You are on page 1of 85

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN

DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH


(Cerithidea obtusa)

ZARA TAHIRA INSANABELLA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
RINGKASAN

ZARA TAHIRA INSANABELLA. C34070017. Pengaruh Pengolahan


Terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan ELLA
SALAMAH.

Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Kebutuhan protein dalam tubuh dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan
pangan yang mengandung protein hewani maupun protein nabati. Bahan pangan
yang mengandung protein hewani diantaranya adalah ikan, krustasea, susu dan
daging.
Asam amino merupakan penyusun protein dalam tubuh. Tubuh dapat
mensintesis asam amino non esensial, namun tidak dapat mensintesis asam amino
esensial. Salah satu biota perairan yang mengandung protein hewani yang dapat
memenuhi kebutuhan asam amino dalam tubuh yaitu keong matah merah
(Cerithidea obtusa). Pada umumnya, keong matah merah dikonsumsi setelah
mengalami pengolahan. Pengolahan pada bahan pangan berpengaruh terhadap
kandungan gizinya sehingga diperlukan penelitian mengenai pengaruh pengolahan
terhadap kandungan protein dan asam aminonya.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan rendemen keong matah merah,
menentukan komposisi kimia dan abu tak larut asam dari daging keong matah
merah, menentukan kandungan asam amino daging keong matah merah serta
menentukan kandungan taurin daging keong matah merah.
Berdasarkan hasil penelitian keong matah merah memiliki rendemen
daging 19,69%, jeroan 18,09% dan cangkang 61,42%. Perlakuan pengukusan,
perebusan dan perebusan dengan penambahan garam mengakibatkan perbedaan
pada komposisi kimianya. Daging kukus memiliki kandungan protein tertinggi
yaitu sebesar 65,85% (basis kering). Asam amino esensial tertinggi pada daging
keong matah merah segar adalah histidin 2,81%. Arginin merupakan kandungan
asam amino esensial tertinggi yang terdapat dalam daging keong matah merah
yang telah mengalami perlakuan. Kandungan arginin pada daging keong kukus
sebesar 1,60%, pada daging keong rebus sebesar 1,51%, dan pada daging keong
rebus garam sebesar 1,03%. Asam amino non esensial tertinggi pada daging
keong matah merah segar, kukus, rebus dan rebus garam adalah asam glutamat.
Kandungan asam glutamat pada daging keong segar sebesar 2,41%, pada daging
keong kukus sebesar 3,23%, pada daging keong rebus sebesar 2,94% dan pada
daging keong rebus garam sebesar 2,03%.
Pengukusan merupakan metode pengolahan terbaik bila dibandingkan
dengan perebusan dan perebusan garam. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya
kadar air, tingginya kadar protein dan tingginya asam amino pada daging keong
kukus. Pengukusan berpengaruh baik terhadap kadar protein dan kadar air dari
daging keong matah merah namun tidak berpengaruh baik pada kandungan
taurinnya. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya kandungan taurin yang cukup
banyak pada daging kukus yaitu dari 184 mg per 100 gr menjadi 21 mg per 100 g.
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN
DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH
(Cerithidea obtusa)

ZARA TAHIRA INSANABELLA


C34070017

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pengolahan terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada Keong Matah
Merah (Cerithidea obtusa)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Zara Tahira Insanabella


NRP C34070017

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal


7 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara dari pasangan Sudewo Suwarno dan
Yayu Sekarwulan. Pendidikan formal yang ditempuh
Penulis dimulai dari TK Tadika Puri Bogor (1995-1996)
kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri Banjarsari 1 Bandung (1996-2001). Pada tahun
2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 5 Bandung (2001-2004) kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas
(SMA) Yayasan Persaudaraan Haji Bogor (2004-2007). Pada tahun 2007, Penulis
melanjutkan ke Program Strata 1 (S1) Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan) 2009-2010 sebagai
ketua divisi informasi dan telekomunikasi. Penulis juga aktif sebagai asisten mata
kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan (2010-2011).
Sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada
Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)”

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat serta
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh
Pengolahan terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada Keong Matah
Merah (Cerithidea obtusa)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
kesarjanaan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1) Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah M.Si sebagai komisi
pembimbing, dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji atas
segala saran, kritik, arahan, perbaikan, dan motivasi, serta ilmu yang telah
diberikan.
2) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi
pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3) Papa (Sudewo S), Mama (Yayu S), adik Wira, adik Adira, adik Ezra, mba
Ning, mba Asri dan mas Emil yang telah mendoakan dan memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis.
4) Bu Ema, Mas Zacky, dan seluruh staf TU THP yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam menjalankan penelitian.
5) Sahabat penulis Izzati, Sendy, Resty, Apoi, Fadil, Anda, Ibel, Zia, Indah dan
Dade, serta rekan-rekan THP 42, 43, 45 dan 46 yang telah membantu penulis
melalui tenaga, fikiran dan doa dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk perbaikan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca.
Bogor, Mei 2012

Zara Tahira Insanabella


C34070017

v
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... . 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa)…………………………………………….… . 3
2.2 Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)…....... 4
2.3 Protein ……………………………………………..……………... 5
2.4 Asam Amino ……..………………………………………………. . 6
2.4.1 Asam amino esensial ....…………………………………..... 8
2.4.2 Asam amino non esensial ...………………………………... 10
2.5 Pengaruh pengolahan terhadap Protein ............................................ 11
2.6 Taurin ............................................................................................... 13
2.7 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ...................... 15
METODOLOGI ........................................................................................ 17
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 17
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 17
3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 17
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ........................................ 19
3.3.2 Pemasakan.............................................................................. 19
3.4 Analisis Kimia ................................................................................. 20
3.4.1 Uji Proksimat (AOAC 2005) .................................................. 20
3.4.2 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut
SNI 01-3836-2000 (BSN 2000).............................................. 22
3.4.3 Analisis asam amino (AOAC 2005 dengan modifikasi)......... 22
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)............................... 24
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) ... 25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27
4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa)…………………………………………….… . 27
4.2 Hasil Analisis Kimia ....................................................................... 29
4.2.1 Komposisi kimia ................................................................... 29
1) Kadar air ........................................................................... 30
2) Kadar abu ......................................................................... 32
3) Kadar protein ................................................................... 33
4) Kadar lemak ..................................................................... 35
4.2.2 Kadar abu tak larut asam ....................................................... 37
4.2.3 Kandungan asam amino ........................................................ 38

vi
4.3 Penentuan Metode Pengolahan Terbaik ........................................... 44
4.4 Kandungan Taurin ........................................................................... 46
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 48
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 48
5.2 Saran ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN................................................................................................ 54

vii
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
1 Kandungan gizi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............... 5
2 Tingkat kebutuhan manusia akan protein dan daging ikan .............. 6
3 Asam amino esensial........................................................................ 9
4 Asam amino non esensial................................................................. 10
5 Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan .............. 15
6 Karakteristik fisik keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............ 27
7 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............. 30
8 Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska ........ 33
9 Kandungan asam amino daging keong matah merah segar, kukus,
rebus dan rebus garam ..................................................................... 40
10 Presentase kehilangan komposisi kimia, kandungan asam amino,
dan kandungan taurin setelah pengolahan pada keong matah
merah (Cerithidea obtusa) ............................................................... 45

viii
DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman
1 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) ......................................... 3
2 Struktur umum asam amino ............................................................. 7
3 Asam amino konfigurasi L (kiri) dan D (kanan).............................. 7
4 Struktur taurin .................................................................................. 13
5 Skema pembentukan taurin dalam hati ............................................ 14
6 Diagram skematika sistem kromatografi cair .................................. 16
7 Diagram alir metode penelitian ........................................................ 18
8 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diuji........................ 27
9 Rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa) daging
jeroan cangkang ..................................................................... 28
10 Histogram kadar air (bb) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ........................................................ 30
11 Histogram kadar abu (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ........................................................ 32
12 Histogram kadar protein (bk) daging keong matah merah
segar kukus rebus rebus garam ........................................ 34
13 Histogram kadar lemak (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ................................................... 36
14 Histogram kandungan abu tak larut asam daging keong matah
merah segar kukus rebus rebus garam ......................... 37
15 Proses pemutusan ikan pada protein menjadi asam amino .............. 39
16 Histogram kandungan asam amino esensial daging keong matah
merah segar kukus rebus rebus garam ......................... 41
17 Histogram kandungan asam amino non esensial daging keong
matah merah segar kukus rebus rebus garam............... 43
18 Histogram kandungan taurin daging keong matah merah
segar kukus............................................................................. 46

ix
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman
1 Pengukuran morfometrik keong matah merah ................................ 55
2 Perhitungan rendemen keong matah merah .................................... 56
3 Analisis kadar air daging keong matah merah ................................. 56
4 Analisis kadar abu daging keong matah merah ............................... 57
5 Analisis kadar protein keong matah merah ...................................... 57
6 Analisis kadar lemak keong matah merah ....................................... 58
7 Analisis kadar abu tak larut asam keong matah merah .................... 58
8 Grafik uji kenormalan galat analisis proksimat keong matah
merah................................................................................................ 59
9 Hasil analisis ragam kadar air (bb) .................................................. 62
10 Hasil uji Duncan kadar air (bb) ........................................................ 62
11 Hasil analisis ragam kadar abu (bk) ................................................. 62
12 Hasil uji Duncan kadar abu (bk) ...................................................... 62
13 Hasil analisis ragam kadar protein (bk) ........................................... 63
14 Hasil uji Duncan kadar protein (bk)................................................. 63
15 Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) ............................................. 63
16 Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) .................................................. 63
17 Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) ......................... 64
18 Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) ............................... 64
19 Kromatogram standar asam amino (070911) ................................... 65
20 Kromatogram standar asam amino (080911) ................................... 66
21 Kromatogram asam amino keong matah merah segar ..................... 67
22 Kromatogram asam amino keong matah merah kukus .................... 68
23 Kromatogram asam amino keong matah merah rebus ..................... 69
24 Kromatogram asam amino keong matah merah rebus garam .......... 70
25 Contoh perhitungan asam amino aspartat keong matah merah
segar ................................................................................................. 71
26 Kromatogram standar taurin ............................................................ 72
27 Kromatogram taurin daging keong matah merah segar ................... 73
28 Kromatogram taurin daging keong matah merah kukus .................. 74

x
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan
manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Semakin
maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan
dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan hanya sekedar
untuk menutupi rasa lapar namun sebagai sumber utama dalam pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral
untuk menjaga kesehatan tubuh (Purnawijayanti 2001).
Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan bagi tubuh manusia.
Fungsi protein bagi tubuh manusia adalah sebagai penyusun senyawa-senyawa
biomolekul yang berperan penting dalam proses biokimiawi, mengganti sel-sel
jaringan yang rusak, pembentukan sel-sel baru, sarana kontraksi otot dan sistem
pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit (Sudarmadji et al. 2007).
Protein pada umumnya dipertahankan oleh dua jenis ikatan kovalen yang
kuat (peptida dan sulfida) dan tiga jenis ikatan non kovalen yang lemah (hidrogen,
hidrofobik, dan elektrostatik). Protein tersusun atas asam amino. Tubuh manusia
memiliki kemampuan untuk mensintesis beberapa asam amino kecuali sembilan
asam amino diantaranya isoleusin, leusin, lisin, methionin, fenilalanin, threonin,
triptofan, valin, dan histidin (Sumardjo 2008). Kebutuhan asam amino yang tidak
dapat disintesis oleh tubuh dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi protein hewani
seperti yang dihasilkan oleh biota perairan.
Protein hewani dapat berasal dari biota perairan, yaitu ikan, krustasea,
gastropoda, dan lain-lain. Protein biota perairan mengandung semua asam amino
esensial dalam jumlah yang cukup. Protein biota perairan mengandung lisin dan
metionin yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein susu dan daging. Protein
hewani dikonsumsi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh
(Purnawijayanti 2001).
Berdasarkan sifatnya, biota perairan merupakan biota yang mudah
mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh penanganan dan
pengolahan yang kurang tepat dan cepat sehingga dapat mempengaruhi
2

kandungan gizi yang terkandung dalam biota tersebut. Salah satu proses
pengolahan yang tepat pada biota perairan yaitu melalui pengolahan dengan suhu
tinggi yaitu melalui proses perebusan (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu jenis biota
perairan laut yang belum optimal di dalam pemanfaatannya. Pada umumnya
masyarakat mengkonsumsi keong matah merah dengan cara direbus.
Keong matah merah mengandung 11,8% protein dan 4,5% kadar abu
(Purwaningsih 2006). Protein tersebut sangat penting keberadaannya dalam tubuh
karena protein mempunyai peran dalam mengontrol pertumbuhan tubuh dan
metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Penelitian ini dilakukan sebagai
langkah awal untuk mengetahui serta mempelajari pengaruh pengolahan
(pengukusan, perebusan, dan perebusan dengan penambahan garam) terhadap
kandungan protein dan asam amino daging keong matah merah.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian pengaruh pengolahan terhadap profil protein dan
asam amino pada keong matah merah (Cerithidea obtusa) adalah sebagai berikut :
1) menentukan rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa);
2) menentukan komposisi kimia (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar
abu) dan kadar abu tak larut asam dari daging keong segar dan keong yang
telah mengalami proses pengolahan;
3) menentukan kandungan asam amino daging keong segar dan keong yang telah
mengalami proses pengolahan;
4) menentukan pengolahan terbaik pada keong matah merah;
5) menentukan kandungan taurin daging keong segar dan daging keong hasil
pengolahan terbaik.
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)


Keong matah merah merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam
filum moluska. Keong matah merah memiliki bentuk tubuh simetris bilateral
yang dilindungi oleh cangkang berbentuk kerucut dan melingkar. Bentuk kepala
keong jelas serta memiliki mata dan radula. Klasifikasi keong matah merah
(Cerithidea obtusa) menurut Abbot dan Boss (1989) adalah sebagai berikut:
Filum : Molusca
Kelas : Gastropoda
Sub Kelas : Orthogastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Super Famili : Sorbeococha
Famili : Cerithiodea
Sub Famili : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea obtusa
Pada umumnya, keong ini memiliki bentuk yang runcing pada ujungnya
dan beberapa tampak seperti terpotong. Mata keong matah merah memiliki
tangkai, bagian tepi luar kaki jalannya dihiasi dengan garis berwarna merah,
secara lengkap ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Lamarck 1822).


