You are on page 1of 16

1

ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

A. Pendahuluan
Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh
sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai
sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang
anggota dari perkumpulan tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama.
Dalam setiap kehidupan manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya
suatu malapetaka, musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau
berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau
perusahaannya yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun
lanjut usia. Kehilangn fungsi dari pada suatu benda, seperti kecelakaan,
kehilangan akan barang dan juga kebakaran.
Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk
melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah
maju dan menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika
kebakaran melanda tempat usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi
nafkah, dan usaha yang bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi
kalau saja ada perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah
musibah, tapi setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.
Kegiatan bisnis asuransi kini makin berkembang, yang membawa konsekuensi
berkembang pula hukum bisnis asuransi. Salah satu kegiatan bisnis asuransi yang
muncul dalam masyarakat adalah bisnis asuransi syariah. Dalam undang-undang
yang mengatur tentang bisnis perasuransian, belum diatur tentang asuransi
syariah. Namun, dalam praktik perasuransian ternyata bisnis asuransi syari’ah
sudah banyak dikenal masyarakat.
Asuransi syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang cukup
memperoleh perhatian besar di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai bisnis
asuransi alternatif, asuransi syriah boleh dikatakan relatif baru dibandingkan
dengan bidang bisnis asuransi konvensional. Kebaruan bisnis asuransi syariah
adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang

1
2

bersumber dari alquran dan hadis serta fatwa para ulama terutama yang terhimpun
dalam majelis ulama Indonesia (MUI).
Pada prinsipnya, yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi
konvensional adalah asuransi syariah menghapuskan unsur ketidakpastan (gharar),
unsur spekulasi alias perjudian (maisir), dan unsur bunga uang (riba) dalam
kegiatan bisnisnya sehingga peserta asuransi (tertanggung) merasa terbebas dari
praktik kezaliman yang merugikan nya. Agar masyarakat dapat memahami
konsep asuransi syariah secara wajar, perlu dilakukan penyuluhan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan melaui publikasi yang lebih luas.

B. Pembahasan
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris , insurance, yang dalam bahasa
indonesia telah populer dan diadopsi dalam kamus besar bahasa indonesia dengan
padanan kata ‘’pertanggungan’’ atau “saling menanggung”. Echols dan shadilly
memaknai kata asuransi dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa
Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering
(pertanggungan).1
Dalam ensiklopedia hukum islam disebutkan bahwa asuransi adalah
transaksi perjanjian antara dua belah pihak , pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada si pembayar iuran jika sesuatu yang menimpa pihak pertama
sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Pada kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian timbal balik antara seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya, karena suatu kerugian kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan , yang mungkin akan di deritanya , karena suatu
peristiwa yang tak tentu.

1
Abdul Manan,Hukum Ekonomi Syariah Kencana, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Gruop, 2012), hlm.237
3

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang


pedoman umum asuransi syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi syariah adalah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi tolong menolong antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Adapun akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maisir (perjudian),riba, zhulm (penganiayaan) ris
ywah (suap), barang haram , dan maksiat.
Melihat dari pada pengertian asuransi tersebut, dapat diketahui bahwa
antara asuransi syariah dan asuransi konvensional mempunyai persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menanggung resiko diantara sesama
manusia sehingga diantara satu dan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko
masing-masing. Perbedaanya dalam asuransi takafful, (syariah) tanggung
menanggung resiko dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dengan
cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko
tersebut. Kedudukan perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai
fasilisator saling menanggung diantara peserta asuransi. Adapun diantara asuransi
konvensional menjadi saling menanggung antara perusahaan dengan peserta
asuransi.
Praktik asuransi islam diberbagai negara terdapat dua mazhab. Mazhab
pertama memakai istilah “takaful” dalam menyebut asuransi islam seperti di
Genewa (swiss) dan malaysia. Penyebutan karena istilah tersebut sudah menjadi
merek dagang dan merek perusahaan asuransi yang berbasis international.
Mazhab kedua lebih banyak memakai istilah “at-ta’min” yang lebih mengacu
kepada arti kata yang murni dan belum dijadikan label merek perusahaan
pertanggungan. Pemakaian kata at-ta’min lebih banyak digunakan di dunia
akademis di berbagai negara timur tengah terutama negara mesir dan sekitarnya.
Di indonesia atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2001,
sebaiknya asuransi yang berbasis islam digunakan istilah asuransi syariah tanpa
menggunakan kata takaful atau at-ta’min. Oleh karena rekomendasi ini tidak
4

didukung oleh peraturan yang mengikat maka, dalam praktik perasuransian


indonesia melahirkan istilah yang beragam. Sebagai contoh pada 1994, pertama
kali didirikan asuransi islam di indonesia, istilah yang digunakan adalah takaful,
yakni PT Syarikat Takaful Indonesia.

C. Perkembangan Asuransi Syariah


Perkembangan asuransi syariah tidak bisa lepas dari perkembangan
asuransi konvensional yang sudah berkembang sejak lama. Praktik usaha yang
mirip asuransi sudah dipraktikkan di Italia sejak 2000 SM. Pada waktu itu
saudagar italia membentuk “collegia tennirium” yaitu semacam lembaga asuransi
yang bertujuan membantu para janda dan anak yatim dari para anggota yang
meninggal 2 .
Pada pra-islam juga disebutkan dalam beberapa literatur hukum islam
bahwa ada kegiatan yang dilakukan oleh suku bangsa arab yang mirip dengan
kegiatan asuransi yang disebut dengan “Aqilah”. Aqilah adalah praktik yang biasa
dilakukan oleh suku arab dalam hal jika seorang anggota suku melakukan
pembunuhan terhadap anggota suku yang lain , maka ahli waris korban pembunuh
itu akan dapat bayaran sejumlah uang darah (Blood money) sebagai kompensasi
yang diberikan oleh keluarga sipembunuh. Pemikiran dasar dari konsep aqilah ini
adalah dimana suku arab telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk
kepentingan si pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban.
Kerelaan untuk melakukan pembayaran uang kontribusi seperti itu dapat
disamakan dengan pembayaran premi pada praktik asuransi, sementara itu
kompensasi pemabayaran sejumlah uang sebagaimana konsep aqilah dapat
disamakan dengan penggantian kerugian (indemnity) pada praktik asuransi saat
ini, sebagai suatu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris
dari sebuah kematian yang tidak diharapkan dari ahli waris korban.
Wiliam Gibbon adalah orang yang pertama kali mempraktekkan kegiatan
asuransi dalam instrumen perusahaan yang lebih teratur dengan manjemen secara

2
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika,Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group 2012), hlm.237
5

baik. Selanjutnya, perkembangan asuransi telah memasuki fase yang memberikan


muatan yang sangat besar sebagai aspek bisnis dalam mencari untung yang
sebesar-besarnya. Nilai-nilai sosial sebagai konsep awal sudah mulai ditinggalkan
, hal ini terjadi setelah bisnis asuransi memasuki era modern. Keberadaan asuransi
konvensional ini apabila ditinjau dari hukum perikatan islam termasuk akad yang
haram sebab operasional asuransi operasional ini mengandung unsur gharar,
maysir, dan riba. Atas dasar ini, jawatan kuasa fatwa malaysia mengeluarkan
keputusan praktik asuransi jiwa yang berkembang di malysia hukumnya haram.
Sehubungan dengan hal tersebut , beberapa pakar hukum islam
mengadakan penelitian dan analisis terhadap syariat islam. Hasil penelitian
membuktikan bahwa dalam syariat islam termuat substansi tentang perasuransian
yang dapat menghindarkan prinsip operasional dari unsur gharar , maysir dan riba.
Melihat pada hasil tersebut maka timbul pemikiran untuk mendirikan lembaga
asuransi syariah.
Perkembangan asuransi syariah di masa yang diharapkan akan terus
berkembang , seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia,
khusunya indonesia. Meskipun perusahaan syariah di indonesia masih tergolong
sedikit dibandingkan dengan penduduk indonesia yang sebagian besar beragama
islam, di harapkan di waktu-waktu yang akan datang produk-produk asuransi
yang bernilai syariah dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Diharapkan
pula, ada perusahaan koperasi konvensional dalam operasionalnya tidak hanya
menghendaki profit dan bonafit saja, tetapi bersedia mengalihkan operasionalnya
kepada prinsip syariah yang mendasarkan operasionalnya kepada prinsip tolong-
menolong dan kejujuran yang sempurna.

