Professional Documents
Culture Documents
KEBANGKITAN NASIONAL
Siang hari yang sangat terik di kota Surabaya, beragam kendaraan hilir-mudik saling bergantian
melewati panasnya kota Surabaya. Suara bising kendaraan bermotor, kepulan asap knalpot, dan
meriahnya suara klakson mengiringi langkah saya memacu kuda besi tercinta. Rasa panas dan
dahaga mengiringi serta langkah saya, namun tak juga menghentikan perjalanan di kala itu. Tak
lupa, saya berhenti sesekali tuk melihat arah yang ditunjukan oleh gawai. Tanpa terasa waktu telah
berlalu dan akhirnya sampai juga di salah satu tujuan destinasi wisata Kota Surabaya, Museum Dr.
Soetomo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gedung Nasional Indonesia.
Gedung Nasional Indonesia merupakan salah satu gedung yang bernilai sejarah yang berada di
Kota Pahlawan. Gedung ini terletak di Jalan Bubutan, Bubutan, Kota Surabaya dekat dengan Tugu
Pahlawan Kota Surabaya. Gedung ini didirikan pada tahun 1930 yang berfungsi sebagai tempat
berkumpul para cendekiawan serta masyarakat untuk menyusun strategi perlawanan terhadap
kaum Penjajah. Setelah merdeka, gedung ini kemudian dialihfungsikan sebagai tempat
mengadakan kesenian wayang, ludruk, dan gamelan sebelum adanya Cak Durasim. Lalu, berubah
fungsi lagi menjadi tempat berkumpul masyarakat sekitar, hingga akhirnya diresmikan menjadi
museum pada tanggal 29 November 2017 (Kompas.com, 2017) oleh Walikota Surabaya Dr. Ir. Tri
Rismaharini M.T. atau sapaan akrab beliau Bu Risma. Hal tersebut dilakukan karena menurut
beliau, kota Surabaya merupakan Kota Pahlawan sehingga perlu adanya wisata sejarah tentang
pahlawan.
Kembali ke cerita, di depan gedung terdapat patung Dr. Soetomo yang diresmikan oleh Walikota
Surabaya periode 1980, Drs. Moehadji Widjaja. Memasuki gedung, saya sudah disambut oleh
motor-motor yang diparkir di halaman gedung. Jumlah motor yang terparkir sangat sedikit,
awalnya saya pikir itu adalah motor dari pengunjung namun ternyata setelah saya periksa lagi
motor-motor tersebut merupakan milik petugas Gedung. Di samping halaman terdapat sanggar
yang digunakan untuk meletakkan foto-foto serta narasi-narasi kisah Dr. Soetomo yang
meceritakan sepak terjang beliau berorganisasi dari dibentuknya Organisasi Boedi Oetomo tahun
1908 yang akhirnya dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, kiprahnya dalam mendirikan
Perhimpunan Pelajar (PPI) di Amsterdam tahun 1919-1923, membentuk Indonesische Studie Club
(ISC) Soerabaja pada tahun 1924 yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Surabaya di kala
itu. ISC dibentuk sebagai pengganti pola gerakan Boedi Oetomo yang masih berbasis kebudayaan
serta pendidikan menjadi lebih luwes bergerak dalam bidang politik yang akhirnya pada tahun
1930 berganti nama menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI). Akan tetapi PBI masih bergerak di
daerah sehingga pada akhir tahun 1935, beliau berusaha menyatukan PBI, Jong Celebes, Jong
Sumatera, Jong Ambon, Boedi Oetomo, dan lainnya menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra)
dengan semangat kebangsaan tentunya.
Museum Dr. Soetomo memiliki tiga zona, zona pertama di dalam gedung dengan dua lantai, zona
kedua di sanggar, dan zona ketiga yaitu makam beliau sendiri. Awalnya saya tidak kepikiran
tentang hal tersebut, namun ternyata ada seorang guide yang bertugas dan menyarankan saya untuk
melihat-lihat ke dalam gedung yang merupakan zona satu meskipun saya sudah berkeliling di zona
kedua. Di dalam gedung, ada guide satu lagi yang lumayan cantik rupanya (abaikan, plak… XD)
yang menyambut saya lalu menyuruh saya mengisi buku tamu. Gedung dengan ruangan yang
cukup luas serta didinginkan oleh hembusan udara dari Air Conditioner membuat saya tidak
merasakan lagi teriknya Surabaya di kala siang panas itu. Kumpulan foto serta narasi menghiasi
dinding ruangan, menceritakan sepak terjang Dr. Soetomo sejak lahir hingga wafat. Di salah satu
sudut ruangan tersebut terdapat sebuah peta replika milik Dr. Soetomo yang digunakan oleh beliau
berkeliling Pulau Jawa untuk bertugas sebagai dokter penyakit kulit dan kelamin.
Karena terlalu asyik membaca narasi di lantai satu, saya akhirnya disadarkan oleh Guide untuk
naik ke lantai dua. Rasa penasaran terus membayangi apa yang ada di lantai dua, begitu sampai
ruangan yang ada sangat luas tidak seperti lantai satu yang dipisahkan oleh sekat. Lantai dua berisi
beberapa barang peninggalan Dr.Soetomo seperti kursi bedah, stetoskop, alat bedah, tas kerja, serta
barang lainnya. Sedangkan terdapat beberapa barang yang merupakan replika. “Kami membuat
tempat operasi beliau semirip mungkin berdasarkan foto yang ada karena Rumah Sakit tempat
beliau bekerja (RS Simpang) sekarang sudah dijadikan pusat perbelanjaan Delta Plaza”, ujar Guide
tersebut. Menurut penuturan guide bahwa barang-barang peninggalan Dr. Soetomo yang berasal
dari Rumah Sakit dikumpulkan oleh teman sejurusan beliau, Prof. Dr. Indropo Agusni yang hingga
saat ini masih hidup dan diketahui keberadaannya. Setelah menjelajahi zona satu dan dua,
kemudian saya bermaksud memasuki Makam Dr.Soetomo di zona ketiga. Letak makam beliau
tidak jauh dengan zona kedua sanggar yaitu sebelah barat sanggar. Seperti yang tertulis pada salah
satu narasi di dalam gedung, bahwa Dr.Soetomo mewasiatkan kepada teman-teman dan
keluarganya supaya dimakamkan di dekat Gedung Nasional Indonesia karena sebagai tanda
kecintaan beliau terhadap perjuangan masyarakat Indonesia. Ada satu kalimat menarik yang
dikutip dari tulisan beliau pada tanggal 11 Juli 1925 pada prasasti di samping makam beliau yang
berbunyi: