You are on page 1of 37

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Bayi Post

Mature (Melewati Usia Matang)


Posted on 4 April 2014 by TheBanditz — Tinggalkan komentar

Kelahiran yang terlambat dapat mengakibatkan proses persalinan lebih lama dan lebih sulit
karena bayi postmature cenderung menjadi sangat besar dan tulang tengkoraknya lebih keras (
yang berarti keluarnya bayi melalui jalan lahir akan menyebabkan trauma baik bagi bayi maupun
ibunya ). Hal itu juga meningkatkan peluang kelahiran mati ( resiko dua kali lipat pada kelahiran
43 minggu dan tiga kali lipat pada kelahiran 44 minggu ). Kemungkinan lebih lanjut adalah
rahim tampaknya akan lambat dalam memulai proses persalinan, mungkin juga menjadi relative
tidak efektif selama proses persalinan berlangsung terlalu lama.

Keterlambatan kelahiran bayi akan berbahaya jika menjadi postmature ( melawati usia matang ).
Ini berarti bayi akan kehilangan lemak diseluruh bagian tubuhnya, terutama bagian perut.
Akibatnya,kulitnya terlihat merah dan berkerut seolah-olah tidak cocok,dan memungkinkan
kulitnya terkelupas. Hanya sedikit bayi yang postmature, tapi karena kondisi postmature tidak
hanya bergantung pada bayi tetapi juga tergantung plasentanya, hal ini sulit diperkirakan bayi
mana yang akan berisiko terhadap kondisi ini.

a. Definisi

Bayi lewat bulan sadalah bayi yang dilahirkan sesudah kehamilan 42 minggu, dihitung dari masa
menstruasi terakhir ibu, tanpa memandang berat bayi pada saat lahir. Penandaan ini sering
digunakan sinonimnya yaitu istilah “pascamatur” pada bayi yang masa kehamilannya lebih dari
normalnya, 280 hari lewat 7 hari atau lebih. Selain disebut pascamatur bayi lewat bulan disebut
juga postterm . pad bayi postterm bisa LGA ( bayi baru lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram,
da atas 90 presentil, atau dua standar deviasi di atas rata-rata), AGA , SGA( bayi yang panjang,
berat badan dan lingkar kepalanya dibawah presentil dari variasi normal untuk usia gestasi saat
ditentukan dengan pemeriksaan neonates) atau dismatur, yang bergantung pada fungsi
plasenta. Sekitar 25% dari semua kehamilan berakhir pada atau sesuudah hari ke 287 kehamilan,
12% pada atau sesudah hari ke 294, dan 5% pada atau sesudah hari ke 310. Ukuran bayi yang
besar berkorelasi jelek dengan terlambatnya persalinan, dan ukuran badan bayi ini berkorelasi
dengan ukuran besar salah satu orang tuanya, multigraviditas, atau keadaan prediabetik atau
diabetic ibunya

b. Etiologi

Penyebab kelahiran lewat bulan atau pascamatur belum diketahui. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan pascamaturitas adalah anennsefali dan trisomi 16 sampai 18.

c. Patofisiologi

Jika plasenta terus berfungsi dengan baik, janin akan terus tumbuh, yang mengakibatkan bayi
LGA dengan manifestasi masalah seperti trauma lahir dan hipoglikemia.

Jika fungsi plasenta menurun, janin mungkin tidak mendapatkan cadangan lemak subkutan
sebagai energy. Penyusutan lemak subkutis terjadi, yang mengakibatkan sindrom dismaturitas
janin. Terdapat tiga tahap sindrom dismaturitas janin antara lain:

1. Tahap 1-insufisiensi plasenta kronis

1) Kulit kering, pecah-pecah, mengelupas, longgar, dan berkerut

2) Penampilan malnutrisi

3) Bayi dengan mata terbuka dan terjaga

2. Tahap 2-insufisiensi plasenta akut

1) Seluruh gambaran tahap 1 kecuali butir ke 3

2) Terwarnai mekonium

3) Depresi prenatal

3. Tahap 3-insufisiensi plasenta subakut

1) Hasil temuan pada tahap 1 dan 2 kecuali butir ke 3

2) Terwarnai hijau di kulit, kuku, tali pusat, dan membran mukosa.

3) Resko kematian intrapartum atau kematian neonates lebih tinggi.


Bayi yang baru lahir beresiko tinggi terhadap perburukan komplikasi yang berhubungan dengan
perfusi uteroplasental yang terganggu dan hipoksia (misalnya, sindrom aspirasi mekonium/
meconium aspiration syndrome [MASI].

Hipoksia intrauterine kronis menyebabkan peningkatan eritro protein janin dan produksi sel
darah merah yang menyebabkan polisitemia.

Bayi postmatur rentan terhadap hipoglikemia karena penggunaan cadangan glikogen yang cepat.

d. Manisfestasi Klinis

Bayi lewat bulan mungkin secara klinis tidak dapat di bedakan dari bayi cukup bulan, tetapi
beberapa bayi lewat bulan mempunyai tanda-tanda paskamatur , karena penampakan dan
perilakunya mengesankan penampakkan dan perilaku bayi berusia 1-3 minggu. Bayi pascamatur
atau lewat bulan berat badan lahirnya sering telah bertambah dan ditandai dengan tidak adanya
lanugo, kurang atau tidak adanya verniks kaseosa, kuku panjang, rambut kulit kepala banyak,
kulitnya putih seperti kertas atau mengelupas (dekuamasi), dan kewaspadaannya bertambah.
Jika terjadi insufisiensi plasenta, cairan amnion serta janin dapat terwarnai oleh mekonium, dan
dapat ditemukan frekuensi jantung janin yang abnormal; bayi dapat mengalami retradasi
partumbuhan,walaupun sindrom ini sering kali terancukan dengan pascamaturiatas, hanya sekitar
20% bayi dengan sindrom insufisiensi plasenta adalah bayi lewat bulan. Sebagian besar bayi
yang terkena adalah bayi cukup bulan dan preterm, terutama bayi yang mengalami toksemia,
primigravida tua, dan wanita dengan hipertensi kronik. Plaentanya sering kali kecil atau
mempunyai perlekatan yang jelek. Sindrom ini telah di rumuskan sebagai akibat perubahan
degenerative pada plasenta, yang secara progresif mengurangi oksigen dan nutrisi janin.

