Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
kemajuan tersendiri bagi dunia perbankan di Indonesia. Keberadaan bank
syariah di Indonesia dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia pada tahun
1992. Sejak saat itu mulailah dibuat peraturanaturan yang terkait dengan
pelaksanaan operasional bank syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dasar-dasar perbankan syariah?
2. Bagaimanakah perbankan syariah itu sebenarnya?
3. Apasajakah produk produk perbankan syariah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat Riba
Prinsip umumnya hukum islam, yang berdasarkan pada sejumlah
surah dalam Al Qur’an, menyatakan bahwa perbuatan memperkaya diri
dengan cara tidak benar. Tidak bisa disangka bahwa semua bentuk riba
dilarang mutlak oleh Al Qur’an, yang merupakan sumber pokok hukum
Islam. Demikian pula, dalam beberapa hadis, sebagai sumber paling
otoritatif berikutnya, Nabi Muhammad SAW, mengutuk orang yang
memungut riba, orang yang membayarnya, orang yang menuliskan
perjanjiannya, dan orang yang menyaksikan persetujuannya. Namun
demikian, meskipun perintahnya jelas, sebagai ulama mempersoalkan
3
kondisi yang melatarbelakangi pelarangan dalam Al Qur’an dan bertanya-
tanya apakah keberatan terhadap riba berlaku (atau harus berlaku) dengan
ketegasan yang sama pada saat ini. Fazlur Rahman (1964), khususnya,
menyatakan pandangan tidak setuju mengenai ketidakpedulian terhadap
kajian tentang apa itu riba dilihat secara historis, mengapa Al Qur’an
mentah-mentah melarangnya, dan fungsi bunga bank dalam perekonomian
modern.
4
praktik-praktik pra-islam. Yang pasti, aturan-aturan islam mendorong orang
untuk memberikan kelonggaran terhadap pengutang, dan Al Qur’an tidak
menetapkan hukuman atas utang yang tidak terbayar.
Dengan demikian, meskipun kamu modernis menyampaikan
pandangannya tentang makna riba dan bagaimana harus mendefinisikannya
secara benar, namun pendapat yang dominan masih tidak bergeming. Salah
satu dokumen terpenting mengenai perbankan islam, laporan CII jelas
menyatakan ada kesepakatan yang bulat di antara semua mazhab pemikiran
islam bahwa istilah riba berarti bunga dalam segala jenis dan bentuknya.
• Terkadang ada kesalahpahaman bahwa hanya tingkat suku bunga
yang dilarang dan biaya normal atas pinjaman atau utang tidak
termasuk cakupan pelarangan. Berdasarkan surat ke 3 ayat 130
bahwa sebuah pinjaman melibatkan riba hanya jika pinjaman
tersebut bersifat menggandakan dan menggandakan ulang, dan kata
riba hanya mengacu pada pinjaman dengan tingkat suku bunga
sangat tinggi yang dikenakan oleh kreditor yang memungkinkan
terjadinya eksploitasi. Ada juga yang berpendapat perbankan modern
tidak dapat dikatakan sebagai riba karena tingkat suku bunganya
tidak berlebihan dan tidak bersifat mengeksploitasi.
• Bagaimanapun, argumen tersebut tidak dapat dipertahankan sebagai
ajaran kitab suci Al-Qur’an. Al-Qur’an dengan sangat jelas
menyatakan bahwa dalam sebuah transaksi perdangan yang berujung
pada kontrak (Akad) utang, tambahan biaya yang dikenakan pada
jumlah pokok adalah Riba. Al-Qur’an mengatakan: “Tapi jika kamu
bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu”. “tingkat suku bunga”
adalah istilah yang bersifat relatif dan tingkat suku bunga sekecil
apapun nantinya juga akan menggandakan serta menggandakan lagi
jumlah pokok utang dengan sendirinya dilarang, tanpa memandang
sekecil apapun tingkat suku bunga.
• Prinsip tersebut berasal dari AL-Qur’an surat 2:278-279 = bahwa
dalam pinjaman dan utang, kreditur memiliki hak hanya atas ra’sul-
mal (jumlah pokok); dalam kasus pinjaman, berupa sejumlah
5
pinjaman yang diberikan dan pada kasus utang piutang berupa
kewajiban atau sejumlah utang yang dihasilkan dari transaksi kredit.
Jumlah berapapun, entah besar atau kecil, melebihi dan di atas
pokok pinjaman atau utang, adalah riba. Karena pembiayaan bank
konvensional termasuk dalam kategori pinjaman yang dikenai suatu
pembayaran, ia masuk kecakupan riba seperti yang diharamkan oleh
kitab suci Al-Qur’an.
