You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan ini merupakan respon emosi tanpa objek terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-
hari. Hal tersebut salah satu pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat
diobservasi secara langsung. Kecemasan dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan
motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara
keseimbangan hidup.
Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan dalam memelihara keseimbangan.
Kecemasan terjadi akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat
mendasar bagi keberadaaan individu. Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan
gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau
resah), maupun respon fisiologis tertentu.
Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi
pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan adanya kekhawatiran karena tidak
dapat memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Barlow dan Durand,
2006). Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu
segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian (Maramis, 2005).
Kecemasan merupakan gangguan mental terbesar. Diperkirakan 20% dari populasi
dunia menderita kecemasan (Gail, 2002) dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa
cemas (Haryadi, 2007). Mahasiswa pun tidak luput dari kecemasan. Salah satu yang
menjadi stresor dalam kehidupan mahasiswa adalah tuntutan dalam pendidikan.
Mahasiswa tidak hanya dituntut untuk memperoleh nilai yang baik, tetapi juga untuk
memahami, mendalami, dan mampu mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya.
Perubahan lingkungan belajar juga menjadi salah satu. 2 faktor pencetus kecemasan pada
mahasiswa. Dalam menyelesaikan kecemasan tiap individu tergantung dengan pola
koping yang dimiliki oleh tiap individu tersebut sehingga akan menimbulkan tingkatan
kecemasan dan respon kecemasan yang berbeda-beda pula.

1
B. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar kecemasan
2. Mengetahui proses keperawatan pada klien dengan kecemasan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kecemasan
1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal
yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang
belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan
adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang
sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya
(Fauziah & Julianty, 2007).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang


menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan
psikologis (Rochman, 2010).

Sedangkan Siti Sundari (2004) memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang
menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas bahwa kecemasan adalah
rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat
menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian di masa mendatang serta
ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

2. Klasifikasi Kecemasan
Menurut Spilberger menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu (Annisa &
Ifdil, 2016) :
1. Trait anxiety
Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi diri
seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini
disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas
dibandingkan dengan individu yang lainnya.
3
2. State anxiety
State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri
individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara sadar
serta bersifat subjektif.
Sedangkan menurut Freud membedakan kecemasan dalam tiga jenis, yaitu (Annisa
& Ifdil, 2016) :
1. Kecemasan neurosis
Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui.
Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul dari dorongan id. Kecemasan neurosis
bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, namun ketakutan terhadap
hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan.
2. Kecemasan moral
Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan superego. Kecemasan ini dapat
muncul karena kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang mereka yakini benar
secara moral. Kecemasan moral merupakan rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan
moral juga memiliki dasar dalam realitas, di masa lampau sang pribadi pernah
mendapat hukuman karena melanggar norma moral dan dapat dihukum kembali.
3. Kecemasan realistik
Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak
spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri. Kecemasan realistik
merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Gail W. Stuart (2006) mengemukakan


tingkat ansietas, diantaranya :
1. Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, ansietas ini
menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas.
2. Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat
berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
4
3. Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada area lain.
4. Tingkat panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari
proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.

5
3. Etiologi Kecemasan

Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan
tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
 Faktorpresipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi :
6
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi
suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