Bayi yang dilahirkan lewat bulan dalam kaitannya dengan dugaan insufisisensi plasenta dapat
mempunyai berbagai tanda fisik ; deskuamasi, kuku panjang, rambut lebat, kulit pucat, muka
waspsda, dan kulit longgar, terutama sekitar paha dan bokong, memberikan gambaran bahwa
mereka baru saja kehilangan berat badan. Kuku, kulit, verniks, tali pusat, dan membrane plasenta
di warnai oleh mekonium.

Pada janin postmatur dengan sindrom mekonium di tandai dengan hopoksia janin, cairan
amnion yang tercampur mekonium, gawat napas waktu lahir, dan mekonium pita suara.

e. Prognosis

Bila persalinan tertunda 3 minggu atau lebih sesudah cukup bulan, maka ada peningkatan
mortalitas secara bermakna, yang pada beberapa seri telah mendekati 3 kali mortalitas kelompok
control bayi yang di lahirkan cukup bulan. Mortalitas menurun secara mencolok melalui
perbaikan manajemen obstetric.

f. Penatalaksanaan

1. Pematalaksanaan medis
Pemantauan obstetric yang cermat, termasuk uji non stres, profil biofisik, atau velosimetri
Doppler, biasanya memberikan dasar yang rasional untuk memillih cara nonintervensi, induksi
kelahiran, atau resiko sesaria. Induksi kelahiran atau seksio sesaria dapat di indikasika pada
primigravida tua yang kehamilannya berlanjut lebih dari 2-4 minggu sesudah cukup bulan,
terutama jika ada bukti kegawatan janin. Pneumonia aspirasi mekonium atau ensefalopati
hipoksik diobati secara simtomatis.

2. Penatalaksanaan keperawatan

1) Menangani sindrom aspirasi mekonium

1. Lakukan pengisapan mulut dan lubang hidung bayi sementara kepala berada di perineum
dan sebelum napas yang pertama dilakukan untuk mencegah aspirasi mekonium yang
berada dalam jalan napas.
2. Segera setelah bayi kering dan berada dalam penghangat, lakukan intubasi dengan
pengisapan trakea langsung.
3. Lakukan fisioterapi dada dengan pengisapan untuk mengeluarkan mekonium dan secret
yang berlebihan.
4. Berikan tambahan oksigen dan dukungan pernapasan seauai kebutuhan.

2) Melakukan pengukuran glukosa darah serial.

3) Member makanan lebih awal untuk mencegah hipoglikemia jika bukan merupakan
kontraindikasi pada status pernapasan.

4) Mempertahankan integritas kulit.

1. Pertahankan kulit bersih dan kering.


2. Hindari penggunaan bedak, krim, dan losion.
3. Hindari penggunaan plester.

Pentingnya Berat Badan Normal pada Bayi


Baru Lahir
Oleh Arinda Veratamala Data medis direview oleh Hello Sehat Medical Review Team.

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)

Saat bayi lahir, hal yang biasanya ditanyakan pertama kali adalah “berapa beratnya?”. Jika
beratnya berada di kisaran normal pasti ibu dan keluarga akan senang. Berat badan bayi baru
lahir dapat menjadi tolak ukur kesehatan bayi nantinya.
Ya, banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa bayi baru lahir dengan berat badan
rendah berisiko mengalami berbagai penyakit di kemudian hari. Bahkan, berat badan rendah
menjadi penyebab kematian bayi baru lahir sebesar 60-80% di dunia, berdasarkan data WHO.

Berapa berat bayi yang dikatakan normal?

Berat badan lahir (BBL) adalah berat badan pertama bayi Anda yang diukur setelah bayi lahir.
Berat badan lahir dikatakan normal bisa berada di kisaran 2500–4000 gram, pada bayi yang lahir
cukup umur (usia kehamilan 37-40 minggu).

Berbeda dengan bayi prematur, di mana bayi lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu,
yang biasanya memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram. Sehingga bayi prematur lebih
berisiko untuk mempunyai berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi yang lahir di sekitar tanggal
seharusnya ia lahir cenderung mempunyai berat lebih besar daripada bayi yang lahir lebih awal.

Apa risiko bayi yang memiliki berat badan kurang dari atau lebih dari normal?

Berat badan bayi dikatakan rendah bila kurang dari 2500 gram (BBLR), dan dikatakan berat bayi
besar bila lebih dari 4000 gram (bayi besar).

Bayi BBLR

Bayi baru lahir yang mempunyai berat badan rendah dapat meningkatkan risiko masalah
kesehatan di kehidupannya kelak. Bayi dengan berat badan rendah dapat mengalami masalah
nutrisi dan perkembangan di awal-awal kehidupannya, dan jika ia tidak bisa memperbaiki
masalahnya di tahun-tahun awal kehidupannya, maka dapat meningkatkan risiko masalah
kesehatan, seperti obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung, karena asupan
makanan yang ia konsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.

Jadi, masalah kesehatan pada bayi dengan BBLR mungkin dapat dihindari dengan cara
perbaikan gizi pada awal kehidupannya, sehingga bayi dapat mengejar ketertinggalannya. Selain
itu, masalah yang dihadapi bayi dengan BBLR juga tergantung dari apa yang menyebabkan ia
menjadi BBLR, pada tahap kehamilan yang mana bayi mengalami keterbatasan untuk bertumbuh
dalam rahim, dan seberapa parah tingkat BBLR-nya. Semakin kecil berat badan bayi lahir dan
semakin cepat bayi lahir, semakin besar juga risiko bayi untuk mengalami masalah kesehatan.

Bayi besar

Bayi besar bisa disebabkan oleh ukuran orangtua yang juga besar (genetik) dan kenaikan berat
badan ibu selama hamil yang berlebihan. Selain itu, juga dapat disebabkan karena ibu mengidap
diabetes saat hamil. Diabetes saat hamil atau dikenal dengan nama diabetes gestasional
menyebabkan glukosa darah ibu yang dialirkan ke bayi meningkat, sehingga tubuh bayi lebih
banyak memproduksi insulin. Kelebihan gula darah dan produksi insulin ini dapat menyebabkan
bayi tumbuh lebih besar dan cadangan lemak bayi juga lebih banyak, sehingga berat bayi lahir
bisa mencapai lebih dari 4000 gram.
Bayi besar ini dapat menyulitkan ibu saat melahirkan, dan mungkin harus diambil tindakan
operasi caesar untuk kelahirannya. Selain itu, bayi besar yang disebabkan oleh diabetes
gestasional dapat menyebabkan bayi juga mengalami masalah dengan pengaturan glukosa pada
tubuhnya, misalnya bayi dapat mengalami hipoglikemia (gula darah rendah) setelah bayi lahir.
Bayi besar juga dapat mengalami kesulitan bernapas, penyakit kuning (jaundice), dan
meningkatkan risiko cacat lahir.

Apa saja yang mempengaruhi berat lahir bayi?

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi, yaitu:

 Ukuran tubuh orangtua. Ukuran tubuh orangtua yang besar dan tinggi dapat mempunyai bayi
dengan ukuran yang lebih besar juga dibandingkan rata-rata bayi lainnya, sedangkan orangtua
yang pendek dan mungil mungkin dapat memiliki bayi yang juga kecil daripada bayi rata-rata.
 Bayi kembar. Bayi kembar atau lebih biasanya lahir dengan ukuran yang lebih kecil dari bayi
lainnya. Hal ini terjadi karena mereka harus berbagi ruang untuk bertumbuh dalam rahim, selain
itu juga biasanya bayi kembar lahir prematur.
 Kesehatan ibu selama kehamilan. Ibu hamil dengan tekanan darah tinggi atau masalah jantung,
atau ibu yang merokok, minum alkohol, dan obat-obatan selama kehamilan cenderung akan
melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Sedangkan ibu hamil yang menderita diabetes
atau obesitas selama kehamilan cenderung akan melahirkan bayi dengan berat badan lebih
besar. Oleh karena itu, sebaiknya Anda memeriksakan kondisi kesehatan Anda secara rutin
selama kehamilan.
 Nutrisi selama kehamilan. Tentu Anda sudah mengetahui bahwa nutrisi yang baik selama
kehamilan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi saat dalam
kandungan. Nutrisi yang buruk selama kehamilan dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi
dan pertumbuhan bayi selanjutnya. Sedangkan, jika ibu mengalami kenaikan berat badan yang
terlalu besar saat hamil, maka berisiko bayi lahir dengan berat yang lebih besar dari rata-rata
berat normal bayi.
 Kesehatan bayi. Masalah kesehatan yang dimiliki bayi, seperti cacat lahir atau penyakit infeksi
selama kehamilan, juga dapat berpengaruh terhadap berat bayi lahir dan pertumbuhan bayi
pada masa selanjutnya.

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi berat lahir bayi adalah jenis kelamin. Biasanya bayi
dengan jenis kelamin laki-laki cenderung mempunyai berat yang lebih besar daripada bayi
berjenis kelamin perempuan, namun perbedaan ini mungkin sangat sedikit. Selain itu, yang
mungkin mempengaruhi juga adalah urutan kelahiran, bayi pertama biasanya mempunyai berat
lebih kecil daripada bayi selanjutnya.

Apa Bedanya Persalinan Spontan Dengan


Persalinan Normal?
Oleh Adelia Marista Safitri Data medis direview oleh dr. Tania Savitri.

 1K+Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)1K+


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)

Persalinan normal adalah metode melahirkan yang paling diidam-idamkan oleh para ibu hamil.
Pasalnya, persalinan melalui vagina ini dinilai lebih cepat proses pemulihannya dibandingkan
persalinan caesar. Jadi, Anda bisa lebih cepat meninggalkan rumah sakit dan segera menjalani
masa-masa indah dengan bayi Anda.

Namun, persalinan normal sering kali disamakan dengan persalinan spontan. Meski sama-sama
merupakan persalinan lewat vagina, ternyata keduanya berbeda, lho! Lantas, apa itu persalinan
spontan? Baca terus ulasan berikut.

Apa itu persalinan spontan?

Persalinan spontan adalah proses persalinan lewat vagina yang berlangsung tanpa menggunakan
alat maupun obat tertentu, baik itu induksi, vakum, atau metode lainnya. Jadi, persalinan ini
benar-benar hanya mengandalkan tenaga dan usaha ibu untuk mendorong keluarnya bayi.
Persalinan ini dapat dilakukan dengan persentasi belakang kepala (kepala janin lahir terlebih
dahulu) maupun persentasi bokong (sungsang).

Beda persalinan spontan dengan persalinan normal

Persalinan spontan memang mirip dengan persalinan normal, namun keduanya tidaklah sama.
Perbedaannya terletak pada penggunaan bantuan alat dan juga posisi bayi lahir.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, persalinan spontan lebih mengandalkan tenaga dan
usaha ibu. Jadi, persalinan ini tidak membutuhkan induksi, vakum, atau metode lain untuk
mendorong persalinan sehingga bayi bisa dilahirkan secara normal. Sementara itu, jika
persalinan terjadi dengan bantuan induksi maupun vakum, maka persalinan ini termasuk dengan
persalinan normal.

