Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun
akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan
tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi
pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik.
Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh
dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga
pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita
dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh
petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit.
Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?
1.3 Tujuan
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura
1. Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
patofisiologi
2. Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian, analisa
data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
2.2 Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada
pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi
vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
1. Eksudat
1. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
2. Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
12. (-)
2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi
dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi
efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang
awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung
kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh
tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan
hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut
selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding dada
cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru
tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan
asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
2.5 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif, pneumonia, seosis)
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Setelah agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil berbagai
posisi untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan kontak
agens dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan
drainase dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi
cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur diagnostic
yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk penyebab
primer kemudian dilakukan.
1. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti
kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut
yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang
(pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
1. CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga
sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
1.
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun tindakan
trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan
CT planing radiasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN
IDENTITAS
Nama : Tn. B
Agama : Khatolik
Pasien rujukan dari IRD RKZ dengan mula-mula sesak pada bulan Juli 2010. Sesak
hilang timbul, di sertai nyeri dada terutama saat beraktifitas dan terkadang juga pada malam
hari sesak timbul kembali, ketika pasien sesak, pasien mencoba tidur dengan posisi duduk.
Sebelum sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu bulan. Batuk tanpa
disertai dahak, dan mengkonsumsi obat batuk namun tidak sembuh. Karena sesak bertambah
hebat, pasien ke UGD RKZ dan setelah di sana kurang lebih 1,5 jam pasien dirujuk ke poli
paru RS. Dr Soetomo karena keadaan ekonomi.
Agustus 2010 pasien operasi hernia di RKZ (preoperasi melakukan rongent dan di
katakana ada sesuatu di paru-paru). Post operasi disuruh untuk control lagi bulan Oktober
(pasien melakukan foto dada dan CT-scan). Sebelumnya tidak ada batuk darah, keringat
dingin, DM, HT, asma, alergi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit keturunan: keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
sakit seperti pasien. Keluarga mengatakan tidak ada riwayat keganasan, batuk lama, batuk
berdarah, keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, tetapi pasien adalah perokok berat dimana dapat
mengkonsumsi satu bungkus dalam sehari dan hal itu sudah dilakukan lebih dari 10 tahun.
Dalam sehari pasien mampu manghabiskan rokok 1 bungkus bahkan lebih. Pekerjaan pasien
sebagai ekspedisi di perak yang selalu keluar pada malam hari. Saat pengkajian pasien
mengaku tidak mengerti bahwa pola hidupnya dapat mengakibatkan kanker paru, hal tersebut
merupakan kurangnya sumber informasi bagi pasien.
Tanda-tanda vital:
Nafas pasien tersengal-sengal cepat, pendek, terasa lebih sesak meningkat/ bertambah setelah
beraktifitas dan terdapat nyeri. Tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada retraksi
otot bantu nafas. Gerak dada kiri dan kanan simetris, terdapat suara nafas tambahan berupa
ronki di bagian dekstra apeks. Adanya secret dan batuk produktif tetapi batuk tidak efektif.
Irama nafas teratur terdapat dispnoe, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas, suara nafas
vesikuler. Terdapat hasil torakosintesis yang dilakukan pada pukul 11.30,dan ternyata masih
terdapat cairan di kavum pleura sebanyak 500 cc.
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang CVC
sehingga CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral merah, hangat dan
kering.
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak mengalami
gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku tidak mengalami
gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut, gigi sempurna
(tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien tidak mengalami
gangguan menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit dengan suara peristaltic
terdengar lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-2010 dengan konsistensi lunak
warna kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan menurun.
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami kelainan tulang
belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit terlihat mengkilat, dan
tekstur halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat dekubitus. Pasien mengalami
intoleransi aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak bergerak, akan timbul sesak napas.
1. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening, Hiperglikemia (-),
hipoglikemia (-).
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat bersih dan
pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu kapan dia harus
menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan. Semua nya terlihat
bersih dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari, tidak lupa untuk
membersihkan telinga serta lubang hidung setiap hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
1. 2. CT – SCAN
Secret/mucus tertahan di
saluran napas
Ronkhi (+)
– Denyut nadi = 96 ↓
x/menit
Ekspansi paru menurun
– Pasien bernapas
tersengal-sengal cepat, ↓
pendek
RR meningkat
–ICS melebar dekstra
↓
–retraksi (-) otot bantu
nafas (-) Pola napas tidak efektif
–fremitus raba ↓
RR meningkat
Nyeri
Intoleransi aktifitas
4. S : Pasien mengeluh nyeri Efusi Pleura Nyeri
pada bagian dada (D).
↓
P : perpindahan posisi
Cairan menekan dinding
Q : nyeri sedang pleura
R : dada (D) ↓
RENCANA INTERVENSI
KH:
1. Mengatur irama nafas sehingga
Sesak (-) meningkatkan suplai O2
2. Klien patuh terhadap terapi
RR: 16-20x/menit 3. Memantau pola nafas pasien
KH :
– Nyeri berkurang
skala (0–1)
1. Kolaborasi pemberian obat
– Ekspresi analgesic.
menyeringai (-)
– Nadi : 60–100
x/menit
1. Evaluasi karakteristik nyeri
(PQRST)
2. Mengalihkan perhatian pasien
terhadap rasa nyeri yang sedang
dirasakan.
3. Untuk meminimalkan mobilisasi
pasien, diharapkan agar nyeri
dapat berkurang.
4. menghindari puncak periode
nyeri, alat dalam penyembuhan
otot, dan memperbaiki fungsi
pernafasan dan kenyamanan /
koping emosi
5. untuk mengetahui perubahan
karakteristik nyeri setelah
dilakukan penatalaksanaan.
Evaluasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara pleural
viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa transudat(Gagal
jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini
penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi
paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di
negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara
berkembang, penyebab paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau nyeri
bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang
lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub
pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit
paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi
tidak terlalu lama menginfeksi pleura.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC
4. Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta:
EGC
5. J., Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI
6. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit Ed4.
Jakarta: EGC
7. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
8. Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC
9. Syamsuhidayat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. Revisi). Jakarta:
EGC
10.
11. Tucker, Susan Martin. 1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta: EGC
12.
13. Siregar, Elisa. 2010. Efusi Pleura. http://elisasiregar.wordpress.com/efusi-pleura. Di
akses 10 oktober 2010 pukul 20.15 WIB
14.
15. Ns, Sumedi SKp. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura.
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
efusi.html. Di akses 11 oktober 2010 pukul 18.44 WIB
16.
17. Abdul Azis, M. 2010. Efusi Pleura. http://nieziz09.co.cc/efusi-pleura. Di akses 10
oktober 2010 pukul 19.23 WIB