You are on page 1of 32

ASUHAN KEPERAWATAN PPOK

(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)

OLEH KELOMPOK 5:

PUTU INDAH JELITA LESTARI


NI WAYAN KENDRANITI
NI PUTU SUYATI NINGSIH
NI WAYAN SUTARNI
NI LUH WIDARSIH
NI MADE WIDYANTHI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Asuhan
Keperawatan PPOK” tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis
sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang sudah membantu baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini ini. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 25 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit.................................................................................3
1. Definisi/ Pengertian...................................................................................3
2. Epidemiologi/ Insiden Kasus.....................................................................4
3. Penyebab/ Etiologi....................................................................................4
4. Faktor Predisposisi....................................................................................5
5. Patofisiologi...............................................................................................5
6. Klasifikasi..................................................................................................8
7. Manifestasi Klinis....................................................................................11
8. Pemeriksaan Fisik....................................................................................12
9. Pemeriksaan diagnostic/ Penunjang........................................................12
10. Prognosis..............................................................................................14
11. Penatalaksanaan...................................................................................14
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...........................................................17
1. Pengkajian...............................................................................................17
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................20
3. Rencana Keperawatan.............................................................................21
BAB III PENUTUP...............................................................................................28
A. Simpulan.....................................................................................................28
B. Saran............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya
menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau
gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala
utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma
bronkhiale.
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi
400 juta jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut
terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian
PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta
jiwa. Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola hidup
yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara. PPOK dianggap sebagai
penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan ingkungan.
Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan
faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini.
Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan (Smeltzer dan
Bare, 2006). Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera
ditangani (Smeltzer dan Bare,2006). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

1
Oleh karena meningkatnya kejadian PPOK setiap tahunnya, penulis
menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan PPOK” diharapkan
dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang penyakit
PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien
PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam
pencegahan PPOK.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit PPOK?
2. Bagaimana asuhan keperawatan PPOK?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang konsep dasar penyakit PPOK.
2. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan PPOK.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun pembaca
yang membaca makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
asuhan keperawatan PPOK yang ada dan menyesuaikan dengan setiap asuhan
keperawatan. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis beserta
civitas akademika tentang asuhan keperawatan PPOK.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi/ Pengertian
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2013).
PPOK/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Sylvia & Price, 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah: Bronchitis kronis, emfisema
dan asma bronchial. P P O K adalah merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sekresi mukoid bronchial
bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadi infeksi
yang berualang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu2
tahun berturut-turut.
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Penyakit
Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitas kronis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif
disertai hiper aktif aktivitas bronkus dan bersifat reversible.

3
2. Epidemiologi/ Insiden Kasus
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mucus merupakan suatu gejala yang paling sering
terjadi pada PPOK, penelitian menunjukkan bahwa batuk kronis,
sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus didapat sebanyak
15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada
wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang
tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab
penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan
sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya jugameningkat dari ke-
6 menjadi ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada
negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah
pada negara-negara Eropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur
seperti Jepang dan China memiliki kejadian terendah PPOK, dengan jarak
antara angka kejadian terendah dan tertinggi mencapai empat kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi
PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan
tingkat sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka
prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia
sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya
Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa
PPOK bersama-sama dengan asma bronchial menduduki peringkat ke-6
dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

3. Penyebab/ Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel
gas ini termasuk :
a. Asap rokok
1) Perokok aktif
2) Perokok pasif

4
b. Polusi udara
1) Polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
2) Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
c. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
1) infeksi saluran nafas bawah berulang

4. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
(Mansjoer, 1999) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas.
e. Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling
dominan.
5. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa
detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood,
2001).

5
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD,
2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang
tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran
gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

6
PATHWAY
Faktor Predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi

Bersihan jalan nafas


Udara terperangkap dalam alveolus
tidak efektif

PaO2 rendah Sesak nafas pendek


Suplai O2 jaringan rendah PaCO2 tinggi

Kompensasi Hipoksemi Gangguan Gangguan


Kardiovaskuler metabolisme Pertukaran gas
Jaringan
Hipertensi Insufisiensi/gagal Pola

Pulmonal Metabolisme nafas nafas

Anaerob tidak
Ketidakseimbangan
Gagal jantung kanan efektif
nutrisi: kurang dari
Produksi ATP
kebutuhan
menurun

Defisit energi

Lelah, lemah

Defisit perawatan diri:


