You are on page 1of 18

A.

Definisi Depresi

Kecemasan, seberapapun menyakitkannya, merupakan suatu indikasi yang


menyatakan bahwa seseorang memiliki ikatan dengan masa depan: hal tersebut merupakan
refleksi dan keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan menjadi burk pada masa mendatang.
Namun, mereka yang menggalami depresi akan merasa lelah dengan masa depan, mereka
yakin bahwa tidak ada satu pun hal baik yang akan terjadi pada masa depan. Beberapa orang
menjalani hidup mereka dengan sedikit perasaan tidak bahagia, namun perasaan tersebut
berlangsung secara terus menerus; mereka dapat mengerjakan hal-hal yang perlu mereka
kerjakan, tetapi mereka selalu mengatakan mereka memiliki mood yang sedih, atau mereka
seing kali merasa “seperti berada di tempat sampah” . sementara sebagian orang lain
menderita depresi mayor, suatu gangguan mood yang bersifat serius, yang melibatkan
emosi, perilaku, kognitif, dan fisik yang cukup serius, sehingga dapat menggangu fungsi
normal seseorang. William Styron, seorang penulis yang berjuang menhdapi depresi mayor,
dan akhirnya berhasil, menggunakan potongan awal dari puisi klasik Dante, yang berjudukl
The Devine Comedy untuk menggambarkan penderitaan yang ia alami.

Mereka yang menderita depresi mayor akan merasa putus asa, dan kehilangan
harapan. Mereka sering kali berfikir tentang kematian atau tindakan bunuh diri, mereka
merasa tidak mampu untuk bangkit kembali dan melakukan berbagai hal; bahkan mereka
membutuhkan usaha yang kuat untuk dapat berpakaian. Pola pikir mereka yang dapat
menyebabkan mood menjadi semangkin suram. Mereka akan bersifat berlebihan terhadap
kegagalan-kegagalan kecil yang mereka alami, mereka akan mengabaikan hal-hal positif
yang terjadi, dan akan menginterprestasikan segala sesuatu yang salah sebagai bukti yang
menunjukkan bahwa mereka tidak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan benar. Orang-
orang yang memiliki emosi yang sehat yang sedang merasa sedih atau berduka tidak melihat
diri mereka sebagai individu yang tidak berguna atau individu yang tidak di cintai oleh orang
lain, sementara mereka yang mengalami depresi akan menginterprestasikan kehilangan yang
mereka alami sebagai simbol dari kegagalan dan menyimpulkan bahwa merekatidak akan
bahagia lagi.

Depresi akan diikuti oleh perubahan fisik, mereka yang mengalami depresi akan
kehilangan selera makan mereka, atau akan makan dalam jumlah yang berlebih, mengalami
kesulitan tidur di malam hari, kesulitan untuk berkonsentrasi, dan terus menerus merasa lelah.
Beberapa penderita memiliki reaksi fisik yang lain, seperti sakit kepala, atau rasa sakit yang
tidak dapat mereka jelaskan.

Depresi mayor dua kali lebih sering terjadi pada wanita, dibandingkan dengan pria di
berbagai belahan dunia. Namun karena wanita lebih sering membicarakan perasaan merek,
dan lebih cenderung untuk mencari pertolongan dibandingkan pria, maka kemungkinan
depresi pada pria lebih sering tidak terdiagnosis. Pria yang mengalami depresi lebih sering
berusaha menutupi perasaan mereka dengan cara menarik diri, mengkonsumsi obat-obatan
dan berprilaku kasar (Canetto, 1992; Kessler dkk, 1995). Seperti yang dikatakan oleh seorang
peneliti masalah depresi yang bernama Susan Nolen-Hoeksema, “ wanita berpikir (think),
dan pria minum (drink)”.

B. Klasifikasi Depresi

Gangguan distimia adalah gangguan perasaan depresi yang ditandai dengan gejala
kronis ( kurang lebih 2 tahun ) dan berada pada tingkat keparahan yang ringan, tetapi juga
dapat menghambat fungsi normal dengan baik (NIMH, 2011). Gejala distimia yang biasa
muncul seperti menurun atau meningkatnya nafsu makan, sulit untuk berkonsentrasi,
perasaan mudah putus asa, mudah lelah, gangguan tidur seperti insomnia dan hipersomnia.
Orang dengan gangguan distimia mungkin pernah mengalami episode depresi berat selama
hidupnya (Varcorolis et al , 2006). Ganguan depresi mayor ( gangguan unipolar ) adalah
gangguan yang terjadi satu atau lebih episode depresi.
Gangguan depresi mayor terjadi tanpa ada riwayat episode manik atau hipomanik
alami ( Nevid dkk, 2003 ). Gangguan depresi mayor ditandai dengan beberapa gangguan
yang seperti gangguan tidur, makan, belajar, dan gangguan untuk menikmati kesenangan
(NIMH, 2011).
Gangguan bipolar merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan, dan
sering kali tidak terdiagnosis dan tidak diobati untuk jangka panjang ( Sonne dan Brady,
2002) Gangguan depresi bipolar, sering disebut depresi manik ( Sonne dan Brady, 2002)
adalah gangguan yang melibatkan suasana hati yang ekstrim (berupa euphoria). Gangguan
tersebut dapat dipicu oleh stess dan tekanan dari kehidupan sehari – hari, peristiwa traumatis,
trauma fisik / cedera kepala (Fisher, 2006 ). Gangguan bipolar merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan, dan sering kali tidak terdiagnosis dan tidak diobati untukjangka
panjang ( Sonne dan Brady, 2002)
C. Etiologi

