You are on page 1of 11

Referat

SINUSITIS MAKSILARIS

Oleh :

AYU WARMA
NIM 1508434450

Pembimbing
dr. HARIANTO, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2017
SINUSITIS MAKSILARIS

1. DEFINISI
Sinusitis adalah suatu peradangan mukosa sinus paranasal. 1 Rinosinusitis maksilaris
kronik adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus maksilaris yang telah menimbulkan
keluhan yang menetap lebih dari 12 minggu.2

2. ANATOMI
Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa
yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung
melalui ostium masing-masing.1

Gambar 1. Sinus paranasal3

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut juga
antrum Highmore. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian
berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os. maksila
yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar
orbita, dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi taring dan gigi M3,
bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol kedalam sinus sehingga infeksi gigi
rahang atas mudah naik keatas menyebabkan sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, lagi pula drainase juga harus melalui infundibulum
yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan
pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi
drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1

Gambar2. Sinus maksila.4

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Etiologi dan faktor predisposisi rinosinusistis maksilaris kronis cukup beragam.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe
dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung. Infeksi
dari traktus respiratori atas. Sinusitis tipe dentogen disebabkan oleh kelainan gigi serta yang
sering menyebabkan rinosinusitis maksilaris kronik. Infeksi gigi terutama gigi rahang atas
yaitu molar pertama dan kedua Prosedur ekstraksi gigi juga dapat menyebabkan
terdorongnya gigi atau akar gigi sehingga menyebabkan terbukanya dasar sinus maksila.1,2
Adapun faktor predisposisi antara lain kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan KOM, polipnasi, rhinitis alergi. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah daya tahan tubuh, malnutrisi, kebiasaan merokok, lingkungan berpolusi,
udara dingin, dan kering.1,2

4. KLASIFIKASI
Secara klinis sinusitis maksilaris berdasarkan waktunya menurut konsensus tahun
2004 dibedakan menjadi 3:1
1. Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.
2. Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.
3. Kronis, bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan.
Kriteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa dibedakan sesuai dengan
International Conference of Sinusitis Disease, yaitu:5
Tabel.1 klasifikasi sinusitis
Kriteria Sinusitis akut Sinusitis kronis
dewasa anak dewasa anak
Gejala dan tanda < 12 minggu < 12 minggu ≥ 12 minggu ≥ 12 minggu
Jumlah episode <4 kali/ tahun <6 kali/tahun ≥ 4 kali/ tahun ≥6 kali/ tahun
seranganakut,
masing-masing
minimal
berlansung
minimal 10 hari
Reversible mukosa Dapat sembuh sempurna dengan Tidak dapat sembuh sempurna
pengobatan medikamentosa dengan pengobatan
medikamentosa

Klasifikasi rhinosinusitis dewasa berdasarkan lama dan riwayatnya di bagi 5 yaitu:6


Tabel 2. Klasifikasi rhinosinusitis dewasa
Klasifikasi Lama Riwayat
Akut ≤ 4 minggu ≥2 faktor mayor, 1 faktor
mayor dan 2 minor atau
secret purulen pada
pemeriksaan
Subakut 4-12 minggu
seperti kronik
Akut, rekuren ≥4episode dalam setahun,
setiap episode berlansung ≥ 7
-10 hari
Kronik
≥12 minggu ≥2 faktor mayor, 1 faktor
mayor dan 2 minor atau
Eksaserbasi kut pada secret purulen pada
kronik Peburukan mendadak dari
pemeriksaan
rinosinusitiskronik, dan
kembali ke asal setelhg
pengobatan

5. PATOFISIOLOGI
Sinus maksila bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat infundibulum.
Daerah ini rumit dan sempit yang dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM). Kesehatan
sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary
clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Cairan
mukus dilepaskan oleh sel epitel bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang
letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya
berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan
drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang
diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan
retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1
Gambar 3. Kompleks ostio-meatal.7

6. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) telah
membuat kriteria mayor dan minor untuk mempermudahkan mendiagnosa rinosinusitis.
Rinosinusitis dapat didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu
kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. Gejalanya menurut kriteria mayor dan
minor adalah:8
Gejala Mayor Gejala Minor
 Obstruksi hidung  Sakit kepala
 Sekret pada daerah hidung/ sekret  Sakit/ rasa penuh pada telinga
 Halitosis/ nafas berbau
belakang hidung yang sering disebut
 Sakit gigi
PND (Postnasal drip).  Batuk dan iritabilitas
 Kongesti pada daerah wajah  Demam (semua nonakut)
 Nyeri /rasa tertekan pada wajah  Lemah
 Kelainan penciuman(Hiposmia /
anosmia)
 Demam (hanya pada akut)

