Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
A. Motivasi
1. Definisi
Menurut wEbster’s new collegiate dictionary, motif berarti “sesuatu ( kebutuhan atau
hasrat ) yang menyebabkan seseorang untuk bertindak.” Memotivasi sebaliknya,
berarti “ untuk memberikan suatu motif ”, dan motivasi didefinisikan sebagai “
tindakan atau proses memotivasi “. Dengan demikian motivasi merupakan tindakana
atau proses memberikan suatu motif yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
aksi. Dalam banyak situasi, motivasi berasal dari beberapa kebutuhan yang mengarah
pada perilaku yang menghasilkan beberapa reward ketika kebutuhan sudah terpenuhi.
2. Teori motivasi
Ahli psikologi telah menelaah motivasi manusia secara komprehensif dan menyusun
sejumlah teori mengenai apa yang memotivasi manusia. Teori motivasi ini juga
mencakup teori yang berokus pada motivasi sebagai :
a) Kebutuhan karyawan dalam berbagai bentuk
b) Faktor ekstrinsik
c) Faktor instrinsik
2
Mencakup tempat tinggal, lingkungan permukiman yang aman,
lingkungan kerja yang sehat dan aman, akses ke pelayanan kesehatan,
uang, dan kebutuhan dasar lainnya
3. Kebutuhan untuk disayangi dan dicintai
Mencakup keinginan untuk kontak sosial ( pergaulan ) dan interaksi,
pertemanan,kasih sayang, dan berbagai jenis dukungan lainnya
4. Kebutuhan untuk dihargai
Mencakup status, pengakuan, dan pandangan positif
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Mencakup keinginan untuk berprestasi, pengembangan diri dan otonomi
c. Pertumbuhan
Berkaitan dengan dua kebutuhan terakhir sehingga menggabungkan dua
kebutuhan yaitu kebutuhan untuk dihargai dan aktualisasi diri
3
Teori dua faktor herzberg
Memoditifikasikan lebih lanjut teori kebutuhan Maslow dan memadukan dua
area kebutuhan yang memotivasi karyawan . Dua area tersebut dinamakan
1. Higiene
area ini ditandai sebagai motivator dengan tingkat yang lebih rendah dan
mencakup, misalnya, ‘’kebijakan dan admistrasi perusahaaan ,
penyeliaan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji, status dan
keamananan
2. Motivator
Area ini menekankan faktor-faktor dengan tingkat yang lebih tinggi dan
berfokus pada aspek pekerjaan, misalnya “ prestasi, pengakuan, prestasi,
pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab atau kemajuan “
4
B.F.Skinner ( 1953 ) mempelajari perilaku manusia dan menyatakan
bahwa individu termotivasi ketika perilaku mereka diperkuat, teori
B.F.Skinner terdiri atas 4 macam penguatan. Dua penguatan yang pertama
berkaitan dengan pencapaian perilaku yang diinginkan, sementara dua
penguatan terakhir mengacu pada perilaku yang tidak diinginkan.
a) Penguatan positif
Berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang mengompensasi perilaku
positif
b) Belajar menghindar
Terjadi ketika tindakan dilakukan untuk mengompensasi perilaku yang
menghindari perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku negatif.
Penguatan itu terkadang disebut sebagai penguatan negatif
c) Hukuman
Mencakup tindakan yang dirancang untuk mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dengan menciptakan konsekuensi negatif bagi
individu
d) Pemusnahan
Mencerminkan penghilangan reward positif untuk perilaku yang tidak
diinginkan
5
Membahas harapan individu dan mengkonsumsikan bahwa mereka
termotivasi oleh kinerja dan hasil akhir yang diharapkan dari perilaku
mereka sendiri ( Vroom , 1964 )
3) Teori penetapan tujuan locke
Mengonsumsikan bahwa dengan menetapkan tujuan, individu akan
termotivasi untuk bertindak guna mencapai tujuan tersebut ( Locke &
Latham, 1990 )
Teori manajemen motivasi
Teori motivasi lainnya dipengaruhi oleh aspek manajemen, seperti
prokdutivitas, sumber daya manusia dan peryimbangan lainnya. Teori
yang paling terkenal terkait aspek manajemen antara lain :
1) Teori manajemen ilmiah
Gagasan frederick taylor yang diterapkan oleh gilbrets dalam film
cheaper by the dozen, berfokus pada pengkajian proses pekerjaan,
yang menentukan cara paling efisien untuk mengerjakannya, dan pada
gilirannya memberikan reward pada karyawan untuk produktivitas dan
kerja kerasnya. Teori ini berpandangan bahwa manusia dapat
termotivasi dan mampu untuk terus bekerja lebih keras dan lebih
efisien dan bahwa karyawan harus dibayar berdasarkan jumlah dan
mutu kerja yang mereka lakukan. Selama ini, konsep tersebut dibatasi
oleh kapasitas karyawan untuk terus meningkatkan kuantitas pekerjaan
yang dihasilkan tanpa mengurangi mutunya.
2) Teori X dan teori Y McGregor
Konsep ini sekali lagi dikembangkan berdasarkan teori herzberg dan
mengembangkan konsep manajemen sumber daya manusia terhadap
motivasi. Teori ini pertama – tama mngelompokkan manajer ke dalam
salah satu dari dua kelompok yang ada. Manajer dalam teori X
memandang karyawan sebagai orang yang tidak memiliki motivasi dan
tidak suka bekerja. Dalam konsep ini peran manajer diokuskan pada
higiene dan untuk mengendalikan serta mengarahkan karyawan,
menurut teori ini karyawan hanya peduli dengan masalah keselamatan.
Sebaliknya manajer dalam teori Y berfokus pada motivator Herzberg
dan bekerja membantu karyawan untuk mencapai tingkat yang lebih
tinggi tersebut. Dalam mengkaji teori ini peneliti menemukan bahwa
6
pendekatan motivasi dari sudut pandnag ini ternyata bersifat jangka
pendek
3) Teori Z ouchi
Teori ini berasal dari gagasan bahwa karyawan yang terlibat dan
berkomitmen terhadap organisasi aan termotivasi untuk meningkatkan
produktivitas. Didasarkan atas pendekatan orang jepang pada
manajemen dan motivasi, manajer dalam teori Z memberikan reward,
misalnya perpanjangan pekerjaan promosi jabatan, manajemen
partisipatif, dan teknik lain untuk memotivasi karyawan. ( Ouchi,
1981).
B. Kepemimpinan
1. Definisi
Kepeimpinan disefinisikan oleh para pemikir sebagai berikut :
a. Menurut stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas.
Ada tiga implikasi penting dalam kepemimpian yaitu seagai berikut
Kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut), kwalitas
seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari
pemimpin.
Kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para
pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk
mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya
7
anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan
pimpinan.
Kepemimpinan disamping dapat mempengaruhi bawahan juga mempunyai
pengaruh. Dengan kata lain seorang pimpinan tidak dapat mengatakan kepada
bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana
bawahan melaksanakan perintah pemimpin.
b. Inu Kencana, 2003 Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar
“pimpin” (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalam terdapat dua
pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah
ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang
mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan kominikasi sehingga orang
lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Dan setelah
ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai.
Apabila dilrengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (leadership)
berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta
membujuk pihak lain agar melakuakan tindakan pencapaian tujuan bersama,
sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat
proses kelompok.
c. Miftah mendefinisikan kepemimpinan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi
perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Nawawi dan M. Martin mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan
menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan
kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya.
2. Teori Kepemimpinan
Ada 3 teori kepemimpinan sesuai dengan hakikat kepemimpinan
a) Teori tingkat I : kepemimpinan berkembang pada orang – orang yang mempunyai
nama besar ( terkenal ) dan dilahirkan dengan sifat / bakat memimpin ( trait )
b) Teori tingkat II : kepemimpinan berkembang karena situasi lingkungan
yang kondusif. Interaksi yang terjadi dengan lingkungannya memungkinkan
kepemimpinan seseorang muncul
c) Teori tingkat III : kepemimpinan berkembang pada sebuah organisasi terkait
dengan proses pencapaian tujuan organisasi dan langkah – langkah untuk
mencapainya ( goal setting and attainment )
8
TEORI KEPEMIMPINAN TINGKAT I
9
kurang menyeluruhnya sifat – sifat sejati sesorang pemimpin yang dapat
dikembangkan pada semua kondisi ( lingkungan ), terutama sifat – sifat pemimpin
yang berkembang karena pengaruh lingkungan.
1. Teori situasi
Teori ini muncul karenan kegagalan aliran teori trait. Menurut teori ini , yang
disebut dengan pemimpin adalah mereka yang berani mengadakan perubahan
drastis apabila situasi memberikan peluang kedepannya. Secara prinsip, teori
kepemimpinan berdasarkan situasi ini dapat diterapkan pada berbagai jenis
lingkungan budaya. Teori ini menjelaskan bahwa kepemimpinan meruakan
sebuah proses yang bisa memengaruhi kelompok dalam situasi, waktu, dan
lingkungan tertentu untuk mencapai tujuan bersama dengan cara yang
memuaskan.
Sisi positif teori ini adalah digunakannya berbagai variabel lingkungan untuk
mengkaji fenomena munculnya kepemimpinan yang kompleks pada diri seorang
pemimpin
2. Teori interaksi
Berdasarkan teori ini bukan hanya faktor sifat dan situasi saja yang menentukan
seseorang sebagai pemimpin. Interaksi kedua faktor tersebut justru dapat
memunculkan seorang pemimpin. Yang menjadi ciri khas teori ini adalah di
pertimbangkannya kebutuhan dan tujuan kelompok yang dipimpin.
Kepemimpinan akan muncul kalau terjadi interaksi antara perilaku seseorang
dengan perilaku kelompok. Interaksi diawali dengan perilaku seseorang yang
berusaha memengaruhi kelompoknya. Perilaku orang ini mendapat tanggapan
dari kelompoknya. Proses interaksi seperti ini berkembang timbal balik. Semakin
sering terjadi proses interaksi antara calon pemimpin dan kelompoknya, semakin
meningkat pula efektivitas kepemimpinannya.
Teori ini harus dibedakan menjadi dua, yaitu situasi yang potensial mendorong
terjadinya interaksi antara seorang pemimpin dengan kelompok pengikutnya, dan
10
situasi yang menghalangi terjadinya interaksi. Kepribadian seseorang dan
intensitas interaksi dengan kelompok akan menentukan efektivitas kepemimpinan
seseorang. Teori interaksi merupakan kombinasi antara teori situasi dengan teori
kepribadian ( trait ). Sisi positif teori interaksi ini adalah dukungan terhadap
gagasan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin kalau situasinya
memungkinkan. Tetapi teori ini tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk menilai
keberhasilan kepemimpinan seseorang, karena kepemimpinan didasarkan pada
proses interaksi dengan kelompok yang dipimpin.
Teori ini membahas berbagai aspek kepemimpinan yang dianggap lebih efektif dari
gaya kepemimpinan yang dibahas sebelumnya. Orientasi teori ini adalah perumusan
upaya untuk mencapai tujuan organisasi ( goal directed behavior ). Teori ini
menguraikan pergeseran kepemimpinan dari proses yang memengaruhi kelompok
terorganisir ke arah perumusan dan pencapaian tujuan ( goal setting and attainment ).
Teori kepemimpinan tingkat III ini akan melahirkan berbagai teori barru tentang
kepemimpinan
11
rencana dan mengukur kemajuan yang sudah dicapai. Aspek kepemimpinan
menurut teori ini akan terlihat pada implementasi setiap fungsi manajemen.
2. Teori fungsi eeksekutif ( zalenznik, 1966 )
Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi hubungan interpersonal dengan
kelomok yang dipimpin. Melalui hubungan interpersonal ini, ia memengaruhi
perilaku kelompok secara terstruktur untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini,
pemimpin berperan menjaga keseimbangan kehidupan organisasi ( homeostatic
role ), atau ia bertindak sebagai mediator ( mediative role ) dengan
lingkungannya, termasuk melakukan inovasi ( proactive role ). Pilihan pemimpin
terhadap perannya tergantung dari orientasinya terhadap manusia atau tugas, atau
kombinasi diantara keduanya ( fusi ). Kepribadian seseorang pemimpin juga akan
memengaruhi peran yang lebih ditonjolkan ( primer atau sekunder ) selama ia
memimpin organisasinya.
Zalenzik beranggapan bahwa kepribadian dan kebutuhan seorang pemimpin
sangat memengaruhi gaya kepemimpinannya. Inti pokok pembahasan teori ini
bersumber pada asumsi tentang motivasi manusia.
Tabel 5.1
Fungsi Eksekutif dan Kegiatan Pemimpin Menurut Zaleznik ( 1966 )
12
pemimpin adalah menciptakan kondisi agar karyawan mampu menyelesaikan
tugas – tugasnya secara optimal.
13
yang perlu iambil untuk mencapai tujuan organisasi akan memengaruhi persepsi
kelompok tentang bentuk penghargaan yang mereka terima. Situasi seperti ini
akan meningkatkan motivasi dan kepuasan anggota sepanjang perilaku pemimpin
jelas menuju pada tercapainya tujuan organisasi.
7. Contingency Theory ( Fiedler, 1967 )
Kepemimpinan menurut Fidler adalah hubungan interpersonal yang memberikan
kekuasaan dan pengaruh lebih besar kepada salah satu pihak dibandingkan
dengan pihak lainnya. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki pemimpin,
ia akan mampu mengarahkan dan mengawasi tindakan dan perilaku
kelompoknya. Besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oelh
seorang pemimpin merupakan kondisi yang mempengaruhi diri pemimpin. Tiga
jenis situasi yang berpengaruh pada gaya kepemimpinan menurut teori ini adalah
hubungan pemimpin dengan anggota, struktur ( orientasi ) tugas, dan posisi
pemimpin dalam organisasi serta besarnya kekuasaan yang diberikan kepadanya.
Ketiga faktor tersebut akan menentukan apakah situasinya akan menguntungkan
atau tidak bagi pemimpin untuk mengarahkan sifatnya melakukan berbagai
aktivitas mencapai tujuan organisasi.
8. Teori tiga dimensi ( hersey dan blanchard, 1988 )
Teori ini berkembang berasarkan pemikiran bahwa tidak ada satupun gaya
kepemimpinan yang efektif untuk semua situasi. Kekuatan yang adda pada diri
pemimpin dan yang dimiliki oleh kelompok ( hubungan interpersonal diantara
keduanya ), serta situasi lingkungan ( orientasi tugas ) akan ikut menentukan
gaya kepemimpinan seseorang jika ia berhubungan denga stafnya. Jika ketiga
faktor tersebut digunakan untuk membahas teori kepemimpinan, akan muncul
teori tiga dimensi tentang kepemimpinan yang efektif.
Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin yang ditujukan
untuk memengaruhi kegiatan kelompok ( staf ). Pola perilaku pemimpin menurut
teori ini dikelompokkan ke dalam empat gaya kepemimpinan seperti yang terkait
di masing – masing kuadran pada bagan 5.1. faktor lain yang diperkirakan
memengaruhi aktivitas staf dalam melaksanakan tugas adalah motivasi dan
kemauan, kemampuan atau kecakapan mereka. Faktor ini disebut faktor kesiapan
( readiness ) atau kedewasaan ( kematangan ) staf dalam melaksanakan tugas –
tuganya.
14
Bagan 5.1
Empat Gaya Kepemimpinan ( Herset & Blanchard )
A B
Tinggi
C
HAM dan orientasi tugas rendah D
( Delegating )
Kesiapan staf
HAM rendah , orientasi tugas tinggi
( Telling )
Rendah Tinggi
ORIENTASI TUGAS
Kesiapan Staf
Tinggi Sedang Rendah
S1 S2 S3 S4
Mampu dan mau Mampu tapi tak Tidak mampu Tidak mampu dan
mau tapi mau tidak mau
Staf yang mengatur Pimpinan yang mengatur
15
Participating : pemimpin mengembangkan curah pendapat dengan staf dan
memfasilitasi mereka agar mampu mengambil keputusan sehubungan dengan tugas yang
dilakukan. Kelompok dianggap sudah lebih siap melaksanakan tugas – tugasnya.
Pemimpin dan kelompok sama – sama melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas –
tugas dalam organisasi
Delegating : pada situasi ini, pemimpin menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya
kepada kelomok karena staf dianggap sudah banyak siap melaksanakan tuganya dan
mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Situasi seperti ini, pemimpin
mulai mengurangi hubungan interpersonalnya dengan staf dan juga mengurangi
pengaruhnya terhadap tugas – tugas kelompok.
Teori ini dikembangkan berdasarkan dua faktor penentu (dimensi), yaitu orang dan
produksi. Grid (kisi kisi kepemimpinan) terdiri dari sembilan kotak yang kalau
dikombinasikan antara faktor orientasi orang dan produksi akan menghasilkan lima gaya
kepemimpinan .
9.1 Perhatian manajer kepada produk sangat tinggi sementara perhatiannya terhadap
orang ( hubungan interpersonal) rendah. Pemimpin memberikan perhatian tinggi
kepada peningkatan produktivitas organisasi dengan menerapkan kekuasaan dan
keenangannya secara maksimal melalui perintah kepada staf tentang apa dan bagaimana
seharusnya mereka melaksanakan tugas tugasnya.
1.9 Sebaliknya perhatian terhadap produksi sangat rendah, tetapi perhatian terhadap
manusia tinggi. Dalam situasi seperti ini , manajer memberikan perhatian tinggi pada
orang untuk menunjukkan sikap kolegalitasnya kepada semua staff tanpa mempedulikan
produktivitas kerja kelompok. Gaya kepemimpinan seperti ini berkembang pada model
manajemen yng disebut “country clu management”
1.1 Perhatian rendah , baik terhadap orang maupun produksi . masa kerja manajer dengan
gaya kepemimpinan seperti ini tidak akan ertahan lama dalam seuah organisasi.
16
5.5 “Middle of the road theory “ organisasi dengan aya kepempinan seperti ini akan
erada dalam keadaan statusuo karena hubunga interpersonal dan produktivitas
organisasinya tidak dikembangkan
9.9 Gaya ini memadukan orientasi yang tinggi kepada manusia maupaun produksi . Gaya
kepemimpinan seperti ini lebih “goal centered”. Pendekatan kerja tim ( team approach)
diarahkan untuk mencapai hasil yang optimal melalui partisipasi, dan komitmen staff
secara penuh. Setiap anggota kelompok akan berusaha memecahkan konflik yang terjadi
diantara mereka dan pemimpinannya.
Teori kepemimpinan akan lebih menarik dikaji kalau setiapp teori bisa dikaitkan dengan
ciri ciri kepemimpinan ( tipe dan gaya ) seseorang yang memimpin seuah, organisasi,
baikdisektor pemerintah maupuan swasta . Di indonesia dikenal dengan filsafat atau gaya
kepemimpinan Tut Wuri Andayani (TWA). Klau gaya ini dikaji menggunakan teori
situtional leadership ( Hersey and Blanchard) tentu akan menarik. Prinsip TWA akan
lebih mudah diterapkan pada berbagai situasi tergantung dari kematangan individu atau
kelompok yang dipimpinan.
Bagan 5.2
Managerial Grid ( Blake and Mouton )
1.9 9.9
Orientasi
orang 5.5
1.1 9.1
17
yang dipimpin, dan faktor ketiga tergantung pada situasi. Teori ini disebut dengan
continuum leadership, dikemangkan oleh Tannenaum, Weschter dan Massarik tahun
1961.
Kekuatan diri yang dimiliki seorang pemimpin dengan gaya ini atau yang
berkembang pada organisasi yang dipimpinanya terletak pada sistem niali yang
dianut, tingkat kepercayaan yang diberikan oleh kelompok, dan situasi yang
memberiakn kemudahan pada pemimpin ini memainkan peranya. Perasaan aman
(security feeling) kelompok dijamin seorang pemimpin pada saat menghadapi situasi
lingkungan yang berubah, merupakan faktor kekuatan pada diri seorang pemimpin.
Sistem nilai yang berkembang pada diri seseorang ( kekuatan pada diri pemimpin)
dapat dilihat dari orientasi pada saat melaksanakan tugas , kesiapannya memikul
tanggung jawab, dan kesediannya melimpahkan wewenang kepada bawahan.
Tingkat keyakinan ( perasan aman ) yang berkembang pada diri pemimpin sangat
tergantung dari kepercayaan kelompok yang dipimpin. Pemimpin yang merasa yakin
dengan pengetahuan dan kemampuan kelompoknya, dan menganggap kelompoknya
mampu memecahkan masalahnya sendiri serta siap memikul tanggung jawanya ,
cenderung akan memagi tanggung jawanya kepada anggota kelompoknya, terutama
pada saat memuat keputusan. Beberapa pemimpin ada yang senang menerima
kontrol dari kelompoknya, sementara pemimpin yang lain kurang nyaman
menerimanya. Pemimpin yang merasa nyaman memaikan peran kepemimpinanya
dan senang menerima kontrol dari bawahannya, termasuk pemimpin yang suka
berbagi tanggung jawab dengan kelompok pada saat membuat keputusan. Toleransi
terhadap sistem situasi lingkungan yang cepat berubah dab kedewasaan kelompok
akan menjadi faktor penentu gaya kepemimpinan seseorang.
Faktor yang berkembang pada kelompok yang dipimpin juga akan mempengaruhi
gaya kepemimpinan seseorang. Pemimpin akan memberikan kebebesan lebih banyak
kepada kelompok jika kondisi kelompok sudah dianggap dewasa (matang dalam
pekerjaan), atau sebaliknya. .Kondisi kelompok untuk bisa mendapatkan kebebasan
dari pimpinanya adalah
a. kebutuhan untuk bebas mandiri
b. kesiapan mengambil tanggung jawab
18
c. toleran terhadap situasi yang cepat berubah
d. komitmen terhadap tujuan bersama
e. mempunya minat yang tinggi untuk menyelesaikan tugas tugas kelompok
f. mempunyai kemampuan menyelesaiakn tugas tugas klompok
g. ingin ikut mengambil tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Jika ketujuh kondisi ini tidak berkembang pada kelompo, gaya kepemimpinan
seseorang akan cenderung mengurangi kebebesan kelompok. Meskipun semua
kondisi tersebut sudah berkembang pada kelompok, pengawasan juga tetap
diperlukan dari pemimpin. Jika harapan kelompok untuk berkembang bisa terpenuhi,
organisasi akan berkembang lebih solid, dan produktif dalam melaksanakan tugas
tugasnya (Stogdill 1974).
Porsi kebebasan yang diberikan kepada kelompok, dan porsi pengaasan yang dimiliki
oleh pemimpin amat ditentukan oleh situasi yang berkembang pada organisasi.
Tradisi dan sistem nilai yang berkembang pada sebuah organisasi memepengaruhi
interaksi antara kelompok dan pemimpinya. Tradisi seperti ini merupakan pedoman
yang tidak tertulis. Selain itu, semakin kompleks stuktur organisasi akan semakin
mengurangi ineraksi atara pemimpin dan kelompok. Demikian pula dengan tingkat
kepercayaan pada peimpin dan lamanya seseorang bergabung dalam organisasi.
Kondis sepertiitu akan memepengaruhi peranan seseorang pemimpin didalam
kelompok. Kaeren akerja sama kelompok dianggap sangat penting untuk
meningkakan efektivitas kerja kelompo, pengalamn positif seorang pemimpin dimasa
lalu ketika bekerjasama dengan kelompok yang akan menumbuhkan tantangan baru
untuk meningkatakan kerja sama antara kelompok dengan yang memimpin.
Tugas dan masalah yang dihadapi seorang pemimpin akan menentukan apakah ia
akan membagi tanggung jaab dalam membuat keputusan dengan kelomponya. Waktu
yang terbatas akan mengurangi kemungkinan pemimpin berbagi tanggung jawab
dengan anggota kelompoknya dalam membuat keputusan. Kelompok biasanya
memerlukan waktu yang lebih lama untuk membuat konsensus. Dengan aktu yamg
lebih pnjang, tentu akan lebih banyak input yang diperoleh dari kelompok. Gaya
kepemimpinan seseorang sangat erat kaitannya dengan porsi pengaasan terhadap
bawahan dan besarnya kebebesan yang diberikan kepada bawahan. Gaya
19
kepemimpian dapat dibagi menjadi tiga, yaitu autocratic, democratic, dan Laisse –
faire (free rein). Ketiganya didasarkan pada kebebasan yang diberikan kepada
kelompok untuk merumuskan tujuan. Autocratic style adalah gaya
kepemimpinanyang memberikan porsi pengawsan lebih besar kepada pemimpin
sehingga semakin sempit ruang kebebsan berinisiatif bagi kelompok yang dipempin.
Laisse – faire atau free rein style adalah sebaliknya. Gaya kepemimpinan diantara
keduanya adalah gaya kepemimpinan democratic .
Kurt Lewin, Lippit dan White (1939) membedakan tiga gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpian yang autocratic ( AUTORITARIAN, RESTRICTIVE,
DIRECTIVE ). Pemimpin menentukan semua kebijakan, kemudian memberiakn
petunjuk untuk penerapan nya. Pengumuman keputusannya tanpa memerlukan
feed back atau umpan balik dari kelompok yang dipimpin. Metode untuk
melaksanakan keputusan tersebut dijelaskan secara bertahap. Hanya pemimpinlah
yang perlu memilikiawasan menyeluruh tentang apa yang perlu dilaksankan
pemimpinlah yang menentukan langkah langkah interaksi yang perlu
dilaksanakan. Umpan balik kepada naggota hanya diberikan dalma betuk pujian
atau kritik. Memberiakn umpan balik terhadap informasi dari pemimpin akan
mengembangkan figur kepemimpinan yang menjurus gaya paternalistik(father
knos best).
