi jus buah pepaya. Jus buah pepaya diperoleh dengan
menghaluskan buah pepaya segar (200 gr) sehingga menjadi jus.

F. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemberian intervensi dilakukan sebanyak tujuh kali perlakuan dengan
hari yang berbeda. Sebelum dilakukan intervensi, skala nyeri responden diukur
terlebih dahulu, kemudian diukur kembali setelah diberikan jus buah pepaya.
Setelah itu dibandingkan perubahan tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan jus
buah pepaya. Penelitian ini menggunakan bahan utama buah pepaya (Carica
papaya). Pembagian sampel menggunakan proportional random sampling. Jumlah
responden terdapat 54 responden yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan uji normalitas data
dengan Kolmogorov Smirnov karena responden yang dibutuhkan >50 (Martono,
2016). Pada penelitian yang telah dilakukan karena data berdistribusi tidak normal
maka menggunakan uji statistik Mann Whitney (Sastroasmoro, 2011).

G. KESIMPULAN
Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan pada pemberian jus buah
pepaya terhadap penanganan nyeri secara non farmakologi pada penderita gastritis:
a. Penurunan tingkat nyeri kronis gastritis sebelum dan setelah
dilakukan tindakan pemberian jus buah pepaya pada kelompok intervensi sebesar
0,15.
b. Penurunan tingkat nyeri kronis gastritis sebelum dan setelah tidak
diberikan tindakan apapun pada kelompok kontrol sebesar -0,11.
c. Terdapat pengaruh pemberian jus buah pepaya (Carica papaya)
terhadap tingkat nyeri
kronis pada penderita gastritis.
13

DAFTAR PUSTAKA

Kleinman, Ronald E. 2008. Pediatric Gastointestinal Dissease. Ontario: BC Decker.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 .Jilid 2. Jakarta : FKUI.

Misnidiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastriti (Dysepsia atau maag, Infeksi
Mycobacteria pada Ulcer Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Nursalam. 2000. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Price & Wilson. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume
2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Alih bahasa oleh H. Y. Kuncara. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Terjemahan oleh Widyawati. Jakarta: EGC.

Williams, Lippicontt dan Wilkins.2008.Nurse’s 3 minute Clinical Reference Second Edition.


Amblar :Wolters Klower Health : 206.
14

You might also like