You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah . Penyakit


ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan. Pada
masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi
setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unitperawatan pernafasan,
maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom
klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800
Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat paralisis burbar. Pada
tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa
lebih baik setelah minum obat efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan
untuk mengatasi kram menstruasi.

Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary
Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis
dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu
fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan
nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul
antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun miastenia gravis
lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih
banyak pada pria . Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering
dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka
ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah
terdiagnosis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular
junction. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan
otot akan pulih kembali 5 .

Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi


neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial 1 .

II.2 EPIDEMIOLOGI

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui.Angka


kejadiannya 20 dalam 100.000 populasi.Biasanya penyakit ini lebih sering tampak
pada umur diatas 50 tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini
tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,
penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun 5 .

2
II.3 ETIOLOGI

Penyebab MG yang paling umum adalah perkembangan abnormal dari


bagian-bagian imunologis (epitop) di dalam maupun sekitar AChR nicotinik pada
postsynaptic endplate regio neuromuscular junction. Antibodi AChR memicu
terjadinya degradasi imun dari AChR dan membran postsinaptik. Hilangnya
AchRs fungsional dalam jumlah besar dapat menyebabkan berkurangnya jumlah
serat otot yang berdepolarisasi selama aktivasi terminal nervus motorik,
mengakibatkan panurunan aksi potensial otot dan kontraksi serat otot yang
penting. Adanya hambatan pada tranmisi neuromuskular dapat menyebabkan
kelemahan secara klinis apabila jumlah serat yang rusak besar 2.

Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk


antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase). Biopsi otot pada pasien ini
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MG okulobulbar.

Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG, seperti perempuan dan orang
dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) memiliki kecenderungan genetik
terhadap penyakit autoimun. Profil histokompatibilitas kompleks meliputi HLA-
B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum terbukti berhubungan
dengan bentuk MG okular). Penyakit SLE dan RA mungkin berhubungan dengan
MG. Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi
antigen pemicu belum diidentifikasi 3 .

Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG, termasuk


yang berikut 3 :

a. Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,


eritromisin, dan ampisilin)

3
b. Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tingginya titer
antibodi anti-ACHR terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan dan
pemulihan penuh dicapai seminggu sampai sebulan setelah penghentian
obat
c. Beta-adrenergik reseptor blocking agen (misalnya, propranolol dan
oxprenolol)
d. Lithium
e. Magnesium
f. Procainamide
g. Verapamil
h. Quinidine
i. Klorokuin
j. Prednisone
k. Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
l. Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
m. Agen blocking neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien MG untuk menghindari blokade
neuromuskuler yang berkepanjangan
n. Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular dalam
1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan pemulihan
lengkap.

II. 4 PATOFISIOLOGI

Otot rangka dan otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang
berasal dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Nervus ini
mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.
Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan mampu merangsang 2000
serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dan serabut otot yang dipersarafinya
disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersyarafi banyak
serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersyarafi oleh hanya satu neuron
motorik.

Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut


otot disebut sinaps neuromuscular atau hubungan neuromuskular. Hubungan
neuromuskular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga

4
komponen dasar : elemen prasinaptik, elemen pascasinaptik dan celah sinaptik.
Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang terdiri berisi vesikel sinaptik
dengan neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam
akson terminal (Button). Membran plasma akson terminal disebut membran
prasinaps. Elemen pascasinaps terdiri dari membran pascasinaps atau ujung
lempeng motorik dari serat otot. Membran pascasinaps dibentuk oleh invaginasi
yang disebut saluran sinaps membran otot atau sarkolema kedalam tonjolan akson
terminal. Membran pascasinaps memiliki banyak lipatan yang sangat
meningkatkan luas permukaan.

Membran pascasinaps juga mengandung reseptor asetilkolin dan mampu


membangkitkan lempeng akhir motorik yang sebaliknya dapat menghasilkan
potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu enzim yang merusak asetilkolin juga
terdapat dalam membran pascasinaps. Celah sinaptik mengacu pada ruangan
antara membran prasinaps dan menbran pascasinaps.
Apabila impuls saraf mencapai taut neuromoskular, membran akson prasinaptik
terminal terdepolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah
sinaptik. Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difus dan menyatu
dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion
Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung
lempeng, yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial. Ketika ujung lempeng
potensial mencapai puncak, maka ujung tersebut akan menghasilkan potensial
potensial aksi dalam membran otot. Potensial aksi ini merangkai serangkaian
reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi
melewati penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzim
asetilkolinesterase. Pada orang normal, jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih
dari cukup untuk menyebabkan suatu potensial aksi.

