You are on page 1of 68

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT

KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca var sapientum)


DENGAN METODE 1,1-DIPHENIL-2-PIKRILHIDRAZIL
(DPPH)

Oleh:
DITYA NURUL
PO.71.3.251.14.1.010

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2017

i
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT
KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca var sapientum)
DENGAN METODE 1,1-DIPHENIL-2-PIKRILHIDRAZIL
(DPPH)

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan untuk Memenuhi Syarat


dalam Menyelesaikan Tugas Akhir Program
Pendidikan Ahli Madya Farmasi

Oleh:
DITYA NURUL
PO.71.3.251.14.1.010

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2017

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan

berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”

Uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca

var sapientum) dengan metode 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)” dapat

terselesaikan sebagai salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan tugas akhir

pada Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar.

Penulis pun menyadari bahwa selesainya Karya Tulis Ilmiah ini tidak

lepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis

dengan rasa rendah hati menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan

sedalam-dalamnya kepada semua pihak, terutama kepada yang tercinta ayahanda

Hamirul dan ibunda Nurhayani serta kepada saudara-saudariku (Wira Nurul,

Andini Nurul, dan Nenes Nurul) atas segala doa, cinta, kasih sayang, dan

dukungan baik moril maupun materil yang diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga

penulis sampaikan kepada Ibu Ida Adhayanti, S.Si., M.Sc., Apt selaku

pembimbing pertama, dan Bapak Tajuddin Abdullah, S.T., M.Kes selaku

pembimbing kedua, yang telah meluangkan waktu, pikiran, perhatian, motivasi,

dan bimbingan serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini.

v
Pada kesempatan ini pula, ucapan terima kasih yang sama penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. H. Ashari Rasyid, SKM., MS., selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah memberikan kesempatan

mengikuti pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.

2. Bapak Dr. Rusli, Sp. FRS., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar atas kesempatan yang diberikan untuk

menjadi Mahasiswa Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar.

3. Bapak Raimundus Chaliks, S.Si., M., M.Sc., Apt selaku Ketua Program

Studi D3 Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah

mengelola program studi. Serta selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama Penulis menuntut ilmu

di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

4. Keluarga Besar Pengawas Laboratorium Kimia terutama kepada Ibu Santi

Sinala, S.Si., M.Si., Apt dan Ibu Alfida Monica Salasa, S.Si., M.Kes, atas

segala masukan dan bantuan yang telah diberikan selama melakukan

penelitian.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Makassar

yang telah membantu memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti

pendidikan.

vi
6. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI

Makassar yang telah membantu mulai dari administrasi pendidikan sampai

penyelesaian tugas akhir.

7. Para penguji (Bapak Mispari, SH, S.Farm., M.Kes, Ibu Ida Adhayanti,

S.Si., M.Sc., Apt, dan Ibu St. Ratnah, S.Si., M.Kes) yang telah bersedia

menguji hasil Karya Tulis Ilmiah ini, dan juga atas kritik dan saran terhadap

perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini ataupun bagi pengembangan diri penulis

8. Teman-teman sebimbinganku Alviani, Rika, Dini, Nani, Asmiah, serta

sahabat-sahabat tercintaku Rahma, Iffah, Yuyu, dan teman-teman

Pondok Multahzam atas bantuan, doa, dan dukungannya selama penulis

menyelesaikan KTI ini.

9. Rekan-rekan seangkatan Compressi 2014.

10. Kepada pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan dan

menyelesaikan tugas akhir.

Sebagai pemula dalam menulis Karya Tulis Ilmiah, penulis menyadari

bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi

pembahasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Makassar, 24 Juli 2017

Penulis

vii
PERNYATAAN KEASLIAN

KARYA TULIS ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ditya Nurul

Nim : PO.713.25.114.1.010

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti bahwa sebagian keseluruhan karya tulis ilmiah ini merupakan hasil karya

orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang seberat-beratnya atau

perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan

sama sekali.

Makassar, 24 Juli 2017

Yang membuat pernyataan,

Ditya Nurul

viii
ABSTRAK

Kulit pisang mengandung banyak senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan,


seperti senyawa golongan flavonoid yaitu katekin, gallokatekin dan epikatekin
serta senyawa golongan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi
aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var
sapientum). Pengujian aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja
(Musa paradisiaca var sapientum) dan baku pembanding vitamin C dilakukan
dengan berbagai seri konsentrasi menggunakan metode 1,1-diphenil-2-
pikrilhidrazil (DPPH), dimana serapannya diukur menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 515 nm. Berdasarkan hasil uji aktivitas
menunjukkan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum)
memiliki nilai IC50 sebesar 939.92 ppm sedangkan pada baku pembanding
vitamin C memiliki nilai IC50 sebesar 14,34 ppm. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa potensi aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa
paradisiaca var sapientum) diklasifikasikan sebagai antioksidan dalam kategori
tidak aktif karena nilai IC50 > 500 ppm.

Kata Kunci : Antioksidan, Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum),
DPPH

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i

HALAMAN PRASYARAT ................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ..................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. viii

ABSTRAK ........................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4


A. Uraian Tumbuhan............................................................................. 4
B. Ekstraksi ........................................................................................... 5
C. Aktivitas Antioksidan ...................................................................... 11
D. Vitamin C ......................................................................................... 16
E. Metode Penentuan Antioksidan dengan Metode DPPH .................. 18
F. Spektrofotometri UV – Vis .............................................................. 20

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 22


A. Jenis Penelitian ................................................................................. 22
B. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 22
C. Alat dan Bahan ................................................................................. 22
D. Pengambilan dan Penyiapan Sampel ............................................... 22
E. Prosedur Kerja .................................................................................. 23
F. Pengumpulan Data ........................................................................... 27
G. Analisis Data .................................................................................... 27

x
H. Penarikan Kesimpulan ..................................................................... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 29


A. Hasil Penelitian ................................................................................. 29
B. Pembahasan ...................................................................................... 31

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 36


A. Kesimpulan ...................................................................................... 36
B. Saran ................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

LAMPIRAN ......................................................................................................... 40

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Uji aktivitas antioksidan berdasarkan persentase peredaman


dan IC50 ekstrak ekstrak etil asetat kulit pisang raja (Musa
paradisiaca var sapientum) ............................................................. 29

Tabel 4.2 Hasil Uji aktivitas antioksidan berdasarkan persentase peredaman


dan IC50 Vitamin C ......................................................................... 29

Tabel 4.3 Hasil skrining fitokimia ekstrak steanol dan fraksi etil asetat kulit
pisang raja ....................................................................................... 30

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perubahan Warna Larutan pada Reaksi Radikal DPPH dengan
Antioksidan ................................................................................... 19

Gambar 2.2 Reaksi DPPH dan Antioksidan ..................................................... 20

Gambar 1 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
Pengukuran Pertama...................................................................... 46

Gambar 2 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
Pengukuran Kedua ........................................................................ 46

Gambar 3 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
Pengukuran Ketiga ........................................................................ 47

Gambar 4 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Baku Vitamin C ................. 47

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Skema Kerja ............................................................................ 40

Lampiran II Perhitungan ............................................................................... 41

Lampiran III Gambar ..................................................................................... 46

Lampiran IV Dokumentasi Penelitian ............................................................ 49

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan

manusia, terlebih lagi pada kondisi seperti sekarang ini. Berbagai macam

penyakit yang diderita oleh masyarakat, seperti penyakit kanker, stoke,

jantung, katarak, dll. Penyakit seperti ini merupakan contoh dari penyakit

yang disebabkan oleh radikal bebas (Alhabsyi, 2014). Radikal bebas adalah

atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan

(Rauf, 2015). Elektron-elektron yang tidak berpasangan ini menyebabkan

radikal bebas menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh

dengan cara mengikat elektron molekul sel (Winarsi, 2007).

Penyakit yang disebabkan radikal bebas ini disebut dengan penyakit

degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang disebabkan oleh

penurunan fungsi sel, jaringan, dan organ tubuh seiring dengan bertambahnya

usia seseorang. Penyakit degeneratif saat ini bukan saja terjadi pada usia lanjut

melainkan banyak ditemui pada usia produktif. Hal ini dapat terjadi akibat

tingginya aktivitas dan tuntutan kerja yang menguras waktu sehingga

memaksa seseorang menjalani gaya hidup yang tidak sehat dan pola makan

yang tidak tepat, seperti mengkonsumsi makanan cepat saji, merokok, dan

minum-minuman beralkohol akibat stres yang dialaminya. Gaya hidup yang

tidak sehat dan pola makan yang tidak tepat inilah salah satu penyebab

timbulnya penyakit degeneratif (Supriyanti, 2015).

1
2

Untuk meredam aktivitas radikal bebas diperlukan adanya antioksidan.

Antioksidan adalah molekul yang dapat mendonorkan elektronnya kepada

molekul radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi radikal bebas. Tubuh

manusia sesungguhnya dapat menetralisir radikal bebas karena tubuh

menghasilkan antioksidan alami tetapi jumlahnya seringkali tidak cukup untuk

menetralkan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh, terutama bila jumlah

radikal bebas tersebut berlebih. Untuk mencegah efek radikal bebas yang

berlebih di dalam tubuh, maka diperlukan asupan makanan yang mengandung

antioksidan.

Salah satu sumber antioksidan alami yang sangat mudah didapatkan

yaitu tanaman pisang. Tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan

salah satu jenis tanaman yang paling banyak terdapat di Indonesia. Pada

umumnya masyarakat hanya memanfaatkan buahnya saja untuk dimakan dan

kulit pisangnya sendiri belum dimanfaatkan secara optimal, hanya dibuang

sebagai limbah organik saja. Padahal kulit buah pisang masak yang berwarna

kuning kaya akan senyawa flavonoid, maupun senyawa fenolik lainnya, di

samping itu banyak mengandung karbohidrat, mineral seperti kalium dan

natrium, serta selulosa. Flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa

bioaktif yang menunjukkan berbagai aktivitas yang berguna, seperti

antioksidan (Supriyanti, 2015). Dari hasil penelitian sebelumnya disebutkan

bahwa kulit pisang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan daging buahnya (Berawi, 2013).


3

Salah satu contoh radikal bebas adalah 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil

(DPPH). DPPH sering digunakan sebagai radikal bebas untuk mengamati

proses penangkapan radikal bebas (Dellima, 2014). Metode DPPH ini sering

digunakan karena memberikan hasil yang akurat, reliable, relative cepat, dan

praktis (Sanchez-Moreno,2002).

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan pengujian

aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var

sapientum) dengan metode 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah aktivitas antioksidan fraksi etil

asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) dengan metode 1,1-

diphenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan

fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) dengan

metode 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian lanjutan serta sebagai

sumber informasi bagi masyarakat mengenai aktivitas antioksidan fraksi

etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) dengan

metode 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).

2. Sebagai referensi atau informasi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tumbuhan

1. Klasifikasi Tanaman Pisang (Steenis, dkk., 2006)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales (scitamineae)

Family : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

2. Morfologi Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.)

Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan jenis tanaman berbiji,

berbatang semu yang dapat tumbuh sekitar 2,1-2,9 meter, berakar serabut

yang tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm, memiliki

batang semu tegak yang berwarna hijau hingga merah dan memiliki noda

coklat atau hitam pada batangnya. Helaian daunnya berbentuk lanset

memanjang yang letaknya tersebar dengan bagian bawah daun tampak

berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-

40 cm. Memiliki bunga yang bentuknya menyerupai jantung, berkelamin

satu yaitu berumah satu dalam satu tandan dan berwarna merah tua.

4
5

Buahnya melengkung ke atas, dalam satu kesatuan terdapat 13-16 buah

dengan panjang sekitar 16-20 cm (Daniells, dkk., 2001).

3. Khasiat dan Penggunaan Kulit Pisang

Kulit buah pisang digunakan sebagai obat penyakit kuning,

antidiare, obat gangguan pencernaan (dispepsia) seperti penyakit maag,

obat luka, menurunkan kolesterol darah, dapat digunakan sebagai tepung

untuk olahan makanan, melembabkan kulit, menghilangkan bekas cacar,

menghaluskan tangan dan kaki, anti nyamuk dan menjaga kesehatan retina

mata dari kerusakan akibat cahaya berlebih (Supriyadi, 2008).

4. Kandungan Kimia Kulit Pisang

Kulit buah pisang mengandung senyawa golongan flavonoid yaitu

katekin, gallokatekin dan epikatekin serta senyawa golongan tanin

(Someya, dkk., 2002).

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Sedangkan ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai

obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain,

berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu
6

simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia

nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau

eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan

utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan

kimia murni, misalnya ikan dan madu. Simplisia pelikan atau mineral adalah

simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah

diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh

serbuk seng dan serbuk tembaga (Depkes RI, 2000).

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan

komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan

dari suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa kondisi dan

pertimbangan berikut ini:

1. senyawa kimia yang telah memiliki identitas

Untuk senyawa kimia telah memiliki identitas, maka proses

ekstraksi dapat dilakukan dengan cara mengikuti prosedur yang telah

dipublikasikan atau dapat juga dilakukan sedikit modifikasi untuk

mengembangkan proses ekstraksi.

2. Mengandung kelompok senyawa kimia tertentu

Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk menemukan

kelompok senyawa kimia metabolit sekunder tertentu dalam simplisia

seperti alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Metode umum yang dapat

digunakan adalah studi pustaka dan untuk kepastian hasil yang diperoleh,
7

ekstrak diuji lebih lanjut secara kimia atau analisa kromatografi yang

sesuai untuk kelompok senyawa kimia yang dituju.

3. Organisme (tanaman atau hewan)

Penggunaan simplisia dalam pengobatan tradisional biasanya

dibuat dengan cara mendidihkan atau menyeduh simplisia tersebut dalam

air. Dalam hal ini, proses ekstraksi yang dilakukan secara tradisional

tersebut harus ditiru dan dikerjakan sedekat mungkin, apalagi jika ekstrak

tersebut akan dilakukan kajian ilmiah lebih lanjut terutama dalam hal

validasi penggunaan obat tradisional.

4. Penemuan senyawa baru

Untuk isolasi senyawa kimia baru yang belum diketahui sifatnya

dan belum pernah ditentukan sebelumnya dengan metode sebelumnya,

dengan metode apapun maka, metode ekstraksi dapat dipilih berdasarkan

penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa kimia yang

memiliki aktivitas biologi khusus.