4

Tubuh keong terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, kaki, dan alat-alat
pencernaan. Pada bagian depan atau ventral kepala keong terdapat mulut,
sepasang mata yang biasanya bergagang satu atau dua pasang tentakel sebagai alat
peraba atau alat panca indra. Mulut pada keong berhubungan dengan faring yang
mengandung radula, yaitu alat pengunyah yang terbuat dari kitin dan mempunyai
gigi yang tersusun secara transversal. Jumlah gigi pada radula keong berkisar
antara 16-750.000 buah (Suwignyo et al. 1998). Kaki keong berada dibelakang
kepalanya, yaitu dibagian bawah badannya. Sistem pencernaan makanan keong
meliputi rongga mulut, kerongkongan, kelenjar ludah, tembolok, lambung
kelenjar, dan usus. Sistem peredaran darah keong adalah sistem terbuka dengan
jantung dan saluran darah sebagai alat transportasi. Sistem saraf berupa ganglion
yang bercabang di seluruh tubuh. Alat pernafasan keong umumnya dilakukan
oleh insang atau paru-paru (Manandmollusc 2011).
Keong matah merah pada umumnya hidup pada akar, batang, dan
ranting-ranting mangrove. Keong menempel menggunakan benang-benang lendir
pada bagian batang yang tidak terkena lendir. Pada umumnya, keong mangrove
ini banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara (Coremap 2010).

2.2 Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)


Komposisi kimia merupakan data yang menunjukkan kandungan suatu
bahan pangan yang didapatkan melalui uji proksimat. Komposisi kimia meliputi
kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Nilai komposisi kimia yang
terkandung dalam suatu bahan pangan menunjukkan kandungan gizi yang
terkandung dalam suatu bahan pangan. Semakin tinggi kandungan gizi pada suatu
bahan pangan maka semakin baik untuk dikonsumsi oleh manusia. Salah satu
bahan pangan dengan kandungan gizi yang baik adalah keong laut. Keong matah
merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu spesies keong laut yang memiliki
nilai gizi yang cukup tinggi sehingga sangat baik dimanfaatkan sebagai sumber
makanan.
Daging keong laut mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 yang
bermanfaat bagi perkembangan otak. Daging keong laut mengandung vitamin
5

A,D, dan mineral (Natural 2000). Kandungan gizi keong matah merah disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi keong matah merah (Cerithidea obtusa)


Zat Gizi Komposisi (%)
Kadar air 80,30
Kadar abu 4,50
Kadar lemak 2,80
Kadar protein 11,80
Sumber: Purwaningsih (2006)

Komposisi kimia suatu sumber bahan pangan dapat dipengaruhi oleh


faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi
kandungan gizi suatu sumber pangan meliputi umur, jenis, ukuran, dan lain-lain.
Faktor eksternal yang berpengaruh meliputi habitat dan kondisi
lingkungan (Winarno 2008).

2.3 Protein
Protein adalah senyawa organik yang sangat kompleks dengan berat
molekul yang tinggi. Umumnya, protein mengandung unsur C, H, dan O seperti
halnya pada karbohidrat dan lemak. Protein mengandung 16% unsur N dan
terkadang mengandung fosfor atau sulfur. Protein memiliki lebih dari 100 unit
dasar penyusun yang disebut dengan asam amino (Abun 2006). Protein di dalam
tubuh manusia berfungsi sebagai enzim yang membantu reaksi biologis yang
terjadi di dalam tubuh manusia, alat pengangkut dan penyimpan, penunjang
mekanis, media perambatan impuls syaraf dan sebagai pengendali pertumbuhan
(Lestiani 2008). Kebutuhan protein tiap manusia bervariasi bergantung pada
umur, jenis kelamin, keadaan fisik, dan aktifitas yang dilakukan oleh
seseorang (Adawiyah 2007).
Kandungan protein pada daging ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan hewan darat. Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan
protein hewani yang diperlukan oleh manusia (Adawiyah 2007). Kebutuhan
protein dan jumah daging ikan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
protein pada manusia dapat dilihat pada Tabel 2.
6

Tabel 2 Tingkat kebutuhan manusia akan protein dan daging ikan


Tingkat Kebutuhan (gram/orang/hari)
Keadaan Manusia
Protein Daging Ikan
Anak-anak 25-45 125-200
Laki-laki Dewasa 50-60 250-325
Wanita Dewasa 50-55 250-275
Wanita Hamil 60-75 300-375
Wanita menyusui 75-80 375-400
Sumber : Adawiyah (2007)

Konsumsi protein dengan jumlah yang kurang ataupun berlebihan dapat


memberikan dampak bagi kesehatan tubuh manusia. Kekurangan konsumsi
protein dapat menyebabkan kuashiorkor dan marasmus. Kuashiorkor terutama
diderita oleh bayi dan anak kecil pada usia enam bulan sampai tiga tahun
(Winarno 2008). Gejala kuashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem,
ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan
psikomotrik. Kuashiorkor hanya mengalami kekurangan protein namun tidak
mengalami kekurangan energi. Marasmus merupakan istilah bagi gejala yang
timbul bila anak menderita kekurangan energi (kalori) dan kekurangan protein.
Penderita marasmus sangat kurus, sedangkan penderita kuashiorkor tidak terlihat
kurus (Kristijono 2002).

2.4 Asam Amino


Asam amino merupakan asam karboksilat yang memiliki gugus amino.
Asam amino berperan sebagai komponen protein yang mempunyai gugus –NH2
pada atom karbon α dari posisi gugus –COOH. Gugus amina memberikan sifat
basa dan gugus karboksil bersifat asam. Struktur asam amino secara umum
dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan dapat
dilihat pada Gambar 2.
7

Gambar 2 Struktur umum asam amino (Hart 2003).

Asam amino memiliki atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda,
maka molekul asam amino memiliki dua konfigurasi, yaitu konfigurasi L dan
konfigurasi D. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L apabila
gugus –NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon α dan bila posisi gugus –NH2 di
sebelah kanan, maka molekul asam amino tersebut disebut asam amino
konfigurasi D (Lehninger 1990). Asam amino konfigurasi L dan D dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3 Asam amino konfigurasi L (kiri) dan D (kanan) (Lehninger 1990).

Asam amino dapat larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut
dalam pelarut nonpolar seperti dietil eter atau benzena (Pine 1999). Pada
umumnya, asam amino diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan
sifat kimia rantai sampingnya. Rantai samping dapat membuat asam amino
bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika
nonpolar (Lehninger 1990).
8

Asam amino memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu sebagai penyusun


protein, termasuk enzim dan sebagai kerangka dasar sejumlah senyawa penting
dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon, dan asam
nukleat). Asam amino sangat penting sebagai pembangun dasar seluruh jaringan
tubuh, terutama neurotransmitter yang berfungsi untuk membantu otak dalam
menyerap informasi dan mengolahnya secara optimal di dalam sel-sel otak
(Trimartini 2008).
Protein dalam makanan tidak dapat diserap oleh mukosa usus, akan tetapi
dapat diserap dengan baik dalam bentuk asam amino. Selama proses pencernaan,
protein akan diubah menjadi pepton dengan bantuan enzim pepsin di dalam
lambung. Pepton akan diubah menjadi asam amino dengan bantuan enzim tripsin
di dalam usus halus. Asam amino inilah yang akan diserap oleh tubuh. Pepton
yang sudah menjadi asam amino selanjutnya diabsorpsi dengan cara difusi melalui
mukosa yeyenum dan ileum. Asam amino yang berasal dari makanan (diet) dan
dari pemecahan protein tubuh selanjutnya dibawa oleh sirkulasi darah ke dalam
amino acid pool (gudang penimbunan asam amino), yaitu darah dan cairan
jaringan (interseluler). Asam amino selanjutnya digunakan untuk biosintesis
protein tubuh di dalam ribosom menggantikan jaringan yang rusak dan jika
diperlukan dapat dirubah menjadi sumber energi (Nurcahyo 2005).
2.4.1 Asam amino esensial
Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibuat
dalam tubuh dan hanya bisa diperoleh dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein. Asam amino esensial seringkali disebut dan dikenal sebagai
zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Pada
umumnya, asam amino esensial berfungsi sebagai pembentuk sel membran,
menurunkan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida,
membentuk antibodi atau sistem kekebalan tubuh, menyelaraskan enzim dan
hormon serta memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Jenis asam amino esensial
berserta singkatan dan berat molekulnya dapat dilihat pada Tabel 3.
9

Tabel 3 Asam amino esensial


Asam amino Singkatan tiga huruf Berat Molekul (g/mol)
Histidin His 155,2
Arginin Arg 174,2
Treonin Thr 119,1
Valin Val 117,1
Metionin Met 149,2
Isoleusin Ile 131,2
Leusin Leu 131,2
Fenilalanin Phe 165,2
Lisin Lys 146,2
Triptofan Trp 204,2
Sumber: Hames dan Hooper (2005)

Setiap asam amino esensial memiliki fungsi khusus. Manfaat dari


beberapa asam amino esensial (Yuliarti 2009) diuraikan sebagai berikut :
1) Histidin diperlukan pada saat pertumbuhan untuk memperbaiki jaringan
tubuh dan mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang diproses
dalam hati. Histidin dikonversi tubuh menjadi histamin yang merangsang
pengeluaran asam lambung.
2) Arginin merupakan asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk
pembuatan cairan seminal (air mani) dan memperkuat sistem imun.
3) Treonin berperan dalam mempertahankan keseimbangan protein, berperan
dalam pembentukan kolagen dan elastin serta mencegah terjadinya
serangan epilepsi.
4) Valin merupakan asam amino yang diperlukan dalam pertumbuhan,
terutama berfungsi dalam sistem saraf dan pencernaan. Valin juga
membantu mengatasi gangguan saraf otot, mental, dan emosional,
insomnia, dan keadaan gugup.
5) Metionin berperan dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan serta
sintesa protein, sebagai pembentuk asam amino lain (sistein) dan vitamin
(kolin), serta bekerja sama dengan vitamin B12 dan asam fosfat dalam
membantu tubuh mengatur pasokan protein berlebihan dalam diet tinggi
protein.
10

6) Isoleusin diperlukan dalam produksi dan penyimpanan protein dalam


tubuh dan pembentukan hemoglobin serta berperan dalam metabolisme
dan fungsi kelenjar timus dan kelenjar pituitari.
7) Leusin berperan penting dalam proses produksi energi tubuh terutama
dalam mengontrol proses sintesa protein.
8) Fenilalanin bertugas mengontrol berat badan karena efeknya dalam
mengatur sekresi kelenjar tiroid dan menekan nafsu makan.
9) Lisin merupakan asam amino yang menghambat pertumbuhan virus.
Bersama dengan vitamin C, A, dan seng membantu mencegah infeksi.
10) Triptofan berperan dalam menstabilkan emosi, meningkatkan rasa
ketenangan dan mencegah insomnia serta meningkatkan pelepasan
hormon pertumbuhan yang penting dalam membakar lemak untuk
mencegah obesitas serta baik untuk jantung.
2.4.2 Asam amino non esensial
Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam
tubuh disebut juga asam amino endogen (Winarno 2008). Beberapa asam amino
non esensial dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Asam amino non esensial


Asam amino Singkatan tiga huruf Berat molekul (gram/mol)
Asam aspartat Asp 133,1
Asam glutamat Glu 147,1
Serin Ser 105,1
Glisin Gly 75,1
Alanin Ala 89,1
Prolin Pro 115,1
Tirosin Tyr 181,2
Sistein Sis 121,2
Sumber: Hames dan Hooper (2005)

Setiap asam amino non esensial memiliki fungsi khusus. Manfaat dari
beberapa asam amino non esensial (Supamas 2012) diuraikan sebagai berikut:
1) Asam aspartat membantu dalam perubahan karbohidrat menjadi energi sel
serta melindungi hati dengan membantu mengeluarkan amonia berlebih
dari tubuh.
11

2) Asam glutamat berperan dalam mengurangi ketergantungan alkohol dan


menstabilkan kesehatan mental.
3) Serin membantu pembentukan lemak pelindung serabut syaraf, membantu
produki antibodi dan immunoglobulin serta penting dalam metabolisme
lemak dan asam lemak.
4) Glisin berperan dalam meningkatkan energi dan penggunaan oksigen di
dalam sel, penting dalam kesehatan sistem syaraf pusat, menjaga jesehatan
kelenjar prostat, dan mencegah serangan epilepsi.
5) Alanin bermanfaat dalam memperkuat membran sel serta membantu
metabolisme glukosa menjadi energi bagi tubuh.
6) Prolin merupakan bahan dasar asam glutamat yang bersama lisin dan
vitamin C akan membentuk jaringan kolagen yang penting untuk menjaga
kecantikan kulit.
7) Tirosin berperan dalam memperlambat penuaan sel, menekan pusat lapar
di hipotalamus, membantu memproduksi melamin, dan penting dalam
pengobatan depresi, alergi, dan sakit kepala.

2.5 Pengaruh Pengolahan terhadap Protein


Pada prinsipnya pengolahan pangan menurut Palupi et al. (2007) antara
lain untuk pengawetan produk pangan, pengemasan produk pangan, penyimpanan
produk pangan, untuk mengubah bahan pangan menjadi produk yang diinginkan,
serta untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan. Bahan mentah
merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga diperlukan penanganan dan
pengolahan yang baik pada bahan tersebut. Secara umum, pengolahan bahan
pangan berprotein dapat dilakukan secara fisik, kimia atau biologis. Pengolahan
bahan pangan secara fisik dapat dilakukan dengan cara penghancuran atau
pemanasan, secara kimiawi yaitu menggunakan pelarut organik, pengoksidasi,
alkali, asam atau belerang dioksida, dan secara biologis dengan hidrolisa
enzimatis atau fermentasi.
Metode pengolahan dengan suhu tinggi atau pemanasan merupakan salah
satu metode pengolahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Pemanasan
merupakan perlakuan suhu tinggi yang diberikan pada suatu bahan pangan dengan
12

tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang ada di dalam bahan


pangan. Perlakuan-perlakuan pemanasan biasanya dikombinasikan dengan
perlakuan lainnya untuk mencegah rekontaminasi oleh mikroorganisme
(Tamrin dan Prayitno 2008).
Teknik pengolahan dengan pemanasan mampu menghasilkan produk yang
memiliki cita rasa yang luar biasa dibandingkan dengan teknik
lain (Winarno 2008). Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan suhu
diatas 60 ºC dapat menyebabkan molekul protein, karbohidrat, lemak, dan asam
nukleat menjadi tidak stabil (Hawab 2007). Pemanasan pada bahan makanan juga
dapat menyebabkan perubahan pada penampilan dan sifat fisik dari jaringan otot.
Perubahan tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu pemasakan dan kondisi suhu
yang digunakan. Pemanasan bahan baku dengan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan zat gizi menurun jika dibandingkan dengan zat gizi pada bahan
yang masih segar (Kinsman 1994).
Perebusan merupakan proses transfer kalor dari sumber ke material
dengan menggunakan medium yang mengandung senyawa air (H2O). Perebusan
merupakan metode konvesional yang telah lama dikenal dalam proses memasak.
Transfer panas dalam proses perebusan dapat terjadi dalam satu tahap atau lebih
secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Pemanasan air dapat mengurangi daya
tarik-menarik antara molekul-molekul air dan memberikan cukup energi kepada
molekul air untuk dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan
pangan (Winarno 2008).
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan dengan
menggunakan media air, namun media air tersebut tidak bersentuhan secara
langsung dengan bahan makanan. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi
kompak. Pengukusan merupakan suatu proses pemanasan dengan media uap
panas yang berasal dari air yang dididihkan. Pengolahan makanan dengan cara
dikukus memiliki keuntungan yaitu dapat menekan jumlah nutrisi yang hilang
karena bahan makanan tidak langsung bersentuhan dengan air (Gsianturi 2002).
Garam merupakan bahan tambahan yang biasa digunakan dalam
pengolahan suatu bahan pangan. Garam dapat meningkatkan cita rasa pangan dan
13

berperan mengeluarkan air dalam bahan pangan (Adawiyah 2007). Keluarnya air
dari dalam bahan pangan dapat menurunkan kadar air pada suatu bahan pangan.
Kandungan air yang menurun mampu menghambat aktivitas bakteri yang akan
mempengaruhi daya simpan suatu bahan pangan. Garam dapat menyebabkan
penurunan osmotik yang dapat menyebabkan keseimbangan osmotik dalam sel
bakteri terganggu (BBRP2B 2007).

2.6 Taurin
Taurin atau asam 2-aminoetanasulfonat merupakan salah satu asam amino
beta. Atom karbon beta dari gugus sulfonat berikatan dengan gugus amino
sehingga taurin disebut asam amino sulfonat. Molekul taurin disusun oleh atom
C, H, O, N, dan S dengan rumus molekul C2H7NO3S (Russheim 2000). Gambar
struktur taurin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur taurin (Medicdaily 2012).

Taurin merupakan asam amino bebas yang berperan penting dalam


menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh hewan dan manusia, diantaranya
adalah mencegah kerusakan sel, menjaga kerja jantung, mengatur aktivitas sel
otak, menjaga fungsi mata, dan menjaga tingkat natrium serta kalium dalam sel.
Taurin adalah salah satu komponen penting garam empedu yang bekerja dalam
penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (Azuma et al. 1992).
Sturman (1988) menyatakan bahwa taurin merupakan asam amino yang
ditemukan dalam bentuk bebas. Taurin tidak membentuk protein, tetapi sebagian
kecil membentuk di atau tripeptida dengan berat molekul rendah, seperti
14

y-glutamin-taurin yang disinteses dalam otak dan jaringan paratiroid.


Menurut Martinez et al. (2004), taurin merupakan turunan dari metionin dan
sistein serta tidak termasuk ke dalam sepuluh asam amino esensial.
Taurin disintesis dari asam amino esensial metionin melalui sistein.
Konversi metionin menjadi sistein dan selanjutnya menjadi taurin membutuhkan
vitamin B6. Kekurangan asam amino metionin, sistein, dan vitamin B6 dapat
menyebabkan kekurangan taurin dalam tubuh (Yulfitrin 2003). Chesney (1988)
menyatakan tahapan reaksi sintesis taurin bervariasi berdasarkan spesies dan tipe
jaringannya.
Taurin dibentuk oleh tubuh di dalam hati yang diikuti dengan reaksi
okidasi dari dekarboksilasi asam amino sistein (Marsh dan May 2009). Skema
pembentukan taurin pada hati dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema pembentukan taurin pada hati (Moss 1992).

Pada umumnya, taurin dapat ditemukan dalam beberapa organ tubuh


manusia, mamalia, dan hewan laut. Kandungan taurin pada beberapa produk
perikanan dan peternakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan


Produk perikanan (mg/100g)
Oyster 1178
Gurita 871
Cumi-cumi Jepang 364
Hati sapi 45
Skipjack 3
Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)
15

Menurut Huxtable (1992), taurin mengandung gugus sulfur yang


ditemukan di dalam ruang antar sel di otak, retina, ginjal, jantung, dan otot hewan
bertulang belakang yang berperan sebagai senyawa organik endogeneus pembawa
sinyal di antara neuron (neurotransmitter) di dalam jaringan pusat. Menurut
Kim et al. (2003), taurin merupakan senyawa yang mempengaruhi proses
osmosis (osmoyte organic) yang penting dalam otak dan ginjal serta memiliki
kontribusi yang penting dalam pengaturan volume sel, khususnya pada pengaturan
tekanan hipoosmotik dan hiperosmotik yang penting dalam perkembangan sistem
saraf pusat dan retina.
Taurin memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah berperan dalam
fungsi retina dan fungsi kognitif (Siswono 2001). Taurin juga berperan dalam
penyerapan lemak dan vitamin, memelihara stabilitas membran sel dan mencegah
aktivitas yang berlebihan dari sel otak (Labs 2005). Pada dasarnya, taurin
memiliki fungsi untuk memfasilitasi lintasan ion-ion natrium, kalium, kalsium dan
magnesium saat masuk dan keluar sel dan menstabilkan membran sel secara
elektris (Russheim 2000). Secara klinis, taurin telah digunakan dalam perlakuan
pada berbagai kondisi, diantaranya pada penyakit kardiovaskular, epilepsi,
alzheimer dan gangguan pada jantung (Birdsall 1998).

2.7 High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


High Performance Liquid Chromatography secara mendasar merupakan
perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom yang dikembangkan
menggunakan cairan sebagai fase gerak baik cairan polar maupun cairan non
polar dan bekerja pada tekanan tinggi (Adnan 1997). High Performance Liquid
Chromatography pada dasarnya terdiri atas wadah fase gerak, pompa, alat untuk
memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung
buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam
(Lansida 2011). Diagram skematik sistem kromatografi cair dapat dilihat pada
Gambar 6.
16

Gambar 6 Diagram skematik sistem kromatografi cair (Lansida 2011).

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu cara


pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan
distribusi/absorbsi/adsorbsi komponen di antara dua fase yang berbeda yaitu fase
diam (stasioner) dan fase gerak (mobil) (Salamah 1997). Secara umum dapat
dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses migrasi differensial dimana
komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase
diam (Sudarmadji et al. 2007).
Metode HPLC merupakan suatu metode yang sensitif dan akurat untuk
penentuan kuantitatif serta baik untuk pemisahan senyawa yang tidak mudah
menguap seperti asam amino, protein, pestisida dan lain-lain (Skoog 1985).
Pemisahan senyawa terjadi dalam kolom kemudian dideteksi oleh detektor
sehingga dihasilkan peak-peak yang menggambarkan jenis komponen dalam
sampel. Metode analisis asam amino dengan HPLC memiliki beberapa
keuntungan diantaranya dapat bekerja lebih cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan singkat serta HPLC mampu memisahkan senyawa yang sangat serupa
dengan resolusi yang baik (Adnan 1997). Kelemahan metode ini adalah sulitnya
mendeteksi senyawa yang kita inginkan jika sampel yang digunakan memiliki
banyak pengotor berupa senyawa lain selain protein yang masih terkandung dalam
bahan yang akan diuji.
17

3 METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bukan Agustus sampai September 2011
di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium
Biokomia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu IPB Baranangsiang,
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca panen
Pertanian, Cimanggu, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah
merah (Cerithidea obtusa). Bahan kimia yang digunakan dalam uji analisis antara
lain air, akuades, NaOH 40%, HCl 0,1N, HCl 0,01N, HCl 10%, H3BO3, H2SO4,
HCl 6N, tablet kjeltec, H3BO3, AgNO3, methyl red, brom cresol green, eluen,
buffer natrium karbonat, pereaksi OPA, methanol, merkaptoetanol, larutan brij,
pereaksi carrez 1, pereaksi carrez 2, buffer kalium borat 1M pH 10,4; larutan
dansil klorida, dan larutan metilamin hidroklorida.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, talenan,
saringan, panci, sendok, termometer, timbangan digital, plastik, label, cawan
porselen, mortar, oven, desikator, tabung kjeltec, tabung kondensor, tabung
erlenmeyer, kertas saring whatman, kertas saring milipore, syringe, selongsong
lemak, labu lemak, labu evaporator, labu ukur, buret, tabung sokhlet, pemanas,
tanur, rotary evaporator, syringe, dan HPLC Shimadzu LC-20.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama meliputi
pengambilan dan preparasi sampel, penentuan ukuran dan bobot, perhitungan
rendemen tubuh, dan pengolahan. Tahap kedua meliputi analisis proksimat, asam
amino, dan taurin. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
18

  Keong
Rendemen

Preparasi
Ukuran
Daging keong

Pengukusan dengan air Perebusan dengan air Perebusan dengan air dan garam (1%)
Suhu 100 ˚C, 45 menit  Suhu 100 ˚C, 30 menit Suhu 100 ˚C, 30 menit

Daging segar Daging kukus Daging rebus Daging rebus garam

Analisis kimia: Kandungan asam


1. Analisis proksimat amino terbaik
2. Abu tak larut asam
3. Analisis asam amino

Kandungan
Uji Taurin
taurin

Gambar 7 Diagram alir metode penelitian


19

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel


Wawancara yang dilakukan dengan para pengumpul memberikan
informasi bahwa keong matah merah yang diperjualbelikan di Pasar Ikan Muara
Angke berasal dari Muara Sungai Musi, Sumatra Barat. Sampel keong yang
diperoleh masih dalam keadaan hidup dan disimpan dalam styrofoam sebagai
media transportasi. Sampel sebanyak 30 ekor dianalisis secara morfometrik
meliputi berat total, panjang, lebar, dan tebal keong matah merah. Sampel yang
telah dianalisis dipreparasi dengan memisahkan daging dengan jeroan dan
cangkangnya dengan cara memecahkan cangkang kemudian dilakukan
perhitungan rendemen terhadap 30 sampel tersebut. Rumus perhitungan
rendemen adalah sebagai berikut:
Rendemen (%) = x 100%

3.3.2 Pemasakan
Penentuan waktu pemasakan yang digunakan pada penelitian kali ini
berdasarkan hasil penelitian Mirlina (2011), yaitu bahwa keong yang direbus
tanpa garam mencapai kondisi daging yang matang setelah dimasak selama 15
menit dengan suhu air 100 ºC dan keong yang dikukus mencapai kondisi daging
yang matang setelah dikukus selama 30 menit dengan suhu 100 ºC.
Sampel daging segar dibagi menjadi empat bagian dengan berat masing-
masing 150 gram. Sampel pertama tidak diberi perlakuan dan diberi label daging
keong segar. Sampel kedua diberi perlakuan pengukusan dan diberi label daging
keong kukus. Sampel ketiga diberi perlakuan perebusan dan diberi label daging
rebus. Sampel keempat diberi perlakuan perebusan dengan penambahan garam
dan diberi label daging rebus garam.
Konsentarsi garam yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1%. Hal
ini didasarkan oleh hasil penelitian Mirlina (2011) yang menyatakan bahwa
penggunaan konsentrasi garam 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3% tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadapat rasa daging keong matah merah.
Berdasarkan hasil tersebut maka pada penelitian kali ini digunakan konsentrasi
terkecil yaitu 1% untuk analisa lebih lanjut terhadap protein, asam amino dan
taurin.
20

3.4 Analisis Kimia


Analisis kimia pada keong matah merah terdiri dari analisis komposisi
kimia, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin.
3.4.1 Uji proksimat
Uji proksimat merupakan pengujian yang dilakukan untuk menganalisis
kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak pada suatu bahan pangan.
1) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah
dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ± 30 menit pada
suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu
dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 ˚C selama 6 jam atau sampai
beratnya tetap (konstan), kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama
30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:
% kadar air = x 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)


B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
dengan suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak
berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 ˚C) ± 6
jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin lalu ditimbang. Kadar
abu ditentukan dengan rumus:
% kadar abu = x 100%

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)


B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan abu setelah dikeringkan
(gram)
21

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)


Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(a) Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1,8 – 3,2 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung kjeltec. Satu butir tablet kjeltec dimasukkan ke dalam tabung
tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut
dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ˚C ditambahkan 10 ml
air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(b) Tahap destilasi
Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan
dengan akuades sebanyak 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer
125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan
brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan
sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan
indikator dalam erlenmenyer.
(c) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna
larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein
adalah sebagai berikut:
% Protein = x 100%

Keterangan: FP = Faktor pengenceran


4) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Daging keong matah merah seberat 2 gram (W1) diletakkan di atas kapas
bebas lemak lalu dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam
selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah
ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet.
Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan
disiram dengan pelarut lemak berupa n-heksana sebanyak 150 ml. Tabung
22

ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu
40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut
lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C. Labu lemak yang telah dikeringkan
kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu
ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:
% Kadar Lemak = x 100 %

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)


W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.2 Analisis kadar abu tak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000)
Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan
didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring
Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida
(dengan pereaksi AgNO3). Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven.
Kertas saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip
dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. Cawan
tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan kemudian
dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:

3.4.3 Analisis asam amino (AOAC 2005 dengan modifikasi)


Komposisi asam amino ditentukan menggunakan HPLC. Langkah
pertama yang dilakukan adalah membilas perangkat HPLC dengan eluen yang
akan digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga dibilas
dengan akuades. Analisis asam amino dengan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu
(1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap
derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino.
23

1) Tahap pembuatan hidrolisat protein


Hal yang dilakukan pada tahap pembuatan hidrolisat protein adalah sampel
ditimbang sebanyak 30 mg kemudian dihancurkan. Sampel yang telah hancur
dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 2 ml yang kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ˚C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven
dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak
mengganggu kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan
dengan tujuan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.
2) Tahap pengeringan
Sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar dipindahkan isinya ke
dalam labu evaporator 50 ml, dibilas dengan 2 ml HCl 0,01 N dan cairan bilasan
dimasukkan ke dalam labu evaporator. Proses tersebut diulangi 2-3 kali. Sampel
kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator selama 15-30 menit untuk
mengubah sistein menjadi sistin. Sampel yang sudah kering ditambah dengan
5 ml HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas saring milipore.
3) Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi dibuat dengan menambahkan buffer kalium borat 1 M
pH 10,4 pada sampel dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 50 µl sampel ke dalam
vial kosong yang bersih kemudian ditambahkan 250 µl pereaksi Ortoflaaldehida
(OPA) dengan perbandingan 1:5, didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi
berlangsung sempurna. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk
mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Larutan stok OPA dibuat dengan
cara mencampurkan 50 mg OPA ke dalam 4 ml metanol dan 0,025 ml
merkaptoetanol, dikocok perlahan dan tambahkan larutan brij 30% sebanyak
0,050 ml dan buffer kalium borat 1 M pH 10,4 sebanyak 1 ml. Larutan disimpan
dalam botol berwarna gelap pada suhu 4 ˚C dan akan stabil selama 2 minggu.
4) Injeksi ke HPLC
Larutan diinjeksikan sebanyak 5 µl ke dalam HPLC. Pemisahan asam
amino dilakukan selama ±25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang
ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan
menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang
24

sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam 100 gram bahan dapat
dihitung dengan rumus :

Keterangan : BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/ml)

Kondisi alat HPLC saat dilakukannya analisis asam amino adalah sebagai
berikut:
Temperatur : 27 ˚C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC : Ultra techspere
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit
Tekanan : 3000 psi
Fase gerak : Buffer Na-Aaetat dan methanol 95%
Detektor : Fluoresensi
Panjang gelombang : 254 nm
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)
Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan
beberapa tahapan sebagai berikut :
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke labu ukur 100 ml,
kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu dikocok
hingga homogen. Sampel yang telah homogen kemudian ditambahkan 1 ml
pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Sampel yang telah
ditambahkan pereaksi Carrez 1 dan 2 kemudian dilakukan pengenceran dengan
cara menambahkan air suling sampai tanda tera labu ukur dan kocok hingga
homogen. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat
ditampung dengan erlenmeyer dan disimpan ditempat gelap.
Tahap selanjutnya adalah tahap derivatisasi yaitu dengan mengambil
10 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan
1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan
selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida
dan air suling sampai tanda tera (10 ml), kemudian dikocok kembali hingga
homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 µl kemudian diinjeksikan ke
25

HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam
100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus :
% taurin =

Keterangan : C = Konsentrasi standar taurin


Kondisi alat HPLC saat analisis taurin adalah sebagai berikut :
Temperatur : 27 ˚C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC : Pico tag 3,9x150 nm column
Kecepatan alir eluen : 1,5 ml/menit
Tekanan : 3000 psi
Fase gerak : Asetonitril 60 % dan buffer natrium asetat 1 M
Detektor : UV
Panjang gelombang : 272 nm

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode
pengolahan terhadap kandungan proksimat dan abu tak larut asam adalah metode
rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar, pengukusan,
perebusan, dan perebusan garam). Uji kenormalan galat pada penelitin ini
mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Setelah diuji dengan Kolmogrov
Simirnov, data dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variant) menggunakan uji
F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat. Model
rancangannya adalah sebagai berikut:
Yij = μ + τi + εij

Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)
μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan
τi = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3)
εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat dan abu
tak larut asam) keong matah merah pada berbagai metode pengolahan adalah
sebagai berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong
matah merah.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah
merah.
26

Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong
matah merah, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai
berikut:

Duncan = tα/2; dbs

Keterangan :
KTS = Kuadrat tengah sisa
dbs = Derajat bebas sisa
r = Banyaknya ulangan
27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)


Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris
bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna hijau kehitaman dengan bercak
merah, bentuk kepala jelas serta memiliki mata dan radula. Keong matah merah
yang diuji dapat dilihat pada Gambar 8.

Panjang

Tebal

Lebar

Gambar 8 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diuji.

Pengukuran morfometrik dilakukan dengan mengambil 30 sampel secara acak


kemudian ditimbang beratnya serta diukur panjang, lebar dan tebalnya sehingga
dihasilkan data seperti pada Lampiran 1. Karakteristik fisik keong matah merah
meliputi berat, panjang, lebar, dan tebal disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik fisik keong matah merah (Cerithidea obtusa)


No Parameter Satuan Nilai
1 Panjang cm 3,80 ± 0,29
2 Lebar cm 1,66 ± 0,19
3 Tebal cm 1,49 ± 0,19
4 Berat g 4,23 ± 1,04
*Menggunakan sampel 30 ekor keong

Keong matah merah memiliki panjang rata-rata 3,80 cm, lebar rata-rata
1,66 cm, tebal rata-rata 1,49 cm, dan berat rata-rata 4,23 g. Perbedaan panjang,
28

lebar, tebal, dan berat keong matah merah merupakan perbedaan pertumbuhan
yang dialami oleh tiap keong.
Pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,
volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun
komunitas (Effendi 1997). Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik
untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan
lingkungan (Moyle dan Cech 2004). Pertumbuhan suatu biota dapat dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu keturunan
(genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit, serta umur dan
maturitas (Effendi 1997). Faktor eksternal mempengaruhi pertumbuhan biota
yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah biota yang menggunakan
sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kadar amonia di perairan
dan salinitas (Moyle dan Cech 2004).
Rendemen digunakan untuk memperkirakan seberapa banyak tubuh biota
yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Hadiwiyoto 1993). Rendemen
merupakan suatu parameter penting yang digunakan untuk mengetahui nilai
ekonomis dan efektivitas suatu produk maupun bahan baku. Persentase rendemen
keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 9.

19.69%

61.42% 18.90%

Gambar 9 Rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa) daging


jeroan cangkang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rendemen daging keong matah


merah sebesar 19,69%, jeroan sebesar 18,90% dan cangkang sebesar 61,42%.
Contoh perhitungan rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 2.
29

Keong matah merah memiliki rendemen cangkang yang tinggi karena hampir
seluruh tubuhnya tertutupi oleh cangkang.
Cangkang keong mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre
yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO3 yang
keberadannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang
mengandung hampir 90% CaCO3 dan terletak vertikal serta lapisan periostracum
yang terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al. 2005). Tingginya kadar zat kapur
(CaCO3) dan zat tanduk pada cangkang membuat rendemen cangkang menjadi
paling tinggi diantara rendemen daging dan jeroan.
Pada umumnya, cangkang keong dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan souvenir dengan pengolahan lebih lanjut, seperti pewarnaan. Menurut
Hasfiandi (2010), cangkang keong bernilai ekonomis tinggi karena telah
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat souvenir dan bahan tambahan pada
pembuatan cat.

4.2 Hasil Analisis Kimia


Berdasarkan hasil analisis kimia diperoleh data mengenai kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar abu tak larut asam, asam
amino dan taurin dari daging keong matah merah (Cerithidea obtusa).
4.2.1 Komposisi kimia
Setiap komoditas pangan memiliki sifat gizi yang berbeda. Sifat gizi suatu
komoditas pangan dapat diketahui melalui analisis proksimat dengan tujuan untuk
mengetahui komposisi kimia pada komoditas pangan sehingga dapat diketahui
kandungan gizinya secara kasar (crude). Presentase komposisi kimia keong
matah merah (Cerithidea obtusa) dapat dilihat pada Tabel 7
30

Tabel 7 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa)


Keong rebus
Keong segar Keong kukus Keong rebus
Jenis gizi garam
bb (%) bk (%) bb (%) bk (%) bb (%) bk (%) bb (%) bk (%)
Air 80,63 - 74,63 - 78,89 - 76,56 -
Abu 1,65 8,48 1,97 7,77 1,14 5,43 2,77 11,81
Protein 14,29 73,74 16,71 65,85 9,87 46,76 11,93 50,87
Lemak 0,19 0,99 0,25 0,99 0,42 1,99 0,20 0,86
Abu tak
0,20 1,01 0,20 0,79 0,19 0,90 0,20 0,86
larut asam

Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu
diketahui untuk mengembangkan bahan pangan tersebut. Salah satu metode yang
lazim digunakan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi secara kasar meliputi kadar air, abu, protein dan
lemak. Contoh perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3-7.
1) Kadar air
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang
terdapat dalam daging keong matah merah. Histogram kadar air (bb) keong
matah merah dapat dilihat pada Gambar 10.

90 80,63 (a) 78,89 (b)


74,63 (d) 76,56 (c)
80
70
60
50
40
Nilai (%)

30
20
10
0
segar kukus rebus rebus
garam

Metode pengolahan
Gambar 10 Histogram kadar air (bb) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.
31

Gambar 10 menunjukkan bahwa daging keong matah merah segar


mengandung kadar air tertinggi bila dibandingkan dengan daging keong matah
merah kukus, rebus dan rebus garam yaitu sebesar 80,63%. Kadar air terendah
terkandung dalam daging keong matah merah kukus yaitu sebesar 74,63%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar air (Lampiran 9) menunjukkan nilai
P-value 0,0002 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air daging keong matah
merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar air (Lampiran 10) menunjukkan bahwa
kadar air pada daging keong matah merah segar berbeda dengan daging keong
matah merah kukus, rebus, dan rebus garam.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar air keong kukus, rebus, dan rebus
garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan daging keong segar.
Penurunan kadar air pada daging keong kukus sebesar 7,44%, pada daging rebus
sebesar 2,16% dan pada daging rebus garam sebesar 5,05%.
Penurunan kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas
permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air
(Harris dan Karmas 1989). Penurunan kadar air pada daging yang dikukus diduga
karena adanya proses keluarnya air dari dalam daging. Sebagian cairan tersebut
akan menguap ataupun tertampung dalam wadah pengukus. Pada perebusan
diduga sebagian air yang terkandung dalam daging keong matah merah larut
bersama air perebusan. Menurut Morris et al. (2004), transfer panas dan
pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada
bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan
yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein
dan lemak pada makanan.
Penurunan kadar air pada daging keong rebus garam diduga karena adanya
pengaruh panas dan penambahan garam pada media pemasakkan. Adanya
penambahan garam dapat menyebabkan penurunan kadar air pada bahan karena
garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi sehingga air dalam bahan ditarik
keluar dan garam yang ada pada larutan masuk ke dalam bahan sehingga air
dalam bahan berkurang dan kadar air bahan menurun.
Menurut Subagio et al. (2004), garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya
32

jumlah air dalam daging ikan sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi
rendah.
2) Kadar abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kadar abu dan komposisinya tergantung pada bahan yang dianalisis dan cara
pengabuannya (Budiyanto 2002). Histogram kadar abu (bk) keong matah merah
dapat dilihat pada Gambar 11.
11,81 (a)
12

10 8,48 (b)
7,77 (bc)
8
5,43 (c)
6
Nilai (%)

0
segar kukus rebus rebus
garam

Metode pengolahan
Gambar 11 Histogram kadar abu (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.

Gambar 11 menunjukkan bahwa daging keong matah merah rebus garam


mengandung kadar abu tertinggi yaitu sebesar 11,81%. Kadar abu terendah
terkandung dalam daging keong matah merah rebus yaitu sebesar 5,43%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar abu (Lampiran 11) menunjukkan
nilai P-value 0,0149 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu daging
keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu (Lampiran 12)
menunjukkan bahwa kadar abu pada daging keong matah merah rebus garam
berbeda dengan daging keong matah merah segar, kukus, dan rebus, namun kadar
abu pada daging keong matah merah kukus tidak berbeda dengan kadar abu
daging keong matah merah segar dan rebus.
33

Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu keong kukus dan rebus mengalami
penurunan sedangkan daging keong rebus garam mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan daging keong segar. Penurunan kadar abu keong kukus
sebesar 8,37% dan penurunan pada daging keong rebus sebesar 36,56%,
sedangkan peningkatan pada daging keong rebus garam sebesar 39,27%.
Garam dapur yang digunakan pada umumnya mengandung Na, Cl serta
senyawa pengotor lainnya seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr, dan
KCL (Roosalina 2009). Peningkatan kadar abu pada daging keong matah merah
rebus garam diduga akibat adanya penambahan garam pada proses pemasakan.
Menurut Johnson dan Peterson (1974), meningkatnya kadar abu dapat disebaboleh
adanya penambahan NaCl dan amonium klorida.
Pengukusan dapat menyebabkan pecahnya partikel-partikel mineral yang
terikat pada air akibat pemanasan sehingga mineral pada daging keong terlarut ke
dalam uap air pengukusan. Tamrin dan Prayitno (2008) menyatakan bahwa
pengukusan akan menyebabkan penurunan gizi pada suatu bahan.
3) Kadar protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain
karbohidrat dan lemak yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul.
Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8 Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska


Kadar protein per 100 gram daging berat
kering (%)
Jenis keong
Daging Daging Daging Daging
segar kukus rebus rebus garam
Keong mas
75,68 64,22 64,48 55,11
(Purwaningsih et al. 2011)
Remis (Kurnia 2011) 67,34 39,51 42,27 31,31
Keong ipong-ipong
62,72 49,25 45,66 44,05
(Purwaningsih et al. 2011)
Keong matah merah hasil penelitian 73,74 65,85 46,76 50,87

Berdasaran Tabel 8 dapat diketahui bahwa kadar protein daging keong


matah merah kukus pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
protein pada daging keong ipong-ipong kukus, remis kukus, dan keong mas
34

kukus. Pada umumnya, kadar protein terendah pada moluska terjadi akibat
adanya perebusan dengan penambahan garam.
Pada penelitian kali ini, keong matah merah segar dan olahan diuji kadar
proteinnya. Histogram kadar protein (bk) keong matah merah dapat dilihat pada
Gambar 12.

80 73,74 (a)
65,85 (b)
70
60 50,87 (c)
46,76 (c)
50
40
Nilai (%)

30
20
10
0
segar kukus rebus rebus garam

Metode pengolahan

Gambar 12 Histogram kadar protein (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.

Gambar 12 menunjukkan bahwa daging keong matah merah segar


mengandung kadar protein tertinggi bila dibandingkan dengan daging keong
matah merah kukus, rebus dan rebus garam yaitu sebesar 73,74%. Kadar protein
terendah terkandung dalam daging keong matah merah rebus yaitu sebesar
46,76%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar protein (Lampiran 13) menunjukkan
nilai P-value 0,0001 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein
daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar protein
(Lampiran 14) menunjukkan bahwa kadar protein segar berbeda dengan kadar
protein pada daging keong kukus, rebus, dan rebus garam, namun kadar protein
daging keong rebus tidak berbeda dengan kadar protein daging keong rebus
garam.
35

Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein pada daging keong kukus,


rebus dan rebus garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan daging
keong segar. Daging keong kukus mengalami penurunan sebesar 10,70%, pada
daging keong rebus sebesar 36,59% dan pada daging keong rebus garam sebesar
31,01%.
Perbedaan kadar protein pada daging keong kukus, rebus dan rebus garam
diduga disebabkan oleh adanya perbedaan pengolahan serta jenis protein yang
terkandung dalam daging. Daging keong kukus mengalami penurunan kandungan
protein yang rendah, hal ini diduga pada saat pengukusan, daging keong tidak
bersentuhan langsung dengan air sebagai media pengukusan yang dapat
melarutkan protein pada daging keong. Pada daging rebus dan rebus garam,
protein daging keong mengalami penurunan, hal ini diduga pada saat pengolahan
terjadi interaksi antara daging keong dengan air sebagai media perebusannya yang
dapat menyebabkan protein pada daging keong larut air dan larut garam.
Pemanasan diatas suhu 60 ˚C yang dilakukan terhadap suatu bahan pangan
dapat menyebabkan protein pada bahan pangan terdenaturasi (Danur 1993).
Menurut Georgiev et al. (2008), kandungan protein suatu bahan pangan bersifat
tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi
lingkungan. Menurut Widjanarko et al. (2012), perebusan bahan pangan dalam
air panas akan menurunkan zat gizi karena proses pencucian (leaching) oleh air
panas.
4) Kadar lemak
Lemak yang terdapat dalam produk perikanan pada umumnya berupa asam
lemak tak jenuh yang mudah dicerna oleh tubuh. Asam lemak tak jenuh
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dengan kadar kolesterol yang
rendah (Adawiyah 2007). Histogram kadar lemak (bk) keong matah merah dapat
dilihat pada Gambar 13.
36

1,99 (a)
2
1.8
1.6
1.4
1.2 0,99 (b) 0,99 (b)
Nilai (%) 1 0,86 (c)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
segar kukus rebus rebus garam

Metode pengolahan

Gambar 13 Histogram kadar lemak (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.

Gambar 13 menunjukkan daging keong matah merah rebus mengandung


kadar lemak tertinggi yaitu sebesar 1,99%. Kadar lemak terendah terkandung
dalam daging keong matah merah rebus garam yaitu sebesar 0,86%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar lemak (Lampiran 15) menunjukkan
nilai P-value 0,0003 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak daging
keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar lemak (Lampiran 16)
menunjukkan bahwa kadar lemak daging keong matah merah segar sama dengan
daging keong matah merah kukus namun berbeda dengan kadar lemak daging
keong matah merah rebus dan rebus garam.
Berdasarkan hasil penelitian, daging keong matah merah rebus mengalami
peningkatan kadar lemak sedangkan pada daging keong rebus garam mengalami
penurunan kadar lemak bila dibandingkan dengan daging keong segar. Daging
keong kukus pada hasil penelitian tidak mengalami kenaikan maupun penurunan
kadar lemak bila dibandingkan dengan daging keong segar. Penurunan kadar
lemak diduga disebabkan oleh proses pemanasan yang dialami oleh daging keong.
37

Selama perebusan akan terjadi fluktuasi kadar lemak yang disebabkan oleh
perbedaaan antara kecepatan pembebasan air dan pelarut lemak ke dalam air
perebus (Zaitsev et al. 1969). Hal ini dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
kadar lemak pada daging keong yang diolah dengan cara direbus.
Pada hasil penelitian ini, tingginya kadar lemak pada daging keong rebus
kemungkinan disebabkan oleh kurang homogennya sampel yang digunakan. Hal
ini dapat terjadi karena kurang memperhatikan kondisi awal (sehat, lemas, atau
mati) yang dialami keong sebelum dipreparasi. Pada keong yang sudah lemas
atau sudah tidak berjalan lagi diduga telah terjadi penguraian sebagian lemak
dalam tubuhnya sebagai cadangan energi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan kadar lemak yang terkandung pada daging keong segar, kukus, rebus,
dan rebus garam.
4.2.2 Kadar abu tak larut asam
Abu tak larut asam merupakan garam-garam klorida tidak larut pada asam
yang sebagiannya merupakan garam-garam logam berat dan silika. Histogram
kadar abu tak larut asam (bk) keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 14.

1.20
1,01 (a)
1.00 0,90 (b)
0,86 (b)
0,79 (c)
0.80
Nilai (%)

0.60

0.40

0.20

0.00
segar kukus rebus rebus garam

Metode pengolahan
Gambar 14 Histogram kadar abu tak larut asam (bk) daging keong matah merah
segar kukus rebus rebus garam.

Gambar 14 menunjukkan bahwa daging keong matah merah segar


mengandung kadar abu tak larut asam tertinggi yaitu sebesar 1,01%. Kadar abu
38

tak larut asam terendah terkandung dalam daging keong matah merah kukus yaitu
sebesar 0,79%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar abu tak larut asam (Lampiran 17)
menunjukkan nilai P-value 0,0022 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa
perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
abu tak larut asam daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar
abu tak larut asam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kadar abu tak larut asam
pada daging keong matah merah segar berbeda dengan kadar abu tak larut asam
pada daging keong matah merah kukus, rebus, dan rebus garam, namun kadar abu
tak larut asam keong matah merah rebus tidak berbeda dengan kadar abu tak larut
asam pada daging keong matah merah rebus garam.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu tak larut asam pada daging keong
kukus, rebus dan rebus garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
daging keong segar. Penurunan kadar abu tak larut asam pada daging keong
kukus sebesar 21,78%, pada daging keong rebus sebesar 10,90% dan pada daging
keong rebus garam sebesar 14,85%.
Perbedaan kadar abu tak larut asam yang terkandung dalam daging keong
dapat disebabkan oleh habitat dan proses selama penanganan bahan pangan.
Daging segar yang mengandung kadar abu tak larut asam yang tinggi diduga
disebabkan adanya mineral yang diperoleh dari lingkungan yang terakumulasi di
dalam daging keong melalui proses absorbsi. Hal ini dapat terjadi karena keong
matah merah bersifat filter feeder dan menempel pada substrat.
Menurut Basmal et al. (2003), tingginya kadar abu tak larut asam juga dapat
disebabkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut
asam dalam suatu produk.
4.2.3 Kandungan asam amino
Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan
kadar asam amino yang terkandung dalam daging keong matah merah segar,
kukus, rebus dan rebus garam. Asam amino yang dihasilkan melalui metode
analisis menggunakan HPLC berasal dari pemutusan ikatan hidrogen pada protein
melalui hidrolisis asam. Proses pemutusan ikatan pada protein menjadi asam
amino dapat dilihat pada Gambar 15.
39

Ikatan peptida

Dipeptida Air

Asam amino (1) Asam amino (2)

Gambar 15 Proses pemutusan ikatan pada protein menjadi asam


amino (Lansida 2011).

Asam amino dapat ditemukan dalam bahan pangan yang mengandung


protein. Kandungan asam amino pada hewan laut dapat dipengaruhi oleh jenis,
organ yang diamati, umur panen, dan proses fisiologis dari organisme itu sendiri
(Litaay 2005). Perbedaan kandungan asam amino pada tiap perlakuan dapat
terjadi karena adanya perbedaan umur, musim penangkapan serta tahapan dalam
daur hidup organisme (Okozumi dan Fujii 2000).
Pada hasil penelitian ini, daging keong matah merah segar mengandung
asam amino total sebesar 14,42%, daging kukus sebesar 17,04%, daging rebus
sebesar 15,09%, dan daging rebus garam sebesar 10,18%. Beradasarkan hasil
penelitian Apriyana (2011), daging keong ipong-ipong segar memiliki kandungan
asam amino total sebesar 13,77%, daging kukus sebesar 12,27%, daging rebus
sebesar 10,71%, dan daging rebus garam sebesar 11,23%. Kandungan asam
amino total daging keong matah merah segar dan daging keong matah merah
olahan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
40

Tabel 9 Kandungan asam amino total daging keong matah merah segar, kukus,
rebus dan rebus garam
Hasil (% gram asam amino/100 gram sampel)
No Asam amino Keong
Keong segar Keong kukus Keong rebus
rebus garam
1 Aspartat 1,37 1,92 1,76 1,21
2 Glutamat 2,41 3,23 2,94 2,03
3 Serin 0,64 0,88 0,79 0,53
4 Histidin* 2,81 0,32 0,26 0,17
5 Glisin 0,35 1,03 0,92 0,46
6 Treonin* 0,15 0,68 0,62 0,38
7 Arginin* 1,19 1,60 1,51 1,03
8 Alanin 1,21 1,40 1,09 0,76
9 Tirosin 0,49 0,65 0,59 0,38
10 Metionin* 0,38 0,51 0,48 0,33
11 Valin* 0,53 0,74 0,67 0,46
12 Fenilalanin* 0,48 0,71 0,63 0,43
13 Isoleusin* 0,46 0,66 0,60 0,42
14 Leusin* 0,99 1,45 1,31 0,93
15 Lisin* 0,96 1,26 0,92 0,66
Total 14,42 17,04 15,09 10,18
Keterangan : (*) Asam amino esensial

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil penelitian Apriyana (2011), dapat


dilihat bahwa kandungan asam amino total tertinggi terkandung dalam daging
keong yang telah diolah dengan cara dikukus, hal ini menandakan bahwa
pengukusan merupakan metode pengolahan terbaik untuk mempertahankan
kandungan asam amino total pada daging keong matah merah dan daging keong
ipong-ipong.
Asam amino total tertinggi pada daging keong segar adalah histidin
2,81%, pada daging keong kukus adalah glutamat 3,23%, pada daging keong
rebus adalah glutamat 2,94%, dan pada daging keong rebus garam adalah
glutamat 2,03%. Asam amino total terendah pada daging keong segar adalah
treonin 0,15%, pada daging keong kukus adalah histidin 0,32%, pada daging
keong rebus adalah histidin 0,26%, dan pada daging keong rebus garam adalah
histidin 0,17%.
Penurunan kandungan asam amino total pada daging keong rebus garam
diduga disebabkan oleh adanya penggunaan suhu tinggi pada proses pemasakkan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya kadar air. Hal ini sesuai dengan
41

pernyataan Tapotubun et al. (2008) bahwa keluarnya air dari bahan pangan
menyebabkan protein lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan yang lain
sehingga kandungan asam aminonya lebih baik.
Asam amino terbagi menjadi dua, yaitu asam amino esensial dan asam
amino non esensial. Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa terdapat 15 asam
amino yang terkandung dalam daging keong matah merah segar, kukus, rebus,
dan rebus garam. Histogram kandungan asam amino esensial dapat dilihat pada
Gambar 16.

3
2.5
Kadar asam amino

2
1.5
1
0.5

0
n
n

sin

in
in

in

n
n

sin
ni
i

ni

ali
in

on
id

us
la

eu
eo

Li
V
rg
ist

la

Le
eti

ol
Tr

ni
H

Is
Fe

Jenis-jenis asamamino esensial

Gambar 16 Histogram kandungan asam amino esensial daging keong matah


merah segar kukus rebus rebus garam.

Gambar 16 menunjukkan kandungan asam amino esensial yang


terkandung dalam daging keong matah merah segar, kukus, rebus, dan rebus
garam. Asam amino esensial yang terkandung dalam daging keong matah merah,
yaitu histidin, treonin, arginin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan
lisin.
Histidin merupakan asam amino yang bermanfaat baik untuk mendorong
pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (Linder 1992). Histidin
merupakan asam amino esensial tertinggi yang terkandung dalam daging keong
matah merah segar yaitu sebesar 2,81% gram per 100 gram daging. Tingginya
kandungan histidin pada daging keong matah merah segar membuat daging keong
42

rentan terkontaminasi bakteri penghasil histamin apabila tidak ditangani secara


cepat dan tepat sehingga dapat menyebabkan daging ini tidak layak untuk
dikonsumsi. Penanganan secara cepat dan tepat dapat dilakukan dengan cara
tidak menyimpan keong dalam keadaan hidup teralu lama, menyimpannya di
tempat bersih yang bersuhu 0ºC atau mendekati suhu 0ºC dan sebaiknya segera
diolah sehingga dapat menekan tingkat kontaminasi keong. Histamin merupakan
senyawa turunan dari histidin. Indriati et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat
tiga jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin dalam jumlah
tinggi yaitu Proteus marganii, Enterobacteri aerogenes, dan Clostridium
pefringens.
Arginin merupakan asam amino esensial yang bermanfaat dalam
meningkatkan daya tahan tubuh atau produksi lomfosit, meningkatkan
pengeluaran hormon pertumbuhan atau human growth hormone (HGH) dan
meningkatkan kesuburan pria (Linder 1992). Arginin memiliki tingkat kelarutan
yang tergolong rendah yaitu 15 ram per 100 ml pada suhu 25°C
(Fessenden dan Fessenden 1995). Pada daging keong matah merah olahan,
arginin merupakan asam amino esensial yang terkandung dalam presentase
tertinggi. Kandungan arginin pada daging keong kukus sebesar 1,60% gram per
100 gram daging, pada daging rebus sebesar 1,51% gram per 100 gram daging
dan pada daging keong rebus garam sebesar 1,03% gram per 100 gram daging.
Menurut Villanueva et al. (2004), arginin merupakan asam amino yang banyak
ditemukan pada moluska laut.
Pada daging keong matah merah segar, kukus, rebus dan rebus garam
ditemukan 6 macam asam amino non esensial. Asam amino non esensial yang
terkandung dalam daging keong matah merah yaitu asam aspartat, asam glutamat,
serin, glisin, alanin dan tirosin. Histogram kandungan asam amino non esensial
dapat dilihat pada Gambar 17.
43

3.5
3

Kadar asam amino (


2.5
2
1.5
1
0.5
0

at

sin
n

in
rin
t
rta

am

isi

an

ro
Se
pa

Gl
ut

Al

Ti
As

Gl

Jenis-jenis asam amino non esensial

Gambar 17 Histogram kandungan asam amino esensial daging keong matah


merah segar kukus rebus rebus garam.

Berdasarkan gambar 17 dapat diketahui bahwa asam glutamat merupakan


asam amino non esensial yang terkandung dalam daging segar, kukus, rebus dan
rebus garam dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurut Krug et al. (2009), asam
amino non esensial yang banyak ditemui di jaringan otot hewan adalah alanin,
glisin, dan asam glutamat.
Daging keong segar mengandung asam glutamat sebesar 2,41% gram per
100 gram daging, daging keong kukus mengandung asam glutamat sebesar
3,23% gram per 100 gram daging, daging keong rebus mengandung asam
glutamat sebesar 2,94% gram per 100 gram daging dan daging keong yang
direbus dengan penambahan garam mengandung asam glutamat 2,03% gram per
100 gram daging. Presentase kandungan asam glutamat pada daging keong matah
merah jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam glutamat yang
terkandung dalam daging sapi. Menurut Schweigert et al. (2010), daging sapi
mengandung asam glutamat sebesar 14,88%.
Asam glutamat bermanfaat untuk mengendalikan keinginan konsumsi
alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan
kesehatan mental dan meredam emosi (Linder 1992). Kandungan asam glutamat
yang terkandung dalam daging keong matah merah diduga akibat adanya
deaminasi antara asam amino glutamin dan asparagin yang membentuk asam
glutamat sehingga meningkatkan kadar asam glutamat pada daging.
44

Menurut Fessenden dan Fessenden (1995), berdasarkan tingkat kelarutannya,


asam glutamat memiliki tingkat kelarutan dalam air yang cukup rendah yaitu
0,7 gram per 100 ml pada suhu 25 °C.
Pemanfaatan asam amino dapat dilihat dari karakteristik rasanya.
Beberapa asam amino mempunyai rasa manis, rasa pahit, dan ada yang tidak
mempunyai rasa. Glisin, prolin, alanin, hidroksiprolin, valin, dan serin
mempunyai rasa manis. Isoleusin dan arginin mempunyai rasa pahit. Glutamat
mempunyai rasa gurih sedangkan leusin tidak mempunyai rasa (Sumardjo 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, glutamat merupakan asam amino tertinggi pada
daging keong kukus, rebus dan rebus garam sehingga daging keong matah merah
cenderung memiliki rasa gurih.

4.3 Penentuan Metode Pengolahan Terbaik


Pengolahan terhadap bahan pangan dengan menggunakan suhu panas
dapat menyebabkan perubahan nilai gizi pada bahan pangan tersebut. Pengukusan
merupakan cara pengolahan terbaik bila dibandingkan dengan perebusan maupun
perebusan garam. Hal ini dapat dilihat dari tinggi rendahnya kehilangan nilai gizi
pada hasil pengolahan. Pada pengukusan, daging keong kukus mengalami
penurunan kadar air yang relatif lebih banyak yaitu sebesar 7,44% bila
dibandingkan dengan dua pengolahan lainnya, selain itu pengukusan mengalami
penurunan kadar protein relatif lebih sedikit yaitu sebesar 10,70% bila
dibandingkan dengan dua pengolahan lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 10.
45

Tabel 10 Presentase kehilangan komposisi kimia, kandungan asam amino dan kandungan taurin setelah pengolahan pada keong matah
merah (Cerithidea obtusa)
Daging
Daging Daging Daging
Kehilangan Kehilangan rebus Kehilangan
Hasil Uji segar kukus rebus
(%) (%) garam (%)
(%) (%) (%)
(%)
Komposisi Kimia
 Air 80,63 74,63 7,44 78,89 2,16 76,56 5,05
 Abu 8,48 7,77 8,37 5,38 36,56 11,81 39,27
 Protein 73,74 65,85 10,70 46,76 36,59 50,87 31,01
 Lemak 0,99 0,99 - 1,99 101,01 0,86 13,13
 Abu tidak
1,01 0,79 21,78 0,90 10,90 0,86 14,85
larut asam

Kandungan asam
amino 14,42 17,04 20,25 15,09 4,65 10,18 29,40

 
46

4.4 Kandungan Taurin


Taurin merupakan asam amino bebas yang banyak ditemukan dalam
beberapa organ tubuh mamalia dan hewan laut (Ruessheim 2000). Pengujian
taurin pada penelitian ini dilakukan terhadap daging keong matah merah segar dan
daging keong matah merah kukus dengan kandungan protein (bb) paling tinggi
dibandingkan dengan daging keong rebus dan rebus garam. Histogram hasil
kandungan taurin daging keong matah merah segar dan daging keong matah
merah kukus (bk) dapat dilihat pada Gambar 18.
184
200

150
Nilai (mg/100g

100

50 21

0
segar kukus
Metode pengolahan
Gambar 18 Histogram kandungan taurin daging keong matah merah
segar kukus.

Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai kandungan taurin pada daging


keong segar sebesar 184 mg per 100 gram sedangkan daging keong kukus
memilki kandungan taurin sebesar 21 mg per 100 gram. Kandungan taurin daging
keong matah merah segar lebih tinggi dibandingkan dengan daging keong ipong-
ipong hasil penelitian Apriyana (2011) yaitu sebesar 164,17 mg sedangkan
kandungan taurin pada daging koeng matah merah kukus lebih rendah dari daging
keong ipong ipong kukus hasil penelitian Apriyana (2011) yaitu sebesar 149,62%.
Kadar taurin daging kukus mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan daging keong segar. Penurunan kadar taurin pada daging keong kukus
diduga disebabkan oleh pengolahan daging keong dengan menggunakan suhu
tinggi dalam beberapa waktu tertentu dan menimbulkan uap air yang dapat
melarutkan kadar taurin dalam daging. Menurut Dragnes et al. (2009), taurin
merupakan jenis asam amino yang larut dalam air sehingga diduga pada proses
pengukusan taurin dalam daging keong terlepas dari daging kemudian larut dan

 
47

ikut terbawa oleh uap air sehingga menyebabkan presentase kandungan taurin
dalam daging keong kukus berkurang.
Taurin merupakan asam amino bebas yang dapat dijumpai pada beberapa
hewan air dan mamalia. Kandungan taurin oyster sebesar 1178 mg per 100 gr,
gurita sebesar 871 mg per 100 gr, scallop sebesar 669 mg per 100 gr, cumi-cumi
jepang sebesar 364 mg per 100 gr, hati sapi sebesar 45 mg per 100 gr, daging sapi
sebesar 48 mg per 100 gr dan cakalang sebesar 3 mg per 100 gr
(Okuzumi dan Fujii 2000). Kandungan taurin daging keong segar dan kukus
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan taurin pada oyster,
gurita, scallop dan cumi-cumi jepang namun kandungan taurin pada daging keong
matah merah segar lebih tinggi dibandingkan dengan hati sapi, daging sapi dan
cakalang.
Taurin merupakan komponen yang sangat dibutuhkan manusia dan
memiliki dua peran utama dalam metabolisme manusia yaitu taurin sebagai
neurotransmitter dan sebagai pengemulsi asam empedu. Secara medis, taurin
dapat menyembuhkan hepatitis akut. Menurut Matsuyama et al. (2001),
pemberian taurin sebanyak 4 gram 3 kali sehari dapat menurunkan bilirubin dan
asam empedu total secara signifikan.
Taurin dalam tubuh manusia berperan dalam pergerakan ion-ion
magnesium, natrium, dan kalsium saat masuk maupun keluar sel sehingga
membantu koneksi pada impuls syaraf. Taurin sangat diperlukan pada saat
perkembangan dan pertumbuhan. Beberapa bahan pangan mengandung taurin,
keberadaan taurin banyak terkandung di dalam susu murni, telur dan ikan
(Mars dan May 2009).

 
48

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Daging keong matah merah memiliki rendemen daging yang dapat


dimanfaatkan lebih lanjut sebesar 19,69%. Kadar air daging keong segar sebesar
80,63%, kukus sebesar 74,63%, rebus sebesar 78,89%, dan rebus garam sebesar
76,56%. Kadar abu daging keong segar sebesar 8,48%, kukus sebesar 7,77%,
rebus sebesar 5,38%, dan rebus garam sebesar 11,81%. Kadar protein daging
keong segar sebesar 73,74%, kukus sebesar 65,85%, rebus sebesar 46,76%, dan
rebus garam sebesar 50,87%. Kadar lemak daging keong segar sebesar 0,99%,
kukus sebesar 0,99%, rebus sebesar 1,99%, dan rebus garam sebesar 0,86%.
Kadar abu tak larut asam daging keong segar sebesar 1,01%, kukus sebesar
0,79%, rebus sebesar 0,90%, dan rebus garam sebesar 0,86%. Asam amino total
pada daging keong segar sebesar 14,42%, kukus sebesar 17,04%, rebus sebesar
15,09%, dan rebus garam sebesar 10,18%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengukusan
merupakan metode pengolahan terbaik bila dibandingkan dengan perebusan dan
perebusan garam. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kadar air, tingginya kadar
protein serta tingginya kandungan asam amino total pada daging keong kukus.
Pengukusan bukan metode pengolahan yang baik untuk mempertahankan
kandungan taurin pada daging keong matah merah. Hal ini dapat disimpulkan
karena daging keong segar mengalami penurunan kandungan taurin yang cukup
banyak yaitu dari 184 mg per 100 g menjadi 21 mg per 100g.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan dilakukannya
penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik asam glutamat pada keong matah
merah sehingga dapat lebih dioptimalkan dalam pemanfaatannya di berbagai
bidang industri.

 
49

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of


Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of
Analysis of The Association of Official Anayitycal of Chemist. Arlington,
Virginia, USA: Published by The Association of Official Analytical
Chemist, Inc.
[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1999. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA: Published by The Association of Official Analytical
Chemist, Inc.
[BBRP2B] Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. 2007. Mengenal Produk Ikan Fermentasi.
http://www.bbrp2b.kkp.go.id/ [12 Februari 2011]
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Teh Kering dalam Kemasan.
SNI 01-3836-2000. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[PRPTK] Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang. 2010.
Moluska. http://www.coremap.or.id [19 April 2011]
Abbot RT, Boss KJ. 1989. A Classification of the Living Mollusca. American
Malacalogist. New York: Van Nostrand Reinhold.
Abun. 2006. Protein dan Asam Amino. Bandung: UNPAD Press.
Adawiyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi dalam Analisis Bahan Pangan.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Afrianto E, Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Kasinisius.
Apriyana GP. 2011. Pengaruh pengolahan terhadap kandungan proksimat, asam
amino, dan taurin keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Azuma J, Sawamura A, Awata. 1992. Usefulness of taurine in chronic congestive
heart failure and its prospective application. Japanese Circulation Journal.
56(1): 95-99.
Basmal J, Syarifudin, Farid MW. 2003. Pengaruh konsentrasi larutan potassium
hidroksida terhadap mutu kappa-karaginan yang diekstraksi dari
Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9(5): 95-104.
Birdsall T. 1998. Therapeutic application of taurine. http://www.thorne.com
[3 September 2011]
Budiyanto AK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.

 
50

Chesney RW. 1985. Taurine: Its biological role and clinical implication.
Advanced in Pediatric. 32: 1-42.

Danur AL. 1993. Mempelajari metode reduksi kadar histamin dalam pembuatan
pindang tongkol. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Maehre H, Elveoli EO. 2009. Impact of
processing on the taurine content in processed seafood and their
corresponding unprocessed raw materials. Journal of Food Science and
Nutrition 2(60): 143-152.
Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Fessenden, Fessenden RJ. 1995. Kimia Organik Jilid 2. Terjemahan A.H.
Pudjoatmaka. Cetakan ketiga, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Georgiev L, Penchev G, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in
common carp (Cyprinus corpio L) fish meat during freezing. Bulgarian
Journal of Veterinary Medicine. 2(2):131−136.
Gsianturi. 2002. Mahoni menambah nafsu makan. http://www.kompas.com
[10 Desember 2011]
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Yogyakarta: Liberty.
Hames D, Hooper N. 2005. Biochemistry, 3th. New York: Taylor and Francis.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.
Edisi ke-2. Achmadi S, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan
dari: Nutritional Evaluation of Food Precessing.
Hart H. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
Hasfiandi. 2010. Konstruksi perangkap jodang yang selektif terhadap ukuran dan
jenis keong. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hawab HM. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Diadit Media.
Huxtable RJ. 1992. Physiology action of taurine. Departement of Pharmacology,
University of Arizona Collage of Medicine, Tucsom, Arizona. Physiol
Reviews.72(1): 101-163.
Indriati N, Rispayeni, Heruwati ES. 2006. Studi bakteri pembentuk histamine
pada ikan kembung peda selama proses pengolahan. Jurnal Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(2): 118.
Johnson AH, Peterson MS. 1974. Encyclopedia of Food Technology.
Vol 1.Wesport Connecticut : The AVI Publ. Co. Inc.

Kim, Shin-kwon, Takeuchi T, Yokoyama M, Marata Y. 2003. Effect of dietary


supplementation with taurin, β-alanin and GABA on the growth of juvenile
and fingerling Japanese flounder paralichthys olivaceus. Fisheries Science.
69(2): 242-248.
Kinsman DM. 1994. Muscle Food. Nem York: Champan and Hall.

 
51

Kristijono A. 2002. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein. Balai


Penelitian Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Nangroe Aceh
Darussalam.
Krug PJ, Riffell JA, Zimmer RK. 2009. Endogeneos signaling pathway dan
chemical communication between sperm and egg. The Journal
Experimental Biology. 212(8): 1092-1100.
Kurnia R. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan mineral
remis (Corbicula javanica). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Labs MD. 2005. Body building. http://www.bodybuilding.com [4 Agustus 2011]
Lamarck. 1822. Cerithidea obtusa. http://www.femorale.com.br
[8 Februari 2012]
Lansida. 2011. High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
http://www.lansida.com [20 April 2012]
Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaya,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lestiani L. 2008. Bahan Makanan Sumber Protein dan Sifat-sifatnya.
Jakarta: UI press.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Kimia. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta: UI Press.
Litaay M. 2005. Peranan nutrisi dalam siklus reproduksi abalone.
Oseana. 30(3): 1-7.
Manandmollusc. 2011. Gastropoda. http://www.manandmollusc.net
[19 September 2011]
Mars R, May P. 2009. Taurine. http://www.chm.bris.ac.uk [1 Februari 2012]
Martinez JB, Chatzifotis S, Divanach P and Takeuchi T. 2004. Effect of dietary
taurine supplementation on growth performance and feed selesction of sea
bass Dicentrachus labrax fry fed with demand-feeders. Fisheries Science.
70(1): 74-79.
Matsuyama Y, Morita T, Higushi M, Tsujii T. 2001. The effect of taurine
administration on patients with acute hepatitis. Program Clinical Biology.
1983(125): 461-468.
Medicdaily. 2012. Taurine structure. http://www.medicaldaily.com [25 Mei 2012]
Mirlina N. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan mineral
(Cerithidea obtusa). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Morris A, Barnett A, Burrows O. 2004. Effect of processing on nutrient content
of foods. Articles coninued. 37(3): 160-164.
Moss G. 1992. Taurin biosynthesis. http:// www.chem.qmul.ac.uk. [25 Mei 2012]

 
52

Moyle PB, Cech Jr JJ. 2004. Fishes. An Introduction to Ichthyology 5th Edition.
USA: Prentice Hall, Inc.
Natural H. 2000. Natural food-seafood and freshwater food.
http://www.naturalhub.com [22 September 2011]
Nurcahyo H. 2005. Regulasi Metabolisme Protein. Yogyakarta: UNY Press.
Okozumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttlefish. Jepang: Tokyo University of Fisheries.
Palupi NS, Zakaria FR dan Prangdimurti E. 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning IPB. Bogor.
Pambudi ND. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral
keong mas (Pomacea canaliculata) dari perairan Situ Gede Bogor.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pine SH, Hendrickson JB, Cram DJ, Hammond GS. 1999. Kimia Organik.
Bandung: ITB Press.
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius
Purwaningsih S. 2006. Kajian pemanfaatan keong matah merah
(Cerithidea obtusa) dan uji aktivitas antiproliferasi pada sel lestari tumor
secara in vitro dan in vivo. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. .
Purwaningsih S, Salamah E, Apriyana GP. 2011. Pengaruh pengolahan terhadap
kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong
(Fasciolaria salmo). Akuatik (Jurnal Sumber Daya Perairan). 5(2): 18-21.
Purwaningsih S, Salamah E, Pambudi ND. 2011. Pengaruh pengolahan terhadap
kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong
(Fasciolaria salmo). Di dalam: International symposium on Marine
Ecosystems, Natural Products And Their Bioactive Metabolites2011.
191-192.
Russheim CM. 2000. Taurine. http://www.serve.com [15 September 2011]
Salamah E. 1997. Analisis kimia menggunakan HPLC Bagian-I. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan. Vol 3:1.
Schweigert BS, Kraybill HR, Greenwood DA. 2010. Amino acid composition of
fresh and cooked beef cuts. Journal Science Food and Nutrition.
56(2): 156-162.
Siswono. 2001. Iptek biologi protein. http://www.wikipedia.or.id
[15 Agustus 2011].
Skoog DA. 1985. Principles of Instrumental Analysis. New York : Saunders
College Publishing.
Steel RGD, Torrie HJ. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan
Biometrik). B. Sumantri, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

 
53

Sturman JA. 1988. Taurine in development. Journal Nutrition. 118: 1169-1176.

