You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang
berkaitan dengan sistem reproduksi. (Azwar,2001). Sistem reproduksi wanita, merupakan
satu kesatuan yang kompleks dan dapat terjadi berbagai gangguan atau kelainan pada tiap
organnya. Berbagai gangguan seperti infeksi, trauma, tumor, perdarahan dapat menjadi
permasalahn pada sistem reproduksi wanita.
Kejadian infeksi pada sistem reproduksi wanita masih menempati urutan teratas.
Berdasarkan data WHO (2007), angka prevalensi tahun 2006, 25%-50% candidiasis, 20%-
40% bacterial vaginosis dan 51%-15% trichomoniasis. Menurut Zubier (2002), wanita di
Eropa yang mengalami keputihan sekitar 25%. Menurut Dharmawan (2007), angka skrining
vaginitis di Indonesia berkisar antara 75-85%. Pada tahun 2004 kasus AIDS di Indonesia
yang dilaporkan ditemukan pada kelompok 0-4 tahun sebanyak 12 kasus (1,53%), umur 5-14
tahun sebanyak 4 kasus (0,3%), dan umur 15-19 tahun sebanyak 78 kasus (5,69%). Pada
tahun 1997 di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi yaitu : 6,7%
candidiasis, tricomoniasis 5,4% dan bacterial vaginosis 5,1%. Menurut data tahun 2002
prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut : bacterial 53% candidiasis 3%. Tahun
2004 prevalensi infeksi saluran reproduksi pada remaja putri dan wanita dewasa yang
disebabkan oleh bacterial vaginosis 46%, candida albican 29%, dan tricomoniasis 12%.
Berdasarkan data dinkes Jatim Tahun 2012 Januari sampai Juli jumlah penderita kanker
serviks mencapai 802 orang. Depkes RI menunjukkan bahwa sampai Maret 2008 pengidap
HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja. Kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah dalam 5
tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari 14 kasus pada tahun 2000
menjadi 158 kasus pada tahun 2005. Data penyakit infeksi menular seksual (IMS) remaja
yang berobat ke RSHS tahun 1998 adalah 19 kasus pria, dan 20 kasus perempuan dari total
kunjungan pasien baru 483 orang. Pada remaja pria kasus terbanyak adalah uretritis gonore
dan pada perempuan adalah bakterial vaginosis.
Gangguan menstruasi menjadi permasalahan berikutnya. Setiap bulan, secara
periodik, seseorang wanita normal mengalami menstruasi. Di dalam menstruasi, terkadang
disertai nyeri haid (Dismenore). Dismenore adalah nyeri haid yang merupakan suatu gejala
dan bukan suatu penyakit tumbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan
satu atau lebih gejala mulai dari ringan sampai berat pada perut bagian bawah, bokong, dan
nyeri spasmodik pada sisi medial paha. (Nurmasitoh, 2008). Selain dimesnore, gangguan haid
dapat berupa lamanya menstruasi dan banyaknya darah saat menstruasi.
Selain infeksi dan gangguan haid, permasalahan di payudara juga tidak kalah penting.
Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan
penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, tetapi perhatian lebih sering diberikan pada benjolan atau lesi yang
bersifat ganas seperti kanker payudara (Yayasan Kanker Indonesia, 2011).
Diagnosis klinis lesi payudara ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, seperti imaging menggunakan mammografi dan ultrasonografi serta
pemeriksaan patologi anatomi dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan
histopatologi (Haryono et al., 2011).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Infeksi Saluran Reproduksi


Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman
penyebab infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa
bakteri, jamur, virus dan parasit.
Perempuan lebih mudah terkena ISR dibandingkan laki-laki, karena saluran reproduksi
perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing. ISR pada perempuan juga sering tidak
diketahui, karena gejalanya kurang jelas dibandingkan laki-laki.
Gejala ISR dapat berupa
 Rasa sakit atau gatal di kelamin
 Muncul benjolan, bintik atau luka disekitar kelamin
 Keluar cairan yang tidak biasa dan bau dari alat kelamin
 Terjadinya pembengkakan di pangkal paha
 Keluar darah bukan pada masa haid
 Sakit pada saat berhubungan seks
 Rasa sakit pada perut bagian bawah
Jenis-jenis ISR
a. ISR endogen
Merupakan jenis ISR yang paling umum di dunia. Timbul akibat pertumbuhan
tidak normal, organisme yang seharusnya tumbuh normal didalam vagina,
antara lain vaginosis bakteri dan kandidiasis yang mudah disembuhkan.
b. ISR iatrogenik
Merupakan infeksi yang disebabkan masuknya mikroorganisme kedalam
saluran reproduksi melalui prosedur medis yang kurang atau tidak steril, antara
lain induksi haid, aborsi, pemasangan AKDR, peristiwa persalinan atau apabila
infeksi sudah ada dalam slauran reproduksi bagian bawah menyebar melalui
mulut rahim hingga ke saluran reproduksi bagian atas. Gejala yang mungkin
timbul, antara lain rasa sakit disekitar panggul, demam tinggi secara tiba-tiba,
menggigil, haid tidak teratur, cairan vagina yang tidak normal dan timbul rasa
sakit saat berhubungan seksual.
Pencegahan ISR
a. Mencegah infeksi baru dengan memutus jalur penularannya
b. ISR endogen dapat dicegah melalui peningkatan kebersihan individu,
peningkatan akses pada pelayanan kesehatan yang bermutu, promosi, mencari
pengobatan ke pelayanan kesehatan
c. ISR iatrogenik dapat dicegah melalui sterilisasi peralatan medis yang
digunakan, skrining atau pengobatan terhadap ISR sebelum melaksanakan
prosedur medis.
d. PMS dapat dicegah dengan menghindari hubungan seksual atau dengan
melakukan hubungan seksual yang aman (monogami dan penggunaan kondom
yang benar dan konsisten

2.1.1 Vaginosis Bakterialis


2.1.1.1 Definisi
Sindroma atau kumpulan gejala klinis akibat pergeseran lactobacilli yang merupakan
flora normal vagina yang dominan oleh bakteri lain, seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella
spp, Mobilancus spp, Mycoplasma spp dan Bacteroides spp.