D. Dasar Hukum Asuransi Syariah


1. Al-Qur’an
Praktik asuransi syariah tidak disebutkan secara tegas dalam Al-Quran ,
tidak satu ayatpun secara nyata yang menjelaskan tentang asuransi. Al-quran
hanya mengakomodasi beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar
yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong menolong, kerja sama
6

atau semangat untuk melakukan proteksi peristiwa terhadap peristiwa kerugian


yang akan diderita dimasa yang akan datang. Dengan hal ini, praktik asuransi
tidak dilarang dalam syariat islam , karena prinsip dalam praktik asuransi dalam
islam adalah mengajak kepada kebaikan sesama manusia3 .
Al-Quran surat al-maidah (5) ayat 2 , Allah berfirman yang artinya :
“tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada allah,
sesungguhnya Allah sangat berat siksanya”.
Ayat ini memuat perintah tolong menolong antara sesama manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam bidang asuransi, para nasabah diharapkan dapat
memberikan sebagian uang yang dimiliknya untuk digunakan sebagai dana
sosial (tabarru’) yang digunakan untuk menolong salah satu anggota asuransi yang
mengalami musibah. Dalam kaitan dengan bisnis asuransi, diharapkan manusia
mengelola resiko yang terjadi akibat musibah itu dengan melakukan proteksi
(perlindungan) jiwanya dan hartanya yang diakibatkan dari kerugian tersebut.

2. Al-Hadis
Hadis riwayat muslim dari Abu hurairah r.a yang artinya : “ barang siapa
yang melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah SWT akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah SWT senantiasa
menolong hambanya selama ia (suka) menolong saudaranya”.
Dalam hadis tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling membantu
antara sesama muslim didunia ini dengan menghilangkan kesukaran hidup yang
dideritanya. Bagi yang berkelibahan hartanya di anjurkan untuk saling membantu
orang-orang yang berada dalam kesulitan dan apabila ini dilakukan , maka Allah
SWT akan mempermudah urusan dunia dan akhirat baginya. Dalam kaitan dengan
asuransi hadis ini terlihat adanya anjuran agar melaksanakan pembayaran premi
asuransi dalam bentuk dana sosial (tabarru’) yang akan di gunakan untuk

3
Hardijan Rusli,Hukum perjanjian indonesia, (Bandung : Pustaka Sinar Harapan. 1993),
hlm. 240
7

mempermudah dan membantu urusan bagi orang/anggota yang mendapatkan


musibah dan bencana.
Rasulullah SAW menghendaki agar setiap orang mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik untuk bekal yang akan diberikan untuk anak turunanya
dimasa yang akan datang. Merupakan ahli waris yang berkecukupan secara materi
merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh rasulullah SAW. Dalam kaitannya
dengan prinsip asuransi yang terkandung dalam hadis tersebut yaitu mewajibkan
anggota nya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai
tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli warisnya jika pada salah suatu saat
terjadi peristiwa yang merugikan , baik dalam bentuk kematian nasabah atau
kecelakaan diri.

E. Pendapat Para Ahli Hukum Islam Terhadap Asuransi


Para ahli hukum islam berbeda pendapat tentang asuransi, baik asuransi
jiwa maupun kerugian. Perbedaan pendapat ini dapat dimaklumi karena masalah
asuransi termasuk bidang ijtihad. Masalah asuransi tidak disebut secara jelas dan
terperinci dalam Al-quran dan hadis. Pendapat para ahli hukum islam ini berkisar
pada hukum asuransi itu sendiri, apakah haram atau halal hukumnya. Pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli hukum islam berkisar pada kebolehan semua
bentuk asuransi, ada yang memperbolehkan asuransi sosial dan mengaharamkan
asuransi yang bersifat komersial, disamping itu ada yang sama sekali melarangnya
dan menetapkan hukum asuransi adalah haram.4
Warkum sumitro, mengemukakan bahwa pada garis besarnya ada 4
macam pandangan para pakar hukum islam terhadap asuransi adalah :
a. Asuransi haram hukumnya dalam segala bentuk dan cara operasionalnya.
Pandangan ini didukung oleh beberapa para pakar ahli hukum islam,
antara lain Yusuf Al-qardawi, Sayyid sabiq, Abdullah Al-qalili, dan muhammad
Bakhit al-mufth’i. Menurut pandangan kelompok ini asuransi diharamkan karena
beberapa alasan:

4
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta : Prenada Media.
2001), hlm 141
8

1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam syariat islam.


2. Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
3. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam syariat islam
4. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan para
pesertanya
5. Asuransi merupakan jual beli atau tukar menukar uang tidak secara tunai
(aqad sharft)
6. Asuransi objek bisnisnya digantung pada hidup dan matinya seseorang ,
yang berarti mendahului takdir tuhan.

b. Asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam syariat islam


Pandangan ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, Muhammad
Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad
Nejatullah Siddiqie. Adapun alasan kelompok ini :
1. Tidak ada ketetapan nash baik dalam hadish dan Al-quran yang melarang
praktik perasuransian.
2. Terdapat kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua pihak , baik
penanggung maupun tertanggung.
3. Kemashlahatan dari usaha asuransi lebih besar dari pada mudaratnya. Saling
menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi dapat berguna bagi kepentingan umum, sebab premi yang
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan. Dengan kata lain kemaslahatan dari usaha asuransi lebih
besar dari pada mudaratnya.
5. Asuransi dikeloloa berdasarkan akad mudharrabah (bagi hasil)
6. Asuransi termasuk kategori koperasi (syirkah).
7. Asuransi dianalogikan (di-qiyaskan) dengan dana pensiun atau dana tespen.

c. Asuransi hukumnya boleh apabila Asuransi bersifat sosial, sedangkan asuransi


yang bersifat komersial haram hukumnya.
9

Pendapat ini dikemukakan/didukung oleh Muhammad Abu zahrah, (Guru


besar Hukum islam Universitas Al-Azhar cairo-Mesir). Alasan bahwa asuransi
yang bersifat sosial diperbolehkan karena jenis asuransi sosial tidak mengandung
unsur-unsur yang dilarang dalam syariat islam. Adapun asuransi yang bersifat
komersial tidak diperbolehkan karena pada asuransi tersebut mengandung hal-hal
yang tidak dibenarkan dalam syariat islam.

d. Asuransi Hukum Syubhat.


Kelompok ini memberi alasan bahwa asuransi yang berkembang saat ini
diseluruh dunia tidak ada dalil syar’i yang mengharamkan atau menghalalkannya.
Jika hukum asuransi dimasukkan dalam kategori syubhat, diharapkan kepada
kaum muslimin supaya hati-hati dalam menyikapinya. Asuransi diperbolehkan
kalau dalam keadaan darurat dan sangat dibutuhkan. Kiranya setelah lahirnya
asuransi syariah , tidak ada lagi istilah syubhat dalam menghadapi masalah
keragu-raguan dalam berasuransi.
Memperhatikan berbagai pandangan para pakar hukum Islam terhadap
asuransi , ada yang memperbolehkan dan ada yang mengharamkan dan ada pula
yang mengatakan bahwa asuransi itu merupakan sesuatu yang syubhat, maka
dicarilah jalan keluarnya dengan memberikan alternatif bentuk asuransi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip yang dibenarkan dalam syariat islam. Dalam kaitan
ini, Majelis Ulama indonesia pada tanggal 16 desember 2003 telah mengeluarkan
Fatwa tentang haramnya bunga yang ditarik oleh perusahaan asuransi yang
mengelola dana premi melalui deposito di bank konvensional. Untuk mendukung
operasional asuransi syariah di indonesia Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
telah mengeluarkan fatwa nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum
Asuransi Syariah.