B. BANK SYARIAH
1. Pengertian
Kata bank dari kata banque dalam bahasa prancis, dan dari banco
dalam bahasa italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau
lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda
berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam al
Qur’an, istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit. Tetapi jika yang
dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur,
manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan
jelas, seperti zakat, sadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai (jual beli),
dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki fungsi
yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi.
Pada umumnya yang dimaksud bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroprasi disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu
berkaitan dengan masalah uang yang merupakan barang dagangannya.
Kegiatan dan usaha bank akan selalu berkaitan dengan komoditas
antara lain:
1. Pemindahan uang.
2. Menerima dan membayaran kembali uang dalam rekening koran.
3. Mendiskontokan surat wesel, surat order maupun surat surat berharga
lainnya.
6
4. Membeli dan menjual surat-surat berharga
5. Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang
6. Memberi kredit
7. Member jaminan kredit
7
Pesatnya perkembangan bank syraiah menimbulkan keterkaitan bank
konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah. Hal tersebut
tercermin dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka system
tertentu di dalam masing-masing bank dalam menawarkan produk bank
syariah. Dari sisi pengguna jasa perbankan syariah, tercatat beberapa
perusahaan mlitinasional seperti KFC, Xerox, General Motor, IBM, General
Electric, dan Chrysler.
8
Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh bank-bank perkreditan
rakyat syariah (BPRS), namun demikian ada dua jenis tersebut belum
sanggup menjangkau masyarakat islam lapisan bawah. Oleh karena itu maka
dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam disebut Baitul Maal
Wattamwil (BMT). Setelah dia tahun beroprasi, bank Muamalat
mensponsori berdirinya asuransi Islam, Syarikat Tafakul Indonesia dan
menjadi salah satu pemegangg sahamnya. Tiga tahun kemudian diikuti
dengan beroprasinya Reksadana Syariah oleh PT. Danareksa.
Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah tergolong cepat
dan salah satu alasannya adalah karena adanya keyakinan yang kuat di
kalangan masyarakat mislim bahwa perbankan konvensional itu
mengandung unsure riba yang dilarang agama silam. Rekomendasi hasil
lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan itu ditujukan kepada
Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada pemerintah dan seluruh umat islam.
Kepada MUI di amanatkan untuk mengambil prakarsa dalam membentuk
komisi perbankan bebas bunga, pembentukan Badan Pelaksana Harian
Pengembangan Sumber Daya, perintisan Baitul Maal nasional, dan
kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian dalam
rangka menentukan arah kebijakan pengembangan sumber daya umat.
Pada tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan terdepata beberapa erubahan yang
ememberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan
syariah. Dari UU tersebut kita bisa menangkap bahwa system perbankan
syariah dikembangkan dengan tujuan antara lain sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya system perbankan
syariah yang berdampingan dengan system perbankan konvensional,
mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama
dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system
perbankan konvensional yang menerapkan system bunga.
2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan
prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah
9
hubungan inverstor yang harmonis (mutual investor relationship).
Sementara dalam bank konvensional konsep yang diterapkan adalah
hubungan debitur dan kreditur (debitor to creditor relationship).
3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki
beberapa keunggulan komparatuf berupa peniadaan pembenaan bunga
yang berkesinambungan, membatasi kegiataan spekulasi yang tidak
produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih
meperhatikan unsure modal.
Pemberlakuan UU No. 10 ahun 1998 tentang perubahan UU No 7
tahun 1992 tentang perbankan yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah
ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK direksi BI/Peraturan Bank
Indonesia, telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan
kesempatan yang luas lagi bagi pengembangan perbankan syariah di
Indonesia. Perundang-undangan terebut memberikan kesempatan yang luas
untuk mengembangkan jaringan perbankan syariah antara lain melalui izin
pembukaan kantor cabang syariah (KCS) oleh bank konvensional.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
1990 1992 Pengenalan 1998 Diijinkan 1999 Kebijkan 2000 2001 Pendirian
Lokakarya MUI Dual Banking ber operasi moneter Keluarnya BPS di BI
System secara dual berdasarkan regional
system prinsip syariah operasional dan
kelembagaan
10
ekonomi serta masyarakat luas untuk kelembagaan dan kegiatan usaha bank
syariah. Ketetapan tersebut sebagai berikut:
1. Pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha dan bank syariah
sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1 ayat 3 UU No. 10 tahun
1998. Pasal tersebut menjelaskan bahwa bank umum dapat memilih
untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan system konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut.
Dalam hal bank umum melakukan kegiatan berdasarkan syariah maka
kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan kantor-
kantor cabang syariah. Sedangkan BPR konvensional atau syariah. Bank
umum konvensional yang akan membuka kantor cabang syariah wajib
melaksanakan:
Pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS)
Memiliki Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN), dan;
Menyediakan modal kerja yang disisihkan oleh bank dalam suatu
rekening tersendiri atas nama UUS yang dapat digunakan untuk
membayar biaya kantor dan lain-lain berkaitan dengan kegiatan
operasional maupun non operasional KCS.