2.1.1.2 Gambaran Klinis


 Asimtomatik pada sebagian penderita
 Bila ada keluhan umumnya berupa cairan yang berbau amis seperti ikan terutama
setelah melakukan hubungan seksual
 Pada pemeriksaan didapatkan jumlah duh tubuh vagina tidak banyak, berwarna putih,
keabu-abuan, homogen, cair, dan biasanya melekat pada dinding vagina
 Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi

2.1.1.3 Faktor Resiko


Ada hubungan yang signifikan secara statistik dengan faktor-faktor seperti usia, mulai
dari kehidupan seksual yang aktif, jumlah hubungan seksual per minggu, jumlah pasangan
seksual, dan kehamilan.Octaviany, dkk melakukan penelitian pada 492 perempuan yang
berusia 15-50 tahun. Prevalensi infeksi BV pada penelitian ini adalah 30,7% sesuai dengan
skor Nugent. Usia >40 tahun dan pasangan yang tidak disirkumsisi merupakan faktor
determinan yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian BV. Wanita seksual aktif
merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
belum pernah berhubungan seks sebelumnya. Data lain menunjukan pada wanita
heterokseksual faktor predisposisi infeksi BV meliputi frekuensi hubungan seksual yang
tinggi, jumlah pasangan seks pria yang banyak, serta penggunaan UID, kontrasepsi hormonal
dan kontrasepsi.

2.1.1.4 Diagnosis
Diagnosis BV dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dapat digali berupa keluhan penderita mengenai keluarnya cairan atau
sekret berbau amis seperti ikan dari kemaluan. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan duh
vagina yang melekat pada dinding vagina. Pada pemeriksaan spekulum didapatkancairan
vagina yang encer, homogen, dan melekat pada dinding vagina namun mudah dibersihkan
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan diantaranya :
 Whiff test
Penambahan KOH 10% pada duh tubuh vagina tercium bau amis
 Pemeriksaan mikroskopik
Sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram ditemukan sel epitel
vagina yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel menjadi kabur (clue cells)

 Pemeriksaan pH vagina
 Kultur merupakan metode yang menjadi gold standard untuk diagnosis sebagian
besarpenyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun, kultur tidak bisa menjadi
gold standarduntuk diagnosis vaginosis bakteri. Hal ini dikarenakanorganismeyang
terlibat dalam infeksi BV tidak dapat dipisahkan dengan mudah danbakteri–bakteri
yang berperan dalam terjadinya infeksi BV tetap ada dengan jumlahyang sedikit pada
kondisi normal sehingga pada hasil kultur akan selalu terdiagnosissebagai infeksi
BV.Bakteri Gardnerella vaginalis ditemukan sebanyak 60% padakultur vagina
normal.

Kriteria Amsel sering digunakan dalam penegakan diagnosis BV. Akan didiagnosis
BV jika terdapat 3 dari 4 tanda berikut:
 Cairan vagina homogen berwarna putih keabu-abuan yang melekat pada dinding
vagina.
 PH vagina > 4,5.
 Sekret vagina berbau amis sebelum atau sesudah penambahan KOH 10% (Whiff test)
 Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikoskopik.

2.1.1.5 Tatalaksana
 Metronidazol 500 mg per oral 2x/hari selama 7 hari ATAU
 Clindamycin per oral 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
 Metronidazol jangan diberikan pada wanita hamil terutama trimester I

2.1.2 Kandidiasis
2.1.2.1 Definisi
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi primer atau sekunder yang bersifat
lokal pada area vagina oleh genus Candida, terutama Candida albicans (C. albicans).
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut, subakut dan kronis ke episodik. Proses
patologis yang timbul juga bervariasi dari iritasi dan inflamasi sampai supurasi akut, kronis
atau reaksi granulomatosis. Karena C. albicans merupakan spesies endogen, maka
penyakitnya merupakan infeksi oportunistik.3 Ini merupakan mikosis sistemik yang umum,
di mana Candida sp. membentuk koloni di permukaan mukosa vagina semua perempuan
selama atau segera setelah lahir, sehingga risiko infeksi endogen senantiasa ada. KVV adalah
kondisi sangat umum yang mengenai hingga 75% wanita, setidaknya satu kali selama hidup
mereka.

2.1.2.2 Faktor Resiko


a. Faktor mekanis: trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, lembab dan/atau maserasi,
bebat tertutup atau pakaian, kegemukan.
b. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi besi, defisiensi folat, vitamin B12, malnutrisi
generalis.
c. Perubahan fisiologis: umur ekstrim (sangat muda/sangat tua), kehamilan (terutama
trimester terakhir), menstruasi, kontrasepsi hormonal (estrogen).
d. Penyakit sistemik: penyakit endokrin (diabetes melitus, penyakit cushing,
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), uremia, keganasan terutama
hematologi (leukimia akut, agranulositosis), timoma, imunodefisiensi (sindroma
AID).
e. Penyebab iatrogenik: pemasangan kateter, dan pemberian IV, radiasi sinar-X
(xerostomia), obat-obatan (oral, parenteral, topikal, aerosol), antara lain:
kortikosteroid, antibiotik spetrum luas, metronidazol, trankuilaiser, kolkhisin,
fenilbutason, histamine 2-blocker.

2.1.2.3 Gejala klinis


Keluhan sangat gatal atau pedih disertai keluar cairan yang putih mirip krim
susu/keju, kuning tebal, tetapi dapat cair seperti air atau tebal homogen.3,20 Lesi bervariasi,
dari reaksi eksema ringan dengan eritema minimal sampai proses berat dengan pustul,
eksoriasi dan ulkus, serta dapat meluas mengenai perineum, vulva, dan pada wanita tidak
hamil biasanya keluhan dimulai seminggu sebelum menstruasi. Gatal sering lebih berat bila
tidur atau sesudah mandi air hangat. Umumnya didapati disuria dan dispareunia superfisial.
Discharge keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur, seperti Candida sp., adalah cairan
berwarna putih berbusa, dengan pH <4,5.

2.1.2.4 Diagnosis
a. Anamnesis
1) Umur, harus diperhatikan pengaruh estrogen pada bayi ataupunwanita dewasa. Pada
wanita usia lebih tua diperhatikan kemungkinan keganasan terutama kanker serviks.
2) Metode kontrasepsi yang dipakai, kontrasepsi hormonal dapatmeningkatkan sekresi
kelenjar serviks yang diperparah denganadanya infeksi jamur.
3) Kontak seksual, merupakan salah satu penyebab penyebaranpenyakit.
4) Perilaku, seperti tukar menukar alat mandi atau handuk, serta caramembilas vagina
yang salah merupakan faktor terjadinya keputihan.
5) Sifat keputihan, yang diperhatikan adalah jumlah, bau, warna dankonsistensinya,
keruh jernih, ada tidaknya darah, dan telah berapalama. Ini penting dalam
menegakkan penyebab terjadinyakeputihan.
6) Menanyakan kemungkinan menstruasi atau kehamilan.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan adalah pemeriksaangenital, meliputi
inspeksi dan palpasi dari genital eksterna, pemeriksaanspekulum untuk melihat vagina
dan serviks, pemeriksaan pelvisbimanual.8 KVV oleh karena C. albicans keluhan
utamanya adalah gatal, kadang-kadang disertai iritasi atau terbakar. Namun
padakandidiasis non-albicans, keluhan khas iritasi dan terbakar lebihmenonjol daripada
gatalnya, tampak eritema vagina atau tidak adakelainan sama sekali.

c. Pemeriksaan laboratorium
 Penentuan pH, menggunakan kertas indikator (normal 3,0 - 4,5)
 Penilaian sediaan basah, C. albicans akan terlihat jelas dengan KOH10%.
 Pengecatan gram
 Kultur, untuk menentukan kuman penyebab serta menyingkirkankemungkinan
diagnosis lainnya.

2.1.2.5 Tatalaksana
a. Kandidiasis vulvovaginalis tidak sulit (KVV uncomplicated)
1) Umum
- Mengurangi dan mengobati faktor-faktor predisposisi
- Memakai pakaian dalam dari katun dan menghindari pakaianketat
- Antibiotik spektrum sempit bila perlu: golongan eritromisin/azitromisin,
linkomisin/klindamisin, kotrimoksasol/sulfa.
2) Obat topikal yang ada di Indonesia
Untuk vaginitis
- Nistatin supositoria vagina; 1 tablet (100.000μ) / malam selama14 hari, kurang efektif
disbanding derivate imidazol.
- Amfoterisin B supositoria vagina; 1 tablet (50 mg)/malamselama 7-12 hari.
Sediaannya dikombinasi dengan Tetrasiklin100 mg untuk meningkatkan aktifitas anti
jamur dariAmphoterisin B.
- Klotrimazol tablet vagina; 1 tablet (100 mg)/malam selama 7hari
- Mikonazol 2% krim vagina; 1 kali/malam selama 7 hari
- Butokonazol nitrat 2% krim vagina; dosis tunggal, dapat diulangpada hari ke 4-5 bila
diperlukan
Untuk vulvitis
- Nistatin krim; dioleskan 2 minggu
- Derivat imidazol, naftifin, siklopiroksolamin dan haloprogenkrim; dioleskan selama 2
minggu
- Pada vulvitis kandida yang berat dapat diberi tambahan obattopikal kortikosteroid
ringan (hidrokortison 1% - 2,5%) untuk 3-4hari pertama, selanjutnya diberikan obat
anti jamur topikal. Indikasiobat topikal: wanita hamil, KKV akut, KVV ringan sampai
sedangtanpa komplikasi, pemakaian jangka pendek (7 hari atau dosistunggal).
3) Obat sistemik
- Ketokonazol tablet; 2 x 200 mg / hari selama 5-7 hari
- Itrakonazol kapsul; 200 mg/hari selama 2-3 hari
- Flukonazol kapsul; 1x 50 mg/ hari selama 7 hari

2.2 Penyakit Menular Seksual


2.1.1 Definisi
Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga venereal, berasal dari kata venus, yaitu
dewi cinta dari romawi kuno. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena seringnya
seseorang melakukan hubungan dengan berganti-ganti pasangan. Bisa juga karena melakukan
hubungan seksual yang sebelumnya telah terjangkit salah satu penyakit ini. (Ajen Dianawati,
2003).