Pada Miastenia Gravis, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah


reseptor asetilkolin normal menjadi menurun yang terjadi akibat cedera autoimun
sehingga terjadi penurunan potensial aksi yang menyebabkan kelemahan pada
otot. Pada 90 % pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan
ptosis dan diplopia. Otot wajah, laring dan faring juga sering terlibat dalam

5
Miastenia Gravis yang dapat mengakibatkan regurgitasi melalui hidung ketika
berusaha menelan dan pasien dapat mengalami aspirasi, gangguan suara
(disfonia). Kelemahan otot pernapasan juga ditandai dengan batuk lemah dan
akhirnya serangan dispnea, dan ketidakmampuan membersihkan mukus dari
cabang trakeobronkial. Selain itu terjadi kelemahan otot ekstremitas yang
menyebabkan pasien kesulitan untuk berdiri, berjalan, atau bahkan menahan
lengan di atas kepala (Misalnya ketika sedang menyisir rambut) 7 .

Gambar : Perbandingan Neuromuscular junction normal dan pada


Miastenia Gravis

Patofisiologi Miastenia Gravis

6
II.5 GEJALA KLINIS

7
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang
berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang
beraktivitas 4 .

Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan
ini akan berkurang apabila penderita beristirahat 8. Gejala klinis miastenia gravis
antara lain :

 Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis. Ptosis yang


merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius,
seing menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun
pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada
kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap
lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi
ptosis miastenia gravis 2.Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi,
diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala 4 .
 Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot
wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas 2.

Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga


mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari
otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran
menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara
sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari
hidungnya 8.

8
Gambar : Manifestasi Klinis Miastenia Gravis

Tabel : Manifestasi Klinis Pada Miastenia Gravis Dari Gejala Yang Sering Terjadi Sampai Pada Gejala yang Jarang Terjadi 7

Sering terjadi Otot-otot Gejala


Ocular Ptosis dan penglihatan ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat kepala
saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat lengan
setinggi bahu dan kesulitan
berdiri dari posisi duduk
dengan bantuan tangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangun dari
posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat
mengenggam dan kelemahan
pada pergelangan dan kaki

Jarang terjadi

II.6 KLASIFIKASI

9
Klasifikasi Klinis Miastenia Gravis 7

10
Klasifikasi Klinis
Kelompok I Miastenia Okular Hanya menyerang otot-otot ocular,
disertai ptosis dan diplopia
Kelompok Miastenia Umum
A. Miastenia umum ringan  Awitan (onset) lambat, biasanya
pada mata, lambat laun menyebar
ke otot-otot rangka dan bulbar
 System pernafasan tak terkena.
Respon terhadap terapi obat baik
 Angka kematian rendah
B. Miastenia umum sedang  Awitan bertahap dan sering
disertai gejala-gejala ocular, lalu
berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot-otot
rangka dan bulbar
 Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia
umum ringan. Otot-otot
pernafasan tak terkena
 Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas
klien terbatas, tetapi angka
kematian rendah
C. Miastenia umum berat 1. Fulminan akut:
 Awitan yang cepat dengan
kelemahan otot-otot rangka
dan bulbar dan mulai
terserangnya otot-otot
pernafasan
 Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan
 Respon terhadap obat buruk
 Insiden krisis miastenik,
kolinergik, maupun krisis
gabungan keduanya tinggi
 Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut
 Miastenia gravis berat timbul
paling sedikit 2 tahun setelah
awitan gejala-gejala kelompok
I atau II 11
 Miastenia gravis dapat
berkembang secara perlahan
atau tiba-tiba
Tabel : Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA) 6 .

Adanya kelemahan otot-otot okullar, kelemahan pada saat menutup mata


Kelas I
dan kekuatan otot-otot lain normal
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
Kelas II
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
Kelas IIa
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelas IIb Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot
Kelas III
lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
Kelas III a
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
Kelas III b secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
Kelas IV yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
berbagai derajat
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-
Kelas IV a
otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya
secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
Kelas IV b
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

12
II.7 DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:

1. Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan


aktivitas fisik?
2. Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
3. Apakah muncul ptosis?
4. Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
5. Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan
kemudian ke truncal dan anggota tubuh?
6. Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?
B. Pemeriksaan Fisik

Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan


sebagai berikut :