Para psikolog telah menyelidiki faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan


depresi mayor; faktor genetik, pengalaman hidup, masalah dengan hubungan yang dekat, dan
kebiasaan kognigtif. Beberapa peneliti berfikir bahwa tiap-tiap faktor tersebut secara tunggal
dapat menyebabkan terjadinya depresi kronik. Sebagian besar pnelitian pada saat ini
menekankan pada model kerentanan-stres (vulnerability-stress model) dari gangguan mental,
di mana kerentanan seseorang (pada predisposisi genetis, karakteristik kepribadian, atau
kebiasaan berfikir) akan berinteraksi dengan yang memberikan stres (seperti kekerasan
seksual, kekerasan atau kehilangan dalam suatu hubungan yang dekat) untuk dapat
menghasilkan suatu kasus (Hankin & Abramson, 2001). Mari kita lihat lebih dalam faktor-
faktor penyebab depresi:

1. Faktor Genetis

Penelitian yang dilakukan pada anat-anak yang diadopsi dan anak –anak kembar
mendukung pemikirn yang menyatakan bahwa depresi mayor merupakan suatu gangguan
yang bersifat turun menurun (Bierut dkk, 1999). Para psikolog kemudian berusaha mencari
gen-gen yang terlibat, meskipun tidak mungkin terdapat sebuah gen tunggal yang dapat
menyebabkan depresi yang serius. Seperti pada kasus gangguan stres pasca trauna,
predisposisi geneti harus berinterksi dengan peristiwa yang penuh tekanan, untuk dapat
menghasilkan suatu gangguan.

Gen yang dapat menyebabkan seseorang depresi dengan cara mempengaruhi tingkat
seretonin dan saraf penghantar lainnya yang terdapat di otak. Gen juga dapat mempengaruhi
produksi dari hormon stres, kortisol, yang pada dosis tetentu dapat mengakibatkan kerusakan
pada hipokampus dan amygdala (Sapolsky, 2000; Sheylin, 2000). Pada pasien penderita
depresi, sistem yang mengendalikan terhadap stres berada dalam keadaan yang intens; sistem
tersebut tidak mematikan dirinya pada keadaan yang seharusnya; dan terus memproduksi
kortisol secara berlebihan (Plotsky, Owens, & Nemeroff, 1998). Namun gen tidak dapat
bertanggun jawab pada semua kasus depresi, gen juga tidak menyebabkan timbulnya
perbedaan jumlah kasus depresi berkaitan dengan perbedaan gender.

2. Penggalaman Hidup

Salah satu penglaman yang sering kali menyebabkan seseotang menjai depresi adalah
peristiwa kekerasan. Para remaja dari dua jenis gender yang tinggal di berbagai kota padat,
yang seringkali melihat peristiwa kekerasan menggalami jumlah depresi yang lebih banyak
dan lebih sering melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang lebih jarang
melihat kekerasan dalam hidupnya dan komunitasnya (Mazza dan Reynolds, 1992).
Kekerasan domestik juga memiliki kontribusi pada banyaknya jumlah kasus depresi yang
dialami oleh wanita. Meskipun wanita yang menggalami depresi lebih sering memiliki
hubungan dengan tindakan kekerasa, keterlibatan dalam hubungan dan tindakan kekerasan
akan meningkatkan depresi dan kecemasan yang mereka miliki, namun hal ini tidak terjadi
pada pria (Weiss, Longhurst, & Mazure, 1999).

Sebagai tambahan, kondisi kehidupan yang dimiliki seseorang seperti peranan yang
mereka miliki, status, tingkat kepuasan dan pekerjaan terhadap keluarga, dapat
mempengaruhi kecenderungan depresi yang dialami seseorang. Dibanding wanita, pria lebih
sering menikah dan bekerja penuh waktu, suatu kombinasi peran yang terasosiasi dengan
kesehatan mental, tingkat depresi yang rendah (Brown, 1993). Dibandingkan pria, wanita
lebih sering hidup dalam kemiskinan dan menggalami penderitaan yang disebabkan
deskriminasi.

