Professional Documents
Culture Documents
Di Susun Oleh :
Dr.Dewi Kurnianingsih
Penbimbing :
Dr.Waluya Jati
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan mini project penelitian ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga mini project dengan judul “Hubungan Pemberian
ASI EKSKLUSIF Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada
BAYI di Puskesmas Cikarang” ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi puskesmas untuk mengevaluasi hal-hal yang berkaitan
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Bayi di Puskesmas Cikarang
.
Penulis menyadari bahwa mini project ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan mini project penelitian ini.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR .........................................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………24
LAMPIRAN……………………………………………………………………………...25
Soal Pre/Post Test……………………………………………………………………..25
Dokumentasi Kegiatan………………………………………………………………..30
Media Penyuluhan…………………………………………………………………….32
3
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit
infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat
menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, mengi) bahkan sampai gejala berat
(sianosis, pernapasan cuping hidung).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di
Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0%, tidak jauh
berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA tertinggi
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%, diikuti kelompok umur kurang dari
1 tahun sebesar 22,0%. ISPA mengakibatkan sekitar 20-30% kematian pada balita.
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting untuk
menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi pada bayi.
ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa diberikan
makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus diberi makanan
pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun atau lebih.
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu maupun bayinya.
Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin kasih sayang , tetapi
juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemuihan kesehatan
ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko terkena kanker payudara. ASI sendiri
mengandung banyak faktor kekebalan yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai
macam penyakit.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah yaitu
apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
ISPA pada bayi di Puskesmas Cikarang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA pada
pemberian ASI eksklusif.
1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
bagi perumusan program baru di Puskesmas Cikarang yang bisa meningkatkan
angka frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi, sehingga dapat menurunkan
angka kejadian ISPA.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara berkembang dan
sering menyerang anak-anak terutama bayi dan balita. Di Bangladesh, ISPA
merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian sebesar dua per tiga dari
total kematian anak berusia di bawah satu tahun. Insidens kejadian ISPA menurut
kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang
dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Di Indonesia, angka kejadian ISPA
pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat
(28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). ISPA paling banyak diderita oleh kelompok usia 1-
4 tahun (25,8%). Tidak ada perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun
perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan
ekonomi menengah ke bawah.
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Etiologi
ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus,
Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain dari golongan
Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA
disebabkan oleh virus.
6
2.4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
a. ISPA bagian atas
Yang termasuk ISPA bagian atas adalah nasofaringitis atau common cold,
faringitis akut, rhinitis akut, dan sinusitis akut.
b. ISPA bagian bawah
7
2. Faktor host (pejamu)
a. Usia
ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak berusia kurang
dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih besra daripada anak yang
lebih tua karena pada usia kurang dari 2 tahun anak tersebut belum memiliki
imunitas yang sempurna dan lumen saluran napas yang relatif sempit.
b. Jenis kelamin
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA daripada
perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat perbedaan
angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.Terdapat sedikit
perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan,
namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR.22 Bayi BBLR
memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang mengakibatkan
bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain itu, bayi BBLR juga
memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru
yang masih kurang jumlahnya, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang masih
lemah. Bayi BBLR juga mudah mengalami infeksi paru dan gagal napas.
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang.
Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti antibodi.
Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik sistem kekebalan
tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan virus sangat
dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh baik,
maka seseorang akan kebal terhadap serangan virus. Selain itu, kesembuhan dari
penyakit akibat serangan virus juga akan lebih cepat. Anak dengan malnutrisi
juga lebih sering mengalami ISPA dibandingkan dengan anak dengan gizi yang
baik.
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih sering
mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat komplikasi
dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyit masih
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor genetik dan kualitas
8
vaksin.
f. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangan
ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA
menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang dapat ke sarana pelayanan
kesehatan sudah dalam keadaan berat.
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan merupakan
langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan
memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi khususnya ISPA.21
ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan bermanfaat terhadap pencegahan
ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal kehidupan bayi hingga bayi berusia
6 bulan, salah satunya adalah imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak
ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).
Selama minggu pertama kehidupan (4-6 hari) payudara ibu akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal yang banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh
(imunoglobulin, komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang
sangat penting untuk melindungi bayi dari serangan infeksi.
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA
sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung lebih sering
mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara eksklusif lebih
besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif.21 Kematian
akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih banyak pada bayi yang diberi
susu formula dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan yang
berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan pencemaran
udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit yang
penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernapasan. Karena itu, secara epidemiologi, udara mempunyai peranan
yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran pernapasan. Selain itu, faktor
dari lingkungan yang meningkatkan risiko terjadinya kejadian ISPA adalah asap
yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan bermotor, asap dari perokok, asap dari
bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu
9
ruangan rumah di bawah 18°C atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah,
penggunaan antinyamuk, dan partikel debu di sekitar tempat tinggal.
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena
10
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum bisa
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA. Pemeriksaan
darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa dilakukan untuk
diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk menentukan etiologi ISPA.
Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika.
Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi penyebab ISPA di Indonesia didasarkan
pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO) bahwa Streptococcus
pneumoniae dan Haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan
pada penelitian etiologi di negara berkembang, sedangkan di negar amaju seringkali
disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul
pada bayi/balita seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA langsung ditangani
di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita sudah berada dalam
pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung
dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA dilaksanakan
berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas pada bagan
berikut.
11
Gambar 2. Tatalaksana ISPA pada bayi/balita usia 2 bulan - <5 tahun
2.9. Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang
dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa penyuluhan
penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi
seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, atau
penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
12
polusi di dalam maupun di luar rumah.
