You are on page 1of 27

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FROZEN SHOULDER

PEMBIMBING:
dr. Marcus Anthonius, Sp.KFR

DISUSUN OLEH:
Nidya Julinda P.
2016.04.2.0125

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018



LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT ILMU KEDOKTERAN
FISIK DAN REHABILITASI
FROZEN SHOULDER



Referat dengan judul “Frozen Shoulder” telah diperiksa dan
disetujui sebagai salah tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan Dokter Muda di bagian Rehabilitasi Medik







Surabaya, Maret 2018
Pembimbing

dr. Marcus Anthonius, Sp.KFR

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit musculoskeletal merupakan salah satu jenis penyakit
yang banyak dijumpai di bidang kedokteran fisik dan rehabilitasi. Di
antaranya adalah kaku bahu atau di bidang ini dikenal sebagai frozen
shoulder (capsulitis adhesiva).
Dari sudut anatomis, sendi bahu (glenohumeral) ini merupakan
salah satu sendi paling mobile atau paling bebas bergerak dibanding
sendi lainnya dalam tubuh. Mobilitas sendi bahu yang luas inilah yang
sangat membantu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita frozen
shoulder sering mengeluh mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-harinya akibat adanya keterbatasan sendi ini sehingga
berpengaruh terhadap kualitas hidup dan pekerjaannya.
Insidensi frozen shoulder sebanyak 2% dari total populasi umum.
Penyakit ini sedikit lebih banyak menyerang wanita daripada laki-laki dan
biasanya terjadi pada usia antara 40-60 tahun, sangat jarang mengenai
usia dibawah 40 tahun. Sebanyak 6-17% pasien yang terkena frozen
shoulder juga mengalaminya di sendi bahu lainnya dalam 5 tahun setelah
sendi yang pertama sakit sembuh.
Frozen shoulder merupakan suatu penyakit idiopatik progresif yang
menyebabkan keterbatasan dalam luas gerak sendi baik secara aktif
ataupun pasif. Penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti tapi ada
beberapa pendapat dan faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
frozen shoulder.
Pasien yang mendapat penanganan lebih dini dan tepat akan
mendapatkan hasil akhir yang lebih baik. Pasien yang menunda
penanganan akan beresiko terjadinya komplikasi lebih lanjut. Oleh karena
itu, pengetahuan dan edukasi tentang frozen shoulder ini sangat penting

3
diberikan kepada masyarakat agar dapat mengenali tanda dan gejalanya
dari sejak dini sehingga memungkinkan penanganan dan rehabilitasi yang
tepat untuk mendapatkan hasil yang baik.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi Bahu


Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh cavitas
glenoidalis scapulae dan caput humeri. Cavitas glenoidalis scapulae
berperan sebagai mangkuk sendi glenohumeral yang terletak di
anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan antara acromion dan
processus cocacoideus (Porterfield & De rosa, 2004). Sedangkan caput
humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan
diameter 3 cm dan menghadap ke superior, medial, dan posterior.
Berdasarkan bentuk permukaan tulang pembentuknya, sendi
glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket joint. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Tulang-Tulang Pada Sendi Bahu

Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior (Pubz, 2002)

5
Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan
cavitas glenoidalis scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput
humeri tidak dilingkupi oleh cavitas glenoidalis scapulae. Hal ini
mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu,
stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen, otot,
dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004).

Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament


coracohumeral dan ligament glenohumeral. Ligament coracohumeral
terbagi menjadi 2, berjalan dari processus coracoideus samapai
tuberculum mayor humeri dan tuberculum minor humeri. Sedangkan
ligament glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu : (1) superior band yang
berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri, (2)
middle band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae
sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang berjalan menyilang dari
tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput humeri
(Porterfield & De rosa, 2004).

Gambar 2.2
Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior (Pubz, 2002)

6
Kapsul sendi merupakan pembungkus sendi yang berasal dari
cavitas glenoidalis scapulae sampai collum anatomicum humeri. Kapsul
sendi dibagi menjadi dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa
(Neumann, 2002).