3. Kehilangan Hubungan Yang Bermakna

Faktor ke tiga adalah kehilangan hubungan yang penting. Ini dapat menyebabkan
depresi pada individu yang rentan. Banyak dari mereka yang mengalami depresi memiliki
riwayat perpisahan dan kehilangan, baik yang pada masa lalu maupun pada masa sekarang;
insecure attachment; dan penolakan oleh orang tua dan teman (Nolan, Flynn & Gabber, 2003;
Weissman, Markowitz, &Klerman, 2000).

4. Kebiasaan Kognigtif

Depresi melibatkan suatu cara berfikir negatif yang spesifik mengenai situasi
seseorang (Beck, 2005). Pada umumnya, mereka yang mengalami depresi meyakini bahwa
situasi yang mereka alami adalah situasi yang permanen (“tidak akan ada satu pun hal baik
yang akan terjadi pada diri saya”) dan tidak terkendali (“saya merasa depresi karena saya
jelek dan tidak ada hal yang dapat saya lakukan untuk memperbaiki hal itu”). Pemikiran yang
meyatakan baha mereka tidak akan mengalami satu pun hal positif menyebabkan mereka
tidak melakukan hal apapun untuk memperbaiki kehidupan mereka, sehingga mereka terus
menerus merasa tidak bahagia. Mereka merasa putus asa dan pesimistik, meyakini bahwa
tidak akan ada hal baik yang akan terjadi pada diri mereka dan tidak berdaya untuk dapat
mengubah masa depan mereka (Abramson, Metalsky, & Alloy, 1989; Seligman, 1991).

Salah satu kebiasaan buruk kognigtif paling kuat yang terasosiasi dengan depresi
adalah perenungan, di mana seseorang akan merenungkan segala sesuatu yang salah dengan
kehidupannya, duduk sendirian dan berpikir mengenai betapa tidak termotivasi untuk
melakukan apapun, dan menyakini bahwa tidak ada dan tidak akan ada seorang pun yang
mencintai dirinya. Orang-orang yang memiliki gaya kognigtif perenungan yang dapat
menyebabkan mereka merasa putus asa memiliki tingkat resiki yang lebih tinggi untuk
mengembangkan depresi mayor yang serius, dibandingkan dengan mereka yang mampu
mengalihkan dirinya sendiri, nelihat keluar dirinya, dan mencari solusi (Chorpita &Barlow,
1998).

D. Psikopatologi

Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi seseorang dalam

jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada dalam afek yang tidak stabil tapi

tidak berarti orang tersebut tidak pernah sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan saying emosi

ini terjadi sebagai kasih sayang sesorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan

lingkungannya baik internal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari

reaksi adaptif sampai maladaptive.

1) Penyebab Terjadinya Depresi

Penyebab utama depresi pada umumnya adalah rasa kecewa dan kehilangan. Tak ada

orang yang mengalami depresi bila kenyataan hidupnya sesuai dengan keinginan dan

harapannya.

a) Kekecewaan

Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi

jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada saat – saat khusus jika cinta untuk

diri sendiri lebih besar dan pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita
akan terluka, tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka

itu direnungkan terus – menerus akan menyebabkan kekesalan dan keputusasaan.

b) Kurang Rasa Harga Diri

Ciri - ciri universal yang lain dari orang depresi adalah kurangnya rasa harga

diri, sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih – lebihkan menjadi estrim,

karena harapan – harapan yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya

sendiri, hal ini memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya

sempurna yang tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya.

c) Perbandingan yang tidak adil

Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai

lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka depresi

mungkin terjadi.

d) Penyakit

Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organic contoh

individu yang mempunyai penyakit kronis kanker payudara dapat menyebabkan

depresi.

e) Aktivitas mental yang berlebihan

Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.

f) Penolakan

Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak

terpenuhi maka terjadilah depresi. (Anonymous, 2004)

Menurut Nanda (2005-2006) adapun Faktor – faktor yang berhubungan dengan sedih

kronis adalah:

a) Kematian orang yang dicintai


b) Pengalaman sakit mental/ fisik kronis, cacat (retardasi mental, sklerosis multiple,

prematuritas, spina bifida, kelainan persalinan, sakit mental kronis, infertilitas, kanker, sakit

Parkinson)

c) Pengalaman satu atau lebih kejadian yang memicu (krisis dalam manajemen penyakit,

krisis berhubungan dengan stase perkembangan, kehilangan kesempatan yang dapat

meningkatkan perkembangan, norma social atau personal)

d) Ketergantungan tak henti pada pelayanan kesehatan dengan mengingat kehilangan.