1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama


kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.
2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
3. Uji kelelahan otot : Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan
meminta pasien untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama
beberapa saat (uji Simpson). Meningkatnya penurunan kerja otot adalah
tanda kelelahan. Peningkatan fenomena ptosis dapat ditunjukkan pada
pasien dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjaga kelopak
mata yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata
berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya. Tanda

13
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasien diarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan kemudian
kembali dengan cepat dalam posisi semula. Pengamatan pada gerak kelopak
mata yang lebih ke atas ditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi
kembali ke kondisi ptosis, mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi
dan pemulihan yang lambat dari otot. Tanda mengintip terjadi ketika fisura
palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak mata secara volunter 4

Muscle Grading Chart


Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi

C. Pemeriksaan Laboratorium 4
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu


miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang positif pada 74% pasien. 80%
dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor
antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.

b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes
ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita
thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma
dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

14
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR
Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif
untuk anti-MuSK Ab.

d. Antistriational antibodies

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya


antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan
otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor
protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan
pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya
titin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya
thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.

D. Imaging 2
a. Chest x-ray

Foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan


lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.7 Hasil roentgen belum tentu dapat
menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu
dilakukan chest CT-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua
kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.

b. MRI

Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.
MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.

II.8 DIAGNOSIS BANDING

15
Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis,
antara lain 3,8 :

1. Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III
pada beberapa penyakit selain miastenia gravis, antara lain :
a. Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
c. Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii
d. Paralisis pasca difteri
e. Pseudoptosis pada trachoma
f. Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan
adanya suatu sklerosis multipleks.
g. Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome),
penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan
pada otot anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan kelemahan
relatif pada otot-otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi
peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter,
terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali dihubungkan dengan
suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru. EMG pada
LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada
transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan
terjadi ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan
pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan
kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik, dimana
pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah
asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran postdinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.
h. Botulisme

Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf
kolinergik, termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf
parasimpatik, dan ganglia perifer. Blokade ini menghasilkan karakteristik
penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.

16
II. 9 PENATALAKSANAAN

a. Antikolinesterase

Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, kerjanya memblok AChE. Agen intermediate-acting,
lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada “short-acting” bromida
neostigmine dan “long acting” klorida ambenonium. Bekerja dalam 30-
60 menit, efek berlangsung 3-6 jam. MG tidak mempengaruhi semua
otot rangka yang sama, dan semua gejala mungkin tidak dapat
dikendalikan tanpa efek samping. Pada pasien kritis atau pasca operasi,
obat diberikan secara intravena (IV). Di Amerika Serikat,
pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg tab, 180-mg timespan
tablet, dan 60 mg/5 ml sirup. Efek dari tablet timespan bertahan 2,5 kali
lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai adjuvan pyridostigmine
reguler untuk mengontrol gejala myasthenic pada malam hari.
Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan bervariasi antara
pasien. Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam
atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin
biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan
hasil yang menyolok.

b. Neostigmine

Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga


memfasilitasi transmisi impuls di NMJ. Ini adalah AChE inhibitor
short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk
yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan (SC).
Waktu paruhnya 45-60 menit. Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine
tidak ada.

17
Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara
subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg
subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0
mg.

c. Steroid

Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi


digunakan untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun. Obat ini
termasuk di antara para agen imunomodulasi yang pertama kali
digunakan untuk mengobati MG dan masih sering digunakan dan
efektif. Obat ini biasanya digunakan dalam kasus sedang atau berat
yang tidak merespon terhadap AChE inhibitor dan thymectomy.
Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid efektif dan dapat
menyebabkan remisi atau menyebabkan perbaikan pada kebanyakan
pasien. Perburukan mungkin terjadi awalnya, perbaikan klinis
ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya diberikan lebih dari
1 atau 2 tahun. Remisi didapatkan 30% dan perbaikan
40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG
generalisata. Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif
lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.

1. Prednisone

Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di


Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan
obat hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang
merugikan dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam
mengurangi eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan
autoantibodi. Namun, efek klinis sering tidak terlihat selama
beberapa minggu. Peningkatan signifikan, yang mungkin

18
berhubungan dengan titer antibodi menurun, biasanya terjadi pada
1-4 bulan.

2. Methylprednisolone

Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi


dan pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral. Ini
mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi sel
polimorfonuklear (PMN) dan membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler.

Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia


gravis, dan diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days)
untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg)
dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari
eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis
tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis
mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat,
prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,
dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk
dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi
tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka
dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan
memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian
prednisolon secara mendadak harus dihindari.

d. Imunosupresan
1. Azatioprin

Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan


hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5
mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus

19
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu
pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.
Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat
dianjurkan. Karena efek samping kortikosteroid, klinisi dan dokter
seringkali menggunakan steroid-sparing medications, misalnya:
azathioprine, dengan dosis yang ditingkatkan secara bertahap
sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO. Perbaikan maksimal dicapai dalam
waktu 1-2 tahun, karena kerja azathioprine yang lebih lambat
daripada kortikosteroid. Azathioprine digunakan bersama-sama
dengan kortikosteroid, bukan sebagai monoterapi.

2. Mycophenolate mofetil

Digunakan sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau


corticosteroid-sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali
sehari. Selama mimum obat ini, disarankan untuk menghindari
paparan sinar ultraviolet. Manfaat (perbaikan) klinis dapat
dirasakan setelah 1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini
biasanya dirasakan sekitar 6 bulan. Penggunaan mycophenolate
mofetil bersama-sama dengan azathioprine tidak dianjurkan.

3. Cyclosporine

Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x


sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4
mg/KgBB/hari) dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh
dokter yang benar-benar paham efek samping dan dapat memonitor
(tekanan darah, CBC, asam urat, potassium, lipid, magnesium,
serum creatinine dan BUN) pasien secara ketat (setiap 2 minggu
selama 3 bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika pasien sudah
stabil).

e. Imunoglobulin

20
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan
kelemahan berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau
sebagai pengganti dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG
efektif dalam MG sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.
Dosis tinggi IVIG berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak
diketahui. Hal ini digunakan dalam manajemen krisis (misalnya,
myasthenic krisis dan periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi
dengan plasmapheresis. Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang
cepat, tetapi efek berlangsung hanya dalam waktu singkat.

f. Plasmaparesis

Plasmaparesis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan


menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan
kompleks imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan
untuk terapi imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen
krisis. Seperti IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk
myasthenic krisis dan kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadi dalam
beberapa hari, tetapi tidak berlangsung lebih dari 2 bulan. Plasmaferesis
merupakan terapi efektif untuk MG, terutama dalam persiapan untuk
operasi atau jangka pendek pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis
jangka panjang teratur setiap minggu atau bulanan bisa digunakan bila
pengobatan lain tidak dapat mengendalikan penyakit ini..

g. Thimektomi

Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam


myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma.
Telah diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien
dengan myasthenia gravis (MG) umum. Thimectomi dapat
menyebabkan remisi. American Association of Neurology
merekomendasikan thimectomi untuk nonthymomatous pasien
myasthenia gravis (MG) autoimun. Thimectomi direkomendasikan

21
sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau
perbaikan 4 .

II. 10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien miastenia gravis antara lain 3 :

1. Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak
diawasi
2. Pneumonia
3. Bullous death

II. 11 PROGNOSIS

a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%


b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.

Dalam myasthenia gravis (MG) okuler, lebih dari 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%.
Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak
lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien ini disebut sebagai myasthenia
gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum dan disebut
sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien
myasthenia gravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan
gejala yang lebih buruk 4 .

22
BAB III

KESIMPULAN

Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai


kelemahan dan kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan
berlanjut keseluruh tubuh hingga ke otot pernapasan.

Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada


hubungan neuromuskular akibat penyakit otoimun. Wanita lebih sering menderita
penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang
menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini tampak pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini

23
sering terjadi pada usia 60 tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi
relatif lebih baik daripada orang dewasa.

Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan


tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat. Diagnosis miastenia gravis
ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis, serta tes diagnostik
yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, tes
tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin.

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu


; (1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2) Mempengaruhi proses
imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot. Pengobatan
miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang
kerjanya menghancurkan asetilkolin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah, edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC.
2. Burns et al. 2012. Myasthenia Gravis. In Netter`s
Neurology2nd Edition.
3. Drachman DB. 2012. Myasthenia Gravis and Other
Diseases of The Neuromuscular Junction Kasper. In: Braunwald, Fauci,
Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s : Principle of Internal Medicine 18th ed.
McGraw Hill.
4. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis.
http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

24
5. James F.H. 2008. Epidemilogy and Pathophysiology.
Dalam Jr.M.D,penyunting. Myasthenia Gravis A Manual For Health Care
Provider. Edisi ke1. Amerika.
6. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The
Neuromuscular Junction. In: Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s :
Principles of Neurology 8thed. McGraw Hill. 2005.
7. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M., 2006.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed. 6 vol.2. EGC. Jakarta.
8. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical,
immunological,and therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 2005

25

You might also like