2. Ketentuan Kliring instrument moneter dan pasar uang antar bank. Di
dalam penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang BI telah diamanatkan
bahwa untuk mengantisipasi perkembangan berdasarkan prinsip syariah,
maka tugas dan fungsi BI perlu mengakomodasi prinsip-prinsip syariah,
maka tugas dan fungsi BI perlu mengakomodasi prinsip-prinsip syariah.
Hal ini dapat dilihat daam pasal 10 (2) yang menentukan bahwa dalam
pelaksanaan tugas BI di bidang pengendalian moneter dapat dilakukan
berdasarkan prinsip syariah. Selain itu dalam pasal 11 ditentukan bahwa
dalam fungsinya sebagai the leader of last resort BI dapat memberikan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama
90 hari kepada bank syariah untuk mengatasi kesulitan pendanan jangka
pendek bank bersangkutan. Berkaitan dengan hal tersebut BI telah
11
menyusun ketentuan yang berkaitan dengan operasionalisasi bank
syariah, yaitu ketentuan:
Ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank konvensional
yang membuka KCS
Ketentuan Kliring
Ketentuan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS)
Ketentuan wadia BI
Untuk mendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank
serta pelaksanaan PUAS, transaksi pembayaran dilakukan melalui
mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro pada BI. Bila dalam
pelaksanaan kliring saldo bank menjadi kurang dari GWM maka bank atau
kantor cabangnya akan dikenakan sanksi kewajiban membayar.
Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau
kekurang likuidasi. Bila terjadi kelebihan, maka bank melakukan
penempatan kelebihan likuidasi sehingga bank memperoleh keuntungan.
Sedangkan bila mengalami kekurangan likuidasi maka bank memerlukan
sarana untuk menutupi kekurangan likuidasi dalam rangka kegiatan
pembiayaaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan
baik. Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana dapat
menerbitkan Sertifikat Inverstasi Mudarabah antar bank (IMA) yang
merupakan sarana penanaman dana bagi bank syariah maupun bank
konvensional. Untuk menjaga stabilitas moneter, BI menyerap kelebihan
likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI) yang didasarkan atas prinsip titipan (wadiah). Dari sisi
bank syariah piranti tersebut merupakan sarana/penempatan kelebihan
likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola dapat disalurkan untuk
pembiayaan.
12
otoritas moneter menyediakan perangkat pengganti dalam mengelola
likuiditas, yaitu: Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), dan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
3.1. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Mudarabah
SBPU Mudarabah digunakan untuk membantu bank syariah untuk
mengatasi kesenjangan likuidasi yang bersifat sementara akibat mismatch
dalam pendanaan, ataupun mengatasi kemungkinan terjadinya kekalahan
kliring dan sebagai sumber pendanaan untuk kegiatan pembiayaan bank
syariah. Melalui penjualan SBPU milik nasabah bank syariah kepada BI
berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan-ketentuan SBPU adalah sebagai
berikut:
1. Pembelian SBPU nasabah bank syariah adalah sebesar nilai nominal
tanpa diskonto dengan jangka waktu maksimal 180 hari.
2. Bank syariah dapat membeli kembali SBPU tersebut pada tanggal
jatuh tempo sebesar nilai nominalnya.
3. Atas penggunaan fasilitas SBPU ini bank syariah akan memberikan
imbaan dalam bentu bagi hasil yang berlaku pada bank syariah yang
tercermin dari pendapatan operasional bank syariah, dan dihitung
secara berkala setiap 90 hari.
3.2 Bai’ al dayn
Bai al dayn atau jual beli hutang merujuk pada pembiayaan utang.Di
dalam prinsip ini dibuatkan berdasarkan jual beli dokumen perdagangan dan
pembiayaan digunakan bagi tujuan pengeluaran, perdagangan dan
penghikmatan. Ketentuan ketentuan al dayn sebagai berikut:
1. Nasabah yang telah menerima fasilitas jual beli dari bank syariahakan
mengeluarkan surat hutang (promissory note), sementara bank syariah
sendiritidak dapat menerbitkan surat hutang maka promissory note di-
endosdan menjadi underlyng transaction untuk menerima dari bank
konvensional.
2. Adapun kompensasi atas penempatan dana (placing) dan penempatan da
taking masihmengacu pada hitungan yang ditetapkan oleh pihak
counterpart (bank konvensional) dimana bank syariah pada waaktu itu
13
harus mengoptimalkan kelebihan dananya dan masuk sebagai pendatang
baru dengan system yang belum dikenal dengan bank konvensional.