E. Gejala Klinis Depresi

Menurut Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai berikut :

a) Aspek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat,
merasa tidak berdaya.
b) Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.
c) Nafsu makan menurun
d) Berat badan menurun
e) Konsentrasi dan daya ingat menurun
f) Gangguan tidur : insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu
banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak
menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal.
g) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya)
h) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas
menurun, produktivitas juga menurun.
i) Gangguan seksual (libido menurun)
j) Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.
F. Tingkat Depresi

a) Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses piker komunikasi social dan
rasa tidak nyaman.
b) Depresi Sedang
(1) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis.
(2) Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi
non verbal meningkat.
(3) Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal
meningkat.
(4) Partisipasi social : menarik diri, tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung
c) Depresi Berat
(1) Gangguan Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang.
(2) Gangguan proses piker
(3) Sensasi somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif,
kurang merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan
lingkungan.

G. Penatalaksanaan

Menurut Tomb (2003, hal. 61), semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi,
dan beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.

1) Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian dan
optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang membuatnya
prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya.
Bantulah memecahkan problem eksternal (missal, pekerjaan, menyewa rumah), arahkan
pasien terutama pada periode akut dan bila pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk
mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin
(mula-mula 1-3 kali per minggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau
untuk selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan
anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll). Psikoterapi
berorientasi tilikan jangka panjang, dapat berguna pada pasien depresi minor kronis tertentu
dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai
konflik.
Terapi Kognitif – Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang dan
ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai “ketidak berdayaan yang dipelajari”, depresi
diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman-
pengalaman sukses. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran-pikiran negative dan harapan-harapan negative. Terapi ini mencegah
kekambuhan.
Deprivasi tidur parsial (bangun dipertengahan malam dan tetap terjaga sampai malam
berikutnya), dapat membantu mengurangi gejala-gejala depresi mayor buat sementara.
Latihan fisik (berlari, berenang) dapat memperbaiki depresi, dengan mekanisme biologis
yang belum dimengerti dengan baik.
2) Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yangtidak membaik
membutuhkan antidepresan (70%-80% pasien berespon terhadap antidepresan), meskipun
yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah
satu anti depresan terbaru. Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atao
MAOI (terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa obat yang efektif bila obat
yang ertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek samping dan bahwa antidepresan dapat
mencetuskan episode manic pada beberapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI
lebih rendah, tetapi semua konsep tentang “presipitasi manic” masih diperdebatkan). Setelah
sembuh dari depresi pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian
diturunkan, meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih kekambuhan,
membutuhkan obat rumatan untuk periode panjang. Anitdepresan saja (tunggal) tidak dapat
mengobati depresi psikosis unipolar.
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan mungkin
bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi unipolar. Obat ini
cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan begitu pula pada pasien
unipolar. Antikonvulsan juga tampaknya sama baik dengan litium untuk mengobati kondisi
akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan dan litium dapat dimulai secara
bersama-sama dan litium diteruskan setelah remisi. Psikotik, paranoid atau pasien sangat
agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau bersama-sama dengan antidepresan, litiun
atau ECT- antidepresan antipikal yang baru saja terlihat efektif.
ECT mungkin merupakan terapi terpilih :
a) Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan,
b) Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (missal, bunuh diri yang akut)
c) Pada beberapa depresi psikotik
d) Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (missal, pasien tua yang berpenyakit
jantung). Lebig dari 90% pasien memberikan respons.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat

Data pengkajian dapat dikumpulkan dari klien dan keluarga atau orang terdekat,
catatan informasi sebelumnya, dan orang lain yang terlibat dalam memberi dukungan atau
perawatan klien. Ada banyak kata yang digunakan untuk menggambarkan gejala depresi.
Untuk klien yang mengalami retardasi psikomotor, pengkajian perlu dilakukan dalam
beberapa sesi karena klien mengalami kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam membuat
sebuah kalimat dan memerlukan banyak waktu untuk menyusun dan memverbalisasi suatu
respons. Individu yang mengalami retardasi psikomotor menggunakan respons satu kata
terhadap pertayaan ya atau tidak tanpa mengembangkan respons tersebut, penggunaan
pertanyaan terbuka memerlukan waktu lebih lama, tetapi menghasilkan data pengkajian yang
lebih spesiifik.

Mengkaji gagasan bunuh diri

Banyak klien dengan gangguan mood, karena merasa putus asa dan tidak berdaya,
memiliki fantasi bunuh diri. Tanggung jawab perawat adalah memastikan keamanan individu
yang tidak dapat mengupayakannya sendiri. Untuk semua individu yang depresi penting
untuk mengkaji adanya gagasan bunuh diri atau upaya bunuh diri. Isyarat bunuh diri ini dapat
terbuka maupun tertutup. Isyarat terbuka bunuh diri merupakan peryataan yang jelas dan
langsung seperti “saya ingin bunuh diri” atau “saya akan memukul kepala saya malam ini”.
Individu lain mengalami lebih banyak kesulitan untuk membuat pertayaan langsung tersebut
dan mungkin mencoba meperingatkan orang lain atau meminta bantuan dengan
menggunakan prilaku atau pesan tidak langsung. Isyarat tertutup adalah pesan yang lebih
samar-samar tentang bunuh diri yang perlu diinterprestasikan. Beberapa individu yang
memutuskan untuk bunuh diri bahkan dapat terlihat gembira dan memiliki tujuan karena
mereka mengakhiri perasaan-perasaan di dalam dirinya yang bertentangan dan pada akhirnya
membuat suatu keputusan.

Mengkaji presepsi klien

Untuk mengkaji presepsi klien tentang apa yang menjadi masalah, perawat menyakan
tentang perubahan perilaku yang telah terjadi: kapan perubahan mulai terlihat, apa yang
terjadi pada hidup klien ketika perubahan mulai muncul, lama waktu terlihat pada klien, da
apa yang telah klien coba lakukan terhadap perubahan tersebut. Perawat harus
memperhatikan kata-kata yang klien gunakan dalam mnjelaskan mood dan perilakunya.

b. Penampilan umum dan perilaku motorik

Banyak individu yang depresi terihat sedih, kadang-kadang mereka hanya terlihat
tidak sehat. Mereka mengalami disforia, memiliki perasaan tidak enak, dan mudah menagis
atau mungkin mereka menyangkal perasaan mereka sendiri. Individu yang depresi dan sedih
mengalami rentardasi psikomotor (gerakan tubuh lambat, proses kognigtif lambat, dan
interaksi verbal lambat). Mereka mengalami kesulitan mengaitkan pikiran-pikiran mereka,
memerlukan lebih banyak waktu untuk berfikir, dan seringkali meyerah dalam frustasi
mampu menyelasaikan suatu pikiran atau tugas.

c. Mood dan afek

Perawat harus membandingkan isi bicara klien (kata-kata) dengan prosesnya (pesan
nonverbal). Komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur dan membantu perawat memahami
tingkat depresi klien. Klien yang depresi mungkin mengambarkan diri mereka orang yang
putus asa, tidak berdaya, lemah, cemas. Mereka mudah frustasi dan marah terhadap diri
mereka sendiri, dan dapar marah terhadap orang lain. Individu lain yang depresi mengalami
agitasi, mudah tersinggung, marah-marah, mudah kesal, dan mudah mengamuk. Individu
yang depresi dan agitasi dikatakan mengalami psikomotor (gerakan tubuh , pikiran
meningkat) misalnya berjalan mondar-mandir, berpikir dengan cepat, dan suka berdebat.

Individu yang depresi menjadi asosial, menarik diri dari interaksi sosial, keluarga dan
teman, serta hobi. Mereka menjadi anhedonia atau anhedonistik, kehilangan rasa senang dari
aktivitas dan menyenangkan sebelumya. Biasanya mereka duduk menyendiri, dengan tatap
nanar dan melamun. Ketika ditanya, mereka berinteraksi minimal dengan mengucapkan
beberapa kata atau gestur. Mereka merasa terganggu oleh suara berisik dan orang-orang yang
memiliki tuntutan sehingga mereka menaruk diri dari stimulasi interaksi dengan orang lain.

d. Sensorium dan proses intelektual

Konsentrasi dan pembuatan keputusan sangat menurun sehinggan banyak individu


yang depresi menggalami kesulitan untuk melanjutkan sekolah atau kerja. Pada depresi yang
berat, klien mungkin tidak mampu turun dari tempat tidur atau membuat keputusan tentang
apa yang ingin mereka makan.

e. Penilaian dan daya tilik

Keletihan dan kelelahan (anergia) merupakan gejala yang umum. Individu yang
depresi merasa terbebani ketika mencoba menyelesaikan bahkan aktivitas yang biasa
dilakukan. Mereka harus melakukan usaha yang besar untuk menyelesaikan bahkan tugas
yang paling sederhana, dan memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas.