4. Patofisiologi

Stimulus yang berasal dari sistem auditorius, visual dan somatosensori pertama sekali
akan dibawa ke thalamus yang berfungsi sebagai relay station. Lalu thalamus akan
membawa input ke nukleus lateralis amigdala lalu menuju nukleus sentralis amigdala.
Sedangkan impuls dari sistem olfaktorius melalui traktus olfaktorius menuju korteks
periamigdala lalu ke nukleus amigdala yang lebih dalam tanpa melewati thalamus.
Stimulus dari viseral akan dibawa melalui nukleus paragigantoselular dan nukleus
traktussolitarius vagus dibawa langsung ke amigdala atau secara tidak langsung
melalui locus cereleus menuju amigdala. Stimulus yangtelah diproses dari korteks
asosiasi sensoris dan korteks sensoris primer akan dibawa ke korteks entorhinal lalu
hipokampus lalu keamigdala atau dapat juga melalui thalamus lalu ke amigdala atau
ke amigdala langsung. Intinya semua stimulus akan dipusatkan di nukleus sentralis
amigdala.Nukleus sentralis amigdala lalu akan bersinaps dengan beberapa neuron lagi
di otak:
1. Locuscereleus yang merupakan penghasil norepinefrin. Locus cereleus akan
berproyeksi lagi ke beberapa bagian diotak sepertiparaventrikular nukleus di
hipothalamus untuk mengaktifkan sistem HPA-axis (CRF, ACTH, Cortisol) sebagai
respon stress. Kelateral hypothalamus untuk mengaktivasi simpatis sehingga timbu
takikardi, palpitasi, peningkatan TD, berkeringat, dilatasi pupil,perlambatan motilitas
usus terjadi tidak nyaman di perut, dll. Tetapi LC juga bersinaps dgn dorsal motor
nucleus of vagus yang akan mengaktifkan sistem parasimpatis.
2. Striatum: akan menyebabkan perubahan psikomotorik.
7
3. Nukleus trigeminal dan fasial untukekspresi wajah.
4. Lateral periaquaductal grey: freezing or escape, fight, flight, fright.
5. Parabrachial nucleus: hiperventilasi.
6. Dorsal motor of vagus: parasimpatis.
7. Lateral hypothalamus: aktivasi simpatis.
8. Bed nucleus of striae terminalis: menuju PVN dihipothalamus HPA axis sebagai
respon terhadap stress.
9. Caudal reticulopontine of nucleus of the reticular formation: kejut.Peran dopamin.
Nukleus lateralis amigdala juga berhubungan dengan prefrontal korteks (juga
bersinaps dgn LC, thalamus dankorteks asosiasi sensoris) untuk modulasi kognitif.
Prefrontal cortex (PFC) berperan dalam mengurangi kecemasan. Sedangkandopamin
dapat menginhibisi PFC. Pada gangguan kecemasandi dapatkan terjadinya
peningkatan dopamin. Sehingga dopamin menghambat fungsi PFC sebagai
pengendali kecemasan.Peranan GABA. Pada penderita anxiety disorder terjadi
penurunan jlh reseptor di LC, NTS, amigdala, lateral amigdala dan jugapenurunan
level mRNA di LC, NTS dan amigdala. Gaba berperan dalam inhibisi rangsangan,
sehingga apabila jumlah reseptor ataugen GABA berkurang, maka rangsangan di LC,
NTS, dan amigdala akan terus terjadi tanpa ada yang menghambat dan
akanmengakibatkan kecemasan yang berlebihan.Peranan serotonin. Pada saat terjadi
stimulus yang dapat mengakibatkan stress akan meningkatkan turnover dari serotonin
di PFC,amigdala dan hipothalamus lateral. Turnover serotonin ini dapat menstimulasi
anxiolitik maupun anxiogenik. Serotonin dapatmeningkatkan rasa cemas di amigdala
dan dapat menghambat cemas di PAG. Dorsal raphe nucleus amigdala dan frontal
cortex takut dan cemas. DRN periventricular dan PAG menghambat takut dan
cemas. CCK: berada di korteks serebral, amigdala, hipokampus, PAG, susb nigra dan
raphe nuclues. Agonis reseptor CCK-4 bersifatanxiogenic.

5. Manifestasi klinis

Gambaran klinis bervariasi, namun dapat berkembang menjadi gejala-gejala panik,


histeria, fobia, somatisasi, hipokondriasis, dan obsesif kompulsif. Diagnosis gangguan
ansietas ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah,
takut mati, takut menjadi gila, yang mana perasaan-perasaan tersebut mempengaruhi
8
hampir diseluruh aspek kehidupannya, sehingga fungsi pertimbangan akal sehat,
perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu dijumpai pula keluhan atau gejala-gejala
fisik atau fisiologis tubuh.

