Professional Documents
Culture Documents
Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Kebutuhan protein dalam tubuh dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan
pangan yang mengandung protein hewani maupun protein nabati. Bahan pangan
yang mengandung protein hewani diantaranya adalah ikan, krustasea, susu dan
daging.
Asam amino merupakan penyusun protein dalam tubuh. Tubuh dapat
mensintesis asam amino non esensial, namun tidak dapat mensintesis asam amino
esensial. Salah satu biota perairan yang mengandung protein hewani yang dapat
memenuhi kebutuhan asam amino dalam tubuh yaitu keong matah merah
(Cerithidea obtusa). Pada umumnya, keong matah merah dikonsumsi setelah
mengalami pengolahan. Pengolahan pada bahan pangan berpengaruh terhadap
kandungan gizinya sehingga diperlukan penelitian mengenai pengaruh pengolahan
terhadap kandungan protein dan asam aminonya.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan rendemen keong matah merah,
menentukan komposisi kimia dan abu tak larut asam dari daging keong matah
merah, menentukan kandungan asam amino daging keong matah merah serta
menentukan kandungan taurin daging keong matah merah.
Berdasarkan hasil penelitian keong matah merah memiliki rendemen
daging 19,69%, jeroan 18,09% dan cangkang 61,42%. Perlakuan pengukusan,
perebusan dan perebusan dengan penambahan garam mengakibatkan perbedaan
pada komposisi kimianya. Daging kukus memiliki kandungan protein tertinggi
yaitu sebesar 65,85% (basis kering). Asam amino esensial tertinggi pada daging
keong matah merah segar adalah histidin 2,81%. Arginin merupakan kandungan
asam amino esensial tertinggi yang terdapat dalam daging keong matah merah
yang telah mengalami perlakuan. Kandungan arginin pada daging keong kukus
sebesar 1,60%, pada daging keong rebus sebesar 1,51%, dan pada daging keong
rebus garam sebesar 1,03%. Asam amino non esensial tertinggi pada daging
keong matah merah segar, kukus, rebus dan rebus garam adalah asam glutamat.
Kandungan asam glutamat pada daging keong segar sebesar 2,41%, pada daging
keong kukus sebesar 3,23%, pada daging keong rebus sebesar 2,94% dan pada
daging keong rebus garam sebesar 2,03%.
Pengukusan merupakan metode pengolahan terbaik bila dibandingkan
dengan perebusan dan perebusan garam. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya
kadar air, tingginya kadar protein dan tingginya asam amino pada daging keong
kukus. Pengukusan berpengaruh baik terhadap kadar protein dan kadar air dari
daging keong matah merah namun tidak berpengaruh baik pada kandungan
taurinnya. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya kandungan taurin yang cukup
banyak pada daging kukus yaitu dari 184 mg per 100 gr menjadi 21 mg per 100 g.
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN
DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH
(Cerithidea obtusa)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat serta
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh
Pengolahan terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada Keong Matah
Merah (Cerithidea obtusa)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
kesarjanaan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1) Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah M.Si sebagai komisi
pembimbing, dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji atas
segala saran, kritik, arahan, perbaikan, dan motivasi, serta ilmu yang telah
diberikan.
2) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi
pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3) Papa (Sudewo S), Mama (Yayu S), adik Wira, adik Adira, adik Ezra, mba
Ning, mba Asri dan mas Emil yang telah mendoakan dan memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis.
4) Bu Ema, Mas Zacky, dan seluruh staf TU THP yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam menjalankan penelitian.
5) Sahabat penulis Izzati, Sendy, Resty, Apoi, Fadil, Anda, Ibel, Zia, Indah dan
Dade, serta rekan-rekan THP 42, 43, 45 dan 46 yang telah membantu penulis
melalui tenaga, fikiran dan doa dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk perbaikan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca.