f. Konsep diri

Kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang; klien sering menggunakan frasa
seperti “tidak berguna” atau “sama sekali tida berharga” untuk mengambarkan diri mereka.
Mereka merasa bersalah karena tidak mampu menjalankan fungsi mereka dan sering
menghubungkan peristiwa dengan diri mereka atau memikul tanggung jawab untuk insiden
yang tidak dapat mereka kendalikan. Individu yang depresi berpikir dalam (berpikir lama dan
khawatir secara berlebihan) tentang tindakan mereka di masa lalu dan membua penilaian
sangat negatif tentang diri mereka sendiri. Mereka mengembangkan aturan yang kaku dan
menetapkan tujuan yang tidak mungkin serta tidak fleksibel, yang memastikan rasa bersalah
dan marah ketika mereka gagal mencapai tujuan mereka. Mereka yakin bahwa orang lain
akan lebih jika mereka tidak ada dan sering berpikir untuk bunuh diri dan melakukan upaya
bunuh diri. Individu yang depresi kekurangan energi untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari, dengan sering mngabaikan higiene dan berhias secara teratur (seperti mandi atau
merawat rambut). Pakaian mereka berwarna gelap, coklat tua, dan tanpa warna atau aksesoris
tertentu; pakaian mereka mungkin kusut atau kotor.

g. Peran dan hubungan

Seperti yang di jelaskan di atas, individu yang depresi menjadi asosial dan tidak
senang dengan orang lain atau aktivitas yang menyenangkan sebelumnya. Mereka kehilangan
ketertarikan dalam seks dan fungsi mereka dalam bekerja menurun. Mereka dapat
mengalami penurunan berat badan karena mereka tidak tertarik dengan makanan atau makan
bersama orang lain atau karena mereka memiliki sedikit energi. Akan tetapi, beberapa
individu yang depresi makan lebih banyak untuk mengompensasi perasaan mereka yang
hampa. Mereka terutama menyukai karbohidrat dan dapat menambah berat badan mereka
dengan cepat.

h. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Perubahan tidur adalah gelaja umum lain pada depresi. Individu biasanya mengeluh
insomia pertengahan (terjaga pada malam hari dan mengalami kesulitan untuk tidur kembali).
Beberapa individu mengalami insomia awal (kesulitan untuk tidur); individu lain bangun
terlalu dini (insomia terminal). Beberapa individu yang depresi terlalu banyak hipersomnia.

i. Skala penilaian depresi

Beberapa skala untuk penilaian depresi dilengkapi oleh klien; skala lain dilakukan
oleh profesional kesehatan jiwa. Instrumen pengkajian ini, bersama evaluasi terhadap prilaku
klien, proses pikir, riwayat, riwayat keluarga dan faktor situasional, membantu menciptakan
suatu gambaran diagnostik. Skala penilaian diri terhadap gejala depresif meliputi Zung Self-
Ranting Depresion Skale, Beck Depression Inventory, dan PRIME-MD (prizer). Skala
penilaian dri digunakan untuk temuan-kasus dalam masyarakat umum, tetapi bukan
merupakan instrumen diagnostik yang dijadikan acuan (Boyd & Nihart, 1998).

Hamilton Ranting Scale for Depression (1960) merupakan skala depresi yang dinilai
oleh klinis dan degunakan seperti wawancara klinis. Klinis menilai rentag prilaku klien,
seperti mood yang terdepresi, rasa bersalah, bunuh diri, dan insomia. Ada juga bagian untuk
menilai variasi diurnal, depersonalisasi (perasaan tidak nyata untuk diri sendiri), gejala
paranoid, dan obsesi.

2. Analisa Data dan Perencanaan

Data pengkajian dianalisis untuk menentukan perioritas dan menetapkan rencana


asuhan keperawatan. Tidak semua klien yang depresi memiliki masalah dan kebutuhan yang
sama. Diagnosis keperawatan yang umumnya ditegakkan untuk individu yang depresi adalah:

 Perubahan Nutrisi: Lebih dari atau kurang dari kebutuhan tubuh


 Anesietas
 Konstipasi
 Ketidakefektifan koping individu
 Keletihan
 Keputusasaan
 Kesepian
 Ketidakberdayaan
 Perubahan performa peran
 Defisit perawatan diri
 Gangguan harga diri: rendah Kronis
 Gangguan pola tidur : Insomia, Hipersomnia
 Isolasi Sosial
 Distres Spiritual
 Ketidakefektifan penetalaksanaan progran tarapeutik

3. Hasil

Hasil untuk individu yang depresi berhubungan dengan cara depresi dimanifestasikan-
misalnya, apakah individu lambat atau agitasi, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Contoh hasil untuk klien yang mengalami bentuk depresi retardasi psikomotor antara lain:

1. Klien akan kehilangan gagsan atau rencana bunuh diri.


2. Klien akan meningkatkan aktivitas atau pskomotor, termasuk olahraga selama 10
menit setiap hari.
3. Klien akan melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri (mandi,
makan, mengganti pakaian, berhias).
4. Klien akan membuat daftar sikap positif untuk memperlihatkan peningkatn harg
diri.
5. Klien akan bersosialisasi dengan staf dan teman sebaya.
6. Klien akan kembali bekerja atau aktivitas sekolah.
7. Klien akan mematuhi program antidepresan dan melakukan kunjungan evaluasi
ulang setiap tiga bulan.
8. Klien akan menyebutkan gejala rekurensi.
4. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang umum muncul pada klien dengan gangguan alam
perasaan (depresi), yaitu :