2.1.2 Jenis-jenis penyakit menular seksual


1) HIV
HIV adalah singkatan dari Human immunodeficiency Virus. Infeksi akut dilaporkan
dapat menyebabkan suatu sindrom menyerupai mononucleosis dengan gejala demam,
malaise, nyeri otot, nyeri kepala, kelelahan, ruam generalisata, sakit tenggorokan,
limfadenopati, dan lesi mukokutan yang khas.
Salah satu kesulitan mengenali infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV)adalah
masa laten tanpa gejala lama, antara 2 bulan hingga 5 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis
infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) ditegakkan adalah 35 tahun. (Benson and
Pernoll, 2009). HIV dalam tubuh manusia hanya berada di sel darah putih tertentu yaitu sel
T4 yang terdapat pada cairan tubuh.

2) Gonorea
Gonorea merupakan penyakit menular yang paling sering di jumpai di berbagai Negara
yang lebih maju. Rerata di Negara-negara ini adalah 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan Negara yang kurang maju. (Linda, 2008). N. Gonorrhea terbaik hidup pada udara
yang mengandung 2-10 % CO2, dengan suhu 35oC, dan Ph optimum 7,2-7,6. N. Gonorrhea
dapat beradaptasi dengan keadaan mukosa yang basah, membelah diri dengan cepat,
menghasilkan keradangan yang eksudatif, dan juga dapat masuk kealiran darah.
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah
kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu akan
menyerang selaput lendir mulut, mata, anus, dan beberapa bagian organ tubuh lainnya.
Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan gonococcus. Kokus gram negative yang
menyebabkan penyakit ini yaitu Neisseria Gonorrhoeae. (Ajen Dianawati, 2003)

3) Sifilis
Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa”. Penyakit ini sangat berbahaya.
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari
seseorang yang tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya
penyakit ini adalah kuman treponema pallidum. Kuman ini menyerang organ-organ penting
tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut. (Ajen Dianawati, 2003)
Gejala umum yang timbul pada sifilis yaitu adanya luka atau koreng, jumlah biasanya
satu, bulat atau, lonjong, dasar bersih, teraba kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri pada
penekanan. Kelenjar getah bening di lipat paha bagian dalam membesar, kenyal, juga tidak
nyeri pada penekanan. (Depkes RI, 2008)

4) Klamidia
Klamidia berasal dari kata Chlamydia, sejenis organisme mikroskopik yang dapat
menyebabkan infeksi pada leher rahim, saluran indung telur, dan dan saluran kencing. Gejala
yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang
berwarna kuning, disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing. Karena organisme ini
dapat menetap selama bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Ia juga akan merusak organ
reproduksi penderita dengan atau tanpa merasakan gejala apa pun. (Ajen Dianawati, 2003)

5) Herpes Simpleks
Herpes termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus
herpes terbagi 2 macam, yaitu herpes 1 dan herpes 2. Perbedaan diantaranya adalah kebagian
mana virus tersebut menyerang. Herpes 1 menyerang dan menginfeksi bagian mulut dan
bibir, sedangkar herpes 2 atau disebut genital herpes menyerang dan menginfeksi bagian
seksual (penis atau vagina). (Ajen Dianawati, 2003)
Virus herpes ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa
diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system
saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. (Ajen
Dianawati, 2003)

2.2 Gangguan Menstruasi


Kelainan menstruasi adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau sedikit,
terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu. Kelainan haid sering
menimbulkan kecemasan pada wanita karena kehawatiran akan pengaruh kelainan haid
terhadap kesuburan dan kesehatan wanita pada umumnya.
Kelainan haid biasanya terjadi karena ketidak seimbangan hormon-hormon yang
mengatur haid, namun dapat juga disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Banyaknya terbuka,
dan tekanan intravaskular. Lamanya pedarahan ditentukan oleh daya penyembuhan luka atau
daya regenerasi. Daya regenerasi berkurang pada infeksi, mioma, polip dan pada karsinoma.
2.2.2 Dismenore
2.2.2.1 Definisi
Dismenore adalah menstruasi yang nyeri disebabkan oleh kejang otot uterus.
2.2.2.2 Klasifikasi Dismenore
a. Dismenore primer
Dismenore primer biasanya terjadi akibat adanya kelainan pada gangguan fisik yang
mendasarinya, sebagian besar dialami oleh wanita yang telah mendapatkan haid.Lokasi nyeri
dapat terjadi di daerah suprapubik, terasa tajam, menusuk, terasa diremas, atau sangat sakit.
Biasanya terjadi terbatas pada daerah perut bagian bawah, tapi dapat menjalar sampai daerah
paha dan pinggang. Selain rasa nyeri, dapat disertai dengan gejala sistematik, yaitu berupa
mual, diare, sakit kepala, dan gangguan emosional.
b. Dismenore sekunder
Biasanya terjadi selama 2-3 hari selama siklus dan wanita yang mengalami dismenore
sekunder ini biasanya mempunyai siklus haid yang tidak teratur atau tidak normal.
Pemeriksaan dengan laparaskopi sangat diperlukan untuk menemukan penyebab jeias
dismenore sekunder ini.

2.2.2.3 Etiologi
1) Dismenore primer
Banyak teori yang telah ditemukan untuk menerangkan penyebab terjadi dismenore
primer, tapi meskipun demikian patofisiologisnya belum jelas. Etiologi dismenore primer di
antaranya:
a) Faktor psikologis
Biasanya terjadinya pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, mempunyai
ambang nyeri yang rendah, sehingga dengan sedikit rangsangan nyeri, maka ia akan
sangat merasa kesakitan.
b) Faktor endokrin
Pada umumya nyeri haid ini dihubungkan dengan kontraksi uterus yang tidak bagus.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh hormonal. Pengkatan produksi
prostaglandin akan menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi
sehingga menimbulkan nyeri.
c) Alergi
Teori ini dikemukakan setelah memerhatikan hubungan antara asosiasi antara
dismenore dengan urtikaria, migren, asma bronkial, namun bagaimana pun belum dapat
dibuktikan mekanismenya.

2) Dismenore sekunder
 Faktor konstitusi seperti: anemia.
 Faktor seperti obstruksi kanalis servikalis.
 Anomali uterus kongenital.
 Leiomioma submukosa.
 Endometriosis dan adenomiosis.
2.2.2.4 Gejala Klinis
Gejala klinis dismenore yang sering ditemukan adalah:
 Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan permulaan haid dan
berlangsung beberapa jam atau lebih.
 Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit, kepala, diare,
dan sebagainya.

2.2.2.5 Tatalaksana
 Pemberian obat analgetik.
 Terapi hormonal.
 Terapi dengan obat nonsteroid antiprostagladin.

2.2.3 Hipermenorea (Menorrhagia)


Merupakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari 8
hari.Penyebab kelainan ini terdapat pada kondisi dalam uterus.Biasanya dihubungkan dengan
adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium yang lebih luas dan gangguan
kontraktilitas, polip endometrium, gangguan peluruhan endometrium, dan sebagainya. Terapi
kelainan ini ialah terapi pada penyebab utama
2.2.4 Hipomenorea
Hipomenorea ialah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari
biasa. Penyebabnya terdapat pada konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah
miomektomi), pada gangguan endokrin dan lain-lain. Hipomenorea tidak mengganggu
fertilitas.
2.2.5 Polimenorea
Pada polimenoria siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari).
Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Polimenoria dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atu menjadi
pendek masa luteal. Sebab lain yaitu kongesti ovarium karena peradangan endometriosis dan
sebagainya.
2.2.6 Oligomenorea
Oligomenoria yaitu siklus haid lebih dari 35 hari dan kurang dari 3 bulan, jika lebih
dari 3 bulan disebut amenorea. Perdarahan pada oligomenoria biasanya berkurang.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedaannya
terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak
terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya ovulator dengan masa proliferasi
lebih panjang dari biasa.
2.2.7 Amenorea
Amenorea adalah keadaan tidak ada haid untuk sediktnya 3 bulan berturut-turut.
Amenorea dibagi menjadi dua yaitu amenorea primer dan sekunder. Disebut amenorea primer
jika seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah haid, sedangkan amenorea
sekunder terjadi pada wanita yang telah mendapatkan haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Amenorea primer umumnya memiliki sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit
untuk di ketahui, seperti kelainan-kelainan congenital dan genetik. Adanya amenorea
sekunder lebih menunjuk pada sebab-sebab yang muncul kemudian dalam kehidupan wanita
seperti gangguan gizi, gagguan metabolism, tumor, penyakit infeksi dan lain-lain.
Istilah kriptomera menunjuk pada keadaan dimana tidak tampak adanya haid karena
darah tidak keluar karena ada yang menghalangi, misalnya pada ginatresia himenalis,
penutupan kanalis servikalis dan lain-lain.
Ada pula yang dinamakan amenorea fisiologik, yakni yang terdapat dalam masa
sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi dan sesudah momopous.
Penyebab amenorea
a. Gangguan organic pusat
Seperti tumor, radang, destruksi
b. Gangguan kejiwaan
 Syok emosional
 Psikosis
 Anoreksia nervosa
 Pseudosiesis
c. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis
 Sindrom amenorea-galaktorea
 Sindrom stein-leventhal
 Amenorea hipotalamik
d. Gangguan hipofisis
 Sindrom Sheehan dan penyakit simmonds
 Tumor
e. Gangguan gonad
 Kelainan congenital, seperti disgenesis ovarii (sindrom turner), Sindrom testicular
feminization
 Menopause premature
 The insensitive ovary
 Penghentian fungsi ovarium karena oprasi, radiasi, radang dsb
 Tumor sel granulose, sel teka, sel hilus, adrenal, arenoblastoma
f. Gangguan glandula suprarenalis
 Sindrom aderenogenital
 Sindrom cushing
 Sindrom Adinson
g. Gangguan glandula tiroidea
 Hipotiroidi, hipertiroidi, kretinisme
h. Gangguan pancreas
 Diabetes mellitus
i. Gangguan uterus, vagina
 Aplasia dan hipoplasia uteri
 Sindrom Asherman
 Endometritis tuberkulosa
 Histerektomi
 Aplasia vaginae
j. Penyakit-penyakit umum
 Gangguan gizi
 Obesitas
 Dll
2.3 Kelainan Payudara
2.3.1 Infeksi Jaringan Payudara
1. Mastitis
Merupakan kondisi radang akut yang nyeri, biasanya terjadi pada minggu pertama
setelah persalinan dengan Staphylococcus aureus sebagai penyebab terbanyak. Mastitis dapat
digolongkan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi dan bukan infeksi. Berdasarkan sifat radang,
dapat dibedakan menjadi radang granulomatosa spesifik dan tidak spesifik. Mastitis tidak
spesifik dapat bersifat akut yang apabila tidak tersembuhkan akan masuk ke tahap kronik
membentuk radang granulomatosa dengan atau tanpa sarang abses mikro. Mastitis tidak
spesifik akut paling sering ditemukan saat laktasi akibat fisura puting oleh trauma yang
disebabkan isapan bayi atau karena hygiene yang buruk. Terdapat beberapa contoh jenis
radang misalnya mastitis tuberkulosa, mastitis sifilika, dan mastitis mikotik yang biasanya
berjalan kronik dengan tanda–tanda radang tidak nyata seperti tidak nyeri, bertukak, dan ada
indurasi keras sehingga sering merupakan diagnosis banding karsinoma payudara
(Underwood & Cross, 2010; Soetrisno, 2010).