Bogor, Mei 2012
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... . 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa)…………………………………………….… . 3
2.2 Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)…....... 4
2.3 Protein ……………………………………………..……………... 5
2.4 Asam Amino ……..………………………………………………. . 6
2.4.1 Asam amino esensial ....…………………………………..... 8
2.4.2 Asam amino non esensial ...………………………………... 10
2.5 Pengaruh pengolahan terhadap Protein ............................................ 11
2.6 Taurin ............................................................................................... 13
2.7 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ...................... 15
METODOLOGI ........................................................................................ 17
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 17
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 17
3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 17
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ........................................ 19
3.3.2 Pemasakan.............................................................................. 19
3.4 Analisis Kimia ................................................................................. 20
3.4.1 Uji Proksimat (AOAC 2005) .................................................. 20
3.4.2 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut
SNI 01-3836-2000 (BSN 2000).............................................. 22
3.4.3 Analisis asam amino (AOAC 2005 dengan modifikasi)......... 22
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)............................... 24
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) ... 25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27
4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa)…………………………………………….… . 27
4.2 Hasil Analisis Kimia ....................................................................... 29
4.2.1 Komposisi kimia ................................................................... 29
1) Kadar air ........................................................................... 30
2) Kadar abu ......................................................................... 32
3) Kadar protein ................................................................... 33
4) Kadar lemak ..................................................................... 35
4.2.2 Kadar abu tak larut asam ....................................................... 37
4.2.3 Kandungan asam amino ........................................................ 38
vi
4.3 Penentuan Metode Pengolahan Terbaik ........................................... 44
4.4 Kandungan Taurin ........................................................................... 46
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 48
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 48
5.2 Saran ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN................................................................................................ 54
vii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 Kandungan gizi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............... 5
2 Tingkat kebutuhan manusia akan protein dan daging ikan .............. 6
3 Asam amino esensial........................................................................ 9
4 Asam amino non esensial................................................................. 10
5 Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan .............. 15
6 Karakteristik fisik keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............ 27
7 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) ............. 30
8 Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska ........ 33
9 Kandungan asam amino daging keong matah merah segar, kukus,
rebus dan rebus garam ..................................................................... 40
10 Presentase kehilangan komposisi kimia, kandungan asam amino,
dan kandungan taurin setelah pengolahan pada keong matah
merah (Cerithidea obtusa) ............................................................... 45
viii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) ......................................... 3
2 Struktur umum asam amino ............................................................. 7
3 Asam amino konfigurasi L (kiri) dan D (kanan).............................. 7
4 Struktur taurin .................................................................................. 13
5 Skema pembentukan taurin dalam hati ............................................ 14
6 Diagram skematika sistem kromatografi cair .................................. 16
7 Diagram alir metode penelitian ........................................................ 18
8 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diuji........................ 27
9 Rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa) daging
jeroan cangkang ..................................................................... 28
10 Histogram kadar air (bb) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ........................................................ 30
11 Histogram kadar abu (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ........................................................ 32
12 Histogram kadar protein (bk) daging keong matah merah
segar kukus rebus rebus garam ........................................ 34
13 Histogram kadar lemak (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam ................................................... 36
14 Histogram kandungan abu tak larut asam daging keong matah
merah segar kukus rebus rebus garam ......................... 37
15 Proses pemutusan ikan pada protein menjadi asam amino .............. 39
16 Histogram kandungan asam amino esensial daging keong matah
merah segar kukus rebus rebus garam ......................... 41
17 Histogram kandungan asam amino non esensial daging keong
matah merah segar kukus rebus rebus garam............... 43
18 Histogram kandungan taurin daging keong matah merah
segar kukus............................................................................. 46
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1 Pengukuran morfometrik keong matah merah ................................ 55
2 Perhitungan rendemen keong matah merah .................................... 56
3 Analisis kadar air daging keong matah merah ................................. 56
4 Analisis kadar abu daging keong matah merah ............................... 57
5 Analisis kadar protein keong matah merah ...................................... 57
6 Analisis kadar lemak keong matah merah ....................................... 58
7 Analisis kadar abu tak larut asam keong matah merah .................... 58
8 Grafik uji kenormalan galat analisis proksimat keong matah
merah................................................................................................ 59
9 Hasil analisis ragam kadar air (bb) .................................................. 62
10 Hasil uji Duncan kadar air (bb) ........................................................ 62
11 Hasil analisis ragam kadar abu (bk) ................................................. 62
12 Hasil uji Duncan kadar abu (bk) ...................................................... 62
13 Hasil analisis ragam kadar protein (bk) ........................................... 63
14 Hasil uji Duncan kadar protein (bk)................................................. 63
15 Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) ............................................. 63
16 Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) .................................................. 63
17 Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) ......................... 64
18 Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) ............................... 64
19 Kromatogram standar asam amino (070911) ................................... 65
20 Kromatogram standar asam amino (080911) ................................... 66
21 Kromatogram asam amino keong matah merah segar ..................... 67
22 Kromatogram asam amino keong matah merah kukus .................... 68
23 Kromatogram asam amino keong matah merah rebus ..................... 69
24 Kromatogram asam amino keong matah merah rebus garam .......... 70
25 Contoh perhitungan asam amino aspartat keong matah merah
segar ................................................................................................. 71
26 Kromatogram standar taurin ............................................................ 72
27 Kromatogram taurin daging keong matah merah segar ................... 73
28 Kromatogram taurin daging keong matah merah kukus .................. 74
x
1
1 PENDAHULUAN
kandungan gizi yang terkandung dalam biota tersebut. Salah satu proses
pengolahan yang tepat pada biota perairan yaitu melalui pengolahan dengan suhu
tinggi yaitu melalui proses perebusan (Afrianto dan Liviawaty 1989).
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu jenis biota
perairan laut yang belum optimal di dalam pemanfaatannya. Pada umumnya
masyarakat mengkonsumsi keong matah merah dengan cara direbus.
Keong matah merah mengandung 11,8% protein dan 4,5% kadar abu
(Purwaningsih 2006). Protein tersebut sangat penting keberadaannya dalam tubuh
karena protein mempunyai peran dalam mengontrol pertumbuhan tubuh dan
metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Penelitian ini dilakukan sebagai
langkah awal untuk mengetahui serta mempelajari pengaruh pengolahan
(pengukusan, perebusan, dan perebusan dengan penambahan garam) terhadap
kandungan protein dan asam amino daging keong matah merah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian pengaruh pengolahan terhadap profil protein dan
asam amino pada keong matah merah (Cerithidea obtusa) adalah sebagai berikut :
1) menentukan rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa);
2) menentukan komposisi kimia (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar
abu) dan kadar abu tak larut asam dari daging keong segar dan keong yang
telah mengalami proses pengolahan;
3) menentukan kandungan asam amino daging keong segar dan keong yang telah
mengalami proses pengolahan;
4) menentukan pengolahan terbaik pada keong matah merah;
5) menentukan kandungan taurin daging keong segar dan daging keong hasil
pengolahan terbaik.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tubuh keong terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, kaki, dan alat-alat
pencernaan. Pada bagian depan atau ventral kepala keong terdapat mulut,
sepasang mata yang biasanya bergagang satu atau dua pasang tentakel sebagai alat
peraba atau alat panca indra. Mulut pada keong berhubungan dengan faring yang
mengandung radula, yaitu alat pengunyah yang terbuat dari kitin dan mempunyai
gigi yang tersusun secara transversal. Jumlah gigi pada radula keong berkisar
antara 16-750.000 buah (Suwignyo et al. 1998). Kaki keong berada dibelakang
kepalanya, yaitu dibagian bawah badannya. Sistem pencernaan makanan keong
meliputi rongga mulut, kerongkongan, kelenjar ludah, tembolok, lambung
kelenjar, dan usus. Sistem peredaran darah keong adalah sistem terbuka dengan
jantung dan saluran darah sebagai alat transportasi. Sistem saraf berupa ganglion
yang bercabang di seluruh tubuh. Alat pernafasan keong umumnya dilakukan
oleh insang atau paru-paru (Manandmollusc 2011).
Keong matah merah pada umumnya hidup pada akar, batang, dan
ranting-ranting mangrove. Keong menempel menggunakan benang-benang lendir
pada bagian batang yang tidak terkena lendir. Pada umumnya, keong mangrove
ini banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara (Coremap 2010).
A,D, dan mineral (Natural 2000). Kandungan gizi keong matah merah disajikan
pada Tabel 1.
2.3 Protein
Protein adalah senyawa organik yang sangat kompleks dengan berat
molekul yang tinggi. Umumnya, protein mengandung unsur C, H, dan O seperti
halnya pada karbohidrat dan lemak. Protein mengandung 16% unsur N dan
terkadang mengandung fosfor atau sulfur. Protein memiliki lebih dari 100 unit
dasar penyusun yang disebut dengan asam amino (Abun 2006). Protein di dalam
tubuh manusia berfungsi sebagai enzim yang membantu reaksi biologis yang
terjadi di dalam tubuh manusia, alat pengangkut dan penyimpan, penunjang
mekanis, media perambatan impuls syaraf dan sebagai pengendali pertumbuhan
(Lestiani 2008). Kebutuhan protein tiap manusia bervariasi bergantung pada
umur, jenis kelamin, keadaan fisik, dan aktifitas yang dilakukan oleh
seseorang (Adawiyah 2007).
Kandungan protein pada daging ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan hewan darat. Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan
protein hewani yang diperlukan oleh manusia (Adawiyah 2007). Kebutuhan
protein dan jumah daging ikan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
protein pada manusia dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Asam amino memiliki atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda,
maka molekul asam amino memiliki dua konfigurasi, yaitu konfigurasi L dan
konfigurasi D. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L apabila
gugus –NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon α dan bila posisi gugus –NH2 di
sebelah kanan, maka molekul asam amino tersebut disebut asam amino
konfigurasi D (Lehninger 1990). Asam amino konfigurasi L dan D dapat dilihat
pada Gambar 3.
Asam amino dapat larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut
dalam pelarut nonpolar seperti dietil eter atau benzena (Pine 1999). Pada
umumnya, asam amino diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan
sifat kimia rantai sampingnya. Rantai samping dapat membuat asam amino
bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika
nonpolar (Lehninger 1990).
8
Setiap asam amino non esensial memiliki fungsi khusus. Manfaat dari
beberapa asam amino non esensial (Supamas 2012) diuraikan sebagai berikut:
1) Asam aspartat membantu dalam perubahan karbohidrat menjadi energi sel
serta melindungi hati dengan membantu mengeluarkan amonia berlebih
dari tubuh.
11
berperan mengeluarkan air dalam bahan pangan (Adawiyah 2007). Keluarnya air
dari dalam bahan pangan dapat menurunkan kadar air pada suatu bahan pangan.
Kandungan air yang menurun mampu menghambat aktivitas bakteri yang akan
mempengaruhi daya simpan suatu bahan pangan. Garam dapat menyebabkan
penurunan osmotik yang dapat menyebabkan keseimbangan osmotik dalam sel
bakteri terganggu (BBRP2B 2007).