1) Sedih kronis
2) Harga diri rendah
3) Koping individu tidak efektif
4) Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
5) Deficit perawatan diri
6) Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
7) Gangguan pola istirahat/tidur
8) Koping keluarga melemah

5. Intervensi
a. Menyediakan keamanan klien dan orang lain

Tanggung jawab perawat adalah memastikan keamanan klien dengan harga diri
rendah, putus asa, dan tidak berdaya, yang memiliki pikiran bunuh diri sebagai metode untuk
membebaskan diri dari distres ini. Apabila klien memiliki rencana bunuh diri, perawat harus
melakukan pengkajian letalitas bunuh diri, menerapkan kewaspadaan terhadap bunuh diri
(misalnya, memindahkan benda-benda yang membahayakan, meningkatkan kewaspadaan).

Untuk klien yang memiliki pikiran atau rencana bunuh diri, perawat harus
menetapkan kontrak tidak bunuh diri, suatu tujuan verbal atau tertulis yang memuat janji
klien untuk memberi tahu anggota staf ketika ia memilikpikiran bunuh diri.

b. Mengorientasikan klien ke lingkungan baru dan menyusun aktivitas harian

Orientasi terhadap unit dan aktivitas terjadwal meningkatkan rasa aman klien. Alur
kritis memberi suatu kerangka kerja untuk proses keperawatan. Individu yang depresi
membutuhkan suatu lingkungan yang terstruktur dan terjadwal, tetapi tidak menuntut.
Mereka perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, apa yang mereka lakukan sehari-
hari, kepada siapa mereka harus bertanya, dan bagaimana proses terapi berlangsung. Mereka
juga perlu mengetahui peraturan, isu-isu hukum yang berhubungan dengan diri mereka, dan
gambaran singkat tentang bagaimana unit itu bekerja.
c. Meningkatkan hubungan tarapeutik

Penting untuk memiliki kontak yang bermakna dengan klien depresi dan memulai
hubungan tarapeutik tanpa memperhatikan keadaan depresi klien. Beberapa individu yang
depresi sangat terbuka dengan menjelaskan perasaan mereka tentang kesedihan,
keputusasaan, ketidakberdayaan atau agitasi. Perawat dapat mengalami kesulitan untuk
berinteraksi dengan klien depresi karena ia berempati terhadap kesedihan dan depresi klien.
Untuk melindungi dirinya, perawat dapat secara tidak sadar akan menghindari interaksi
dengan klien depresi. Untuk menghindari penolakan yang tidak disadari ini, perawat harus
menjadwalkan kontak dengan klien.

d. Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

Kemampuan utuk melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan tingkat


retardasi psikomotor yang dialami klien. Tingkat retardasi psikomotor ini dapat berubah
setiap peristiwa. Mendorong klien melakukan tugas dengan seoptimal mungkin akan
mengurangi ketergantungan yang tidak perlu pada orang lain.

Untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari


secara mandiri, perawat mula-mula harus meminta klien melakukan tugas global. Misalnya:

“Martin, sekarang waktunya untuk berpakaian. Pakai bajumu.” (tugas global)

Apabila klien tidak dapat merespons tugas global, tugas tersebut harus dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Misalnya: “Martin, pilih celana panjang yang ingin kamu
pakai, warna abu-abu atau warna biru, kemudian pakai”. Klien harus tetap melakukan
upaya untuk menetapkan pilihan. Reaksi klien membantu perawat untuk mengkaji
keterampilan psikomotor, ambivalensi, dan kemampuan berespons klien terhadap pesan
kongkret. Individu yang depresi dapat dengan mudah terbebani oleh tugas yang dilakukan
beberapa tahap.

Apabila klien tidak mampu memilih bagian pakaian yang ditawarkan, perawat harus
memilihkan celana panjang dan mengarahkan klien untuk memakainya. Misalnya: “Ini
celana panjang abu-abu kami, pakailah.”. cara ini masih memungkinkan klien untuk
berpartisipasi dalam berpakaian. Apabila ini merupakan hal yang mampu klien lakukan pada
saat ini, aktivitasini akan mengurangi ketergantungan pada orang lain. Hal ini disebut
permintaan kongkret dan jika klien tidak dapat melakukannya hal tersebut membantu perwat
mengetahui tingkat retardasi psikomotor klien.