F. Tentang Reasuransi Syariah


1. Reasuransi Syariah
Reasuransi dalam Bahasa Belanda disebut “hervezekering” yang berarti
pertanggungan ulang.Dalam bahasa Inggris disebut “reinsurance” yang berati
10

sama seperti dalam bahasa Belanda yaitu pertanggungan ulang. Lembaga


reasuransi merupakan lembaga hukum yang yang sudah lama diatur dalam pasal
27 KUHD.5
Menurut Hal Cockerell (1993 : 13), reasuransi adalah :
“Suatu sistem di mana para perusahaan asuransi menyerahkan seluruh atau
sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung lain yang
dikenal sebagai penanggung ulang”.
Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi.Perusahaan reasuransi syariah adalah perusahaan yang dalam
melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah;
Catatan: dalam literatur hukum (prndang-undangan) Indonesia, kata syariah
diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau syariat Islam.
(Lihat a.l. UU RI No. 21 th. 2008 angka 6 dan angka 9).

2. Tujuan Reasuransi Syariah


Untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima
perusahan asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada
perusahaan reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini,
penanggung pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang
diterimanya dari sisi kerugian materil.

3. Hubungan Asuransi & Reasuransi


Hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual relationship, yang
tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan sulit berkembang tanpa
reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa asuransi.
Hubungan keduanya dinyatakan dalam bentuk kerjasamatreaty yaitu perjanjian
bisnis yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan kapasitas

5
Sri Rejeki Hartono, Hukum Perusahaan Asuransi, (Jambi : Sinar Grafika, 1987), Hlm.
154
11

otomatis kepada asuransi dan sebaliknya asuransi wajib mensesikan portfolionya


sesuai syarat-syarat yang disepakati keduanya.
Sedangkan kerjasamanya fakultative, merupakan bentuk kerjasama
pilihan, yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan reasuransinya.
Dalam kedua bentuk kerjasama tersebut, didasarkan pada
proses underwriting yangprudent. Ini berarti tidak seluruh portofolio penutupan
asuransi syariah, akan mendapat backup dari reasuransi syariah

4. Premi Reasuransi
Dalam asuransi jiwa untuk penentuan premi harus diperhatikan ialah
penentuan tarif (rate making), karena hal tersebut akan menentukan besarnya
premi yang akan diterima.Tarif atau premi yang ditetapkan harus bisa menutupi
claim (risiko) serta biaya-biaya asuransi, dan sebagian dari jumlah penerimaan
perusahaan (keuntungan).

5. Klaim Reasuransi
Bagian penting dalam administrasi reasuransi adalah menangani klaim.
Suatu perusahaan asuransi membeli reasuransi untuk mendapat penggantian atas
klaim yang ditanggung pada saat klaim tersebut jatuh tempo. Untuk memastikan
bahwa klaim yang sah dibayar tepat pada waktunya, setipa perjanjian reasuransi
mencantumkan ketentuan klaim.

6. Jenis Reasuransi
Ditinjau dari ruang lingkup pada dasarnya ada 2 jenis reasuransi, yaitu:
1. Specific/Facultative Reinsurance, yaitu aktivitas penempatan
reasuransi yang didasarkan pada kepentingan masing-masing pihak.
Perusahaan asuransi boleh menawarkan atau tidak menawarkan risiko
yang di luar batas kemampuan membayar kepada reasuransi,
sebaliknya reasuransi boleh menerima atau menolak apabila ditawari
risiko tersebut.
12

2. Automatic/Treaty Reinsurance, yaitu perjanjian reasuransi di mana


perusahaan asuransi setuju atas penempatan kelebihan risiko kepada
reasuransi dan reasuransi secara otomatis menyetujui atas penempatan
kelebihan risiko tersebut dari perusahaan asuransi sampai batas jumlah
tertentu yang telah disetujui bersama.
3. Facultative Obligatory Reinsurance, yaitu gabungan antara facultative
insurancedengan treaty insurance. Perusahaan asuransi boleh
menempatkan atau tidak menempatkan kelebihan risiko kepada
reasuransi. Akan tetapi apabila perusahaan asuransi berkehendak
menempatkan kelebihan risiko, maka reasuransi harus menerimanya
sampai batas jumlah yang disetujui bersama.

7. Prospek Reasuransi Syariah


Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang,
yang ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan Reasuransi baik dari
Nasional maupun dari Internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu
mekanisme dan kegiatan transfer of risk dari perusahaan asuransi syariah.