Gaya democratic (participative egalitarian). Pemimpin menyarankan kepada
anggota kelompok mengembangkan keputusannya sendiri . mula mula pemimpin
meberikan awasan kepada anggota kelompok tentang tugas tugas kelompok yang
harus dikerjakan dan langkah langkah yang perlu diambilsebelum kelompok
mulai melaksanakan tugasnya. Kelompok diberiakn kebebasan melakukan
kegiatan dan berinteraksi satu sama lain. Umpan balik diberiak secara objektif
kepada kelompok sesuai dengan situasi yang berkembang dilingkungan. Versi lain
dari gaya kepemimpian democratic adalah collaborative dan collegial democratic
style.
Gaya Laisser – faire ( permisssive freen rein ). Gaya kepemimpinan ini
memberiakn kebebasan penuh kepada kelompok. Dukungan fasilitas daan
sumberdaya sudah tersedia dan anggota diminta bekerja secara optimal.
20
Pemimpin hanya bertugas memberikan tanggapan kalau ada pertanyaan yang
diajukankan kepadanya. Umpan balik tidak pernah diberikan kepada anggota
kecuali diminta. Pemimpin dengan gaya Laissez – faire disebut seorang liberator
Dari berbagai penelitian tantang gaya kemimpinan dapat disimpulkan baha kelompok
yang berada dibawah gaya kepimpinan yang autocratic akan menjadi kelompok yang
merasa tertekan. Kelompok ini selalu membutuhkan perhatian dan persetujauan
pemimpinya. Anggota kelompok di bawah gaya kepimimpinan democratic kurang
mengalami tekanan pada saat mereka menghadapi tugas. Hubungan antara individu
didalam kelompok ini lebih kohesif dibandingkan kelompokdibaah gaya autocratic.
Tetapi produktivitas kedua kelompok tidak berbeda satu dengan yang lainnya.
Anggota kelompok dibawah gaya kepemimpinan Laissez – faire malah kurang
produktif selalu merasa kurang puas dengan organisasinya dan hubungan antara
individu kurang kohesif. Karena salah satu gaya kepemimpinan kurang efektif jika
diterapkan untuk semua situasi maka berkembanglah kombinasi ketiga gaya
kepemimpian tersebbut. Kombinasinya menghasilkan gaya kepemimpianan
multicratic, yaitu serangkaian perilaku pemimpin yang berkembang untuk
menghadapi berbagi berbagai jenis situasi (O’ Donnovan 1975)
C. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Nursalam (2007) menyatakan, komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat
menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang
lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan Menurut Potter
dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang
terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya
dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
2. Prinsip-prinsip Komunikasi
21
Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu :
- Perawat harus mengenal dirinya sendiri
- Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya, dan
menghargai
- Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien
- Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun mental
- Perawat harus dapat menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi pasien
- Kejujuran dan terbuka
- Mampu sebagai role model
- Altruisme
- Bertanggung jawab
3. Komponen-komponen dalam Komunikasi
a) Sender (pemberi pesan): individu yang bertugas mengirimkan pesan.
b) Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk
pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
c) Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan
efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan.
d) Media: metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis,
diucapkan, diraba, dicium. Contoh: catatan atau surat adalah kata; bau badan atau
cium parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
e) Umpan balik: penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada
pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan
proses yang kontinue karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan
berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan.
4. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
a. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan mempengaruhi
baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima
komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur,
bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan,
lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman.
22
Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat
mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat
memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka
pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima
dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan
yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
b. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang
kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi
yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
5. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan
terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan
kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial
dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini
menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai
bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang
sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok.
Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar
individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai
salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada
unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu
23
yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu
yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan
secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin termasuk keperawatan,
unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran
dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi
menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga
maupun masyarakat yang ada di rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi
pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi
antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada
umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap buruknya
komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan.
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:
a) Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
b) Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah
secara terapeutik.
c) Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan interpersonal
yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi
yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan
oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model
konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai
contoh adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model
konseptual proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau
24