Anamnesis diperlukan untuk menilai gejala-gejala yang ada pada keluhan


subjektif yang dapat menjadi dasar sinusitis maksilaris adalah riwayat rinorea purulen yang
berlansung 7 hari, hidung terasa penuh, nyeri pada wajah, post nasal drip, dan gangguan
penghidu. Keluhan tersebut meliputi durasi keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau
memperberat serta riwayat pengobatan yang sudah dilakukan. Adanya penyebab infeksi baik
bakteri maupun virus, riwayat alergi atau kemungkinan kelainan anatomi rongga hidung
dapat dipertimbangkan.1,2
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi yang diperhatikan adanya pembengkakan di pipi sampai kelopak mata
bawah yang berwarna kemerahan dan terdapat nyeri tekan pada daerah tersebut. Pemeriksaan
rinoskopi anterior untuk melihat mukosa hidung hiperemis, konka edema, terdapat sekret
mukopurulen di meatus media, deviasi septum atau polip. Sementara rinokospi posterior
dapat ditemukan sekret yang turun di dinding faring (post nasal drip).1,2

a. Pemeriksaan penunjang
Radiologi merupakan pemeriksaan tambahan yang umum dilakukan meliputi foto
kepala dan Computerized Tomography (CT scan). Pada pemeriksaan foto kepala dapat dilihat
penebalan ukosa, perselubungan/opasifikasi dengan atau tanpa disertai air fluid level. Posisi
pada foto kepala untuk melihat sinus paranasal yaitu posisi Waters, PA dan lateral. 1,2,9
Gambar 5. Foto kepala posisi Waters untuk memperlihatkan suatu sinus yang opak.10

Gambar 6. CT scan dapat melihat lebih jelas tingkatan sinusitis.11

Pada Computerized Tomography (CT scan) sinus merupakan gold standard karena dapat
menilai variasi atau kelainan anatomi dan mampu menggambarkan struktur anatomi, kondisi
kompleks osteomeatal dan visualisasi ada tidaknya jaringan patologis serta cairan di sinus. Pada
pemeriksaan CT scan dapat dilihat air fluid level, penebalan mkosa, dan opasifikasi komplet
sinus. 2,6

7. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibiotik pilihan berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan Amoksisilin- Klavulanat atau jenis Cephalosporin generasi kedua. Pada
sinusistis kronik dapat diberikan antibiotic sesuai bakteri gram negative atau anaerob.1,12
Antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali jelas adanya
etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat mengentalkan sekret sehingga menimbulkan
penumpukan sekret di sinus, dan memperberat sinusitis. 12
Dekongestan topikal seperti oksimetazolin, penileprin akan menguntungkan jika
diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya akan mengurangi edem atau
inflamasi yang mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan
memperbaiki ventilasi sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk
mencegah ketergantungan dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan
sistemik, seperti penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus
dan mengembalikan fungsi pembersih mukosilia. Dekongestan sistemik dapat diberikan
sampai 10-14 hari.12
Steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan mengurangi edem
dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus. Untuk steroid oral,
dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek mengingat efek samping yang mungkin
timbul 12
Penatalaksanaan rinosinusitis maksilaris kronis umumnya sukar disembuhkan
dengan terapi medikamentosa saja sehingga harus dicari dan diatasi faktor penyebab dan
faktor predisposisinya.2
a. Penatalaksanaan operatif
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan tindakan yang bertujuan
untuk memperbaiki fisiologis dari ventilasi dan drainase sinus dengan cara membuka dan
membersihkan komplek osteomeatal. Indikasi BEFS berupa sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi yang adekuat dan sinusitis kronik disertai kelainan yang
irreversible.1,2

8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu antara lain :
a. Kelainan orbita berupa edema palpebra, abses subperiosteal, dan abses orbita.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini
paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus
dan biasanya tidak berbahaya.
c. Kelainan intrakranial berupa meningitis, abses serebral, subdural maupun ekstradural.1,2
.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2007.

2. Adams GL, Boies LR, Highler PA. Boeis Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC;1997

3. Paranasal tumors. [homepages on internet]. diakses pada 1 Januari 2017. Dapat diakses di:
http://www.aboutcancer.com/paranasal_sinus_cancer.htm

4. Netter, F H. Atlas of human anatomy. Edisi 25. Jakarta: EGC; 2014.

5. Gwaltney JM Jr, Jones JG, Kennedy DW. Medical management of sinusitis: educational
goals and management guidelines. The International Conference on sinus Disease. 1995
Oct;167:22-30
6. Sundaru H, Winulyo EB. Rinosinusitis alergi. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI.
Jakarta: InternaPublising; 2014

7. Kompleks osteomeatal. [homepages on internet]. diakses pada 1 Januari 2017. Dapat diakses
di: https://www.google.co.id/search?
q=osteomeatal+komplek&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjTyLb3v6TRAh
XBNY8KHV-RB3QQ_AUICCgB&biw=1024&bih=509#imgrc=LqofSWCAOtBqsM%3A

8. Lalwani AK. Diagnosis & Treatment in Otolaryngology head & Neck Surgery. The McGraw
Companies. United States of America, 2008; 273-81

9. Posumah AH, Ali RH, Loho E. Gambaran foto waters pada penderita dengan dugaan klinis
sinusitis maksilaris di bagian radiologi FK Unsrat/ smf radiologi blu RSUP prof. Dr. R. D.
Kandou manado periode 1 januari 2011–31 desember 2011. Jurnal e-Biomedik (eBM).
2013;1:129-34

10. Radiologi sinusitis maksilaris. [homepages on internet]. diakses pada 3 Januari 2017. Dapat
diakses
http://www.tankonyvtar.hu/hu/tartalom/tamop425/2011_0001_524_Radiologia/ch02.html

11. CT scan sinusitis maksilris [homepages on internet]. diakses pada 3 Januari 2017. Dapat
diakses http://www.ghorayeb.com/ImagingMaxillarySinusitis.html

12. Rinaldi, Helmi ML, Ridwan MD, Gabriel P. Sinusitis pada Anak Sinusitis pada Anak. Sari
Pediatri. 2006;7:244-48

You might also like