Macam-macam metode ekstraksi, yaitu:

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan

cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu

tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara

mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.


8

3. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut

selama waktu dan jumlah pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu

dengan adanya pendingin balik (kondensor). Proses ini umumnya

dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu pertama, sehingga termasuk

proses ekstraksi yang cukup sempurna.

4. Soxhletasi

Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat

khusus berupa esktraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah

dibandingkan dengan suhu pada metode refluks.

Dalam pengujian ini, peneliti menggunakan metode maserasi.

Kelebihan dari metode maserasi, yaitu:

1. Peralatan yang digunakan sangat sederhana.

2. Teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan.

3. Biaya operasionalnya relatif murah.

4. Dapat digunakan untuk mengekstraksi tanpa pemanasan.

5. Proses ekstraksi lebih hemat penyari.

Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada

maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut

pada maserasi adalah etanol. Karena etanol memiliki beberapa keunggulan

sebagai pelarut, diantaranya :

1. Etanol bersifat lebih selektif.

2. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman.


9

3. Bersifat non toksik (tidak beracun).

4. Etanol bersifat netral.

5. Memiliki daya absorbsi yang baik.

6. Dapat bercampur dengan air pada berbagai perbandingan.

7. Panas yang dapat diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.

8. Etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan meminimalisir terlarutnya

zat pengganggu, seperti lemak.

Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutkan zat aktif

berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).

Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam

pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari

cahaya. Pelarut yang digunakan akan menembus dinding sel dan kemudian

masuk kedalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pertemuan antara

zat aktif dan pelarut akan mengakibatkan terjadinya proses pelarutan dimana

zat aktif akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang berada didalam sel

mengandung zat aktif, sementara pelarut yang berada diluar sel belum terisi

zat aktif, sehingga tidak terjadi ketidaksinambungan antara konsentrasi zat

aktif didalam dengan konsentrasi zat aktif yang ada diluar sel. Perbedaan

konsentrasi ini akan mengakibatkan terjadinya proses difusi, dimana larutan

dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar sel dan digantikan oleh pelarut

dengan konsentrasi rendah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sampai didapat

suatu kesetimbangan konsentrasi larutan antara didalam sel dengan

konsentrasi larutan diluar sel.


10

Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 15o-20oC dalam waktu

selama tiga hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dikatakan

lain, maserasi dilakukan dengan cara merendan 10 bagian simplisia atau

campuran simplisia dengan derajat kehalusan tertentu, dimasukkan kedalam

bejana kemudian dituangi dengan 70 bagian cairan penyari, ditutup dan

dibiarkan selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung dari cahaya. Diaduk

berulang-ulang, diserkai dan diperas. Ampas dari maserasi dicuci

menggunakan cairan penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian sari.

Bejana ditutup dan dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk dan terlindung dari

cahaya matahari kemudian dipisahkan endapan yang diperoleh. Maserasi

merupakan metode sederhana dan paling banyak digunakan karena metode ini

sesuai dan baik untuk skala kecil maupun skala industri.

Langkah-langkah pengerjaan maserasi adalah sebagai berikut :

1. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah yang bersifat iner dan tertutup

rapat pada suhu kamar

2. Simplisia kemudian direndam dengan pelarut yang cocok selama beberapa

hari sambil sesekali diaduk. Pelarut yang digunakan untuk maserasi dapat

bersifat “bisa campur air” seperti air itu sendiri yang disebut dengan

pelarut polar dan dapat juga digunakan pelarut yang tidak dapat

bercampur dengan air seperti : aseton, etil asetat. Pelarut yang tidak dapat

bercampur dalam air ini disebut pelarut nonpolar atau pelarut organik.

3. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dipisahkan dari sampel dengan

cara penyaringan.
11

Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, karena dengan waktu tersebut

telah tercapai keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam

sel dengan luar sel. Pengocokan yang dilakukan selama maserasi akan

menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan.

Tanpa adanya pengocokan akan mengakibatkan berkurangnya perpindahan

bahan aktif selama proses maserasi (Marjoni, 2016).

C. Aktivitas Antioksidan

1. Radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron

tidak berpasangan (unpaired electron). Radikal bebas merupakan

komponen yang kekurangan satu elektron, sehingga bersifat sangat reaktif

terhadap komponen lain untuk melengkapi kekurangan elektronnya.

Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut

sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat

elektron molekul yang berbeda disekitarnya. Radikal bebas merupakan

komponen yang bertanggaung jawab terhadap terjadinya reaksi berantai

oksidasi yang menyebabkan perubahan zat gizi pada makanan. Senyawa

radikal terbentuk melalui reaksi oksidasi asam lemak (Rauf, 2015).

Radikal bebas telah menjadi komponen yang menakutkan bagi

banyak orang karena masalah yang ditimbulkan seperti penuaan dini dan

berbagai penyakit degenerative. Namun radikal bebas dan reaksi

pembentukannya dapat dihambat oleh senyawa antioksidan (Rauf, 2015).


12

Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh

dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari molekul-

molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal

bebas adalah asam lemak tak jenuh (Winarsi, 2007). Radikal bebas

dihasilkan secara normal oleh metabolisme dalam tubuh seperti

metabolisme sel, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan

(Kristanty, 2012). Tanpa disadari, didalam tubuh kita terbentuk radikal

bebas secara terus menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal,

peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh diluar

tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain-

lain (Winarsi, 2007).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan

satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal

bebas tersebut dapat terhambat (Yuliarti, 2008). Antioksidan merupakan

komponen yang dapat menunda, memperlambat, atau mencegah kerusakan

pada bahan makanan akibat oksidasi. Antioksidan tidak dapat

memperbaiki kembali bahan makanan yang telah mengalami oksidasi,

tetapi hanya menghambat reaksi oksidasi (Rauf, 2015).

Antioksidan merupakan suatu zat yang memiliki kemampuan

untuk memperlambat proses oksidasi yang berdampak negatif didalam

tubuh. Proses oksidasi didalam tubuh sebenarnya merupakan proses yang

normal yang berguna melancarkan metabolisme. Namun terkadang karena


13

gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat mengakibatkan produksi

molekul dan terlalu berlebihan sehingga berpengaruh negative terhadap

kesehatan. Misalnya akan menimbulkan mutasi gen, merusak sel, bahkan

mengakibatkan kanker, tumor, katarak, serta penyakit jantung (Irmawati,

2013).

Fungsi antioksidan adalah menetralisir radikal bebas, sehingga

tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degenerative dan kanker.

Fungsi lain antioksidan adalah membantu menekan proses penuaan.

Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang

disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya

penyakit degenerative serta mampu menghambat peroksidase lipid pada

makanan. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan

penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan,

yaitu ketengikan, perubahan gizi, perubahan warna, perubahan aroma,

serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi. Proses

oksidasi tersebut dapat dihambat oleh antioksidan (Sudirman, 2011).

Tetapi tidak selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat

didalam tubuh merugikan. Pada kondisi-kondisi tertentu keadaannya

sangat dibutuhkan. Misalnya, untuk membunuh bakteri yang masuk

kedalam tubuh. Oleh karena itu, keberadaannya harus dikendalikan oleh

sistem antioksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007).

Berkaitan dengan reaksi oksidasi didalam tubuh, status antioksidan

merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang, tubuh


14

manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal

bebas yang secara kontinyu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah

senyawa didalam oksigen reaktif ini melebihi jumlah antioksidan didalam

tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun

DNA, sehingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut stres

oksidatif. Namun demikian, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat

melalui 3 cara berikut, yaitu:

a. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru.

b. Menangkap radikal dan memotong propagasi (pemutusan rantai).

c. Memperbaiki kerusakan oleh radikal bebas (Winarsi, 2007).

Antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya digolongkan

menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer atau antioksidan endogen disebut juga

enzimatis merupakan antioksidan yang dapat memberikan atom

hydrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal

antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang

lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah

pembentukan senyawa radikal bebas atau merubah radikal bebas yang

telah terbentuk menjadi kurang efektif (Winarsi, 2007). Contohnya:

enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam

tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Enzim

superoksida dismutase (SOD) sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita.


15

Namun bekerjanya membutuhkan zat-zat gizi mineral seperti mangan,

seng, dan tembaga. Selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan.

Jadi jika ingin menghambat gejala dan penyakit degenerative, mineral-

mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam makanan yang

dikonsumsi setiap hari (Anies, 2009).

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder atau antioksidan eksogen disebut juga

antioksidan non-enzimatis. Antioksidan kelompok ini melakukan

pertahanan preventif terhadap radikal bebas. Antioksidan non-

enzimatis juga bekerja dengan cara menangkap radikal bebas (free

radical scavenger) (Winarsi, 2007). Contoh: vitamin E, vitamin C,

beta karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin (Anies, 2009).

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan

jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh : enzim metionin

sulfoksidan reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekuler

yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian

adalah sumber antioksidan yang baik dan bisa meredam reaksi berantai

radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses

penuaan dini (Kosasih, 2004).

Antioksidan juga banyak ditemukan di alam, jenis antioksidan di

alam ada 3, yaitu:


16

a. Antioksidan enzim

Enzim merupakan jenis antioksidan yang berasal dari protein

dan mineral makanan yang dikonsumsi sehari - hari. Enzim ini

disintesis di dalam tubuh. Agar antioksidan enzim dapat memiliki

aktivitas sebagai antioksidan dengan optimal membutuhkan ko-faktor

seperti besi, seng, magnesium, selenium dan tembaga.

b. Antioksidan vitamin

Antioksidan vitamin tidak dapat diproduksi oleh tubuh

sehingga membutuhkan asupan dari makanan dan suplemen, yang

termasuk di dalam antioksidan vitamin yaitu vitamin A, vitamin C,

vitamin E, asam folat dan betakaroten. Antioksidan vitamin banyak

ditemukan pada sayuran yang berwarna oranye dan hijau gelap.

c. Antioksidan fitokimia

Fitokimia merupakan antioksidan yang terdapat pada tanaman

dan digunakan untuk menangkal radikal bebas. Antioksidan fitokimia

terdiri dari karotenoid, flavonoid, polifenol, dan sulfida allyl.

Antioksidan fitokimia banyak ditemukan pada makanan alami seperti

buah - buahan, sayuran, dan biji-bijian.

D. Vitamin C

Rumus Bangun:
17

Nama resmi : Acidum Ascorbicum

Nama lain : Asam askorbat

Rumus molekul : C6H8O6

Berat molekul : 176,13

Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh

cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam

keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat

teroksidasi.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,

tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena

(Ditjen POM, 1995).

Asam askorbat adalah suatu reduktor. Sifat reduktor tersebut

disebabkan oleh mudah terlepasnya atom-atom hydrogen pada gugus hidroksil

yang terikat pada atom C2 dan atom C3 (atom-atom C pada ikatan rangkap).

Akibat pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh

enzim asam askorbat oksidase, asam askorbat mudah mengalami oksidasi

menjadi asam dehidroaskorbat. Reduksi asam dehidroaskorbat karena vitamin

C bersifat reduktor akan menghasilkan asam askorbat kembali. Oksidasi secara

timbal balik ini juga terjadi di dalam tubuh. Karena memiliki sifat mudah

teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Sumardjo, 2006).

Dalam semua percobaan adalah baik untuk menggunakan standar atau "kontrol

positif" di samping sampel utama yang sedang dipelajari. Sesuai standar yang

secara luas digunakan adalah asam askorbat (Vitamin C) (Molyneux, 2004).


18

E. Metode Penentuan Antioksidan dengan Metode DPPH

Pengukuran aktivitas antioksidan pangan lebih diarahkan pada

pengukuran in vitro. Metode in vitro yang sering digunakan yaitu metode

DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan

sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. DPPH (1,1-diphenil-2-pikril hidrazil) merupakan senyawa

radikal organik nitrogen yang stabil yang memberikan efek warna ungu.

Senyawa radikal sintetik ini merupakan metode sederhana yang digunakan

sebagai petunjuk awal bahwa suatu komponen atau ekstrak memiliki aktivitas

antioksidan. Pengujian didasarkan pada pengukuran kemampuan pereduksian

terhadap radikal DPPH. Pengukuran dapat dilakukan dengan elektron spin

resonance (EPR) atau dengan pengukuran penurunan absorbansi.

Larutan DPPH dalam etanol dan methanol, memberikan efek warna

ungu, yang merupakan kumpulan radikal-radikal bebas, yang diikat oleh ion H

dari senyawa antioksidan. Terikatnya radikal DPPH setelah masa inkubasi

beberapa menit (tn), menyebabkan intensitas warna ungu berkurang, yang

dapat diukur pada panjang gelombang 515-517 nm (Rauf, 2015).


19

(Sumber : Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010)

Gambar 2.1 Perubahan Warna Larutan pada Reaksi Radikal DPPH dengan

Antioksidan

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50

(Inhibitory Concentration). Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya

konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%.

Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin

tinggi (Molyneux, 2004).

Nilai IC50 < 50 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan sangat aktif,

nilai IC50 50 - 100 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan aktif, nilai IC50

101 - 250 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan sedang, nilai IC50 250 -

500 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan lemah, dan nilai IC50 > 500 ppm

menunjukkan kekuatan antioksidan tidak aktif (Jun, et. al., 2003).


20

Gambar 2.2 Reaksi DPPH dan Antioksidan (Yamaguchi et al., 1998)

F. Spektrofotometer UV – VIS

Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh suatu molekul

organik akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik pada

molekul. Transisi tersebut umumnya antara orbital ikatan atau orbital

pasangan elektron bebas ke orbital anti ikatan. Spektrum tampak terletak

antara 400 nm (ungu) - 750 nm (merah), sedangkan ultraviolet pada panjang

gelombang 200 - 400 nm (Kristanty, 2012).

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.

Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber

spektrum yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel

atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel

dan blangko ataupun pembanding.

Spektrofotometer UV dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:


21

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV

sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007) :

1. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk

memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang

dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan

berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai

konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi

maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.

3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara

0,2 sampai 0,8. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran

nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling

minimal.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang bertujuan

untuk menguji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var sapientum) dengan menggunakan metode DPPH (1,1-

diphenil-2-pikrilhidrazil).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Juni 2017 yang

bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Farmasi, Politeknik Kesehatan

Kemenkes Makassar.

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat gelas, bejana maserasi, kapas, spektrofotometer UV-Vis,

timbangan analitik, dan vial.

2. Bahan yang digunakan

Kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) yang telah

masak, 1,1-diphenil-2-pikril hidrazil (DPPH), aquadest, etanol, dan etil

asetat.

D. Pengambilan dan Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan adalah kulit pisang raja (Musa paradisiaca

var sapientum) yang berasal dari Kabupaten Bone. Pertama-tama pisang

dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan air yang mengalir sampai

22
23

bersih. Kemudian kulit pisang dipisahkan dari daging buahnya,

kemudian dipotong kecil-kecil. Selanjutnya dikeringkan dengan cara di oven

pada suhu 600C selama 3 hari kemudian diangin-anginkan dalam suhu kamar

tanpa terkena sinar matahari langsung sampai benar-benar kering. Simplisia

yang didapat kemudian ditimbang untuk proses ekstraksi selanjutnya.

E. Prosedur Kerja

1. Pembuatan ekstrak

Sejumlah 739,98 g simplisia pisang raja (Musa paradisiaca var

sapientum) dimasukkan ke dalam bejana maserasi kemudian ditambahkan

pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 liter sampai seluruh sampel terendam

sempurna. Simplisia diaduk rata, kemudian bejana maserasi ditutup rapat.

Proses maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengadukan dan disimpan

di tempat gelap pada suhu kamar tanpa terkena sinar matahari (dibiarkan

selama 3 hari). Maserat yang dihasilkan kemudian disaring dengan

menggunakan kapas dan dimasukkan kedalam wadah baru dan ampasnya

direndam lagi dengan cairan penyari baru. Perlakuan ini dilakukan

sebanyak 3 kali atau sampai cairan penyari tidak berwarna.

Hasil penyarian yang didapatkan kemudian dikumpulkan dan

diuapkan dengan rotary evaporator. Kemudian uapkan lagi di atas

waterbath dengan suhu 800, lalu dimasukkan kedalam desikator hingga

diperoleh ekstrak kental. Dari ekstrak kental tersebut kemudian

difraksinasi dengan pelarut etil asetat. Fraksinasi etil asetat dilakukan

dengan cara menimbang 20 g ekstrak etanol kental lalu ditambahkan 30 ml


24

air dan 10 ml pelarut etil asetat ke dalam corong pisah, kemudian dikocok.

Setelah itu, didiamkan beberapa saat hingga terjadi pemisahan antara etil

asetat dengan air. Setelah terjadi pemisahan, etil asetat dikeluarkan.

Kemudian ekstrak air yang terdapat didalam corong pisah ditambahkan

kembali dengan pelarut etil asetat sebanyak 10 ml. Perlakuan tersebut

dilakukan sebanyak 5 kali hingga diperoleh ekstrak etil asetat sebanyak 50

ml. Fraksinasi etil asetat dilakukan dengan 4 kali penimbangan ekstrak

etanol kental dan dilakukan pula perlakuan yang sama seperti dijelaskan

sebelumnya.
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% Rendamen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 x 100 %

2. Skrining Fitokimia

1. Uji Alkaloid

Ekstrak ditimbang 0,5 gram, dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, dilarutkan dengan 1 ml HCL 2N dan 9 ml air, kemudian dibagi

menjadi 3 bagian, hasilnya positif mengandung alkaloid jika

ditambahkan pereaksi mayer akan membentuk endapan putih (putih

kekuningan) dan jika ditambahkan pereaksi wanger akan menghasilkan

endapan cokelat, dan jika ditambahkan pereaksi dragendorf

menghasilkan endapan merah jingga.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan

etanol. Kemudian ditambahkan 5-6 tetes HCL pekat, membentuk


25

warna merah yang menunjukan adanya flavonoid dan pembentukan

warna orange menandakan adanya senyawa flavonoid.

3. Uji Saponin

Ditimbang 0,5 gram ekstrak, dimasukkan dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok selama 10 menit, hingga

terbentuk busa atau lebih lalu ditetesi dengan HCL 2N, Jika buih tidak

hilang dengan penambahan HCL 2N maka ekstraksi tersebut positif

mengandung saponin.

4. Uji Tanin

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml

air panas dan dikocok, lalu ditambahkan 20 ml NaCL 10 % dan

disaring. Filtrat yang dihasilkan ditambahkan FeCL3 dan apabila

terjadi perubahan warna biru tua atau hitam maka positif mengandung

tanin.

5. Uji Triterpenoid

Sebanyak 5 ml ekstrak dicampur dengan 2 ml kloroform dan 3

ml asam sulfat pekat. Terbentuk warna merah kecoklatan pada antar

permukaan menunjukan adanya triterpenoid.

6. Uji Polifenol

Larutan ekstrak uji sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan

besi (III) klorida 10%, jika terjadi warna biru tua, biru kehitamanatau

hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa polifenol.


26

3. Pembuatan larutan sampel

Sampel uji ditimbang saksama sebanyak 0,0500 g kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan dan dicukupkan

volumenya dengan etanol hingga garis tanda (1000 ppm). Larutan sampel

dipipet 4,0 mL; 6,0 mL; 8,0 mL; dan 10,0 mL. Kemudian masing-masing

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL untuk mendapatkan konsentrasi

400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, 1000 ppm, dicukupkan volumenya dengan

etanol hingga garis tanda.

4. Pembuatan larutan pembanding vitamin C

Vitamin C ditimbang saksama sebanyak 0,0100 g kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dan dicukupkan

volumenya dengan etanol hingga garis tanda (100 ppm). Larutan tersebut

dipipet 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; dan 2 ml. Kemudian masing-masing

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi 5

ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm, dan dicukupkan volumenya dengan

etanol hingga garis tanda.

5. Pembuatan larutan DPPH

Serbuk DPPH ditimbang saksama sebanyak 0,0040 g kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan dicukupkan

volumenya dengan etanol hingga garis tanda (40 ppm).

6. Pengukuran serapan larutan sampel

Diukur 1,0 ml sampel pada seri konsentrasi yang berbeda

kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan


27

larutan DPPH 40 ppm sebanyak 4,0 ml. Vial dibungkus dengan aluminium

foil dan dibiarkan selama 30 menit, kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang 515 nm. Sebagai blanko diukur 1,0 ml etanol

kemudian dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan larutan DPPH 40

ppm sebanyak 4,0 ml. Vial dibungkus dengan aluminium foil dan

dibiarkan selama 30 menit kemudian diukur serapannya pada panjang

gelombang 515 nm. Hal yang sama juga dilakukan pada larutan baku

pembanding, diukur 1,0 ml vitamin C pada seri konsentrasi yang berbeda,

kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan

larutan DPPH 40 ppm sebanyak 4,0 ml. Vial dibungkus dengan aluminium

foil dan dibiarkan selama 30 menit, kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang 515 nm.

F. Pengumpulan Data

Data hasil pengukuran serapan larutan sampel dan larutan baku,

ditabulasikan dan dikumpulkan, kemudian ditentukan potensi aktivitas

antioksidannya.

G. Analisis Data

Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari

uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah nilai IC50, yaitu

konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux,

2004). Untuk menghitung nilai IC50 diperlukan data persen inhibisi dari

pengujian yang dilakukan.


28

Persen inhibisi dapat dihitung dengan persamaan:

absorban blanko − absorban sampel


% peredaman = ×100 %
absorban blanko

Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh diplot masing-

masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan tesebut

digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel

dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai

IC50. Nilai x (IC50) dapat dihitung dengan persamaan:


𝑦−𝑎
𝑥=
𝑏

H. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data yang

telah diperoleh.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit pisang

raja (Musa paradisiaca var sapientum) dengan metode DPPH adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji aktivitas antioksidan berdasarkan persentase peredaman


dan IC50 fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var
sapientum)

IC50 Rata-
Pengukuran Persen IC50
No. Kadar (ppm) Rata
Sampel Peredaman (ppm)
(ppm)
400 ppm 13.62 %
600 ppm 32.08 % 944.21
1. Pertama
800 ppm 39.78 %
1000 ppm 54.26 %
400 ppm 13.86 %
600 ppm 32.37 %
2. Kedua 938.59 939.92
800 ppm 39.82 %
1000 ppm 54.41 %
400 ppm 13.99 %
600 ppm 32.64 %
3. Ketiga 936.96
800 ppm 40.01 %
1000 ppm 54.67 %

Tabel 4.2 Hasil Uji aktivitas antioksidan berdasarkan persentase peredaman


dan IC50 Vitamin C
No. Kadar (ppm) Persen Peredaman IC50 (ppm)
1 5 22.94 %
2 10 36.57 %
14.34 ppm
3 15 51.01 %
4 20 67.57 %

29
30

Tabel 4.3 Hasil skrining fitokimia fraksi etil asetat kulit pisang raja

Senyawa Hasil Fraksi


No Pereaksi Hasil
kimia Etil Asetat
1 Alkaloid Ekstrak ditimbang 0,5 -Mayer = endapan -Larutan
gram sampel, putih (putih bening (-)
masukkan kedalam kekuningan ) -Larutan
tabung reaksi, -dragendrof = kuning (-)
dilarutkan dengan 1 ml endapan merah
HCl 2N dan 9 ml air. jingga

2 Flavonoid Ekstrak ditimbang 0,5 Endapan orange Endapan


gram+etanol 70%+5-6 orange (+)
tetes HCl pekat
3 Saponin Ekstrak ditimbang 0,5 Jika buih tidak Busa hilang
gram, dimasukkan hilang dengan (-)
kedalam tabung reaksi, penambahan HCl
ditambahkan 10 ml air 2N maka hasilnya
panas dan dikocok mengandung
selama 10 menit, saponin.
hingga terbentuk busa
atau lebih lalu ditetesi
dengan HCl 2N.

4 Tanin Ekstrak ditimbang 0,5 Larutan biru tua Larutan


gram, masukkan atau hitam hitam (+)
kedalam tabung reaksi
ditambahkan 10 ml air
panas dan kocok, + 20
ml NaCl 10% dan
disaring.filtrat yang
dihasilkan ditambahkan
FeCl3.
5 Triterpenoid 5 ml ekstrak dicampur Terbentuk warna Merah
dengan 2 ml kloroform merah kecoklatan kecoklatan
dan 3 ml asam sulfat pada antar antar
pekat. permukaan. permukaan
(+)
31

6 Polifenol 1 ml ekstrak Larutan biru tua, Larutan biru


direaksikan dengan biru kehitaman kehitaman
larutan besi(III) klorida atau hitam (+)
10% kehijauan.

Keterangan: Terdeteksi (+)

Tidak terdeteksi (-)

Sumber: Data Primer 2017

B. Pembahasan

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var sapientum) yang diambil langsung dari Kabupaten

Bone. Sampel diekstraksi dengan cara maserasi yang merupakan salah satu

metode ekstraksi dingin. Maserasi dipilih karena peralatan yang digunakan

sangat sederhana, teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan,

dapat digunakan untuk mengekstraksi tanpa pemanasan, serta proses ekstraksi

lebih hemat penyari. Pada maserasi ini, digunakan kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var sapientum) kering sebanyak 739,98 gram yang dimasukkan

ke dalam wadah kaca dan dilarutkan menggunakan pelarut etanol 96% hingga

simplisia terendam sempurna. Simplisia diaduk rata dan wadah ditutup rapat

kemudian disimpan di tempat gelap pada suhu ruangan.

Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengadukan untuk

meningkatkan kecepatan ekstraksi. Setelah 3 hari maserat yang dihasilkan

disaring menggunakan kapas kemudian dimasukkan ke dalam wadah baru.

Simplisia yang telah disaring tadi ditambahkan lagi dengan pelarut etanol 96%

dengan perlakuan yang sama (dilakukan sebanyak 4 kali). Ekstrak yang

diperoleh tersebut diuapkan di rotary evaporator dengan suhu 600C untuk


32

menghilangkan cairan penyari dan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak

yang lebih pekat, kemudian diuapkan lagi diatas waterbath dengan suhu 800.

Ekstrak diuapkan kembali di waterbath karena konsentrasi ekstrak yang

didapatkan belum terlalu pekat serta masih banyaknya cairan penyari yang

belum menguap. Setelah didapatkan ekstrak yang agak kental, ekstrak tersebut

dimasukkan ke dalam desikator hingga diperoleh ekstrak yang benar-benar

kental. Dari ekstrak kental tersebut kemudian difraksinasi dengan pelarut etil

asetat dan diuji aktivitas antioksidannya.

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan metode DPPH. Metode DPPH ini dipilih karena merupakan

metode yang sederhana, mudah, cepat, dan peka serta hanya memerlukan

sedikit sampel untuk pengujian aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam

(Molyneux, 2004).

Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif

menggunakan metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas warna

ungu DPPH yang sebanding dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut.

Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan akan

memberikan warna ungu. Warna akan berubah menjadi kuning saat

elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas warna ungu ini terjadi karena

adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan oleh bereaksinya molekul

DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh molekul senyawa sampel

dan menyebabkan terjadinya perubahan warna DPPH dari ungu ke kuning.

Perubahan warna ini akan memberikan perubahan absorbansi pada panjang


33

gelombang maksimum DPPH saat diukur menggunakan spektrofotometri UV-

Vis sehingga akan diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang

dinyatakan dengan nilai IC50 (Molyneux, 2004).

Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang

dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka

aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). Nilai

IC50 < 50 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan sangat aktif, nilai IC50 50-

100 ppm menunjukkan kekuatan antioksidan aktif, nilai IC50 101-250 ppm

menunjukkan kekuatan antioksidan sedang, nilai IC50 250-500 ppm

menunjukkan kekuatan antioksidan lemah, dan nilai IC50 > 500 ppm

menunjukkan kekuatan antioksidan tidak aktif (Jun, et. al., 2003).

Pada penelitian ini, fraksi etil asetat kulit pisang raja dibuat dengan seri

konsentrasi yaitu 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm. Masing-

masing konsentrasi dipipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam vial yang

terbungkus dengan aluminium foil, lalu ditambahkan 4 ml larutan DPPH

kemudian diinkubasi selama 30 menit dan diukur serapannya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimal DPPH terukur pada

515 nm dan selanjutnya pengukuran dengan metode peredaman radikal DPPH

dilakukan pada panjang gelombang tersebut. Pengukuran serapan dilakukan

setelah dilakukan inkubasi selama 30 menit agar terjadi reaksi yang optimal

antara DPPH sebagai radikal bebas dengan sampel yang diuji.

Baku pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah vitamin

C yang dibuat dengan seri konsentrasi yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20
34

ppm. Baku pembanding ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar

potensi antioksidan yang terdapat pada fraksi etil asetat kulit pisang raja jika

dibandingkan dengan antioksidan yang terdapat pada vitamin C.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai rata-rata IC50

fraksi etil asetat kulit pisang raja adalah 939,92 ppm. Berdasarkan literature

(Jun, dkk. 2003) menunjukkan bahwa fraksi etil asetat kulit pisang raja berada

dalam kategori tidak aktif (nilai IC50 > 500 ppm). Sedangkan vitamin C

sebagai larutan baku pembanding didapatkan nilai IC50 sebesar 14.34 ppm dan

digolongkan sebagai antioksidan sangat aktif (nilai IC50 < 50 ppm). Meskipun

fraksi etil asetat kulit pisang raja tergolong dalam kategori tidak aktif, tetapi

dapat menghilangkan warna ungu pada DPPH. Berarti fraksi etil asetat kulit

pisang raja memiliki potensi antioksidan walaupun dalam jumlah yang sedikit.

Pada saat orientasi menggunakan ekstrak etanol, konsentrasi yang

didapatkan sangat tinggi yaitu 10.000 ppm baru dapat mengurangi warna

DPPH. Sehingga digunakanlah fraksi etil asetat, dimana pada konsentrasi

lebih rendah yaitu 1.000 ppm dapat mengurangi warna DPPH. Walaupun pada

konsentrasi tersebut masih tergolong tinggi.

Kekurangan pada penelitian ini adalah kandungan getah yang cukup

banyak yang terdapat pada kulit pisang raja. Seharusnya, diawal setelah proses

pengeringan sampel, sebaiknya sampel diekstraksi dulu dengan pelarut

organik non polar untuk menarik semua komponen non polarnya. Setelah

semua komponen non polar dari kulit pisang tertarik, baru kemudian

diekstraksi dengan etil asetat.


35

Dari hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Jusnani dengan metode

yang sama terhadap antioksidan kulit pisang dengan spesies yang berbeda

yaitu pisang ambon, diperoleh nilai IC50 sebesar 346,84 ppm dapat

menghilangkan warna DPPH. Hal ini juga membuktikan bahwa ternyata

perbedaan spesies juga berpengaruh pada aktivitas antioksidan


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, fraksi etil asetat kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var sapientum) memiliki nilai IC50 sebesar 939,92 ppm. Maka

dapat disimpulkan bahwa potensi aktivitas antioksidan fraksi etil asetat kulit

pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) dengan metode DPPH

diklasifikasikan sebagai antioksidan dalam kategori tidak aktif (nilai IC50 >

500 ppm).

B. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya, sebelum simplisia kering

difraksi menggunakan pelarut polar, sebaiknya diekstraksi terlebih dahulu

dengan pelarut organik non polar.

36
37

DAFTAR PUSTAKA

Alhabsyi, D.K, dkk. (2014). “Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya pada
Ekstrak Kulit Buah Pisang Goroho (Musa acuminate L.)”. Jurnal Ilmiah
Farmasi valensi, 3, (2), 108.

Anhwange, B.A. (2008). Chemical composition of Musa sapientum (banana)


peels. J. FodTechnol. 6(6) :263-6.

Anies. (2009). Cepat Tua akibat Radiasi?. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindo. Hal 127-128.

Berawi, K.N. & Nyimas Annisa Mutiara Andini.(2013). “Pengaruh Pemberian


Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon dan Kulit Pisang Kepok terhadap
Kadar Kolesterol Total Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley”.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Daniells, J., dkk. (2001). Musalogue: a catalogue of Musa germplasm. Diversity


in the genus Musa. International Network for the Improvement of
Banana and Plantain, Montpellier, France (E. Arnaud and S. Sharrock,
compil.)

Dellima, B. R. E. M. (2014). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Penangkap


Radikal 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil Dalam Daun Kelor (Moringa
oleifera, Lamk.). Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan R.I. Hal. 450-451, 1124, 1144, 1165, 1210.

Ditjen POM, Depkes Ri. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Erawati. (2012). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia


daedalanthera pierre dengan Metode DPPH (1,1 – Difenil Pikrihidrazil)
dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Paling Aktif.
Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia:
Jakarta.

Gandjar dan Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

Ide, P. (2009). The healthy secret of dragon fruit. Jakarta: Media Elex
Komputindo.

Irmawati. (2013). Keajaiban Antioksidan. Jakarta


38

Jun, M.H.Y., Yu. J., Fong, X., Wan, C.S., Yang, C.T., and Ho. (2003).
Comparison of Antioxidant activitiesof isoflavonoids from kudzu root
(puereria labata Ohwl). J. Food. Sci. Institute of technologist. Vol 68; p.
2117-2122.

Kosasih, E.N., dkk. (2004). Peranan Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta:
Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Hal. 48-49, 56-59.

Kristanty, R. E. (2012). Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa Antioksidan


dan Penghambat Xantin Oksidase dari Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopondium, DC). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam:
Universitas Indonesia.

Marjoni, M.R. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Trans Info Media.

Molyneux, P. (2004). The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-


hydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin J.
Science Technology, 26 (2) : 211-219.

Nagarajaiah, S.B. and J. Prakash. (2011). Chemical composition and


antioxidant potential of peels from three varieties of banana. Asian J.
Food Agro-Ind., 4: 31-46..

Pane, E. R. (2013). “Uji Aktivitas Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Metanol


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca Sapientum)”.Jurnal kimia valensi, 3,
(2),76-81.

Prihatman, K. 2008. Tentang Budidaya Pertanian Pisang (Musa spp). Deputi


Menegristek Bidang Pendaygunaan dan Permasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: 1-13.

Rauf, R. (2015). Kimia Pangan. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Sanchez-Moreno, C. (2002): Review: methods used to evaluate the free radical


scavenging activity in foods and biological systems. Food Sci. Tech. Int.,
8(3): 121-137.

Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius.

Someya, S, dkk. (2002). Antioxidant compounds from banana (Musa


cavendish). Food Chemistiy. Vol. 79, No. 3: 35 1-354.

Sudirman, S. (2011). Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif


Kangkung Air (Ipomoea aquatic Forsk). Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Supriyanti, F.M.T, dkk. (2015). “Pemanfaatan Ekstrak Kulit Pisang Kepok


(Musa bluggoe) sebagai Sumbr Antioksidan pada Produksi Tahu”.
Departemen Pendidikan Kimia, FPMIPA: Bandung.
39

Suyanti dan Supriyadi. (2008), Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek


Pasar. Cet.19 (edisi revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.

Steenis, Van C. G. G. J, dkk. 2006. Flora. Jakarta Timur: Balai Pustaka.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:


Kanisius.

Yuliarti, N. (2008). Racun di Sekitar Kita. Yogyakarta: Penerbit Andi.