2.3.2 Kelainan Akibat Ketidakseimbangan Hormon


1. Penyakit Fibrokistik
Kelainan ini paling sering ditemukan, bersifat jinak dan non–neoplastik tetapi
memiliki hubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya keganasan. Fibrokistik payudara
ditandai dengan rasa nyeri dan benjolan yang ukurannya berubah–ubah. Benjolan ini
membesar sebelum periode menstruasi serta mengeluarkan cairan puting yang tidak normal.
Pada periode menjelang menopause, sifat benjolan pada kelainan ini tidak berbatas tegas dan
kenyal seperti karet (Fadjari, 2012).
Penyebab pasti dari fibrokistik payudara belum diketahui, tetapi dipengaruhi oleh
hormon estrogen. Apabila estrogen di dalam aliran darah kadarnya memuncak sewaktu
pertengahan siklus tepat sebelum ovulasi, payudara menjadi bengkak, penuh, dan terasa
berat. Gejala ini memburuk pada awal periode menstruasi terutama pada wanita 40–45 tahun
dan menurun jelas pasca menopause. Sehingga, perubahan kistik disimpulkan akibat
ketidakseimbangan antara hiperplasia epitel, bersama dengan dilatasi duktus dan lobulus
yang terjadi pada setiap siklus menstruasi (Nasar et al., 2010).
2.3.2 Neoplasma Jinak
Neoplasma merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
autonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga bentuk dan struktur sel ini
berbeda dengan sel normal. Sifat sel tumor ini bergantung pada besarnya penyimpangan
bentuk dan fungsi, autonominya dalam sifat pertumbuhan, dan kemampuan dalam
berinfiltrasi serta bermetastasis (Price & Wilson, 2006).
Neoplasma dapat bersifat ganas dan jinak. Neoplasma ganas atau kanker tumbuh
secara tidak terkendali, menginfiltrasi ke jaringan sekitar sekaligus merusaknya, dan dapat
menyebar ke bagian tubuh lain yang dapat disebut sebagai metastasis. Sedangkan neoplasma
jinak memiliki batas tegas dan tidak infiltratif, tidak merusak, serta tidak bermetastasis, tetapi
dapat bersifat ekspansif, yaitu dapat terus membesar sehingga menekan jaringan sekitarnya
(De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).
Etiologi neoplasma belum diketahui secara pasti, tetapi bersifat multifaktorial.
Terdapat faktor endogen yaitu epigenetik dan heredofamilial, hormonal, status imun,
nullipara, aging, stress berat. Faktor endogen seperti heredofamilial berkaitan erat dengan
mutasi gen breast cancer 1 (BRCA 1) pada kromosom 17q21.3 dan BRCA 2 pada kromosom
13q12–13 serta mutasi germ-line dalam TP–53. Gen ini berperan sebagai DNA repair dan
gen supresor tetapi inaktif atau terdapat defek. Sedangkan faktor eksogen seperti faktor
konsumtif berupa defisiensi protein, vitamin A, antioksidan, dan diet tinggi lemak. Selain itu
terapi sulih hormon, trauma, perokok, dan obesitas memiliki faktor resiko mengalami
fibroadenoma (Greenberg et al., 2008; Soetrisno, 2010).

1. Fibroadenoma Mammae
Fibroadenoma mammae (FAM) merupakan tumor jinak yang paling banyak
ditemukan. Menurut penelitian di New York, FAM terdapat pada ¼ kasus karsinoma, dengan
frekuensi enam kali lebih banyak dibanding papiloma duktus. Insidensi tertinggi tumor ini
terjadi pada dekade tiga meskipun dapat timbul terutama pada usia setelah pubertas.
Berdasarkan laporan dari NSW Breast Cancer Institute (2010), FAM umumnya terjadi pada
wanita dengan usia 21–25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50 tahun.
Sampai saat ini penyebab FAM masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya tumor
ini antara lain riwayat perkawinan yang dihubungkan dengan status perkawinan dan usia
perkawinan, paritas dan riwayat menyusui anak. Berdasarkan penelitian Bidgoli et al (2011)
menyatakan bahwa pasien yang tidak menikah meningkatkan risiko kejadian FAM
(OR=6.64, CI 95% 2.56–16.31) artinya penderita FAM kemungkinan 6,64 kali adalah wanita
yang tidak menikah. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menikah
<21 tahun meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=2.84, CI 95% 1.23–6.53), artinya
penderita FAM kemungkinan 2,84 kali adalah wanita yang menikah pada usia <21 tahun.
Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada
kelompok wanita nullipara. Berat badan yang berlebihan dengan IMT >30 kg/m2 juga
menjadi faktor resiko terjadinya FAM (OR=2.45,CI 95% 1.04–3.03) artinya wanita dengan
IMT >30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT
normal.
Fibroadenoma berasal dari proliferasi kedua unsur lobulus, yaitu asinus atau duktus
terminalis dan jaringan fibroblastik. Terdapat dua jenis FAM, yaitu FAM intrakanalikuler
atau stroma yang tumbuh mendesak kanalikulus pada sistem duktulus intralobulus dan FAM
perikanalikuler atau stroma yang tumbuh proliferatif mengitari sistem kanalikulus sistem
duktulus intralobulus (Nasar et al., 2010).
Sifat lesi jinak ini berupa benjolan yang mobile atau dapat digerakkan, lobulasi tidak
nyeri tekan, kenyal seperti karet berukuran satu sampai dengan empat sentimeter, dan banyak
ditemukan pada kuadran lateral kanan atas payudara kiri pada penderita yang right handed.
Benjolan ini dapat bertambah besar satu sentimeter dibawah pengaruh estrogen haid normal,
kehamilan, laktasi, atau penggunaan kontrasepsi oral. Secara makroskopik, benjolan ini
berbeda morfologinya dari lesi ganas, yaitu tepi tajam dan permukaannya putih keabuan
sampai merah muda serta homogen. Sedangkan secara mikroskopik, terdapat susunan lobulus
perikanalikular yang mengandung stroma padat dan epitel proliferatif (Soetrisno, 2010;
Sabiston, 2011).

2. Papiloma Duktus
Papiloma duktus lebih jarang ditemukan dibandingkan fibroadenoma dan lesi ini
banyak ditemukan pada wanita usia pertengahan. Sekitar 80% kasus papiloma duktus
terdapat discharge serous yang sering bercampur darah dan dapat teraba adanya benjolan.
Tumor ini berasal dari epitel duktus yang memiliki lesi soliter tumbuh didalam duktus yang
besar, sampai 40 mm dari papila. Lesi ini terlihat sebagai struktur panjang berkelok–kelok
tumbuh sepanjang duktus yang menyebabkan distensi duktus sehingga memiliki bentuk mirip
kista dan merupakan lesi prekanker (Grace et al., 2006).
3. Tumor filoides
Secara mikroskopik memiliki pola pertumbuhan seperti FAM tipe intrakanalikuler
dengan stroma yang sangat seluler, tumbuh cepat, dapat disertai pembentukan radang pada
kulit akibat desakan, sehingga menimbulkan nekrosis iskemik pada kulit. Berdasarkan gejala
klinik yang ditimbulkan dan insidensi terbanyak yaitu 40 tahun yang merupakan diagnosis
banding karsinoma payudara (Underwood & Cross, 2010).

