Professional Documents
Culture Documents
1. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer C Suzanne,
2002)
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas tulang. Patahan ini mungkin tidak
lebih dari suatu retakan , suatu pengisutan atau perimpilan korteks (Aris Budiyanto,
2009).
2. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
Fraktur Tibia Proksimal
Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia
proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan
kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Contohnya pada orang yang sedang berjalan
lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.
Manifestasi Klinis :
Luka pada daerah yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit, kadang-
kadang ditemukan deformitas varus atau valgus pada lutut.
Penatalaksanaan
a. Nonoperatif
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, antara lain:
- Perban elastik (teknik Robert Jones)
- Memasang gips (long leg plaster)
- Traksi skeletal menurut cara Appley. Pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3
proksimal dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang
cukup (> 6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat
digerakkan.
b. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas
lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan
buttress plate dan cancellous screw.
Fraktur Antebrakhial Distal
Ada empat macam fraktur yang khas:
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh
beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang
terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
Manifestasi Klinis
- Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan
sendi distal radius
- Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
- Subluksasi sendi radioulnar distal
- Avulsi prosesus stiloideus ulna.
Penatalaksanaan
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan
pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai
dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi
fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna
(untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk
mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4- 6 minggu.
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu
sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi Klinis
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar
pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi
ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu
diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan
badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan
berat badan yang memberi gaya supinasi.
Manifestasi Klinis
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada
pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.
Manifestasi Klinis
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe
ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi.
Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan
radius.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi
penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat
semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku
fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan
reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).
Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras. Biasanya fraktur
ini disertai dengan kontusio jantung.
Manifestasi Klinis
Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan cepat.
Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara manubrium sternum
dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan ada atau tidaknya aritmia atau
bising jantung untuk mengetahui adanya kontusio jantung.
Penatalaksanaan
Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan
anestesi setempat infiltrasi atau blok.
Flail Chest
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total
dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih
mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan
terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi
berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.
Manifestasi Klinis
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya
gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal, flail chest
yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan
kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi
penimbunan sekret-sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan
terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
Penatalaksanaan
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat
menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea,
hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan
ventilasi dengan tekanan positip.
Fraktur Humerus
Dibagi menjadi:
1. Fraktur suprakondilar humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi,
lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur
pada suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke
anterior dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan
bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus
mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang
disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis
yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-
tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness,
Puffyness, Paralyses).
Manifestasi Klinis
Pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi
siku dalam posisi fleksi (semifleksi).
Penatalaksanaan
Bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan
fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku
diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam
posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab).
Pascareposisi harus juga diperiksa denyut arteri radialis untuk menghindarkan
terjadi komplikasi iskemia Volksmann.
2. Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf T atau Y.
Manifestasi Klinis
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.
Penatalaksanaan
Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya
konservatif, biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk
mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan
pemasangan fiksasi interna dengan lag-screw.
3. Fraktur batang humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma langsung yang
menyebabkan garis patah transveral atau kominutif.
Manifestasi Klinis
Terjadi functiolaesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus
dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis,
akan terjadi wrist drop (drop hand).
Penatalaksanaan
Tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini
sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab
atau hanging cast selama 6 minggu.
4. Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur
impaksi.
Manifestasi Klinis
Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi
merupakan fraktur yang stabil.
Penatalaksanaan
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila
disertai dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips
spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.
Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi akibat
luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau penggilasan.
Manifestasi Klinis:
Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada
sisi dada yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam. Usahakan
mencari jejas luka. Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara
dalam jaringan subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga
ditekan secara lembut. Bila terdapat fraktur, akan timbul rasa nyeri yang hebat.
Pada kasus yang meragukan, dada ditekan secara lembut dengan kedua tangan
pemeriksa yang masing-masing diletakkan di bagian anterior dan posterior bagian
yang sakit. Biasanya timbul nyeri bila terdapat fraktur iga di daerah tersebut. Cara
ini tidak boleh dila.kukan bila terdapat tanda-tanda efusi pleura atau tanda-tanda
trauma intratorakal lainnya.
Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakea dan jantung untuk
melihat adanya pergeseran mediastinum. Pada fraktur iga sederhana biasanya tidak
ditemukan tanda-tanda trauma intratorakal. Fraktur iga-iga atas, klavikula, atau
skapula secara tidak langsung menunjukkan trauma yang bermakna. Selain itu
cedera vaskular harus dicurigai.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks
lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
Penatalaksanaan
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal.
Fraktur Jari-jari Tangan
Ada tiga macam fraktur yang khas:
1. Baseball finger (Mallet finger)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal pada
insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba
fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi
fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
Manifestasi Klinis
Pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada ujung distal falang.
Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal dan
terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut.
Penatalaksanaan
Dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting dengan posisi
ujung jari hiperekstensi pada sendi interfalang distal sedangkan sendi
interfalang proksimal dalam posisi sedikit fleksi (Mallet splint).
2. Boxer fracture (street fighter’s fracture)
Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur kolum metakarpal
V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan
tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
Penatalaksanaan
Reposisi tertutup dengan cara membuat sendi metakarpofalangeal dan
interfalang proksimal dalam keadaan fleksi 90°, kaput metakarpal V didorong
ke arah dorsal, lalu imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.
3. Fraktur Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.
Manifestasi Klinis
Tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I, nyeri tekan, dan
sakit ketika digerakkan.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi dan abduksi dari
ibu jari tangan, diimobilisasi. Kadang-kadang pada keadaan yang tidak stabil,
perlu reposisi terbuka dengan kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup
di bawah C arm dan diikuti dengan asi dengan memakai wire (percutaneus
pinning).
Fraktur Kompresi Tulang Belakang
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari
bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
Manifestasi Klinis
Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya
spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. Perlu
diperiksa keadaan neurologis serta kemampuan miksi dan defekasi.
Penatalaksanaan
1. Bila sederhana (stabil atau tak ada gejala neurologik)
Istirahat di tempat tidur, telentang dengan dasar keras dan posisi miring ke
kiri dan ke kanan untuk mencegah dekubitus (5 pillow nursing) selama 2
minggu.
Bila sakit, diberikan analgetik.
Pada fraktur yang stabil, kalau tak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih
otot-otot punggung dalam 1 -2 minggu. Dilanjutkan dengan mobilisasi;
belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tak ada apa-apa pasien dapat
pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3 - 4 minggu.
2. Bila dengan kelainan neurologik
Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari
fraktur, dan karena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit atau
inkomplit. Kalau pada observasi keadaan neurologis memburuk, segera
dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi
tulang belakang. Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis,
indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi
dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur tulang belakang dengan defisit
neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi), setelah 6
minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan
menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva,
tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi
manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung skapula.
Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.
Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi. Daerah yang
patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan.
B. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur inkomplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang) seperti:
- Hair Line Fraktur (patah retak rambut)
- Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
- Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang
C. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
D. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement (Rasjad, 2008).
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
E. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
F. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
3. ETIOLOGI FRAKTUR
Menurut Buku Saku Patofisiologi Elizabeth J.Corwin penyebab fraktur adalah sebagai
berikut :
a. Trauma
Trauma langsung : trauma yang menyebabkan fraktur pada titik terjadinya
trauma. Sering bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Misalnya saat seseorang tertabrak mobil pada tungkai atas maka di tempat
trauma tersebut terjadi fraktur.
Trauma tidak langsung : trauma yang menyebabkan fraktur di tempat yang jauh
dari titik terjadinya trauma. Hal ini disebabkan karena tulang yang mengalami
trauma memiliki hantaran vektor yang lemah pada kekerasan. Seperti jatuh
dengan telapak tangan sebagai penyangga, dimana telapak tangan yang
mengalami trauma namun lokasi fraktur bisa pada lengan atas.
