Pengembang (developer) adalah perusahaan yang berusaha dalam bidang
pembangunan perumahan. Sebagai pengembang, pekerjaan utamanya adalah membangun perumahan di atas bidang tanah yang tersedia. Saat ini, ketersediaan luas tanah semakin sempit dan semakin mahal sehingga pengembang seringkali kekurangan modal untuk membeli tanah dan membangun perumahan di atasnya. Solusi yang digunakan pengembang untuk mengatasi hal ini dengan mengadakan perjanjian kerjasama pengelolaan tanah untuk perumahan. Melalui kerjasama ini, pengembang dapat membangun rumah di atas tanah milik orang lain dan sebagai kontraprestasi terhadap pemilik tanah, pengembang memberikan persentase keuntungan kepada pemilik lahan secara bertahap dan sesuai dengan jumlah rumah yang terjual. Kerjasama ini memiliki kelemahan yaitu peruntukan ruang, izin pembangunan perumahan dan kepastian pemilikan hak atas tanah yang belum jelas dan pasti namun pengembang telah melakukan promosi dan penjualan unit. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi pembeli karena tidak adanya kepastian hukum atas rumah yang dibeli. Kerjasama ini memiliki banyak kemiripan dengan pre project selling yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Isu hukum yang diangkat adalah apakah pengembang yang mengadakan perjanjian kerjasama pengelolaan tanah untuk perumahan dapat dikenai sanksi sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 dan UU No. 20 Tahun 2011 tentang pre project selling. Analisa penulis, perjanjian kerjasama pengelolaan tanah walaupun bentuknya kerjasama namun secara prinsip sama dengan pre project selling.
1 Penulis adalah pengajar Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.