Kedua tipe persalinan ini juga memiliki perbedaan dalam hal persentasi atau posisi bayi saat
lahir. Pada persalinan spontan, persalinan dapat terjadi pada persentasi belakang kepala (kepala
janin lahir terlebih dahulu) maupun persentasi bokong (sungsang). Sementara dengan persalinan
normal, persalinan biasanya lebih kepada persentasi belakang kepala.

Bagaimana proses persalinan spontan?

Lamanya proses persalinan tidak selalu sama pada setiap ibu hamil. Bila Anda melahirkan untuk
yang pertama kalinya, proses ini cenderung berlangsung selama 12 hingga 24 jam dimulai dari
awal pembukaan. Sementara itu, bila Anda sudah pernah melahirkan, proses melahirkan
selanjutnya biasanya terjadi lebih cepat, sekitar 6 sampai 8 jam.

Menjelang menghadapi persalinan spontan, Anda akan mengalami tiga fase yang menjadi sinyal
bahwa Anda siap untuk bersalin, di antaranya:

1. Terjadi pecah ketuban yang kemudian menyebabkan kontraksi. Saat kontraksi berlangsung,
serviks akan melebar secara bertahap sampai cukup fleksibel untuk memudahkan bayi keluar
dari rahim Anda.
2. Saat pembukaan mencapai diameter 10 cm (pembukaan 10), Anda akan mulai diarahkan untuk
mengejan oleh dokter guna mendorong bayi turun sampai ia lahir.
3. Dalam waktu satu jam, Anda akan melahirkan plasenta, yaitu organ yang menghubungkan
antara Anda dan bayi Anda untuk mengalirkan nutrisi dan oksigen melalui tali pusar selama
kehamilan.

Namun, tidak semua ibu hamil bisa langsung menjalani proses persalinan spontan. Terdapat
beberapa kondisi yang memungkinkan Anda untuk beralih ke proses persalinan caesar bila Anda
mengalami beberapa hal berikut:

 Plasenta previa, yaitu kondisi plasenta yang menutup sebagian atau seluruh serviks
 Virus herpes dengan lesi aktif
 Terinfeksi HIV yang tidak diobati
 Pernah menjalani proses caesar satu atau dua kali maupun pernah melakukan operasi rahim

Yang harus dipersiapkan sebelum menjalani persalinan spontan

Belakangan ini sudah banyak tersedia kelas ibu hamil yang bisa Anda manfaatkan untuk
menggali informasi seputar persalinan yang Anda idam-idamkan. Anda bisa menanyakan
berbagai macam hal yang mungkin menjadi kebingungan dan ketakutan Anda selama ini, di
antaranya:

 Cara mengetahui kapan Anda melahirkan


 Kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan dan persalinan
 Cara meredakan nyeri, baik dengan metode relaksasi atau epidural
 Cara bekerja sama dengan pendamping melahirkan
 Perawatan setelah melahirkan (post natal care), termasuk perawatan masa nifas
 Cara merawat bayi, dan sebagainya

Menjelang persalinan, tetap posisikan diri Anda dalam keadaan rileks, cukup asupan makanan
dan cairan, serta berpikir positif. Pasalnya, perasaan takut, gugup, dan tegang akan melepaskan
hormon adrenalin yang bisa memperlambat proses persalinan.

Yakinkan diri Anda bahwa Anda bisa melewati setiap proses persalinan normal seperti wanita
pada umumnya. Fokuskan bahwa sebentar lagi Anda akan bertemu dengan buah hati yang
selama ini Anda nantikan guna mempercepat proses persalinan

Kehamilan Lewat Waktu (Serotinus)


10 Jan

Pendahuluan
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode
terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung pada
kriteria yang dipakai.

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
dan belum terjadi persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang
beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Diagnosis usia kehamilan
lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele atau
dengan tinggi fundus uteri serial.

Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap
kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekonium dan asfiksia.

Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak
diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian paham. Dalam kenyataannya
kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin.
Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada
yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal
dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.

Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau
makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan
pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu
yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan
memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian
perinatal.

Definisi

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan yang dihitung dari
HPHT, di mana usia kehamilannya melebihi 42 minggu dan belum terjadi persalinan.

 Serotinus/postterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan berdasarkan


perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi persalinan
 Aterm adalah kehamilan 38-42 minggu (periode persalinan normal)
 Postmatur adalah penggambaran janin yang memperlihatkan adanya kelainan akibat
kehamilan yang berlangsung lebih dari yang seharusnya (serotinus).

Insidens

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik
menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam
kehamilan cukup bulan, di mana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5-7%.

Etiologi

Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering dijumpai
pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor
terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan
lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).

Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal
umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah
hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42
minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan
tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air
ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi
yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu
30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.

Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :

 Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.


 Tidak diketahui.
 Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
 Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
 Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
 Faktor genetik juga dapat memainkan peran.

Patofisiologi

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya his,
dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia
sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus,
vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban
berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan
setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi
plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami
insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar
(makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan
postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara
lain sebagai berikut :

1. Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian


perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan
dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesterone.

2. Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang
kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.

3. Teori Kortisol/ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal
janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin
tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4. Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan


kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.

5. Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

Resiko

Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan
aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-
lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku
memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi
gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan
ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam
saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration
syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin
terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi
uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering
dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Manifestasi Klinis

 Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara
subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10
kali/20 menit.
 Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui
dengan pemeriksaan USG.
 Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :

Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering,

rapuh, dan mudah mengelupas.

Stadium II : seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.

Stadium III : seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali

pusat.

Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :

1. Terhadap Ibu :

Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir,
maka akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.

2. Terhadap Bayi :

Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan
40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh
postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap
dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian
janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :

 Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)


 Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
 Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
 Verniks kaseosa di badan kurang
 Kuku-kuku panjang
 Rambut kepala agak tebal
 Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

Diagnosis

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi
kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan kesalahan
dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan
secara pasti diperkirakan sebesar 22%.

Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah
mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi
fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih
tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin
yang jarang.

Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat
pula hasil pemeriksaan antenatal.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilanlewat waktu, antara
lain :

1. HPHT jelas.
2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler, dan 19-20
minggu dengan fetoskop).
4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur kehamilan kurang dari
atau sama dengan 20 minggu.
5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia kehamilan,
oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan, seperti pemeriksaan
berat badan ibu, diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti :

1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu,
dan ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat
diikuti dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat
membantu diagnosis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal,
gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial
terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan.
Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia
kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk
menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI),
ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa,
terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut
warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan
bisa mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).

Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan.

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin,
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan :

1. Tes tanpa tekanan (non stress test).

Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila
diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar
janin baik.

2. Gerakan janin.

Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau
secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1
cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion,
maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.

3. Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik.
Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33%
asfiksia.

Tatalaksana

Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga
setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.

Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara
pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor
pelvik (pelvic score).

Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :

1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.


2. Induksi dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.

The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa kehamilan


postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi
persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya
monitoring janin lebih rendah.

Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat,
antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi
sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar,
dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.

Table 1. Skor Bishop

0 1 2 3
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Penurunan kepala dari Hodge III -3 -2 -1, 0 +1, +2
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Searah sumbu jalan
Posisi serviks Posterior Anterior
lahir
 Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
 Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.
 Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan
pengukuran PS lagi.

Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan
induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor
pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat dilakukan.
Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus
dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul
his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena
dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan
hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan
infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat
dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :

1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang

1. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
2. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi
menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

Pada kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu,
biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.

Komplikasi

1. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
1. Plasenta

 Kalsifikasi
 Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang
 Degenerasi jaringan plasenta
 Perubahan biokimia
1. Komplikasi pada Ibu

Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri
dan perdarahan postpartum.

2. Komplikasi pada Janin

Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.

1. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan
janin berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
2. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma
aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau
pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4
kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester
ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila
keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2
minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan
menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya
kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan
para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan
tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak
hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari
pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari
sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi,
usia kehamilannya saat ini 9 minggu

KEHAMILAN POST TERM


Juni 12, 2012

KEHAMILAN POST-TERM

1. Defenisi
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada janin terdapat
tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).

Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama
menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin (
Varney Helen, 2007).

Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (Prawirohardjo, 2008).

2. Insiden

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik
menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam
kehamilan cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi
insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.

3. Etiologi

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor penyebab
kehamilan postterm adalah :

 Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan


endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan postterm
adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.

 Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau
dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.

 Teori Kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin,
diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.

 Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi
uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali
pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.

 Heriditer

Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren
(1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya mengalami kehamilan postterm.

4. Tanda Bayi Postmatur

Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2008) :

 Stadium I

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah
mengelupas.

 Stadium II

keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum
yang bercampur air ketuban.

 Stadium III

Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat
persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium
(kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera
dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.

Menurut Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:

 Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).


 Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
 Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
 Verniks kaseosa di badan berkurang.
 Kuku-kuku panjang.
 Rambut kepala agak tebal.
 Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
5. Patofisiologi

 Sindrom posmatur

Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas lebar-
lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut
matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku
biaanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena
berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur
Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi
yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.

Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum
dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43
minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya
secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.

 Disfungsi plasenta

Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang mencapai
41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali pusat yang abnormal
pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm.

Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa beras
pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu.
Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri
khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.

 Gawat janin dan Oligohidramnion

Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat
yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama
bila disertai dengan ologohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu,
mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi
mekonium.

 Pertumbuhan janin terhambat

Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya tanpa
komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan Clausson., (1999) telah menganalisis
kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara 1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran
medis nasional swedia. Bahwa pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia
gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan
pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang
merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.

 Serviks yang tidak baik

Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada wanita
dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi serviks
adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam persalinan.

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN VARNEY

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dana keadaan klien. Pada langkah pertama ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Data-data yang dikumpulkan yaitu:

1) Data Subjektif

 Identitas ibu dan suami

Yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon
dan alamat.

Bertujuan untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan
alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor resiko yang mungkin
terjadi.

 Keluhan utama

Merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan kesehatan dan apa-apa saja yang
dirasakan klien.

Kemungkinan yang ditemui pada kasus persalinan postterm ini adalah ibu mengeluhkan bahwa
kehamilannya telah lewat dari taksiran persalinannya, tiadk datang haid lebih dari 10 bulan, dan
gerakan janin berkurang dari biasanya.

 Riwayat Perkawinan

Kemungkinan diketahui status perkawinan, umur waktu kawin, berapa lama kawin baru hamil.
Yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu memiliki faktor resiko.

 Riwayat menstruasi
Yang dikaji adalah HPHT,menarche, siklus haid, lamanya, banyaknya dan adanya dismenorrhoe
saat haid yang bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis persalinan post term dari siklus
haidnya .

 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Yang dikaji adalah fisiologi jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia
kehamilan aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan postterm, jenis
persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul dan adanya riwayat persalinan
dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa 3P telah bekerja sama dengan baik, penyulit yang
bertujuan untuk mengetahui penyulit persalinan yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu
kemungkinan adanya keadaan lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta keadaan anak
sekarang.

 Riwayat kehamilan sekarang

Yang dikaji yaitu riwayat hamil muda dan tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk
mengetahui taksiran persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan
muda maupun tua yang pernah dialami. Kemungkinan kapan merasakan gerakan janin pertama
kali. Kemingkinan apakah ada pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesahatan, mendapatkan
imunisasi TT, dan teblet Fe, Kemingkinan adanya tanda-tanda persalinan: keluarnya blood slem,
keluar air-air, nyeri pinggang menjalar ari-ari.