2.6 Taurin
Taurin atau asam 2-aminoetanasulfonat merupakan salah satu asam amino
beta. Atom karbon beta dari gugus sulfonat berikatan dengan gugus amino
sehingga taurin disebut asam amino sulfonat. Molekul taurin disusun oleh atom
C, H, O, N, dan S dengan rumus molekul C2H7NO3S (Russheim 2000). Gambar
struktur taurin dapat dilihat pada Gambar 4.
3 METODE
Keong
Rendemen
Preparasi
Ukuran
Daging keong
Pengukusan dengan air Perebusan dengan air Perebusan dengan air dan garam (1%)
Suhu 100 ˚C, 45 menit Suhu 100 ˚C, 30 menit Suhu 100 ˚C, 30 menit
Kandungan
Uji Taurin
taurin
3.3.2 Pemasakan
Penentuan waktu pemasakan yang digunakan pada penelitian kali ini
berdasarkan hasil penelitian Mirlina (2011), yaitu bahwa keong yang direbus
tanpa garam mencapai kondisi daging yang matang setelah dimasak selama 15
menit dengan suhu air 100 ºC dan keong yang dikukus mencapai kondisi daging
yang matang setelah dikukus selama 30 menit dengan suhu 100 ºC.
Sampel daging segar dibagi menjadi empat bagian dengan berat masing-
masing 150 gram. Sampel pertama tidak diberi perlakuan dan diberi label daging
keong segar. Sampel kedua diberi perlakuan pengukusan dan diberi label daging
keong kukus. Sampel ketiga diberi perlakuan perebusan dan diberi label daging
rebus. Sampel keempat diberi perlakuan perebusan dengan penambahan garam
dan diberi label daging rebus garam.
Konsentarsi garam yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1%. Hal
ini didasarkan oleh hasil penelitian Mirlina (2011) yang menyatakan bahwa
penggunaan konsentrasi garam 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3% tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadapat rasa daging keong matah merah.
Berdasarkan hasil tersebut maka pada penelitian kali ini digunakan konsentrasi
terkecil yaitu 1% untuk analisa lebih lanjut terhadap protein, asam amino dan
taurin.
20
ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu
40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut
lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C. Labu lemak yang telah dikeringkan
kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu
ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:
% Kadar Lemak = x 100 %
sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam 100 gram bahan dapat
dihitung dengan rumus :
Kondisi alat HPLC saat dilakukannya analisis asam amino adalah sebagai
berikut:
Temperatur : 27 ˚C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC : Ultra techspere
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit
Tekanan : 3000 psi
Fase gerak : Buffer Na-Aaetat dan methanol 95%
Detektor : Fluoresensi
Panjang gelombang : 254 nm
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)
Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan
beberapa tahapan sebagai berikut :
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke labu ukur 100 ml,
kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu dikocok
hingga homogen. Sampel yang telah homogen kemudian ditambahkan 1 ml
pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Sampel yang telah
ditambahkan pereaksi Carrez 1 dan 2 kemudian dilakukan pengenceran dengan
cara menambahkan air suling sampai tanda tera labu ukur dan kocok hingga
homogen. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat
ditampung dengan erlenmeyer dan disimpan ditempat gelap.
Tahap selanjutnya adalah tahap derivatisasi yaitu dengan mengambil
10 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan
1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan
selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida
dan air suling sampai tanda tera (10 ml), kemudian dikocok kembali hingga
homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 µl kemudian diinjeksikan ke
25
HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam
100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus :
% taurin =
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode
pengolahan terhadap kandungan proksimat dan abu tak larut asam adalah metode
rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar, pengukusan,
perebusan, dan perebusan garam). Uji kenormalan galat pada penelitin ini
mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Setelah diuji dengan Kolmogrov
Simirnov, data dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variant) menggunakan uji
F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat. Model
rancangannya adalah sebagai berikut:
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)
μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan
τi = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3)
εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat dan abu
tak larut asam) keong matah merah pada berbagai metode pengolahan adalah
sebagai berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong
matah merah.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah
merah.
26
Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong
matah merah, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
KTS = Kuadrat tengah sisa
dbs = Derajat bebas sisa
r = Banyaknya ulangan
27
Panjang
Tebal
Lebar
Keong matah merah memiliki panjang rata-rata 3,80 cm, lebar rata-rata
1,66 cm, tebal rata-rata 1,49 cm, dan berat rata-rata 4,23 g. Perbedaan panjang,
28
lebar, tebal, dan berat keong matah merah merupakan perbedaan pertumbuhan
yang dialami oleh tiap keong.
Pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,
volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun
komunitas (Effendi 1997). Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik
untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan
lingkungan (Moyle dan Cech 2004). Pertumbuhan suatu biota dapat dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu keturunan
(genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit, serta umur dan
maturitas (Effendi 1997). Faktor eksternal mempengaruhi pertumbuhan biota
yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah biota yang menggunakan
sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kadar amonia di perairan
dan salinitas (Moyle dan Cech 2004).
Rendemen digunakan untuk memperkirakan seberapa banyak tubuh biota
yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Hadiwiyoto 1993). Rendemen
merupakan suatu parameter penting yang digunakan untuk mengetahui nilai
ekonomis dan efektivitas suatu produk maupun bahan baku. Persentase rendemen
keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 9.