Karena kempuan klien dapat berubah dengan cepat dari hari ke hari dan bahkan dari
jam ke jam, kemampuan tersebut harus dikaji secara kesinambungan. Alasan tersebut untuk
menelusuri proses yang lambat ini dan mengkaji kemampuan klien setiap saat, berhubungan
dengan pembedaan kecepatan antidepresan atipikal memiliki awitan yang lebih cepat.

e. Penatalaksanaan pengobatan

Peningkatan aktivitas dan peningkatn mood yang dihasilkan oleh mood yang
dihasilkan oleh kerja antidepresan dapat memberi energi kepada individu untuk melakukan
bunuh diri; oleh karena itu, risiko bunuh diri harus dikaji walaupun klien menerima suatu
antidepresan.

ATS dan Heterosiklik. Efek samping umum mengantuk dan pusing dapat menjadi
masalah penggunaan ATS> ATS dapat dikonsumsi sebelum tidur untuk membantu individu
tidur, mempertahankan produktivitas pada siang hari, dan menghindari pusing. Apabila iritasi
gastrointestinal terjadi, ATS dapat dikonsumsi setelah malan. ATS mengurangi keefektifan
antihipertensi; menurunkan ambang kejang; meningkatkan depresi sitem saraf pusat jika
diberikan bersama hipnotik, barbiturat, atau sedatif; dapat mengubah antikoagulan oral; dan
dapat menyebabkan delirium jika diberikan bersama levodopa.

Mulut kering, sedasi, skonstivasi, dan urunary hesitency dapat terjadi. Perawat harus
memantau asupan haluaran dan kebiasaan defekasi klien. Karena ada kemungkinan hipotensi
ortostatik. Obat-obatan ini dapat meningkatkan tekanan intraokular pada kasus glaukoma,
meningkatkan retensi urine pada kasus hipertrofi prostat benigna, dan menyebabkan
hiperperiksia. Pemberian obat-obatan ini tidak boleh diberhentikan secara tiba-tiba kecuali
diindtruksikan oleh dokter atau perawat lanjutan.

Obat-obatan ini tidak boleh diberikan bersamaan dengan MAOI karena pbat-obatan
ini memiliki efek sinergestik yang tinggi. Periode washout selama minimal 3 minggu
dipelukan antara waktu dihentikannya pemberian satu obat dengan dimulainya pemberian
obat yang lain.

MAOI. Efek samping umumnya adalah pusing, mual, muntal, mulut kering, insomia,
urinary hesitancy, hipotensi ortostatik, konstipasi, kelemahan, reflek mioklonik, dan
kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan dapat terjadi, biasanya disertai hipotens,
diare, salivasi, kram abdomen, dan lakrimasi. Pada terapi selanjutnya dapat terjadi
penambahan berat badan, kecanduan karbohidrat, kesulitan melakukan sanggama,
hipoglekimia, kram, disorientasi, neuropati perifer, dan edema.

Antidepresan Atipikal. Kelas antidepresan ini ditoleransi dengan baik dan kurang
toksik dapipada ATS, heterosiklik, dan MAOI. Antidepresan ini meliputi venlafaksin,
bupropion, dan nefazodon.

f. Memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga

Klien dan keluarga harus belajar cara menatalaksana program pengobatan, karena
klien perlu mengkonsumsi obat-obatan ini selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau
bahkan seumur hidup. Penyuluhan akan meningkatkan kepatuhan. Klien harus tahu berapa
kali ia perlu kembali untuk menjalani pemantauan dan pemeriksaan diagnostik.

Klien dan keluarga harus mengetahui bahwa hasil akhir terapi yang paling baik
dicapai jika digunakan kombinasi psikoterapi dan antidepresan. Psikoterapi membantu klien
menggali isu-isu kemarahan, ketergantungan, rasa bersalah, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehilangan suatu benda, isu interpersonal dan keyakinan yang tidak rasional. Tujuannya ialah
membalikkan pandangan klien yang negatif tentang masa depan, meningkatkan citra dirinya,
dan membantu meningkatkan kopetensi serta penguasaan diri.

6. Evaluasi

Rencana pulang dikembangkan dengan memanfaatkan sumber-sumber di dalam


keluarga dan masyarakat. Hal ini mencakup penyuluhan klien dan keluarga yang menyeluruh
tentang program pengobatan. Individu yang memahami dan memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam menulis rencana terapinya lebih mungkin mematuhi rencana tersebut.
Klien mungkin mampu tetap berada dalam masyarakat dengan tetap melakukan kunjungan
rawat jalan untuk psikoterapi dan penatalaksanaan pengobatan, hospitalisasi parsial, atau
kunjungan rumah oleh perawat jiwa. Klien dan keluarga harus mengetahui kriteria
pemulangan dan masuk kembali ke rumah sakit dan harus mengetahui cara memperoleh
bantuan dalam mengkaji kebutuhan untuk rumah sakit.

You might also like