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam
alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai disekresikan dari hari
ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum bersifat viscous dengan
warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI matur. Kolostrum juga
merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi
yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi terhadap makanan
yang akan datang.
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI matur,
kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur. Mineral,
terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI matur. Total
13
energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal / 100 mL.
Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut dalam air
lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum akan
menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur.
Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam usus
bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada bayi.
Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur
yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi. Kadar
protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi.
Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi ASI
cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling baik
dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih kekuning-
kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karoten. ASI
matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung antimikrobial lain,
seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
14
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga pertumbuhan
kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan mekanisme
pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila
bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu antibakterial yang
langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan komplemen ini adalah
suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora di usus.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
seluruh bayi yang dibawa oleh ibunya yang datang berobat ke Puskesmas
Populasi Terjangkau :
seluruh bayi yang dibawa oleh ibunya yang datang berobat ke Puskesmas
Sampel :
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi.
3.5. Sampel
Sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling jenis
consecutive sampling. Semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi
kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai subjek yang
diperlukan terpenuhi.
16
3.6. Instrumen
Mini project ini menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner Mini project ini
memberikan data yang mencakup identitas seperti nama, usia, jenis kelamin, tempat
tinggal, tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,riwayat persalinan. Pengambilan
data kuesioner dilakukan dengan melakukan wawancara langsung pada orangtua.
Penentuan Judul
Pelaksanaan
Populasi terjangkau
Sampel
Pelaporan hasil
17
3.9. Pengelolaan dan Teknik analisa data
- Verifikasi Data
Kelengkapan dan kesesuaian data yang didapat dari kuesioner diperiksa setelah
selesai dikumpulkan.
- Entry Data
Data yang telah diverifikasi akan diklasifikasikan berdasarkan jenis data (ordinal
atau nominal).
- Analisis Data
Data yang telah melalui tahap verifikasi dan entry dianalisis secara deskriptif.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Menderita ISPA
Ya 10 58%
Tidak 7 42%
Frekuensi ISPA
<2 x 5 36%
>2 x 11 64%
Riwayat Batuk > 2 minggu
dalam keluarga
Ya 2 12%
Tidak 15 88%
Total 17 100%
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 17 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12
orang (71%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan. Sebagian kecil responden
tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 1 orang (6%), sedangkan yang
diberikan ASI eksklusif berjumlah 16 orang (94%). Responden yang menderita ISPA
didapatkan sebanyak 14 orang (82%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2
kali yaitu sebanyak 11orang (64%) dari responden.
Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.
20
4.4 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi berusia 0-12 bulan. Data
hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
N % N %
ASI Ya 3 37,5 5 62,5 0,008
Eksklusif Tidak 7 77,8 2 22,2
Total 10 100 7 100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 10 orang
bayi yang menderita ISPA dan 7 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 10 bayi
yang menderita ISPA, hanya 3 bayi yang diberikan ASI eksklusif, sedangkan 7 bayi
sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode
Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p sebesar
0,008 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Cikarang.
4.5 Pembahasan
Jumlah responden pada penelitian ini ada 17 orang. Mayoritas responden tidak
diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 8 bayi (48%), dan 9 bayi (52%) yang tidak
diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Dengan demikian, pemberian ASI
eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak memberikan ASI
eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara lain sedikitnya
produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu, ibu sibuk
bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu, faktor
makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 64% bayi yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 36% bayi saja yang tidak pernah
21
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada bayi di wilaya
Puskesmas Cikarang cukup tinggi. Penyebab tingginya kejadian ISPA dipengaruhi
oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di bawah 5 tahun, tidak
diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi, kurangnya pendidikan
orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan yang kurang memadai.
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi.
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen
bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen
tersebut adalah komponen-komponen imun sepert imunoglobulin A (IgA) dan
interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan
infeksi.IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan
bersama-sama dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain
itu Bronchus Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan
antibodi alami di saluran pernapasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi (p<0,08).
2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Cikarang, sebesar 48%,
sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 52%.
3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Cikarang, sebesar 58% (30%
mengalami ISPA sebanyak ≤ 2 kali dalam setahun dan 36% mengalami
ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami ISPA
sebesar 64%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif
dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat
sekitar Puskesmas Cikarang.
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-
kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian ISPA.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
Soal Pretest
KUESIONER PENELITIAN
Nomor responden:
Tanggal Pengambilan Data :
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap
benar dengan memberikan tanda (√).
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur paksaan
maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
25
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Riwayat persalinan :a.Normal b. Tidak Normal/SC
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
C. Kuesioner penelitian
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai
berusia 6 bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula?
3 Apakah dilakukan IMD saat bayi baru lahir?
IMD adalah proses menyusui segera yang dilakukan
dalam satu jam pertama setelah bayi lahir.
4 Apakah diberikan KOLOSTRUM saat bayi baru
lahir?
Kolostrum adalah cairan yang pertama kali
dikeluarkan oleh kelenjar payudara ibu berwarna
kekuningan.
5 Apakah terdapat hambatan dalam pemberian ASI?
Bila ada jelaskan.
26
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab
Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b
dijawabYa.
27
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14
hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek lebih dari
2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
5 Apakah pada keluarga ada yang sedang Batuk > 2 minggu atau
mempunyai penyakit TB Paru?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
28
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
29
Dokumentasi Penyuluhan
30
Media Penyuluhan
31
32
33