You are on page 1of 1

Mantilla adalah tudung atau kerudung yang biasa dipakai perempuan Katolik saat perayaan

Ekaristi atau upacara liturgi lain. Pemakaian mantilla pernah diwajibkan dalam Kitab Hukum
Kanonik (KHK) 1262. Namun, dalam semangat pembaruan, Gereja tak lagi mewajibkan
pemakaian mantilla, tapi juga tidak melarang umat yang hendak memakainya. Sehingga masih
ada umat di beberapa tempat, seperti di kawasan Amerika Latin, Eropa, dan Asia yang masih
mempertahankan tradisi pemakaian mantilla. Mantilla biasa terbuat dari bahan lace sejenis
brokat atau kain berenda. Tapi, kadang umat juga menggunakan syal atau skarf, bandana besar,
atau kain biasa untuk menutupi kepalanya.
Umat yang masih memegang tradisi penggunaan mantilla memiliki alasan berdasar surat Rasul
Paulus kepada umat di Korintus, terutama 1 Kor 11: 4-10 yang mengajarkan bahwa dalam hal
berdoa, dalam upacara liturgi, hendaknya berpakaian sesuai dengan budaya yang baik, yang
berlaku pada masa itu, di mana perempuan hendaknya menggunakan tudung kepala sebagai
tanda ketaatan kepada Sang Kepala, yakni Kristus. Budaya pemakaian tudung bagi perempuan
pada masa itu juga merupakan simbol ketaatan kepada suami atau dan ayah, sebagai kepala
keluarga.
Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus (1 Kor 11:2-16) ini dilatar belakangi pertikaian umat
di Korintus tentang pakaian dalam upacara liturgi. Rasul Paulus mengkritik pertengkaran itu
dengan nasihat yang mendasarkan kepada budaya setempat, yaitu kebiasaan menggunakan
tudung bagi perempuan. Atas dasar itu, Gereja melalui Kitab Hukum Kanonik 1262 menyatakan
bahwa perempuan wajib memakai mantilla dalam upacara liturgi sebagai suatu tradisi. Tradisi ini
berlangsung cukup lama.
Namun setelah Konsili Vatikan II, Kongregasi Ajaran Iman menyatakan bahwa tradisi pemakaian
kerudung bagi perempuan dalam upacara liturgi tidak lagi diwajibkan. Ketentuan tentang
kewajiban memakai mantilla pun ditiadakan dalam Kitab Hukum Kanonik. Meski jelas tidak ada
kewajiban kanonik bagi para perempuan mengenakan penutup kepala, namun mereka tetap
bebas untuk memakai atau tidak memakai penutup kepala saat upacara liturgi. Penutup kepala
bagi perempuan ini merupakan ungkapan iman atau devosi pribadi.

Cr. wikipedia

You might also like