2.3.3 Neoplasma Ganas


Neoplasma ganas parenkim payudara terdiri atas dua golongan, yaitu karsinoma
duktal yang berasal dari sistem duktus dan karsinoma lobular yang berasal dari asinus
kelenjar payudara. Insidensi karsinoma duktal invasif mencapai 70–80% dengan subtipe
papilotubular, solid tubular, dan skirus dengan prognosis masing–masing baik, kurang baik,
buruk. Sedangkan karsinoma lobular invasif sekitar 20% dari seluruh keganasan payudara
dan memiliki 3 jenis yaitu jenis sel kecil, jenis sel besar, dan atypical invasive lobular
carcinoma (Diananda, 2009).
Banyak faktor yang memungkinkan seorang wanita menderita penyakit kanker,
beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu:
a. Keluarga
Kemungkinan seorang wanita menderita kanker payudara dua sampai tiga kali lebih
besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara.
Kemungkinan ini lebih besar bila ibu dan saudaranya menderita kanker sebelum masa
menopause (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
b. Usia
Resiko terkena kanker meningkat sejalan dengan bertambahnya usia (De Jong &
Sjamsuhidajat, 2005). Kanker payudara jarang menyerang wanita yang berusia kurang dari
30 tahun. Setelah umur 30 tahun, resiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah
masa menopause Kurva yang melonjak pada masa sebelum menopause hampir mendatar
(Kumar et al., 2007).
c. Hormon
Pertumbuhan kanker dipengaruhi oleh hormon estrogen yang merangsang
pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel kanker di sel epitel normal. Pada epitel payudara
terdapat reseptor estrogen dan progesteron yang mungkin berinteraksi dengan promotor
pertumbuhan, seperti transforming growth factor alfa yang berkaitan dengan faktor
pertumbuhan epitel, platelet–derived growth factor, dan faktor pertumbuhan fibroblast yang
dikeluarkan oleh sel kanker payudara untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin
perkembangan tumor (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
d. Virus
Pada tikus, terdapat bukti bahwa virus yang menyebabkan tumor ditularkan lewat air
susu ibu atau yang disebut faktor Bittner. Tetapi, hubungan ini masih belum jelas
hubungannya terhadap manusia (Underwood & Cross, 2010).
e. Radiasi Pengion
Radiasi pengion ke dada meningkatkan resiko kanker payudara tergantung dari besar
dosis radiasi, waktu sejak pajanan awal, dan usia. Tetapi dosis radiasi rendah pada penapisan
mammografi hampir tidak berefek pada insidensi kanker payudara (Kumar et al., 2007).
f. Faktor lain
Faktor resiko lain adalah seperti haid terlalu muda, menopause diatas umur 50 tahun,
tidak menikah, tidak menyusui, dan melahirkan anak pertama diatas 35 tahun (Underwood &
Cross, 2010).
Adapun gejala dari neoplasma ganas yaitu terdapat benjolan yang keras dan tidak
nyeri pada payudara. Benjolan itu awalnya kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu
melekat pada kulit serta menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting susu. Kulit
dan puting susu menjadi retraksi, bewarna merah muda atau kecoklatan sampai menjadi
edema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk yang mengkerut. Lesi ini semakin lama akan
semakin membesar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering
berbau busuk, dan mudah berdarah (Diananda, 2009).
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operabilitas
Heagensen, yaitu sebagai berikut :
1. Terdapat edema luas yang lebih dari sepertiga luas kulit payudara.
2. Adanya nodul satelit pada kulit payudara.
3. Kanker payudara jenis mastitis kasinomatosa.
4. Terdapat model parasternal dan nodul supraklavikula.
5. Adanya edema lengan dan metastase jauh.
6. Serta terdapat dua dari tanda–tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit
terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm dan
kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain (Haryono et al., 2011).
Pada klasifikasi Klinik Kolumbia yang dirumuskan oleh Heagensen terdapat stadium
pada kanker payudara lanjut dengan mengetahui kriteria inoperabilitas, yaitu :
Stadium I : tanpa edema kulit, ulserasi atau fiksasi padat tumor ke dinding dada, nodul
limfatik aksila tidak terlibat secara klinik.
Stadium II : tanpa edema kulit, ulserasi atau fiksasi padat tumor ke dinding dada. Nodul
limfatik terlibat secara klinis, tetapi diameter transversa kurang dari 2,5 cm dan
tidak terfiksasi ke kulit di atasnya.
Stadium III : terdapat salah satu dari lima tanda buruk karsinoma payudara lanjut:
 Edema kulit yang luasnya terbatas yaitu melibatkan kurang dari sepertiga kulit di atas
payudara
 Ulserasi kulit
 Fiksasi padat tumor ke dinding dada
 Keterlibatan masif nodul limfatik aksila dengan ukuran 2,5 cm atau lebih dalam diameter
transversa
 Fiksasi nodul limfatik aksila pada kulit di atasnya atau struktur profunda aksila.
Stadium IV : semua indikasi lain dari karsinoma payudara lebih lanjut, mencakup:
 Kombinasi dua atau lebih dari lima tanda buruk stadium C
 Edema luas kulit yang melibatkan lebih dari sepertiga kulit di atas payudara
 Nodulus kulit satelit
 Jenis karsinoma peradangan
 Nodul limfatik supraklavikula terlibat secara klinik
 Metastasis mamma interna perlu dibuktikan oleh tumor parasternalis
 Edema lengan
 Metastasis jauh (Sabiston, 2010).
2.3.4 Alur Diagnosis Benjolan Payudara

2.3.5 Deteksi Dini Benjolan Payudara


Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila terdapat
benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat menurunkan angka
kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah pada wanita muda, namun
sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda agar terbiasa melakukannya di kala
tua. Wanita premenopause (belum memasuki masa menopause) sebaiknya melakukan
SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah siklus menstruasinya selesai.

Cara melakukan SADARI adalah :


1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri menghadap
cermin
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan
puting yang masuk
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang
untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan pada
kulit payudara
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak
6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan
BAB III
PENUTUP

1. Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman penyebab
infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa
bakteri, jamur, virus dan parasit. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah terminologi
umum yang digunakan untuk tiga jenis infeksi pada saluran reproduksi yaitu ISR
endogen, ISR iatrogenik atau yang berhubungan dengan prosedur medis dan terakhir
PMS adalah sebagian ditularkan melalui hubungan seksual dengan pasangan yang telah
terinfeksi.
2. Penyakit Menular Seksual (PMS) biasanya terjadi karena seringnya seseorang
melakukan hubungan dengan berganti-ganti pasangan. Jenis-jenis penyakit menular
seksual diantaranya penyakit menular seksual yang disebabkan oleh organisme dan
bakteri seperti hiv, gonorea, sifilis, vaginitis, klamidia, candidiasis, chancroid dan
granula inguinale. Lalu ada penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus seperti
herpes, viral hepatitis, lymphogranuloma venereum. Juga ada penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh parasit seperti trichomoniasis dan pediculosis
3. Kelainan menstruasi adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau
sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu. Kelainan haid
yang sering terjadi diantaranya Dismenore, Sindrom Premenstruasi, Hipermenorea
(menoragia), Hipomenorea, Polimenorea, Oligomenorea dan Amenorea.
DAFTAR PUSTAKA

Majoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius. FKUI.
Susan Klein dan Fiona Thomson, Panduan Lengkap Kebidanan.
Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SPOG, Memahami Kesehatan Reproduksi.
Kusmiran Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika
Arnold, H.L, Odom, R.B, James, W.D.: Andrew’ Diseases Of The Skin 8 th. WB Saunders
Co, Philadel., London, Torontalo, 8 th ed. 1990., p.446-451

You might also like