Subagio A, Windrati WS, Fauzi M, Witono Y. 2004. Karakterisasi protein


miofibril dari ikan kuniran (Upeneus moluccensis) dan ikan mata besar
(Selar crumenophthalmus). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
15(1): 70-78.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makana dan
Pertanian. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas, Universitas
Gajah Mada.
Sumardjo D. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supamas. 2011. Asam amino esensial. http://www.indostudio.com
[10 September 2011]
Suwignyo S, B Widigdo, Y Wardiatmo, M Krisanti. 1998. Avertebrata Air untuk
Mahasiswa Perikanan 2. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tamrin, Prayitno L. 2008. Pengaruh lama perebusan dan perendaman terhadap
kadar air dan tingkat kelunakan kolang-kaling. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008. Universitas Lampung,
November 17-18, 2008.
Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapessy J. 2008. Efek waktu pemanasan
terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2): 65-70.
Trimartini. 2008. Metabolisme asam amino. http://www.ajinomoto.com
[4 Februari 2012]
Villanueva R, Riba J, Ruiz-Cappilas C, Gonzales AV, Baeta M. 2004. Amino
acid composition of early stages of chepalopods and effet of amino acid
dietary treatments on Octopus vulgaris paralarvae. Aqualculture 242(2004):
455-478.
Widjanarko SB, Zubaidah E, Kusuma AM. 2012. Studi kualitas fisik-kimiawi
dan organoleptik sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) akibat pengaruh
perebusan, pengukusan dan kombinasinya dengan pengasapan. Jurnal
Teknologi Pertanian 4(3): 193-202.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yulfitrin. 2003. Isolasi taurin dari cairan empedu sapi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Yuliarti N. 2009. A to Z Food Supplement. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Zaitsev I, Kizeveter I, Lacunov L, Makarova T, Mneer L, dan Podsevalor V.
1969. Fish Curing and Processing. Moskow: Mir Publishers.

 
54

LAMPIRAN

 
55

Lampiran 1. Pengukuran morfometrik keong matah merah


Parameter
No Panjang Lebar Berat Tinggi
(cm) (cm) (gram) (cm)
1 3,8 1,8 5 1,3
2 3,7 1,7 5 1,8
3 3,7 1,7 4 1,7
4 4,2 2,1 7 1,7
5 3,7 1,8 2 1,6
6 3,8 1,9 5 1,8
7 3,6 1,8 4 1,7
8 4,0 1,8 5 1,4
9 3,8 1,9 5 1,4
10 3,8 1,6 4 1,5
11 3,7 1,9 5 1,4
12 3,5 1,5 4 1,7
13 3,4 1,5 3 1,2
14 3,6 1,9 4 1,6
15 4,1 1,6 4 1,6
16 3,7 1,6 3 1,6
17 3,7 1,7 7 1,3
18 3,7 1,4 4 1,2
19 3,8 1,5 4 1,6
20 3,7 1,7 4 1,7
21 3,7 1,4 4 1,3
22 3,8 1,5 4 1,3
23 3,7 1,4 3 1,2
24 3,6 1,7 3 1,5
25 3,7 1,7 4 1,6
26 3,6 1,6 4 1,5
27 3,7 1,4 4 1,4
28 4,0 1,7 4 1,4
29 5,0 1,5 4 1,2
30 4,1 1,4 5 1,5
Rata-rata 3,80 1,66 4,23 1,49
STDV 0,29 0,19 1,04 0,19
56

Lampiran 2. Perhitungan rendemen keong matah merah


Keterangan
Sampel Berat Berat Berat Berat
total (g) cangkang (g) daging (g) jeroan (g)
Keong ipong-ipong 127 78 25 24
Rendemen (%) 61,42 19,69 18,90
Contoh perhitungan rendemen cangkang keong matah merah
Rendemen cangkang (%) = x 100 %

= x 100 %

= 61,42 %

Lampiran 3. Analisis kadar air daging keong matah merah


Berat Berat cawan Berat cawan setelah
Keong sampel sebelum oven oven
(g) (g) (g)
Segar 1 5,08 25,24 26,21
Segar 2 5,24 28,04 29,07
Kukus 1 5,11 23,51 24,80
Kukus 2 5,02 27,97 29,25
Rebus 1 5,37 24,61 25,73
Rebus 2 5,24 25,42 26,54
Rebus garam 1 5,11 27,10 28,29
Rebus garam 2 5,00 20,05 21,23
Contoh perhitungan kadar air keong matah merah segar ulangan 1
B C
Keong segar 1 (bb) = x 100 %
B A
, ,
= x 100 %
, ,
,
= x 100 %
,

= 80,91 %
W W W
Keong segar 1 (bk) = x 100 %
W W
, , ,
= x 100 %
, ,
,
= x 100 %
,

= 423,71 %
57

Lampiran 4. Analisis kadar abu daging keong matah merah


Berat Berat cawan Berat cawan setelah
Keong sampel sebelum oven tanur
(g) (g) (g)
Segar 1 5,08 25,24 25,31
Segar 2 5,24 28,04 28,14
Kukus 1 5,11 23,51 23,62
Kukus 2 5,02 27,97 28,06
Rebus 1 5,37 24,61 24,67
Rebus 2 5,24 25,42 25,48
Rebus garam 1 5,11 27,10 27,24
Rebus garam 2 5,00 20,05 20,19
Contoh perhitungan kadar abu keong matah merah segar ulangan 1
C A
Keong segar 1 (bb) = x 100 %
B A
, – ,
= x 100 %
, ,

= 1,38 %

Keong segar 1 (bk) = x 100 %


,
= x 100 %
,

= 7,23 %

Lampiran 5. Analisis kadar protein keong matah merah


Keong Berat sampel (mg) Vol HCl(ml)
Segar 1 2126 3,4
Segar 2 2125 3,4
Rebus garam 1 2244 3
Rebus garam 2 2250 3
Rebus 1 3168 3,6
Rebus 2 3166 3,6
Kukus 1 1873 3,5
Kukus 2 1870 3,5
Contoh perhitungan kadar protein keong matah merah segar ulangan 1
HC N HC . . FP
Keong segar 1 (bb) = x 100 %
, , . .
= x 100 %

= 14,28%
58

Keong segar 1 (bk) = x 100 %


,
= x 100 %
,

= 74,80%

Lampiran 6. Analisis kadar lemak keong matah merah


Berat labu Berat labu
Berat sampel
Keong kosong setelah dioven
(g)
(g) (g)
Segar 1 5.37 77.53 77.54
Segar 2 5.17 76.43 76.44
Kukus 1 4.00 76.56 76.57
Kukus 2 4.02 78.70 78.71
Rebus 1 4.68 70.13 70.15
Rebus 2 4.92 70.93 70.95
Rebus garam 1 5.03 77.37 77.38
Rebus garam 2 4.97 75.23 75.24
Contoh perhitungan kadar lemak keong matah merah segar ulangan 1
W –W
Keong segar 1 (bb) = x 100 %
W
. .
= x 100 %
.

= 0,19 %

Keong segar 1 (bk) = x 100 %


,
= x 100 %
,

= 1,00 %

Lampiran 7. Analisis kadar abu tak larut asam keong matah merah
Berat cawan Berat cawan
Berat sampel
Keong kosong setelah tanur
(g)
(g) (g)
Segar 1 5.08 21.94 21.95
Segar 2 5.24 23.88 23.89
Kukus 1 5.11 26.01 26.02
Kukus 2 5.02 27.09 27.10
Rebus 1 5.37 20.15 20.16
Rebus 2 5.24 19.87 19.88
Rebus garam 1 5.11 20.53 20.54
Rebus garam 2 5.00 20.41 20.42
59

Contoh perhitungan kadar abu tak larut asam keong matah merah segar ulangan 1

Keong segar 1 (bb) = x 100 %


,
= x 100 %
,

= 0,20 %

Keong segar 1 (bk) = x 100 %


,
= x 100 %
,

= 1,05 %

Lampian 8. Grafik uji kenormalan galat analisis proksimat keong matah merah
Hipotesis:
H0 = Galat menyebar normal
H1 = Galat tidak menyebar normal

Probability Plot
Probability of Kadar
Plot Air
of RESI1
Normal
99
Mean 1.776357E-15
StDev 0.2307
95 N 8
KS 0.209
90
P-Value >0.150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50
RESI1
Kadar Air

Keterangan : Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal


60

Probability Plot of Kadar Abu


Probability Plot of RESI1
Normal
99
Mean -1.11022E-16
StDev 0.7773
95 N 8
KS 0.224
90
P-Value >0.150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-2 -1 0 1 2
RESI1
Kadar Abu

Keterangan : Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal

Probability Plot of Kadar Protein


Probability Plot of RESI1
Normal
99
Mean 1.776357E-15
StDev 0.7250
95 N 8
KS 0.147
90
P-Value >0.150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-2 -1 0 1 2
RESI1
Kadar Protein

Keterangan : Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal


61

Probability Plot ofPlot


Probability Kadar
of Lemak
RESI1
Normal
99
Mean -4.16334E-17
StDev 0.02971
95 N 8
KS 0.276
90
P-Value 0.073
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
RESI1
Kadar Lemak

Keterangan : Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal

ProbabilityProbability
Plot of Kadar Plot
Abu Tak Larut Asam
of RESI1
Normal
99
Mean 0
StDev 0.01635
95 N 8
KS 0.288
90
P-Value 0.049
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0.04 -0.03 -0.02 -0.010.00 0.01 0.02 0.03 0.04
RESI1
Kadar Abu Tak Larut Asam

Keterangan : Pvalue > 0,05 maka galat data menyebar normal


62

Lampiran 9. Hasil analisis ragam kadar air (bb)


Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 41.38603750 13.79534583 147.41 0.0002
Galat 4 0.37435000 0.09358750
Total 7 41.76038750

Lampiran 10. Hasil uji Duncan kadar air (bb)


Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 80.6250 2 P1
B 78.8850 2 P3
C 76.5550 2 P4
D 74.6300 2 P2
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam

Lampiran 11. Hasil analisis ragam kadar abu (bk)


Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 42.49953750 14.16651250 13.40 0.0149
Galat 4 4.23005000 1.05751250
Total 7 46.72958750

Lampiran 12. Hasil uji Duncan kadar abu (bk)


Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 11.810 2 P4
B 8.465 2 P1
BC 7.780 2 P2
C 5.360 2 P3
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam
63

Lampiran 13. Hasil analisis ragam kadar protein (bk)


Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 465.4321500 155.1440500 169.72 0.0001
Galat 4 3.6564000 0.9141000
Total 7 469.0885500

Lampiran 14. Hasil uji Duncan kadar protein (bk)


Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 73.6800 2 P1
B 64.8600 2 P2
C 48.0500 2 P3
C 50.0100 2 P4
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam

Lampiran 15. Hasil analisis ragam kadar lemak (bk)


Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 0.47170000 0.15723333 103.10 0.0003
Galat 4 0.00610000 0.00152500
Total 7 0.47780000

Lampiran 16. Hasil uji Duncan kadar lemak (bk)


Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 1.48500 2 P3
B 0.98500 2 P2
B 0.98000 2 P1
C 0.85000 2 P4
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam
64

Lampiran 17. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk)
Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 0.05143750 0.01714583 37.07 0.0022
Galat 4 0.00185000 0.00046250
Total 7 0.05328750

Lampiran 18. Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk)
Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 1.00000 2 P1
B 0.89000 2 P3
B 0.84500 2 P4
C 0.78000 2 P2
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam
65

Lampiran 19. Kromatogram standar asam amino (070911)


66

Lampiran 20. Kromatogram standar asam amino (080911)


67

Lampiran 21. Kromatogram asam amino keong matah merah segar


68

Lampiran 22. Kromatogram asam amino keong matah merah kukus


69

Lampiran 23. Kromatogram asam amino keong matah merah rebus


70

Lampiran 24. Kromatogram asam amino keong matah merah rebus garam
71

Lampiran 25. Contoh perhitungan asam amino aspartat keong matah merah segar
Diket :
Bobot Molekul Aspartat = 133,1
Area standar = 815429
Area sampel = 853904
Bobot sampel = 127000
Konsentrasi standar = 0,5 µmol/ml
Volume tera = 25 ml

853904
µ mol Asam amino x 0,5 x 25 13,0897969
815429

13,0897969 x 133,1 x 100


% Asam amino 1,37
127000
72

Lampiran 26. Kromatogram standar taurin


73

Lampiran 27. Kromatogram taurin daging keong matah merah segar


74

Lampiran 28. Kromatogram taurin daging keong matah merah kukus

You might also like