 Riwayat Kesehatan

Yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma, TBC,
epilepsi dan PMS serta ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan
pernah transfusi darah atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.

 Riwayat kesehatan keluarga

Yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM,
hipertensi, ginjal, asma, riwayat keturunan kembar atau riwayat kehamilan postterm yang
bertujuan agar dapat mewaspadai apakah ibu juga berkemungkinan menderita penyakit tersebut.

 Riwayat kontrasepsi

Kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat kontrasepsi atau tidak.

 Riwayat seksualitas

Yang dikaji apakah aktifitasnya normal atau ada gangguan.

 Riwayat Sosial, ekonomi, dan budaya


Yang dikaji hubungan klien dengan suami, keluarga, dan masyarakat baik. Kemungkinan ekonomi
yang kurang mencukupi, adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi kesehatan kehamilan dan
persalinannya.

 Riwayat spiritual

Yang dikaji apakah klien masih dapat melakukan ibadah agama dan kepercayaannya dengan baik.

 Riwayat psikologis

Yang dikaji apa tanggapan klien dan keluarga yang baik terhadap kehamilan dan persalinan ini.
Kemungkinan klien dan suaminya mengharapkan dan senang dengan kehamilan ini. Atau
kemungkinan klien cemas dan gelisah dengan kehamilannya.

 Kebutuhan dasar

Kemungkinan pemenuhan kebutuhan bio-psiko yang meliputi makan terkhir bertujuan untuk
mengetahui persiapan tenaga ibu untuk persalinan.BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk
mengetahui apakah ada penghambat saat proses persalinan berlangsung.

2) Data Objektif

Data dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.

 Pemeriksaan umum

Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat penting
dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan tidak adanya
kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat
badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.

1. Pemeriksaan khusus
1. Inspeksi
Yaitu periksa pandang yang dimulai dari kepala hingga kaki. Yang terpenting adalah mata
(konjungtiva dan sklera) untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema),
leher apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe sedangkan
untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor,
tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat
pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi
genitalia bagian luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah
serta HIS.
2. Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:

Leopold I :
Untuk menentukan TFU (tidak sesuai dengan TFU normal, > TFU normal) dan apa yang terdapat
dibagian fundus (TFU dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal
pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin.

Leopold II:

Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya. Pada dinding
perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong
atau kepala.

Leopold III:

Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah BTJ sudah
terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah kepala.

Leopold IV:

Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan dilakukan
perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.

 Auskultasi

Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau tidak,
intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang
dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.

 Perkusi

Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B atau
penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.

 Penghitungan TBBJ

Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan untuk mengetahui
taksiran berat badan janin dan dalam persalinan postterm biasanya berat badan janin terjadi
penurunan karena terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin
terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.

 Pemeriksaan Panggul

Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban, presentasi dan posisi, adanya
caput atau moulage, bagian menumbung atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk
promontorium, linea innominata, sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica, coksigis dan
arcus pubis > 900).

 Pemeriksaan Penunjang
Kadar lesitin/spinngomielin

Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar 22-
28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio
menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi
hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang
berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amniom

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42
minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan
ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa
kehamilan berlangsung lewat waktu.

Sitologi cairan amnion

Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang
mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau
lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 75 %. Perlu
diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.

Darah

 Yaitu kadar Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah ≥ 11 gr% (TM I dan TM III 11 gr % dan
TM II 10,5 gr %)
 Hb ≥ 11 gr% : tidak anemia
 Hb 9-10 gr% : anemia ringan
 Hb 7-8 gr% : anemia sedang
 Hb ≤ 7 gr% : anemia berat
 Urine

Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine. Untuk klien dengan kehamilan dan persalinan
normal protein dan glukosa urine negative.

2. Interprestasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa tapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhan
terhadap klien. Masalah ini sering menyertai diagnosa. Diagnosa yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan harus memenuhi stadar nomenklatur diagnosa kebidanan, yaitu:

1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi


2. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3. Memiliki ciri khas kebidanan
4. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
5. Didukung oleh Clinikal Judgement dalam lingkup praktek kebidanan

Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen penting di dalamnya yaitu:

 Diagnosa

Ibu hamil G P A H Post-term usia kehamilan 42 minggu, janin hidup, tunggal, letak kepala,
intrauterine, keadaan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik.

Dasar : Diagnosa setiap kala persalinan berbeda dan diagnosa ditetapkan bertujuan untuk
mengetahui apakah ada penyimpangan. Untuk persalinan postterm dapat ditegakkan dengan
mengetahui HPHT serta menetukan taksiran persalinan dan mengetahui gerakan janin pertama kali
dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC lainnya.

a) Riwayat Haid

Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui
dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain,

 Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya


 Siklus 28 hari dan teratur
 Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele. Berdasarkan


riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan dan persalinan postterm
kemungkinan adalah sebagai berikut:

 Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal.
 Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
 Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan
(keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).

b) Tes Kehamilan

Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan
kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.

c) Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu.
Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida
pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22
minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multigravida.

d) Denyut Jantung Janin (DJJ)

Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan sebagai berikut:

 Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.


 Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
 Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.
 Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.

e) Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat
bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri
dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

f) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir
dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging
(crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

g) Pemeriksaan Radiologi

Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis femur bagian distal paling
dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur
kehamilan 36 minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.

 Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu.

Dasar: Kehamilan ibu telah lewat waktu, dan gerakan janin berkurang dari yang dirasakan
biasanya.

 Kebutuhan

Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:


 Berikan ibu dukungan psikologis.

Dasar: Karena kehamilan sudah lewat waktu.

 Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu saat persalinan.

Dasar : karena ibu merasa cemas dengan kehamilan posterm ini.

 Lakukan episiotomi untuk mempercepat kala II dan bila terjadi gawat janin.

Dasar : ibu mengalami posterm, janin besar dan terjadinya gawat janin.

 Jahit laserasi akibat episiotomi.

Dasar : karena akibat robekan perinium dari proses persalinan.

 Berikan ibu rasa nyaman dengan membersihkan dan mengganti pakaian ibu.

Dasar : karena ibu dalam proses persalinan.

 Penuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu.

Dasar : Kebutuhan cairan teruma pada saat proses persalinan meningkat.

 Anjurkan ibu untuk istirahat.

Dasar : Ibu lelah karena dalam proses persalinan.

3. Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah
potensial ini benar-benar terjadi.

Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah:

a) Terhadap Ibu

 Potensial partus lama

Dasar : karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, moulding kepala kurang. (Prawirohardjo,
2006).

 Potensial trauma langsung persalinan pada jalan lahir


Dasar :

 Robekan luas
 Fistula rekto-vasiko vaginal
 Ruptura perineum tingkat lanjut
o Potensial Infeksi

Dasar : Karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi kontaminasi bacterial.

 Potensial Perdarahan

Dasar : Trauma langsung jalan lahir dan kontraksi uterus yang tidak terkoordinir.

b) Terhadap Janin

Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia, hipoksia, hipovolemia, asidosis,
hipoglikemia, hipofungsi adrenal sampai kematian dalam rahim.

 Potensial gawat janin atau oligohidramnion

Dasar: Karena diameter tali pusat yang mengecil dan penurunan volume cairan amnion,ena terlalu
lama terjepit. Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan
yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali pusat
yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm.

 Potensial Kematian Janian

Dasar : Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42
minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang
sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom
aspirasi mekonium.

4. Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain yang sesuai dengan kondisi klien. Adapun
tindakan segera yang dilakukan adalah:

 Untuk gawat janin.

Tindakan yang dilakukan jika terjadi gawat janin adalah

 Atur posisi ibu miring kekiri.


 Berikan oksigen 6 liter/menit.
 Lakukan episiotomi.
 Injeksikan dexamethason.
 Pemberian cairan oral atau parenteral ( infus Dextrose 10 % tetesan cepat)
 Pengotrolan BJJ diwaktu his dan diluar his.
 Lakukan resusitasi setelah janin lahir.
o Perdarahan postpartum.
o Pasang infuse RL dan oksigen.
o Periksa laserasi.
o Jahit laserasi.
o Berikan uterotonika.
o Kolaborasi dengan tim medis untuk pengakhiran kehamilan.Lakukan manual atau KBI dan
KBE pada kasus atonia uteri.

5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh

Suatu rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak baik bidan maupun klien agar
perencanaan dapat dilakukan dengan efektif. Semua keputusan harus bersifat rasional dan valid
berdasarkan teori serta asumsi yang berlaku tentang apa yang akan dan tidak dilakukan. Dari hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan sesuai dengan kebutuhan
yaitu:

 Rawat klien dikamar bersalin untuk memantau proses persalinan.


 Buat tanda persetujuan tertulis untuk perawatan dan tindakan klien dirumah sakit dan jelaskan
tentang peraturan dikamar bersalin.
 Kala I

Tindakan yang perlu dilakukan adalah:

 Melakukan pemeriksaan TTV setiap 2-3 jam.


 Pemeriksaan DJJ setiap ½ jam dan setiap 5 menit jika terjadi gawat janin.
 Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
 Memperhatikan keadaan patologis.
 Pasien tidak diperkenankan mengedan.
 Memberikan dukungan psikologis.
 Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami,keluarga.
 Mengatur aktivitas dan posisi.
 Menjaga privasi.
 Penjelasan tentang kemajuan persalinan.
 Menjaga kebersihan diri.
 Mengatasi rasa panas
 Pemenuhan nutrisi dan hidrasi
 Kala II
o Posisi ibu saat meneran (posisi duduk atau setengah duduk, posisi jongkok atau berdiri,
posisi merangkak atau berbaring miring kekiri).
o Memberikan dukungan pada ibu.
o Memimpin mengedan.
o Pemantauan DJJ setiap selesai mengedan.
o Menolong kelahiran bayi (dengan melakukan episiotomi jika terjadi gawat janin).
o Periksa tali pusat.
o Melahirkan bahu.
o Melahirkan sisa tubuh bayi.
o Bayi dikeringkan dan dihangatkan seluruh tubuhnya.
o Melakukan rangsangan taktil.
o Lakukan resusitasi jika ditemukan bayi asfiksia.
o Kala III
 Manajemen aktif kala III (injeksi oksitosin 10 iu secara im, melakukan PTT,
massase fundus uteri).
 Pelepasan plasenta
 Pemeriksaan plasenta dan selaputnya
 Pemeriksaan laserasi

1. Lakukan massase uterus untuk merangsang kontraksi.
2. Evaluasi TFU.
3. Jahit laserasi.
4. Bersihkan ibu dang anti pakaian.
5. Evaluasi KU ibu.
6. Pantau TTV, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua.
7. Pantau suhu ibu selama dua jam pertama
8. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam
satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua
9. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus yang
normal
10. Lakukan perawatan bayi dengan memberikan vitamin K dan salep mata
11. Bersihkan peralatan.
12. Penuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu.
13. Anjurkan ibu utuk istirahat.
14. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
15. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala empat
persalinan dihalaman belakang partograf.
 Kala IV

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC

Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
Kehamilan Lewat Waktu, Sampai Kapan
Persalinan Harus Ditunggu?

Kehamilan umumnya dikatakan berlangsung selama 9 bulan, namun sebenarnya secara medis
usia kehamilan dinyatakan dalam minggu dan hari. Taksiran persalinan atau yang banyak dikenal
sebagai estimated due date (EDD) dihitung sebagai 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama
haid terakhir (HPHT). Diperkirakan hanya 4% wanita hamil yang akan melahirkan pada tanggal
taksiran persalinan mereka. Normalnya durasi kehamilan adalah 37-42 minggu, yang disebut
sebagai kehamilan cukup waktu ( term).