Menurut Hawari (2008), keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang


yang mengalami ansietas antara lain :

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah


tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,


pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan dan sakit kepala.

6. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium dan penunjang lainnya tidak ditemukan adanya tanda yang


bermakna. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosis banding sesuai keluhan fisik dan keadaan klinisnya.
1. Uji laboratorium yang berguna meliputi kadar kalsium serum untuk hipokalsemia,
hematokrit untuk anemia, dan hormon perangsang tiroid (thyroid stimulating
hormone : TSH) untuk hipertiroidisme / hipotiroidisme.
2. Uji stres fisik (exercise stress test) untuk mengevaluasi nyeri dada atau uji lainnya
untuk menyingkirkan penyebab organik, seperti oksimetri untuk hipoksia, kadar
glukosa darah untuk hipoglikemia, dan elektrolit, dapat juga bermanfaat.
3. Uji psikologis

9
7. Pathway

10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang
wanita, bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit
ini lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang
berkulit putih.
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema
malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh,
sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan
darah ( kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).
d. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai
resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa
kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
b) Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
c) Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
d) Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada
jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.

11
e) Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita
SLE akan membuat penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang
ada.
f. Pemeriksaan fisik
a) Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar
yang bersifat irreversibel.
b) Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan
yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
c) Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah.
d) Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
e) Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
f) Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan
dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
g) Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis.
h) Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme,
intolerance glukosa.
i) Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis,
vaskulitis.
j) Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada
perut.

12
k) Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint
swelling.
l) Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
m) Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
n) Ginjal
Penderita mengalami retensi urin, hematuria, dan edema pada bagian
ekstermitas.
2. Diagnosa Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
4 Gangguan Perfusi jaringan otak b.d hipoksia jaringan ditandai dengan peningkatan TIK,
nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP, dan oedema
5. Gangguan pola eliminasi urin (Retensi urin) berhubungan dengan ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat, infeksi bladder, gangguan
neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
7. Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
8. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformetas skeletal
9 Kurang pengetahuan b.d kurangnya sumber informasi
10. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan penyakit kronik
11. Gangguan pemenuhan ADL b/d nyeri, immobilisasi; kelemahan.
12. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan

13
3. Intervensi
N Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
o Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kerusakan Tujuan : Pemeliharaan 1. Kaji kulit setiap 1. Menentukan garis dasar
. integritas dan perawatan hari. Catat warna, di mana perubahan
kulit integritas kulit turgor,sirkulasi pada status dapat di
berhubungan dan sensasi. bandingkan dan
Kriteria hasil :
dengan Gambarkan lesi melakukan intervensi
proses dan amati yang tepat.
Kulit dapat terpelihara
penyakit perubahan. 2. Mempertahankan
dan terawat dengan
2. Pertahankan/ kebersihan karena kulit
baik
instruksikan yang kering dapat
dalam hygiene menjadi barier infeksi.
kulit, misal 3. Kuku yang panjang dan
membasuh kasar meningkatkan
kemudian risiko kerusakan
mengeringkannya dermal.
dengan berhati- 4. Dapat mengurangi
hati dan kontaminasi bakteri,
melakukan meningkatkan proses
masase dengan penyembuhan.
menggunakan 5. Digunakan pada
lotion atau krim. perawatan lesi kulit.
3. Gunting kuku
secara teratur.
4. Tutupi luka tekan
yang terbuka
dengan pembalut
yang steril atau
14
barrier protektif,
mis, duoderm,
sesuai petunjuk.
5. Kolaborasi
gunakan/berikan
obat-obatan
topical sesuai
indikasi.
2 Ketidak Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Lesi mulut, tenggorok
. seimbangan tindakan untuk dan esophagus dapat
nutrisi keperawatan mengunyah, menyebabkan
kurang dari selama 3x24 merasakan dan disfagia, penurunan
kebutuhan jam menelan. kemampuan pasien
tubuh b.d. diharapkan : 2. Berikan mengolah makanan
mual muntah perawatan mulut dan mengurangi
 Tubuh pasien
yang terus keinginan untuk
mampu
menerus, awasi makan.
mempertahankan
tindakan 2. Mengurangi
berat badan antar
pencegahan ketidaknyamanan
0,9-1,35 kg dari
sekresi. Hindari yang berhubungan
berat sebelum
obat kumur yang dengan mual/muntah,
sakit.
mengandung lesi oral, pengeringan
 nilai laboratorium
alcohol. mukosa dan halitosis.
pasien dalam batas
3. Jadwalkan obat- Mulut yang bersih
normal (Hb
obatan di antara meningkatkan nafsu
meningkat)
makan (jika makan.
 pasien mengalami
memungkinkan) 3. Lambung yang penuh
perbaikan tingkat
dan batasi akan akan
energy
pemasukan cairan mengurangi napsu
 Nafsu makan
dengan makanan, makan dan
pasien meningkat
kecuali jika cairan pemasukan makanan.
memiliki nilai 4. Dapat meningkatkan
gizi. napsu makan dan

15
4. Dorong aktivitas perasaan sehat.
fisik sebanyak 5. Mengurangi rasa
mungkin. lelah; meningkatkan
5. Berikan fase ketersediaan energi
istirahat sebelum untuk aktivitas
makan. Hindari makan.
prosedur yang 6. Mempermudah proses
melelahkan saat menelan dan
mendekati waktu mengurangi resiko
makan. aspirasi.
6. Dorong pasien 7. Mengidentifikasi
untuk duduk pada kebutuhan terhadap
waktu makan suplemen atau
7. Catat pemasukan alternative metode
kalori pemberian makanan.

3 Ketidakefektifan Pasien mampu 1. Beri posisi 1. Posisi semi fowler


pola mempertahank senyaman atau posisi yang
pernafasan an fungsi paru mungkin bagi menyenangkan akan
berhubungan secara normal pasien. memperlancar
dengan Kriteria hasil : 2. Anjurkan pasien peredaran O2 dan
menurunnya Irama, untuk latihan CO2.
ekspansi paru frekuensi dan relaksasi sebelum 2. Relaksasi dapat
sekunder kedalaman tidur. membantu mengatasi
terhadap pernafasan 3. Observasi gejala gangguan tidur.
penumpukan dalam batas kardinal dan 3. Observasi gejala
cairan dalam normal, pada keadaan umum kardinal guna
rongga pemeriksaan pasien. mengetahui
pleura. sinar X dada 4. Kolaborasi perubahan terhadap
tidak dengan dokter kondisi pasien.
ditemukan untuk melakukan 4. WSD bertujuan untuk
adanya WSD (Water Seal mengeluarkan cairan
akumulasi Drainage) yang berada di rongga

16
cairan, bunyi pleura
nafas terdengar
jelas.
4 Gangguan Gangguan perfusi 1. Tentukan faktor 1. Dengan mengetahui
Perfusi jaringan yang faktor penyebab
jaringan otak berkurang atau berhubungan naiknya TIK bisa
b.d hipoksia hilang setelah dengan keadaan memimalisir hal yang
jaringan dilakukan tertentu yang tersebut berulang
ditandai tindakan dapat 2. Mengetahui tingkat
dengan keperawatan menyebabkan kesadaran px
peningkatan setelah 1 jam peningkatan TIK 3. Mengetahui ada tidak
TIK, nekrosis dengan kriteria 2. Kaji respon tanda peningkatan
jaringan, hasil : motorik terhadap TIK
pembengkak 1. Tidak ada tanda perintah
an jaringan tanda peningkatan sederhana
otak, depresi TIK (Hipertensi, 3. Pantau TD,
SSP, dan papil Edema, Evaluasi keadaan
oedema Papil Edema, pupil, catatan
Nyeri Kepala, ukuran pupil,
muntah) ketajaman
2. TTV normal ( penglihatan )
Nadi : 70-80
x/mnt
TD: 120/80
Suhu: 36,50 c-37,50c
RR: 16-20 x/mnt
3. GCS 4,5,6
( kesadaran penuh )
5 Gangguan pola Tujuan : Setelah 1 Dorong pasien 1. Meminimalkan
. eliminasi urin dilakukan utnuk berkemih retensi urin dan
(Retensi urin) tindakan tiap 2-4 jam distensi berlebihan
berhubungan keperawatan ... dan bila tiba- pada kandung kemih.
dengan X 24 jam tiba dirasakan. 2. Retensi urin

17
ketidakmamp masalah 2 Awasi dan catat meningkatkan
uan kandung retensi urine waktu dan tekanan dalam saluran
kemih untuk dapat teratasi. jumlah tiap perkemihan atas.
berkontraksi  Kriteria hasil : berkemih. 3. Distensi kandung
dengan 3 Perkusi/palpasi kemih dapat dirasakan
adekuat, - Berkemih dengan area suprapubik diarea suprapubik.
infeksi jumlah yang

bladder, cukup.

gangguan
- Tidak teraba
neurology,
distensi kandung
hilangnya
kemih
tonus
jaringan
perianal, efek
terapi.
6 Gangguan Tujuan : setelah 1. Ajarkan pasien 1. Dengan mobilisasi
. perfusi diberikan untuk melakukan meningkatkan
jaringan intervensi mobilisasi. sirkulasi darah.
perifer selama ....x 24 2. Ajarkan tentang 2. Meningkatkan
berhubungan jam faktor-faktor yang melancarkan aliran
dengan suplai mempertahank dapat darah balik sehingga
oksigen ke an sirkulasi meningkatkan tidak terjadi oedema.
jaringan perifer tetap aliran darah : 3. Kolestrol tinggi dapat
menurun normal. Tinggikan kaki mempercepat
sedikit lebih terjadinya
Kriteria Hasil :
rendah dari arterosklerosis,
- Denyut nadi
jantung ( posisi merokok dapat
perifer teraba kuat
elevasi pada menyebabkan
dan reguler
waktu istirahat ), terjadinya
- Warna kulit
hindari vasokontriksi
sekitar luka tidak
penyilangkan pembuluh darah,
pucat/sianosis
kaki, hindari relaksasi untuk
- Kulit sekitar luka
balutan ketat, mengurangi efek dari

18
teraba hangat. hindari stres.
- Oedema tidak penggunaan 4. Pemberian vasodilator
terjadi dan luka bantal, di akan meningkatkan
tidak bertambah belakang lutut dilatasi pembuluh
parah. dan sebagainya. darah sehingga
3. Ajarkan tentang perfusi jaringan dapat
modifikasi faktor- diperbaiki, sedangkan
faktor resiko pemeriksaan gula
berupa : Hindari darah secara rutin
diet tinggi dapat mengetahui
kolestrol, teknik perkembangan dan
relaksasi, keadaan pasien, HBO
menghentikan untuk memperbaiki
kebiasaan oksigenasi daerah
merokok, dan ulkus/gangren.
penggunaan obat
vasokontriksi.
4. Kerja sama
dengan tim
kesehatan lain
dalam pemberian
vasodilator,
pemeriksaan gula
darah secara rutin
dan terapi oksigen
( HBO ).
2
7. Nyeri kronik Setelah dilakukan 1. Tutup luka 1. Suhu berubah dan
berhubungan tindakan sesegera mungkin gerakan udara
dengan keperawatan kecuali perawatan dapat
inflamasi / selama ....x24 luka bakar menyebabkan
kerusakan jam metode nyeri hebat pada
jaringan. diharapkan pemajanan pada pemajanan ujung