Trauma akibat tarikan otot : trauma yang dapat menyebabkan dislokasi dan
patah tulang. Contohnya fraktur pada patella dan olekranon karena kontraksi
biseps dan trisep secara mendadak.
Stress
Kelelahan atau stress : terjadi pada orang - orang yang melakukan aktivitas
berulang - ulang pada satu daerah tulang misalnya pebulu tangkis dan pelari.
Patologis
Kelemahan tulang : tekanan yang normal dapat menyebaban fraktur pada
tulang yang lemah. Biasanya akibat infeksi dan penyakit metabolisme seperti
osteoporosis, osteomyelitis, dan tumor pada tulang.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hitung Darah Lengkap
a. Hb dan Ht bisa meningkat (hemokonsentrasi) maupun menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
b. Untuk pemeriksaan diagnostik bisa dengan pemeriksaan LED ( Laju Endap
Darah) yang merupakan marker untuk peradangan dimana menunjukkan
peningkatan saat terjadi kerusakan jaringan yang sangat luas.
c. Pemeriksaan jumlah leukosit yang menampakkan peningkatan, hal ini normal
setelah terjadinya trauma
d. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
e. Alkali fosfat meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
f.Enzim-enzim otot seperti laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amini
transfererasi (AST), aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang
b) PEMERIKSAAN RADIOLOGI
- Foto polos dan CT scan
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur secara langsung, biasanya dilakukan
sesudah dan sebelum operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
Namun CT scan lebih jelas dari foto polos.
- MRI
- Ultrasonografi (USG)
- Bone scanning
- Venogram/ anterogram untuk melihat arus vaskularisasi
- Iodium Imaging
Pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang
- Artroskopi
Didapatkan jaringan ikat yang rusak dan sobek karena trauma yang berlebihan
- Elektromiografi
Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur
- Skor tulang tomografi, skor C1, Mr1
Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
7. PENATALAKSANAAN
A. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh
dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat
bagi fragmen tulang.
3) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas
dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan (Reksoprodjo, 2005).
B. PENATALAKSANAAN NONFARMAKOLOGI
Menurut buku Klien gangguan Sistem Musculosceletal oleh Suratun dkk
penatalaksanaan non farmakologi adalah sebagai berikut :
1. Meninggikan bagian yang sakit untuk mengontrol pembengkakan.
2. Istirahat, mencegah cedera tambahan ,dan mempercepat penyembuhan.
3. Pemberian kompres dingin selama 20-30 menit .Selama 24-48 jam pertama
setelah cedera dapat menimbulkan vasokonstriksi yang akan mengurangi
perdarahan ,edema dan ketidaknyamanan.
4. Pemasangan balut tekan elastis dapat mengontrol perdarahan ,mengurangi
edema, dan menyokong jaringan yang cedera.
5. Status Neurovaskuler ekstremitas yang cedera dipantau sesering mungin
6. Pembedahan jika ada robekab serabut otot dan terputusnya ligament
7. Imbilisasi dengan gips
8. Latihan aktif dan pasif prgresif boleh dimulai dalam 3-5 hari .Sprain berat
mungkin perlu diimobilisasi 1-3 minggu sebelum latihan perlindungan dimulai.
Latihan awal yang berlebihan dalam perjalanan terapi dapat memperlama
penyembuhan.Strain dan Sprain memerlukan beberapa minggu sampai beberapa
bulan untuk sembuh.Pembidain diperlukan untuk mencegah cedera ulang.
9. Fisiotherapy
Alat untuk mobilisasi mencakup exercise, ROM pasif dan aktif
- ROM pasif untuk mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan
ROM normal pada sendi
- ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot
9. KOMPLIKASI FRAKTUR
a) Komplikasi Awal
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
b) Komplikasi Dalam Waktu Lama
Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik (Rasjad, 2008; Ethel, 2003).