Kehamilan lewat waktu (KLW) merupakan kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
atau 294 hari dari HPHT. Frekuensi terjadinya KLW dilaporkan sebanyak 3-12%. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah memastikan usia kehamilan mengingat sebagian besar KLW
disebabkan oleh salah menghitung usia kehamilan (inaccurate dating). Idealnya, usia kehamilan
ditentukan saat awal kehamilan. Meskipun HPHT secara tradisional dapat digunakan untuk
memperkirakan taksiran persalinan namun metode ini tidak akurat terutama bagi wanita yang
memiliki siklus haid tidak teratur. Variasi waktu ovulasi dapat menyebabkan kesalahan dalam
penentuan usia kehamilan yang berakibat pada taksiran persalinan yang lebih cepat atau lebih
lambat dari seharusnya. Penentuan usia kehamilan secara akurat membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) pada awal kehamilan (di bawah 20 minggu).

Penyebab Kehamilan Lewat Waktu


Pada sebagian besar kasus KLW, penyebabnya tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko seperti janin laki-laki, kehamilan pertama, atau adanya riwayat KLW pada
kehamilan sebelumnya, serta faktor genetik. Wanita yang dilahirkan ‘lewat waktu’ memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mengalami KLW juga.

Komplikasi Kehamilan Lewat Waktu


KLW memiliki risiko terkait ibu dan janin seperti yang tercantum di bawah ini.
Risiko pada janin dan bayi baru lahir:

1. Kematian janin atau bayi baru lahir.


Risiko kematian perinatal pada usia kehamilan 42 minggu meningkat dua kali lipat dibanding
pada usia 40 minggu, meningkat 4 kali lipat pada 43 minggu, dan 5-7 kali lipat pada 44 minggu.

2. Ukuran bayi yang besar.


Bayi yang dilahirkan lewat waktu berisiko mengalami komplikasi terkait ukuran yang besar
(makrosomia, yakni berat bayi melebihi 4500 gram) yaitu mengalami persalinan yang lama dan
sulit hingga potensi trauma persalinan (patah tulang atau cedera saraf) terutama jika terjadi
kesulitan melahirkan bahu yang besar (distosia bahu).

3. Aspirasi mekonium.
Setelah lewat waktu, janin cenderung menghasilkan mekonium (feses) yang berasal dari saluran
pencernaan yang kemudian dialirkan ke cairan ketuban. Dalam kondisi stress, ada kemungkinan
janin akan menghirup cairan ketuban yang mengandung mekonium ini sehingga menyebabkan
masalah pernafasan saat bayi lahir. Sindroma aspirasi mekonium merupakan suatu kesulitan
pernapasan yang ditandai dengan frekuensi napas yang meningkat, sianosis (badan kebiruan),
dan penurunan kapasitas paru pada bayi baru lahir yang terpapar mekonium di dalam rahim dan
banyak terjadi pada bayi yang dilahirkan lewat waktu.

4. Fetal dysmaturity
Hal ini disebut juga sebagai ‘Sindroma Postmatur’yang mengacu pada terhambatnya
pertumbuhan janin di dalam rahim setelah lewat waktu karena penurunan aliran darah ibu
melalui plasenta ke janin. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat akibat
cairan ketuban yang berkurang (oligohidramnion), keluarnya mekonium, maupun komplikasi
jangka pendek bayi baru lahir (gula darah rendah, kejang, gangguan pernapasan).

Risiko pada ibu:


1. Kesulitan persalinan
2. Peningkatan insiden laserasi (robeknya) perineum berat (derajat 3 dan 4) akibat makrosomia
3. Kenaikan tingkat tindakan operatif persalinan pervaginam (vakum dan forceps) maupun
tindakan operasi sesar.
Untuk meminimalisir resiko – resiko dari KLW, sangat dianjurkan bagi para ibu melakukan
pemantauan janin antenatal. Tes ini memberikan informasi tentang kondisi janin untuk
menentukan risiko dan manfaat melanjutkan kehamilan. Pemantauan umumnya mulai dilakukan
pada 41 minggu sebanyak dua kali seminggu. Metode pemantauan janin dilakukan melalui
beberapa cara, antara lain ‘Nonstress Testing’ (memonitor denyut jantung janin melalui alat kecil
yang ditempatkan di perut ibu), dan ‘Biophysical Profile’ (meliputi ‘Nonstress testing’ dan USG
untuk menilai jumlah cairan ketuban dan aktivitas janin)

Lalu sampai kapan harus menunggu? Keputusan yang harus diambil saat berhadapan dengan
KLW adalah menentukan waktu yang tepat untuk kelahiran. Pada kasus tertentu seperti pada
hasil tes kondisi janin yang tidak baik, cairan ketuban yang sedikit, pertumbuhan janin
terhambat, atau pada penyakit tertentu yang diderita ibu seperti hipertensi dan kencing manis
maka kehamilan bisa diakhiri lebih awal yaitu pada 40 minggu bahkan 39 minggu. Pada
kehamilan risiko rendah umumnya dilakukan induksi (perangsangan) persalinan elektif pada 41
minggu. Sejumlah studi menunjukkan bahwa induksi pada usia kehamilan ini tidak
meningkatkan angka operasi sesar dan tidak menambah kesakitan maupun kematian pada janin,
justru baik ibu maupun janin memperoleh manfaat dari induksi rutin di usia 41 minggu pada
kehamilan risiko rendah dengan usia hamil yang akurat, antara lain penurunan kejadian kesulitan
persalinan dan sindroma aspirasi mekonium disamping juga ‘cost-effective’. Namun pada
beberapa kehamilan dengan perkiraan janin makrosomia dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan
dengan operasi sesar

You might also like