8. Reasuransi Syariah Yang Beroperasi Di Indonesia


Jumlah perusahaan reasuransi syariah yang beroperasi di Indonesia ada 7
perusahaan, yang terdiri dari 4 perusahaan reasuransi syariah dalam negeri dan 3
perusahaan reasuransi syariah dari luar negeri. Pangsa pasar reasuransi di
Indonesia masih terbuka lebar, karena reasuransi dalam negeri masih menguasai
20% dari total premi yang diasuransikan ulang. Sisanya 80% dikuasai oleh
reasuransi luar negeri. Berikut daftar reasuransi syariah yang beroperasi di
Indonesia.
1. PT. Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo Syariah Unit)
2. PT. Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre Syariah)
3. PT Maskapai Reasuransi Indonesia, Tbk (Marein)
4. PT. Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu-Re)
5. ASEAN Retakaful Labuhan-Malaysia
13

6. Takaful-re Bahrain
7. Milea Retakaful Singapor

G. Prinsip-Prinsip Reasuransi Syariah


1. Prinsip-prinsip Umum dan Reasuransi
a. Prinsip iktikad baik
Prinsip ini dimuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.Prinsip
ini juga berlaku bagi dunia perdagangan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 281 KUHD.kalau prinsipini tidak ada,maka tidak sah perjanjian
tersebut.
b. Prinsip Insurable Interest
Prinsip ini disebut juga dengan kepentingan yang dipertanggung
jawabkan adalah hak dan kewajiban tertanggung terhadap benda
pertanggungan.
c. Prinsip Indemnitas
Yang dimaksud dengan prinsip indemnitas adalah prinsip ganti rugi
sebagaimana yang diatur dalam pasal 252 dan 253 KUHD.Isi dari
prinsip ini adalahkeseimbangan,seimbang dengan jumlah ganti rugi
dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung dan
keseimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya
benda pertanggungan.
d. Prinsip Subrogasi
Dalam prinsip ini,erjadi penyerahan hak menuntut dari tertanggung
kepada penanggubg,manakala jumlah ganti kerugian sepenuhnya
sudah diganti oleh penanggung (lihat pasal 284 KUHD).
e. Prinsip Kontribusi
Prinsip ini terjadi kalau terjadi double reinsurance sebagaimana
tersebut dalam pasal 278 KUHD.Prinsip ini jarang terjadi dalam
asuransi,kecuali apabila dalam satu-satunya polis ditandatangani lebih
dari satu penanggung ulang.
14

f. Prinsip Follow the Fortune


Prinsip ini merupakan kata singkat dari the insurer follows the fortunes
of the ceding company yakni penanggung ulang mengikuti suka duka
penanggung pertama.
g. Prinsip Pertanggungan Kembali
Prinsip memberi kemungkinan untuk memutuskan perjanjian
pertanggungan secara sepihak (Pasal 272 KUHD) dengan cara
memberitahukan bukan melalui pengadilan.
15

H. Penutup
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris , insurance, yang dalam bahasa
indonesia telah populer dan diadopsi dalam kamus besar bahasa indonesia dengan
padanan kata ‘’pertanggungan’’ atau “saling menanggung”. Echols dan shadilly
memaknai kata asuransi dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa
Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering
(pertanggungan).
Dalam ensiklopedia hukum islam disebutkan bahwa asuransi adalah
transaksi perjanjian antara dua belah pihak , pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada si pembayar iuran jika sesuatu yang menimpa pihak pertama
sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Pada kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian timbal balik antara seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya, karena suatu kerugian kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan , yang mungkin akan di deritanya , karena suatu
peristiwa yang tak tentu.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Kencana Prenada Media Gruop, Jakarta.
2012

AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Prenada Media, Jakarta.
2004

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika,Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta : Kencana


Prenada Media Group 2012

Hardijan Rusli, Hukum perjanjian indonesia, Bandung : Pustaka Sinar Harapan. 1993

Sri Rejeki Hartono, Hukum Perusahaan Asuransi, Jambi : Sinar Grafika. 1987

You might also like