19.69%
61.42% 18.90%
Keong matah merah memiliki rendemen cangkang yang tinggi karena hampir
seluruh tubuhnya tertutupi oleh cangkang.
Cangkang keong mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre
yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO3 yang
keberadannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang
mengandung hampir 90% CaCO3 dan terletak vertikal serta lapisan periostracum
yang terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al. 2005). Tingginya kadar zat kapur
(CaCO3) dan zat tanduk pada cangkang membuat rendemen cangkang menjadi
paling tinggi diantara rendemen daging dan jeroan.
Pada umumnya, cangkang keong dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan souvenir dengan pengolahan lebih lanjut, seperti pewarnaan. Menurut
Hasfiandi (2010), cangkang keong bernilai ekonomis tinggi karena telah
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat souvenir dan bahan tambahan pada
pembuatan cat.
Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu
diketahui untuk mengembangkan bahan pangan tersebut. Salah satu metode yang
lazim digunakan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi secara kasar meliputi kadar air, abu, protein dan
lemak. Contoh perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3-7.
1) Kadar air
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang
terdapat dalam daging keong matah merah. Histogram kadar air (bb) keong
matah merah dapat dilihat pada Gambar 10.
30
20
10
0
segar kukus rebus rebus
garam
Metode pengolahan
Gambar 10 Histogram kadar air (bb) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.
31
jumlah air dalam daging ikan sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi
rendah.
2) Kadar abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kadar abu dan komposisinya tergantung pada bahan yang dianalisis dan cara
pengabuannya (Budiyanto 2002). Histogram kadar abu (bk) keong matah merah
dapat dilihat pada Gambar 11.
11,81 (a)
12
10 8,48 (b)
7,77 (bc)
8
5,43 (c)
6
Nilai (%)
0
segar kukus rebus rebus
garam
Metode pengolahan
Gambar 11 Histogram kadar abu (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu keong kukus dan rebus mengalami
penurunan sedangkan daging keong rebus garam mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan daging keong segar. Penurunan kadar abu keong kukus
sebesar 8,37% dan penurunan pada daging keong rebus sebesar 36,56%,
sedangkan peningkatan pada daging keong rebus garam sebesar 39,27%.
Garam dapur yang digunakan pada umumnya mengandung Na, Cl serta
senyawa pengotor lainnya seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr, dan
KCL (Roosalina 2009). Peningkatan kadar abu pada daging keong matah merah
rebus garam diduga akibat adanya penambahan garam pada proses pemasakan.
Menurut Johnson dan Peterson (1974), meningkatnya kadar abu dapat disebaboleh
adanya penambahan NaCl dan amonium klorida.
Pengukusan dapat menyebabkan pecahnya partikel-partikel mineral yang
terikat pada air akibat pemanasan sehingga mineral pada daging keong terlarut ke
dalam uap air pengukusan. Tamrin dan Prayitno (2008) menyatakan bahwa
pengukusan akan menyebabkan penurunan gizi pada suatu bahan.
3) Kadar protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain
karbohidrat dan lemak yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul.
Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska dapat dilihat pada
Tabel 8.
kukus. Pada umumnya, kadar protein terendah pada moluska terjadi akibat
adanya perebusan dengan penambahan garam.
Pada penelitian kali ini, keong matah merah segar dan olahan diuji kadar
proteinnya. Histogram kadar protein (bk) keong matah merah dapat dilihat pada
Gambar 12.
80 73,74 (a)
65,85 (b)
70
60 50,87 (c)
46,76 (c)
50
40
Nilai (%)
30
20
10
0
segar kukus rebus rebus garam
Metode pengolahan
Gambar 12 Histogram kadar protein (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.
1,99 (a)
2
1.8
1.6
1.4
1.2 0,99 (b) 0,99 (b)
Nilai (%) 1 0,86 (c)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
segar kukus rebus rebus garam
Metode pengolahan
Gambar 13 Histogram kadar lemak (bk) daging keong matah merah segar
kukus rebus rebus garam.
Selama perebusan akan terjadi fluktuasi kadar lemak yang disebabkan oleh
perbedaaan antara kecepatan pembebasan air dan pelarut lemak ke dalam air
perebus (Zaitsev et al. 1969). Hal ini dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
kadar lemak pada daging keong yang diolah dengan cara direbus.
Pada hasil penelitian ini, tingginya kadar lemak pada daging keong rebus
kemungkinan disebabkan oleh kurang homogennya sampel yang digunakan. Hal
ini dapat terjadi karena kurang memperhatikan kondisi awal (sehat, lemas, atau
mati) yang dialami keong sebelum dipreparasi. Pada keong yang sudah lemas
atau sudah tidak berjalan lagi diduga telah terjadi penguraian sebagian lemak
dalam tubuhnya sebagai cadangan energi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan kadar lemak yang terkandung pada daging keong segar, kukus, rebus,
dan rebus garam.