Intoleransi
mandi
Aktivitas

7
6. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
a. Bronchitis Kronis
1) Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai
dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun
berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
2) Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
a) Infeksi: stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
b) Alergi
c) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3) Manifestasi klinis
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi
besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
b) Mukus lebih kental
c) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence"
dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia
sehingga produksi mukus akan meningkat.
d) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai
dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara.
Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-

8
mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
e) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan
mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan
nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
f) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi
perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2.
Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
g) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat
penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
h) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF
b. Asthma Bronchiale
1) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang
disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas
(Bruner & Suddarth, 2002).
2) Etiologi
a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b) Infeksi saluran nafas
c) Stress
d) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e) Obat-obatan
f) Polusi udara

9
g) Lingkungan kerja
h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3) Manifestasi Klinis
a) Dispnea
b) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada
terasa berat),
c) Wheezing,
d) Batuk non produktif
e) Takikardi
f) Takipnea
c. Penumonia
1) Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia adalah
proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
2) Etiologi
a) Virus : virus influenza.
b) Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus,
Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
c) Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
d) Aspirasi : makanan atau benda asing.
3) Manifestasi klinis
a) Dispnoe
b) Hemoptisis
c) Nyeri dada
d) Takipnea
e) Demam, menggigil
f) Malaise
g) Kepala pusing
h) Batuk produktif berupa sputum

10
i) Peningkatan suhu tubuh
j) Hipoksemia
4) Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru
meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi,
edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis
dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya
partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat
(konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya
permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi
perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun
dan selanjutnya terjadi hipoksemia

7. Manifestasi Klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan
aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
a. Batuk bertambah berat

11
b. Produksi sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
d. Sesak nafas bertambah berat
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Penurunan kesadaran

8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Inspeksi
1) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
2) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniu
3) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
4) Pelebaran sela iga
b. Perkusi
1) Hipersonor
c. Auskultasi
1) Fremitus melemah,
2) Suara nafas vesikuler melemah atau normal
3) Ekspirasi memanjang
4) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
5) Ronki

9. Pemeriksaan diagnostic/ Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi

12
1) Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b) Corak paru yang bertambah
2) Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
b) Corakan paru yang bertambah.
c) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil
(small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
b. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S

13
lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran.
Kuman pathogen yang biasa ditemukan adalah Streptococcus
pneumonia, Hemophylus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
e. Laboratorium darah lengkap
Pemeriksaan laboratorium tampak dari hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder, jumlah darah
meningkat, eosinofil dan total Ig E serum meningkat, elektrolit
menurut karena pemakaian obat diuretic.

10. Prognosis
Tergantung pada:
a. Beratnya obstruksi
b. Adanya kor pulmonale
c. Kegagalan jantung kongestif
d. Derajat gangguan analisa gas darah
Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok,
penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti
merokok.Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung
pada umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan
penyakit emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang
penyakitnya bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50
tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita
datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan
sesak lebih berat dan meninggal.

11. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

14
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

15
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin
4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan
B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam
antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow
rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -
0,56 IV secara perlahan.
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3) Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

16
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala :
a) Keletihan, kelelahan, malaise
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas
c) Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi
d) Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan
2) Tanda :
a) Keletihan
b) Gelisah, insomnia
c) Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
1) Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan frekuensi jantung
c) Distensi vena leher
d) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
e) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
f) Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis;
kuku tabuh dansianosis perifer
g) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego

17
1) Gejala :
a) Peningkatan factor resiko
b) Perubahan pola hidup
2) Tanda :
1) Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/ cairan
1) Gejala :
a) Mual/muntah
b) Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
c) Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
d) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronchitis)
2) Tanda :
a) Turgor kulit buruk
b) Edema dependen
c) Berkeringat
e. Hygiene
1) Gejala :
a) Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Tanda :
a) Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernafasan
1) Gejala :
a) Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca
atau episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada
tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
b) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama
pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau
kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)

18
c) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada
tahap dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
d) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau
debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
e) Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
2) Tanda :
a) Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi
memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
b) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
c) Dada: gerakan diafragma minimal.
d) Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar
(bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
e) Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru
(mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
f) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
g) Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-
abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru
mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut
“pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran
gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.
h) Tabuh pada jari-jari (emfisema)
g. Keamanan
1)Gejala :
a) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor
lingkungan
b) Adanya/berulang infeksi

19
c) Kemerahan/berkeringat (asma)
h. Seksualitas
1) Gejala :
a) Penurunan libido
i. Interaksi Sosial
1) Gejala :
a) Hubungan ketergantungan
b) Kurang sistem penndukung
c) Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
d) Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
2) Tanda :
a) Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara
karena distress pernafasan
b) Keterbatasan mobilitas fisik
c) Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis, infeksi, adanya jalan napas buatan, mukus dalam
jumlah berlebihan, materi asing dalam jalan napas, eksudat dalam
alveoli, spasme jalan napas, sekresi dalam bronki, jalan napas alergik.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyakit paru obstruksi
kronis, keletihan otot pernapasan, cedera medulla spinal, gangguan
musculoskeletal, kerusakan neurologis, ansietas, posisi tubuh,
keletihan, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, disfungsi
neuromuscular, nyeri.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler, ventilasi – perfusi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
imobilitas, gaya hidup monoton.

20
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, faktor ekonomi, ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient, ketidakmampuan untuk mencerna makanan,
ketidakmampuan menelan makanan, faktor psikologis, penurunan
keinginan untuk makan, asupan nutrisi yang tidak adekuat
f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan,
ansietas berat, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuscular,
nyeri, ketidakmampuan merasakan hubungan spasial, gangguan
persepsi.

3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN

21
1 Bersihan jalan NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8
napas tidak efektif 1. Respiratory status : gelas cairan/hari kecuali
berhubungan Ventilation terdapat kor pulmonal.
dengan penyakit 2. Respiratory status : 2. Ajarkan dan berikan
paru obstruksi Airway patency dorongan penggunaan
kronis, infeksi, 3. Aspiration Control teknik pernapasan
adanya jalan napas Kriteria Hasil : diafragmatik dan batuk.
buatan, mukus 1. Mendemonstrasika 3. Bantu dalam pemberian
dalam jumlah n batuk efektif dan tindakan nebuliser, inhaler
berlebihan, materi suara nafas yang dosis terukur
asing dalam jalan bersih, tidak ada 4. Lakukan drainage postural
napas, eksudat sianosis dan dengan perkusi dan vibrasi
dalam alveoli, dyspneu (mampu pada pagi hari dan malam
spasme jalan mengeluarkan hari sesuai yang
napas, sekresi sputum, mampu diharuskan.
dalam bronki, bernafas dengan 5. Instruksikan pasien untuk
jalan napas mudah, tidak ada menghindari iritan seperti
alergik. pursed lips) asap rokok, aerosol, suhu
2. Menunjukkan jalan yang ekstrim, dan asap.
nafas yang paten 6. Ajarkan tentang tanda-
(klien tidak merasa tanda dini infeksi yang
tercekik, irama harus dilaporkan pada
nafas, frekuensi dokter dengan segera:
pernafasan dalam peningkatan sputum,
rentang normal, perubahan warna sputum,
tidak ada suara kekentalan sputum,
nafas abnormal) peningkatan napas pendek,
3. Mampu rasa sesak didada,
mengidentifikasika keletihan
n dan mencegah 7. Berikan antibiotik sesuai
factor yang dapat yang diharuskan.
menghambat jalan 8. Berikan dorongan pada

22
nafas pasien untuk melakukan
imunisasi terhadap
influenzae dan
streptococcus pneumoniae
2 Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan
efektif berhubungan 1. Respiratory status : bernapas diafragmatik dan
dengan penyakit Ventilation pernapasan bibir
paru obstruksi 2. Respiratory status : dirapatkan.
kronis, keletihan Airway patency 2. Berikan dorongan untuk
otot pernapasan, 3. Vital sign Status menyelingi aktivitas
cedera medulla Kriteria Hasil : dengan periode istirahat.
spinal, gangguan 1. Mendemonstrasikan 3. Biarkan pasien membuat
musculoskeletal, batuk efektif dan keputusan tentang
kerusakan suara nafas yang perawatannya berdasarkan
neurologis, bersih, tidak ada tingkat toleransi pasien.
ansietas, posisi sianosis dan 4. Berikan dorongan
tubuh, keletihan, dyspneu (mampu penggunaan latihan otot-
hiperventilasi, mengeluarkan otot pernapasan jika
sindrom sputum, mampu diharuskan.
hipoventilasi, bernafas dengan
disfungsi mudah, tidak ada
neuromuscular, pursed lips)
nyeri. 2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang

23
normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-
90mmHg), nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3 Gangguan 1. Respiratory status : 1. Deteksi bronkospasme
pertukaran Ventilation saat auskultasi .
gas berhubungan Kriteria Hasil : 2. Pantau klien terhadap
dengan perubahan 1. Frkuensi nafas dispnea dan hipoksia.
membrane alveolar- normal (16- 3. Berikan obat-obatan
kapiler, ventilasi – 24x/menit) bronkodialtor dan
perfusi. 2. Itmia kortikosteroid dengan
3. Tidak terdapat tepat dan waspada
disritmia kemungkinan efek
4. Melaporkan sampingnya.
penurunan dyspnea 4. Berikan terapi aerosol
5. Menunjukkan sebelum waktu makan,
perbaikan dalam untuk membantu
laju aliran ekspirasi mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
5. Pantau pemberian oksigen
4 Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu
aktivitas berhubung 1. Energy terhadap aktivitas; nadi,
an dengan tirah conservation tekanan darah, pernapasan
baring, kelemahan 2. Self Care : ADLs 2. Ukur tanda-tanda vital
umum, Kriteria Hasil : segera setelah aktivitas,
ketidakseimbangan 1. Berpartisipasi istirahatkan klien selama 3
antara suplai dan dalam aktivitas fisik menit kemudian ukur lagi
kebutuhan oksigen, tanpa disertai tanda- tanda vital.

24
imobilitas, gaya peningkatan 3. Dukung pasien dalam
hidup monoton. tekanan darah, nadi menegakkan latihan
dan RR teratur dengan
2. Mampu melakukan menggunakan treadmill
aktivitas sehari hari dan exercycle, berjalan
(ADLs) secara atau latihan lainnya yang
mandiri sesuai, seperti berjalan
perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien
yang terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi fisik
untuk menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
6. Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
8. Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan

25
mendorong klien
melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang
lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak
bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu
diluar tempat tidur sampai
15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
5 Ketidakseimbangan NOC : 1. Kaji kebiasaan diet,
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status : masukan makanan saat ini.
kebutuhan food and Fluid Catat derajat kesulitan
tubuh berhubungan Intake makan. Evaluasi berat
dengan faktor Kriteria Hasil : badan dan ukuran tubuh.
biologis, faktor 1. Adanya peningkatan 2. Auskultasi bunyi usus
ekonomi, berat badan sesuai 3. Berikan perawatan oral
ketidakmampuan dengan tujuan sering, buang sekret.
untuk mengabsorpsi 2. Berat badan ideal 4. Dorong periode istirahat I
nutrient, sesuai dengan tinggi jam sebelum dan sesudah
ketidakmampuan badan makan.
untuk mencerna 3. Mampu 5. Pesankan diet lunak, porsi
makanan, mengidentifikasi kecil sering, tidak perlu
ketidakmampuan kebutuhan nutrisi dikunyah lama.
menelan makanan, 4. Tidak ada tanda 6. Hindari makanan yang
faktor psikologis, tanda malnutrisi diperkirakan dapat
penurunan Tidak terjadi menghasilkan gas.
keinginan untuk penurunan berat 7. Timbang berat badan tiap
makan, asupan badan yang berarti hari sesuai indikasi.
nutrisi yang tidak

26
adekuat
6 Defisit perawatan NOC : 1. Ajarkan
diri: mandi 1. Self care : Activity mengkoordinasikan
berhubungan of Daily Living pernapasan diafragmatik
dengan kelemahan, (ADLs) dengan aktivitas seperti
ansietas berat, Kriteria Hasil : berjalan, mandi,
gangguan 1. Klien terbebas dari membungkuk, atau
muskuloskeletal, bau badan menaiki tangga
gangguan 2. Menyatakan 2. Dorong klien untuk mandi,
neuromuscular, kenyamanan berpakaian, dan berjalan
nyeri, terhadap dalam jarak dekat, istirahat
ketidakmampuan kemampuan untuk sesuai kebutuhan untuk
merasakan melakukan ADLs menghindari keletihan dan
hubungan spasial, 3. Dapat melakukan dispnea berlebihan. Bahas
gangguan persepsi. ADLS dengan tindakan penghematan
bantuan energi.
3. Ajarkan tentang postural
drainage bila
memungkinkan.

27
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema
paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Penyakit Paru Obstruktif kronik merupakan penyakit yang menyerang
sistem respirasi dengan gangguan emfisema, asma, atau bisa ke duanya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan menyebabkan seseorang itu
menderita penyakit paru obstruktif kronik seperti usia, jenis kelamin, gen atau
keturunan, gangguan sistem pernafasan lain, merokok, dan lingkungan.
Peran kita sebagai perawat tentunya sesuai dengan gejala dan diagnosa
pada pasien, seperti memberikan terapi oksigen pada tidak efektifnya jalan
nafas, memberikan obat penenang dan penghindar rasa nyeri serta kolaborasi
dengan tenaga medis lainnya.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan PPOK. Kami selaku penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


NANDA International. 2014. Diagnosis Keperawatan 2012-2014 (Definisi dan
Klasifikasi). Jakarta: EGC
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Sylvia & Price. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson & Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

29

You might also like