3.3 Pasar uang antar bank syariah(PUAS)
14
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan anatara pemilik modal dan pihak yang membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang paada umumnya
merupakan program utama Negara yang sedang berkembang. Upaya
bank syariah untuk menuntaskan seperti pembinaan pengusaha produsen,
pembinaan pedagang perantara, dan lain-lain
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank non
syariah.
15
3. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang
diawasinya.
Pengajuan rancangan
jawaban
Implementasi dan sosialisasi produk/jasa/pertanyaan
intruksi
Bag/Dept terkait usulan Direksi
7.2 Struktur Bank Umum Syariah Dan Cabang Bank Umum Syariah
Dalam struktur bank umum syariah dan BPR syariah wajib memiliki
DPS yang ditempatkan di kantor pusat bank tersebut. Posisi DPS dalam
struktur bank umum syariah di bawah rapat umum pemegang saham atau
posisinya sejajar dengan komisaris bank.
Bagi bank umum konvensional yang membuka kantor cabang
syariah, selain wajib memiliki DPS juga diwajibkan membentuk unit usaha
syariah (UUS). UUS merupakan satuan kerja kantor pusatbank umum yang
berfungsi sebagai kantor induk bagi kantor cabang syariah.
16
1. Pengembangan jaringan kantor bank syariah diserahkan sepenuhnya
kepada mekanisme pasar yaitu interaksi antara masyarakat yang
membutuhkan jasa perbankan syariah dengan investor atau lembaga
perbankan yang menyediakan jasa perbankan syariah.
2. Pengaturan dan pengembangan perbankan syariah dilaksanakan dengan
tidak menerapkan infant industry argument yaitu memberikan perlakuan
khusus. Perlakuan yang sama (equal treatment) antara bank syariah.
Perbedaan pengaturan dan ketentuan yang diharapkan pada perbankan
syariah dilaksanakan dalam rangka memenuhi prinsip syariah dan/atau
karena perbedaan nature bisnisnya.
3. Pengembangan bank syariah baik dari sisi kelembagaan maupun
pengaturan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Berkaitan
dengan hal ini kita tidak dapat mengharap satu kesempurnaan baik secara
aspek operasional maupun dari aspek syariah dari suatu system
perbankan syariah yang baru berkembang.
4. Pengaturan dan pengembangan perbankann syariah menerapkan prinsip
universalitas sesuai dengan nilai dasar islam yaitu rahmat bagi sekalian
alam. Sejalan dengan hal itu pengembangan perbankan syariah diarahkan
bahwa jasa bank syariah dapat digunkan dan dikembangkan oleh semua
lapisan masyarakat tidak hanya masyarakat muslim. Namun penyediaan
dan pengguna jasa perbankan syariah tersebut harus taat terhadap prinsip-
prinsip syariahdalam pelaksanaan kegiatan dan akad perbankan.
5. Mengingat bahwa perbankan syariah adalah system perbankan yang
mengedepankan moralitas dan etika, maka niali-nilai yang menjadi dasar
dalam pengaturan dan pengembangan adalah siddiq, istiqomah, tabliq,
amanah, fathonah. Selain itu adalah penerapan nilai-nilai kerjasama
(ta’awun), pengelolaan yang professional (ri’ayah) dan tanggung jawab
(masuliyah) dan upaya bersama-sama dan terus menerus untuk
melakukan perbaikan (fastabiqhul khairat).
17
3. Kurangnya akademisi perbankan syariah. Haal ini diakibatkan
lingkungan akademisi lebih memperkenalkan kajian-kajian perbankan
yang berbasis pada instrumen konvensional.
4. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat tentang keberadaan bank syariah.
18
b. Ba’i Assalam Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan
memberikan uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang
dipesan dan sifat barang telah disebuntukan sebelumnya. Uang yang tadi
diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan
pembayaran dilakukan dengan segera.
c. Ba’i Al Istishna Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al
ishtishna biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan
Ba’i Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat
dilakukan beberapa kali pembayaran.
Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kpada nasabah dengan
biaya yang telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
a. Musyarakah adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat
2 pihak atau lbh yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang
dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang
mereka miliki baik yang berwujud maupun yang tdk berwujud. Dalam
hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi yang
dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang
menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak
dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.
b. Mudharabah adalah kerjasama 2 orang atau lbh dimana pemilik modal
memberikan memepercayakan sejumlah modal kpada pengelola dengan
perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara
musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan
keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki 2 orang atau lebih,
sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
1. Prinsip Wadiah
19
tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan tdk boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi.
2. Prisip Mudharabah
1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing), adalah jual beli mata uang yang tdk
sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank
mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
2. Ijarah (Sewa), adalah kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan
(safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen
(custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa
tersebut.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR RUJUKAN
22