4.2.2 Kadar abu tak larut asam
Abu tak larut asam merupakan garam-garam klorida tidak larut pada asam
yang sebagiannya merupakan garam-garam logam berat dan silika. Histogram
kadar abu tak larut asam (bk) keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 14.
1.20
1,01 (a)
1.00 0,90 (b)
0,86 (b)
0,79 (c)
0.80
Nilai (%)
0.60
0.40
0.20
0.00
segar kukus rebus rebus garam
Metode pengolahan
Gambar 14 Histogram kadar abu tak larut asam (bk) daging keong matah merah
segar kukus rebus rebus garam.
tak larut asam terendah terkandung dalam daging keong matah merah kukus yaitu
sebesar 0,79%.
Hasil analisis statistik terhadap kadar abu tak larut asam (Lampiran 17)
menunjukkan nilai P-value 0,0022 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa
perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
abu tak larut asam daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar
abu tak larut asam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kadar abu tak larut asam
pada daging keong matah merah segar berbeda dengan kadar abu tak larut asam
pada daging keong matah merah kukus, rebus, dan rebus garam, namun kadar abu
tak larut asam keong matah merah rebus tidak berbeda dengan kadar abu tak larut
asam pada daging keong matah merah rebus garam.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu tak larut asam pada daging keong
kukus, rebus dan rebus garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
daging keong segar. Penurunan kadar abu tak larut asam pada daging keong
kukus sebesar 21,78%, pada daging keong rebus sebesar 10,90% dan pada daging
keong rebus garam sebesar 14,85%.
Perbedaan kadar abu tak larut asam yang terkandung dalam daging keong
dapat disebabkan oleh habitat dan proses selama penanganan bahan pangan.
Daging segar yang mengandung kadar abu tak larut asam yang tinggi diduga
disebabkan adanya mineral yang diperoleh dari lingkungan yang terakumulasi di
dalam daging keong melalui proses absorbsi. Hal ini dapat terjadi karena keong
matah merah bersifat filter feeder dan menempel pada substrat.
Menurut Basmal et al. (2003), tingginya kadar abu tak larut asam juga dapat
disebabkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut
asam dalam suatu produk.
4.2.3 Kandungan asam amino
Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan
kadar asam amino yang terkandung dalam daging keong matah merah segar,
kukus, rebus dan rebus garam. Asam amino yang dihasilkan melalui metode
analisis menggunakan HPLC berasal dari pemutusan ikatan hidrogen pada protein
melalui hidrolisis asam. Proses pemutusan ikatan pada protein menjadi asam
amino dapat dilihat pada Gambar 15.
39
Ikatan peptida
Dipeptida Air
Tabel 9 Kandungan asam amino total daging keong matah merah segar, kukus,
rebus dan rebus garam
Hasil (% gram asam amino/100 gram sampel)
No Asam amino Keong
Keong segar Keong kukus Keong rebus
rebus garam
1 Aspartat 1,37 1,92 1,76 1,21
2 Glutamat 2,41 3,23 2,94 2,03
3 Serin 0,64 0,88 0,79 0,53
4 Histidin* 2,81 0,32 0,26 0,17
5 Glisin 0,35 1,03 0,92 0,46
6 Treonin* 0,15 0,68 0,62 0,38
7 Arginin* 1,19 1,60 1,51 1,03
8 Alanin 1,21 1,40 1,09 0,76
9 Tirosin 0,49 0,65 0,59 0,38
10 Metionin* 0,38 0,51 0,48 0,33
11 Valin* 0,53 0,74 0,67 0,46
12 Fenilalanin* 0,48 0,71 0,63 0,43
13 Isoleusin* 0,46 0,66 0,60 0,42
14 Leusin* 0,99 1,45 1,31 0,93
15 Lisin* 0,96 1,26 0,92 0,66
Total 14,42 17,04 15,09 10,18
Keterangan : (*) Asam amino esensial
pernyataan Tapotubun et al. (2008) bahwa keluarnya air dari bahan pangan
menyebabkan protein lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan yang lain
sehingga kandungan asam aminonya lebih baik.
Asam amino terbagi menjadi dua, yaitu asam amino esensial dan asam
amino non esensial. Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa terdapat 15 asam
amino yang terkandung dalam daging keong matah merah segar, kukus, rebus,
dan rebus garam. Histogram kandungan asam amino esensial dapat dilihat pada
Gambar 16.
