Professional Documents
Culture Documents
A. LATAR BELAKANG
Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang
tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal
maupun aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan
memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal
tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya. Tulang juga
menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat
penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif
rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan
gangguan fungsi tulang terutama pada pergerakan.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur humerus
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan
tulang, seperti benturan dan cedera.
Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan
tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis. (Menurut Barbara C. Long, 1989, hal : 297).
6. Manifestasi Klinis
a. Deformitas.
b. Bengkak atau penumpukan cairan/daerah karena kerusakan pembuluh darah.
c. Echimiosis.
d. Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur.
e. Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur yang meningkat karena penekanan
sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana saraf ini dapat
terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme
otot.
h. Pergerakan abnormal (menurunnya rentang gerak).
i. Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakkan.
j. Hasil foto rontgen yang abnormal.
k. Shock yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang hebat.
7. Prosedur Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar
rontgen. Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, kita memerlukan dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
2) Fosfatase alkali meningkat padatulang yang rusak dan menunjukan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), asparat amino transferase
(AST), dan adolase meninngkat pada tahp penyembuhan tulang.
8. Komplikasi fraktur
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke
tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
9. Penatalaksanaan Fraktur
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a. Recognisi/pengenalan.
Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi.
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak
asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi
Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d. Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai
katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e. Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan
mempergunakan alat tertentu.
f. Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur
akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi
yang sesuai
b. Dx: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: klien dapat ikut seta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur
sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
Intervensi:
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur
fungsi motorik.
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2) Atur posisi imobilisasi pada lengan atas. Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri pada
lengan atas.
3) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan.
4) Bantu klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien.
Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim
fisisoterapi.
c. Dx: Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka operasi pada
lengan atas.
Tujuan: infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil: klien mengenal factor risiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi
factor risiko infeksi, dan menunjukan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi:
1) Kaji dan monitor luka operasi setiap hari.
Rasional :mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang mungkin timbul secara
sekunder akibat adanya luka pasca operasi.
2) Lakukan perawatan luka secara steril.
Rasional: teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi kuman.
3) Pantau/batasi kunjungan.
Rasional :mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain.
4) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi. Bantu program latihan.
5) Rasional: menunjukan kemampuan secara umum, kekuatan otot, dan merangsang
pengembalian system imun.
6) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
7) Rasional: satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat pathogen dan
infeksi yang terjadi.
e. Dx: Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan lengan atas.
Tujuan: perawatan diri klien dapat terpenuhi
Criteria Hasil: klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan
mengidentifikasi individu yang dapat memmbantu
Intervensi:
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
R: memantau dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk kebutuhan
individual.
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
R: hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan menjaga harga diri klien karena klien
dalam keadaan cemas dan membutuhkan bantuan orang lain.
3) Ajak klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien
motivasi dan izinkan ia melakukan tugas, kemudianb beri umpan balik positif atas uasaha
yang telah dilakukan.
R: klien memerlukan empati dan perawatan yang konsisten. Intervensi tersebut dapat
meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi lengan yang sakit, seperti
tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat yang belawanan dengan sisi yang
sakit.
R: klien akan lebih mudah mengambil peralatan yang diperlukan karena lebih dekat dengan
lengan yang sehat.
5) Identifikasi kebiasaan BAB. Ajurkan minum dan tingkatkann latiahan.
R: meningkatkan latihan dapat mencegah konstipasi.
f. Dx: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi,
dan perubahan fungsi peran.
Tujuan: Ansietas hilang atau berkurang.
Criteria hasil: klien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhi, dan menyatakan ansietasnya berkurang.
Intervensi:
1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien dan lakukan tindakan bila klien
menunjukan perilaku merusak
R: reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisa.
2) Hindari konfrontasi.
R: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
3) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
R: mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4) Tingkatkan control sensasi klien.
R: control sensasi klien (dalam mengurangi ketakutan) denga cara membberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankann penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,
serta memberikan umpan balik yang positif.
5) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan.
R: orientasi terhadap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.
6) Beri kesempatan klen mengungkapkan ansietasnya
R: dapat menghilangkann ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
7) Berikan privasi kepada klien dengan orang terdekat.
R: memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas, dan perillaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk melakukan aktivitas
pengalihan perhatian akan mengurangi perasaan terisolasi.
4. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi, terpenuhinya
pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari cedera, infeksi pascaoperasi, dan ansietas
berkurang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patah tulang humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang humerus
(Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang atau karena
tulang yang sakit. Fraktur dapat menimbulkan komplikasi awal maupun komplikasi dalam
waktu lama. Penatalaksanaan fraktur yaitu berupa Recognisi/pengenalan,
Reduksi/manipulasi, Retensi, Traksi, Gips dan Operation/pembedahan.
Diagnose keperawatan yang muncum pada fraktur antara lain: nyeri, risiko infeksi,
hambatan mobilitas fisik, deficit perawatan diri, risiko cedera, ketidakefektifan koping
individu/keluarga, ansietas, kerusakan integritas kulit dan difisiensi pengetahuan.