19
pasien dapat : udara terbuka. saraf.
2. Pertahankan suhu
 Mengungkapkan 2. Pengaturan suhu
lingkungan
keluhan dapat hilang
nyaman, berikan
hilangnya/berkuran karena luka bakar
lampu
gnya nyeri mayor. Sumber
penghangat,
 Menunjukkan panas eksternal
penutup tubuh
posisi/ekspresi perlu untuk
hangat.
wajah rileks (skala mencegah
3. Kaji keluhan
0) menggigil.
nyeri. Perhatikan
 Dapat beristirahat
lokasi/karakter
3. Nyeri hampir
dan mendapatkan
dan intensitas
selalu ada pada
pola tidur yang
(skala 0-10).
beberapa derajat
adekuat.
4. Lakukan
beratnya
penggantian
keterlibatan
balutan dan
jaringan/kerusaka
debridemen
n tetapi biasanya
setelah pasien di
paling berat
beri obat dan/atau
selama
pada hidroterapi.
penggantian
5. Mengkaji skala
balutan dan
nyeri pasien
debridemen.
berdasarkan
ekspresi wajah 4. Menurunkan
pasien. terjadinya distress
6. Dorong fisik dan emosi
penggunaan sehubungan
teknik dengan
manajemen stress, penggantian
contoh relaksasi balutan dan
progresif, napas debridemen.
dalam, bimbingan
5. Mengetahui
imajinasi dan

20
visualisasi. seberapa nyeri
7. Berikan aktivitas pasien dan
terapeutik tepat kemudian terapi
untuk apa yang akan
usia/kondisi. dilakukan.

6. Memfokuskan
kembali
perhatian,
meningkatkan
relaksasi dan
meningkatkan
rasa control, yang
dapat
menurunkan
ketergantungan
farmakologis.

7. Membantu
mengurangi
konsentrasi nyeri
yang di alami dan
memfokuskan
kembali
perhatian.

8 Hambatan Setelah 1. Latih pasien 1. Melatih pasien untuk


. mobilitas dilakukan berpindah dari berpindah untuk
fisik b.d. tindakkan tempat tidur ke menghindari dissus
deformetas keperawatan kursi. atrofi.
skeletal selama ... x 24 2. Ukur TTV pasien 2. Mengetahui
jam saat dan setelah perubahan TTV
diharapkan beraktivitas. pasien saat dan

21
pasien 3. Latih pasien setelah pasien
menunjukkan dalam pemenuhan beraktivitas
mobilitas fisik kebutuhan ADL 3. Memandirikan pasien
dengan kriteria secara mandiri. dalam memenuhi
hasil: 4. Melakukan kebutuhan ADL.
- Mampu Miring Kanan- 4. Meminimalkan
berpindah dari miring kiri setiap terjadinya lesi/ulkus
tempat duduk 3 jam sekali. pada kulit dan
ke kursi 5. Melakukan ROM meningkatkan
- TTV normal kekuatan otot.
saat dan 5. Meningkatkan
setelah Kekuatan otok pada
beraktivitas ekstremitas dan
- Mampu mempertahankan
melakukan densitas tulang serta
kebutuhan berat badan dalam
ADL secara rentang normal
mandiri

Skala Penilaian :

0 =
Ketergantunga
n penuh

1 = Perlu bantuan
banyak

2 = Perlu bantuan
sedang

3 = Perlu bantuan
minimal/penga
wasan

22
4 = Mandiri penuh

9 Kurang Memberikan informasi 1. Tinjau ulang 1. Memberikan


pengetahuan tentang penyakit dan proses penyakit pengetahuan dasar di
b.d prosesnya kepada dan apa yang mana pasien dapat
kurangnya klien dan keluarga menjadi harapan membuat pilihan
sumber klien/orang terdekat di masa depan. berdasarkan
informasi (bila tidak ada 2. Tinjau ulang cara informasi.
keluarga). penularan 2. mengoreksi mitos dan
b) Kriteria Hasil : penyakit. kesalahan konsepsi,
1) Klien dan keluarga 3. Dorong meningkatkan ,
klien/orang terdekat aktivitas/latihan mendukung
mendapatkan pada tingkat keamanan bagi
pengetahuan dari yang dapat di pasien/orang lain
informasi yang toleransi pasien 3. merangsang
diberikan 4. Tekankan pelepasan endorphin
2) Klien/ keluarga klien perlunya pada otak,
dapat mengerti dan melanjutkan meningkatkan rasa
memahami penyakit perawatan sejahtera
yang diderita kesehatan dan 4. memberi kesempatan
3) klien/ keluarga klien evaluasi untuk mengubah
mengerti dan mamou 5. Identifikasi aturan untuk
menangani gejala sumber-sumber memenuhi kebutuhan
penyakit (untuk komunitas, perubahan/individu
penyakit jangka misalnya rumah 5. Memudahkan
panjang) agar sakit pemindahkan dari
klien/keluarga klien sebelumnya/pusa lingkungan
mampu menangani t perawatan perawatan akut;
gejala secara mandiri tempat tinggal. mendukung
6. Memberi pemulihan dan
Edukasi pasien kemandirian.
tentang 6. Bila gejala penyakit

23
penanganan datang
gejala penyakit pasien/keluarga
agar tidak panik
pasien/keluarga
mandiri
1 Gangguan citra Setelah dilakukan 6. Kaji secara verbal 1. Mengetahui apakah
0 tubuh tindakkan dan nonverbal body image pasien
. berhubungan keperawatan respon klien positif atau tidak
dengan selama ... x 24 terhadap
perubahan jam tubuhnya. 2. Membantu pasien
dan diharapkan 7. Fasilitasi kontak untuk
ketergantung pasien dapat dengan individu mempertahankan
an fisik serta menerima lain dalam interaksi sosialnya
psikologis keadaan kelompok kecil.
yang tubuhnya 8. Dorong klien
3. Mendorong pasien
diakibatkan dengan kriteria mengungkapkan
untuk
penyakit hasil: perasaannya
mengungkapkan
kronik - Body image
secara faktual tentang
positif
perasaannya terhadap
-
perubahan fungsi
Mempertahank
tubuh
an interaksi
sosial
-
Mendeskripsik
an secara
faktual
perubahan
fungsi tubuh
penyakit
1 Gangguan ADL dan 1. Kaji toleransi 1. Parameter
1 pemenuhan kebutuhan pasien terhadap menunjukkan respon
. ADL b/d beraktifitas pasien aktifitas fisiologis pasien

24
nyeri, terpenuhi secara menggunakan terhadap stres aktifitas
immobilisasi; adekuat. parameter dan indikator derajat
kelemahan. berikut: nadi penagruh kelebihan
Kriteria hasil:
20/mnt di atas kerja jnatung.
1. Menunjukkan
frek nadi 2. Menurunkan kerja
peningkatan
istirahat, catat miokard/komsumsi
dalam beraktifitas.
peningaktan TD, oksigen , menurunkan
2. Kelemahan dan
dispnea, nyeri resiko komplikasi.
kelelahan
dada, kelelahan
berkurang.
berat,
3. Kebutuhan ADL
kelemahan,
terpenuhi secara
berkeringat,
3. Stabilitas fisiologis
mandiri atau
pusing atau
pada istirahat penting
dengan bantuan.
pinsan.
untuk menunjukkan
4. frekuensi
2. Tingkatkan
tingkat aktifitas
jantung/irama dan
istirahat, batasi
individu.
Td dalam batas
aktifitas pada
4. Komsumsi oksigen
normal.
dasar
miokardia selama
5. kulit hangat,
nyeri/respon
berbagai aktifitas
merah muda dan
hemodinamik,
dapat meningkatkan
kering
berikan aktifitas
jumlah oksigen yang
senggang yang
ada. Kemajuan
tidak berat.
aktifitas bertahap
3. Kaji kesiapan
mencegah
untuk
peningkatan tiba-tiba
meningkatkan
pada kerja jantung.
aktifitas contoh:
5. Teknik penghematan
penurunan
energi menurunkan
kelemahan/kelela
penggunaan energi
han, TD
dan membantu
stabil/frek nadi,
keseimbangan suplai
peningaktan
dan kebutuhan
perhatian pada
oksigen.
25
aktifitas dan 6. Aktifitas yang
perawatan diri. memerlukan menahan
4. Dorong nafas dan menunduk
memajukan (manuver valsava)
aktifitas/toleransi dapat mengakibatkan
perawatan diri. bradikardia,
5. Anjurkan menurunkan curah
keluarga untuk jantung, takikardia
membantu dengan peningaktan
pemenuhan TD.
kebutuhan ADL 7. Aktifitas yang maju
pasien. memberikan kontrol
jantung,
meningaktkan
6. Anjurkan pasien
regangan dan
menghindari
mencegah aktifitas
peningkatan
berlebihan.
tekanan
abdomen,
menegejan saat
defekasi.

7. Jelaskan pola
peningkatan
bertahap dari
aktifitas, contoh:
posisi duduk
ditempat tidur
bila tidak pusing
dan tidak ada
nyeri, bangun
dari tempat tidur,
belajar berdiri
26
dst.

1 Ansieatas b.d 1. Px terlihat 1. Berikan 1. Membantu pasien


2 kurangnya rileks, menyatakan informasi tentang memahami tujuan dari
. pengetahuan pengetahuan yang prosedur dan apa apa yang akan
akurat tentang yang akan terjadi dilakukan dan
situasi. 2. Dorong mengurangi masalah
2. Px pasien atau orang karena ketidaktahuan.
menunjukkan terdekat untuk 2. Mendefinisan
rentang tepat menyatakan masalah, memberikan
tentang perasaan masalah atau kesempatan untuk
dan penurunan rasa perasaan. menjawab pertanyaan
takut. 3. Bina dan solusi pemecahan
3. Px melanjutkan hubungan saling masalah
aktivitas yang percaya antara 3. hubungan saling
dibutuhkan tanpa perawat-pasien. percaya adalah dasar
perasaan cemas. hubungan terpadu yang
4. Pahami rasa
4. Px menunjukkan mendukung kliendalam
takut/ ansietas
kemampuan untuk mengatasi perasaan
pasien.
berfokus pada cemas.
pengetahuan dan 4. perasaan adalah
5. Kaji tingkat
keterampilan baru . nyata dan membantu
ansietas yang
pasien untuk terbuka
dialami oleh
sehingga dapat
pasien
mendiskusikan dan
6. Ajarkan teknik menghadapinya.
relaksasi nafas 5. mengetahui
dalam. sejauh mana tingkat
kecemasan yang
7. Kolaborasi : dirasakan oleh pasien.
berikan
sedative,tranquili 6. untuk mengontrol
zer sesuai indikasi dan mengurangi
27
. kecemasan yang
dirasakan.

7. Mungkin
diperlukan untuk
membantu pasien
rileks sampai
secara fisik
mampu untuk
membuat startegi
koping adekuat.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

29
Daftar Pustaka
Annisa, Dona Fitri & Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia
(Lansia). Diakses dari : http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor pada tanggal 17
Mei 2018.
Fauziah, Fitri, & Julianty Widuri. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta :
Universitas Indonesia (UI-Press).
Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Sundari, Siti. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC : Jakarta.

Hawari, Dadang. 2008. Menajemen Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.

Liputo, Gusti Pandi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Imunologi Lupus. Dari : http://gustinerz.wordpress.com/2012/04/06/pdf-asuhan-
keperawatan-lupus-les/. Diakses pada 19 Oktober 2016.

30

You might also like