3
2.5
Kadar asam amino
2
1.5
1
0.5
0
n
n
sin
in
in
in
n
n
sin
ni
i
ni
ali
in
on
id
us
la
eu
eo
Li
V
rg
ist
la
Le
eti
ol
Tr
ni
H
Is
Fe
3.5
3
at
sin
n
in
rin
t
rta
am
isi
an
ro
Se
pa
Gl
ut
Al
Ti
As
Gl
Tabel 10 Presentase kehilangan komposisi kimia, kandungan asam amino dan kandungan taurin setelah pengolahan pada keong matah
merah (Cerithidea obtusa)
Daging
Daging Daging Daging
Kehilangan Kehilangan rebus Kehilangan
Hasil Uji segar kukus rebus
(%) (%) garam (%)
(%) (%) (%)
(%)
Komposisi Kimia
Air 80,63 74,63 7,44 78,89 2,16 76,56 5,05
Abu 8,48 7,77 8,37 5,38 36,56 11,81 39,27
Protein 73,74 65,85 10,70 46,76 36,59 50,87 31,01
Lemak 0,99 0,99 - 1,99 101,01 0,86 13,13
Abu tidak
1,01 0,79 21,78 0,90 10,90 0,86 14,85
larut asam
Kandungan asam
amino 14,42 17,04 20,25 15,09 4,65 10,18 29,40
46
150
Nilai (mg/100g
100
50 21
0
segar kukus
Metode pengolahan
Gambar 18 Histogram kandungan taurin daging keong matah merah
segar kukus.
47
ikut terbawa oleh uap air sehingga menyebabkan presentase kandungan taurin
dalam daging keong kukus berkurang.
Taurin merupakan asam amino bebas yang dapat dijumpai pada beberapa
hewan air dan mamalia. Kandungan taurin oyster sebesar 1178 mg per 100 gr,
gurita sebesar 871 mg per 100 gr, scallop sebesar 669 mg per 100 gr, cumi-cumi
jepang sebesar 364 mg per 100 gr, hati sapi sebesar 45 mg per 100 gr, daging sapi
sebesar 48 mg per 100 gr dan cakalang sebesar 3 mg per 100 gr
(Okuzumi dan Fujii 2000). Kandungan taurin daging keong segar dan kukus
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan taurin pada oyster,
gurita, scallop dan cumi-cumi jepang namun kandungan taurin pada daging keong
matah merah segar lebih tinggi dibandingkan dengan hati sapi, daging sapi dan
cakalang.
Taurin merupakan komponen yang sangat dibutuhkan manusia dan
memiliki dua peran utama dalam metabolisme manusia yaitu taurin sebagai
neurotransmitter dan sebagai pengemulsi asam empedu. Secara medis, taurin
dapat menyembuhkan hepatitis akut. Menurut Matsuyama et al. (2001),
pemberian taurin sebanyak 4 gram 3 kali sehari dapat menurunkan bilirubin dan
asam empedu total secara signifikan.
Taurin dalam tubuh manusia berperan dalam pergerakan ion-ion
magnesium, natrium, dan kalsium saat masuk maupun keluar sel sehingga
membantu koneksi pada impuls syaraf. Taurin sangat diperlukan pada saat
perkembangan dan pertumbuhan. Beberapa bahan pangan mengandung taurin,
keberadaan taurin banyak terkandung di dalam susu murni, telur dan ikan
(Mars dan May 2009).
48
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan dilakukannya
penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik asam glutamat pada keong matah
merah sehingga dapat lebih dioptimalkan dalam pemanfaatannya di berbagai
bidang industri.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
Chesney RW. 1985. Taurine: Its biological role and clinical implication.
Advanced in Pediatric. 32: 1-42.
Danur AL. 1993. Mempelajari metode reduksi kadar histamin dalam pembuatan
pindang tongkol. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Maehre H, Elveoli EO. 2009. Impact of
processing on the taurine content in processed seafood and their
corresponding unprocessed raw materials. Journal of Food Science and
Nutrition 2(60): 143-152.
Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Fessenden, Fessenden RJ. 1995. Kimia Organik Jilid 2. Terjemahan A.H.
Pudjoatmaka. Cetakan ketiga, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Georgiev L, Penchev G, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in
common carp (Cyprinus corpio L) fish meat during freezing. Bulgarian
Journal of Veterinary Medicine. 2(2):131−136.
Gsianturi. 2002. Mahoni menambah nafsu makan. http://www.kompas.com
[10 Desember 2011]
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Yogyakarta: Liberty.
Hames D, Hooper N. 2005. Biochemistry, 3th. New York: Taylor and Francis.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.
Edisi ke-2. Achmadi S, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan
dari: Nutritional Evaluation of Food Precessing.
Hart H. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
Hasfiandi. 2010. Konstruksi perangkap jodang yang selektif terhadap ukuran dan
jenis keong. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hawab HM. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Diadit Media.
Huxtable RJ. 1992. Physiology action of taurine. Departement of Pharmacology,
University of Arizona Collage of Medicine, Tucsom, Arizona. Physiol
Reviews.72(1): 101-163.
Indriati N, Rispayeni, Heruwati ES. 2006. Studi bakteri pembentuk histamine
pada ikan kembung peda selama proses pengolahan. Jurnal Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(2): 118.
Johnson AH, Peterson MS. 1974. Encyclopedia of Food Technology.
Vol 1.Wesport Connecticut : The AVI Publ. Co. Inc.
51
52
Moyle PB, Cech Jr JJ. 2004. Fishes. An Introduction to Ichthyology 5th Edition.
USA: Prentice Hall, Inc.
Natural H. 2000. Natural food-seafood and freshwater food.
http://www.naturalhub.com [22 September 2011]
Nurcahyo H. 2005. Regulasi Metabolisme Protein. Yogyakarta: UNY Press.
Okozumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttlefish. Jepang: Tokyo University of Fisheries.
Palupi NS, Zakaria FR dan Prangdimurti E. 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning IPB. Bogor.
Pambudi ND. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral
keong mas (Pomacea canaliculata) dari perairan Situ Gede Bogor.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pine SH, Hendrickson JB, Cram DJ, Hammond GS. 1999. Kimia Organik.
Bandung: ITB Press.
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius
Purwaningsih S. 2006. Kajian pemanfaatan keong matah merah
(Cerithidea obtusa) dan uji aktivitas antiproliferasi pada sel lestari tumor
secara in vitro dan in vivo. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. .
Purwaningsih S, Salamah E, Apriyana GP. 2011. Pengaruh pengolahan terhadap
kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong
(Fasciolaria salmo). Akuatik (Jurnal Sumber Daya Perairan). 5(2): 18-21.
Purwaningsih S, Salamah E, Pambudi ND. 2011. Pengaruh pengolahan terhadap
kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong
(Fasciolaria salmo). Di dalam: International symposium on Marine
Ecosystems, Natural Products And Their Bioactive Metabolites2011.
191-192.
Russheim CM. 2000. Taurine. http://www.serve.com [15 September 2011]
Salamah E. 1997. Analisis kimia menggunakan HPLC Bagian-I. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan. Vol 3:1.
Schweigert BS, Kraybill HR, Greenwood DA. 2010. Amino acid composition of
fresh and cooked beef cuts. Journal Science Food and Nutrition.
56(2): 156-162.
Siswono. 2001. Iptek biologi protein. http://www.wikipedia.or.id
[15 Agustus 2011].
Skoog DA. 1985. Principles of Instrumental Analysis. New York : Saunders
College Publishing.
Steel RGD, Torrie HJ. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan
Biometrik). B. Sumantri, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
53
54
LAMPIRAN
55
= x 100 %
= 61,42 %
= 80,91 %
W W W
Keong segar 1 (bk) = x 100 %
W W
, , ,
= x 100 %
, ,
,
= x 100 %
,
= 423,71 %
57
= 1,38 %
= 7,23 %
= 14,28%
58
= 74,80%
= 0,19 %
= 1,00 %
Lampiran 7. Analisis kadar abu tak larut asam keong matah merah
Berat cawan Berat cawan
Berat sampel
Keong kosong setelah tanur
(g)
(g) (g)
Segar 1 5.08 21.94 21.95
Segar 2 5.24 23.88 23.89
Kukus 1 5.11 26.01 26.02
Kukus 2 5.02 27.09 27.10
Rebus 1 5.37 20.15 20.16
Rebus 2 5.24 19.87 19.88
Rebus garam 1 5.11 20.53 20.54
Rebus garam 2 5.00 20.41 20.42
59
Contoh perhitungan kadar abu tak larut asam keong matah merah segar ulangan 1
= 0,20 %
= 1,05 %
Lampian 8. Grafik uji kenormalan galat analisis proksimat keong matah merah
Hipotesis:
H0 = Galat menyebar normal
H1 = Galat tidak menyebar normal
Probability Plot
Probability of Kadar
Plot Air
of RESI1
Normal
99
Mean 1.776357E-15
StDev 0.2307
95 N 8
KS 0.209
90
P-Value >0.150
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
1
-0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50
RESI1
Kadar Air
60
50
40
30
20
10
1
-2 -1 0 1 2
RESI1
Kadar Abu
60
50
40
30
20
10
1
-2 -1 0 1 2
RESI1
Kadar Protein
60
50
40
30
20
10
1
-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
RESI1
Kadar Lemak
ProbabilityProbability
Plot of Kadar Plot
Abu Tak Larut Asam
of RESI1
Normal
99
Mean 0
StDev 0.01635
95 N 8
KS 0.288
90
P-Value 0.049
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
1
-0.04 -0.03 -0.02 -0.010.00 0.01 0.02 0.03 0.04
RESI1
Kadar Abu Tak Larut Asam
Lampiran 17. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk)
Sumber Derajat
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Pr > F
ragaman bebas
Katalis 3 0.05143750 0.01714583 37.07 0.0022
Galat 4 0.00185000 0.00046250
Total 7 0.05328750
Lampiran 18. Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk)
Berarti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata
Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan
A 1.00000 2 P1
B 0.89000 2 P3
B 0.84500 2 P4
C 0.78000 2 P2
Keterangan : P1 = segar
P2 = kukus
P3 = rebus
P4 = rebus garam
65
Lampiran 24. Kromatogram asam amino keong matah merah rebus garam
71
Lampiran 25. Contoh perhitungan asam amino aspartat keong matah merah segar
Diket :
Bobot Molekul Aspartat = 133,1
Area standar = 815429
Area sampel = 853904
Bobot sampel = 127000
Konsentrasi standar = 0,5 µmol/ml
Volume tera = 25 ml
853904
µ mol Asam amino x 0,5 x 25 13,0897969
815429