40

LAMPIRAN I : SKEMA KERJA

Sampel Pisang Raja (Musa


paradisiaca var sapientum)
1. Dibersihkan dan dicuci dengan air
2. Dikeringkan pada suhu kamar
3. Diserbukkan
4. Ditimbang 100 g
5. Dimaserasi dengan pelarut etanol 96%

Ekstrak Etanol Encer


Diuapkan dirotavapor

Ekstrak Etanol Kental

Fraksi Etil Asetat Skrining fitokimia

Uji Aktivitas Antioksidan Baku Pembanding


Vitamin C

Pengumpulan Data

Analisis Data

kesimpulan
41

LAMPIRAN II: PERHITUNGAN

A. Perhitungan Persentase Peredaman

absorban blanko − absorban sampel


% peredaman = ×100 %
absorban blanko

1. Pengukuran Pertama % Peredaman Sampel Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja

a. 400 ppm

0.69248 − 0.59813
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 13.62 %

b. 600 ppm

0.69248 − 0.47027
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 32.08 %

c. 800 ppm

0.69248 − 0.41700
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 39.78 %

d. 1000 ppm

0.69248 − 0.31674
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 54.26 %

2. Pengukuran Kedua % Peredaman Sampel Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja

a. 400 ppm

0.69248 − 0.59644
% peredaman = ×100 %
0.69248
42

= 13.86 %

b. 600 ppm

0.69248 − 0.46830
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 32.37 %

c. 800 ppm

0.69248 − 0.41669
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 39.82 %

d. 1000 ppm

0.69248 − 0.31565
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 54.41 %

3. Pengukuran Ketiga % Peredaman Sampel Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja

a. 400 ppm

0.69248 − 0.59559
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 13.99 %

b. 600 ppm

0.69248 − 0.46640
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 32.64 %

c. 800 ppm

0.69248 − 0.41538
% peredaman = ×100 %
0.69248
43

= 40.01 %

d. 1000 ppm

0.69248 − 0.31385
% peredaman = ×100 %
0.69248

= 54.67 %

4. Pengukuran % Peredaman Vitamin C

a. Vitamin C 5 ppm

0.91191 − 0.70263
% peredaman = ×100 %
0.91191

= 22.94 %

b. Vitamin C 10 ppm

0.91191 − 0.57835
% peredaman = ×100 %
0.91191

= 36.57 %

c. Vitamin C 15 ppm

0.91191 − 0.44669
% peredaman = ×100 %
0.91191

= 51.01 %

d. Vitamin C 20 ppm

0.91191 − 0.29569
% peredaman = ×100 %
0.91191

= 67.57 %
44

B. Perhitungan IC50
𝑦−𝑎
𝑥=
𝑏

1. Perhitungan IC50 fraksi etil asetat kulit pisang raja pengukuran pertama

a = -10.43

b = 0.064

50 − (−10.43)
𝑥=
0.064

= 944.21 ppm

2. Perhitungan IC50 fraksi etil asetat kulit pisang raja pengukuran kedua

a = -10.07

b = 0.064

50 − (−10.07)
𝑥=
0.064

= 938.59 ppm

3. Perhitungan IC50 fraksi etil asetat kulit pisang raja pengukuran ketiga

a = -9.966

b = 0.064

50 − (−9.966)
𝑥=
0.064

= 936.96 ppm

Jadi, nilai rata – rata IC50 fraksi etil asetat kulit pisang raja adalah:

944.21 + 938.59 + 936.96 ppm


𝑥=
3
45

= 939.92 ppm

4. Perhitungan IC50 baku pembanding Vitamin C

a = 7.451

b = 2.966

50 + 7.451
𝑥=
2.966

= 14.34 ppm
46

LAMPIRAN III: GAMBAR

Hubungan Konsentrasi dengan % Inhibisi Fraksi Etil


Asetat Kulit Pisang Raja ke-1
60

50 y = 0.0648x - 10.432
R² = 0.9775
% peredaman

40

30
Series1
20 Linear (Series1)

10

0
0 200 400 600 800 1000 1200
kadar sampel (ppm)

Gambar 1: Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Fraksi Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
pengukuran pertama

Hubungan Konsentrasi dengan % Inhibisi Ekstrak Etil


Asetat Kulit Pisang Raja ke-2
60

50 y = 0.0645x - 10.07
R² = 0.9761
% peredaman

40

30
Series1
20 Linear (Series1)
10

0
0 200 400 600 800 1000 1200
kadar sampel (ppm)

Gambar 2: Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Fraksi Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
pengukuran ke-2
47

Hubungan Konsentrasi dengan % Inhibisi Fraksi Etil Asetat


Kulit Pisang Raja ke-3
60

50 y = 0.0647x - 9.966
R² = 0.9753
% peredaman

40

30
Series1
20 Linear (Series1)
10

0
0 200 400 600 800 1000 1200
kadar sampel (ppm)

Gambar 3: Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Fraksi Etil Asetat


Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) pada
pengukuran ke-3

Hubungan Konsentrasi dengan % Inhibisi


Vitamin C
80
70
y = 2.9663x + 7.4514
60
R² = 0.998
% peredaman

50
40
Series1
30
20 Linear (Series1)
10
0
0 5 10 15 20 25
kadar sampel (ppm)

Gambar 4: Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Baku Vitamin C


48

LAMPIRAN IV : DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Sampel Kulit Pisang Raja

Gambar 2. Sampel Kulit Pisang Raja Yang Akan Dilakukan Pengeringan Di


Dalam Oven.
49

Gambar 3. Kulit Pisang Raja Yang Telah Kering

Gambar 4. Ekstraksi Sampel Dengan Metode Maserasi


50

Gambar 5. Proses Penyaringan Filtrat Dari Hasil Maserasi

Gambar 6. Proses Rotary Evaporator Ekstrak Etanol Kulit Pisang Raja


51

Gambar 7. Penguapan Ekstrak Yang Dilakukan Di Waterbath

Gambar 8. Ekstrak Etanol Kental Kulit Pisang Raja


52

Gambar 9. Proses Fraksinasi Pelarut Etil Asetat Kulit Pisang Raja

Gambar 10. Proses Penguapan Ekstrak Etil Asetat


53

Gambar 11. Proses pengukuran aktivitas antioksidan pada larutan sampel yang

telah ditambahkan DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Gambar 12. Perubahan warna setelah larutan sampel ditambahkan dengan

DPPH lalu diinkubasi selama 30 menit


BIOGRAFI

A. Identitas Diri

Nama Lengkap : Ditya Nurul

NIM : PO. 71.3.251.14.1.010

Tempat/Tanggal Lahir : Raha, 30 Mei 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Program Studi : D.III

Alamat : Dusun Tondok Tangnga, Desa Kaluku, Kecamatan

Sukamaju, Kabupaten Luwu Utara

E-mail : dityanurul96@gmail.com

No.Telepone/HP : 085 395 775 062

Nama Orang Tua : Ayah : Hamirul

Ibu : Nurhayani

B. Riwayat Pendidikan

TK : Bustanul Athfal Aysyiah (2001-2002)

SD : SDN 163 Tamboke (2002 - 2008)

SMP : SMP Negeri 1 Sukamaju (2008 - 2011)

SMA : SMA Negeri 1 Sukamaju (2011 - 2014)

Perguruan Tinggi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

Jurusan Farmasi

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya sebagai bahan

pertimbangan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

You might also like