1. Kapsul synovial (lapisan dalam)


Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan
cairan synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi
(Suharto, 1999). Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan
jumlahnya ada pada tiap-tiap sendi antar 1 sampai 3 ml (Price & Wilson,
1994).
2. Kapsul fibrosa (lapisan luar)
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor
dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi
regenerasi kapsul sendi (Neumann, 2002).

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m.


supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor dan m.subscapularis
(Snell, 2000).
a) m. Supraspinatus
m. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio di
bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan
disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu
m.deltoideus melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri
pada fossa glenoidalis scapulae.
b) m. Infraspinatus
m. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di
bagian tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri
dan disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan
eksorotasi bahu dan menstabilkan articulation.

7
c) m. Teres minor
m. Teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae berinsertio
di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri
dan disarafi oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan
eksorotasi bahu dan menstabilakan articulation humeri.
d) m. Subscapularis
m. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan anterior
scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri yang disarafi oleh n.
subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior
plexus brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan
membantu menstabilkan sendi yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut
ini.

Gambar 2.3
Otot Penggerak Sendi Bahu (Pubz, 2002)

8
Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
(1)perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding,
(2)kapsul sendinya relatif lemah, (3)otot-otot pembungkus sendi relatif
lemah, (4)gerakanya paling luas, (5)stabilitas sendi relatif kurang stabil
(Suharto, 1999). Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral
antara lain fleksi, ekstensi, abduksi, eksorotasi, endorotasi, dan
sirkumduksi (Snell, 2000).

Berikut ini adalah gerakan pada sendi glenohumeral :


Gerakan Abduksi :
Elevasi humerus pada glenoid (bidang frontal)
Gerakan Fleksi :
Gerakan humerus ke depan, ke atas pada glenoid (bidang sagittal)
Gerakan Ekstensi :
Gerakan humerus ke belakang, ke atas pada glenoid (bidang sagittal)
Gerakan Rotasi Internal :
Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke medial)
Gerakan Rotasi Eksternal :
Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke lateral)
Gerakan Scaption :
Elevasi humerus pada glenoid (bidang scapular)
Gerakan Adduksi Horizontal :
Gerakan humerus pada glenoid (arah medial) – biasanya diikuti dengan
fleksi bahu beberapa derajat
Gerakan Protraksi :
Gerakan humerus ke depan (bidang horizontal)
Gerakan Retraksi :
Gerakan humerus ke belakang (bidang horizontal)

9
Gambar 2.3 Pergerakan Sendi Bahu
2.2 Frozen Shoulder
Frozen shoulder atau Capsulitis Adhesiva adalah suatu kondisi
dengan 3 karakteristik utamanya yaitu adanya nyeri, walaupun pada
malam hari; kekakuan sendi bahu, terjadi penurunan ROM (Range of
Motion / Movement); serta hampir hilangnya kemampuan rotasi eksterna,
baik pasif maupun aktif, dari sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat menganggu
penderita dalam melakukan aktivitas, seperti saat mengangkat tangan ke
atas, mengambil sesuatu dari saku belakang celana, melepas baju, dan
lainnya. Hal ini menyebabkan pasien semakin enggan untuk menggerakan
sendi bahunya yang akhinya dapat memperberat kondisi yang ada
sehingga menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktivitas fungsional
sehari-hari.

10
Gambar 2.4 Frozen Shoulder

Gambar 2.5 Frozen Shoulder (Tampakan arthroscopy)

2.2.1 Epidemiologi
Insidensi Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki dan sering terjadi pada lengan yang tidak
dominan. Frozen shoulder terjadi pada sekitar 2% dari populasi umum.
Prevalensi kondisi ini lebih banyak pada usia antara 40-60 tahun dan
sangat jarang muncul pada usia lebih muda dari 40 tahun. Sebanyak 6-
17% pasien yang terkena frozen shoulder juga mengalaminya di sendi
bahu lainnya dalam 5 tahun setelah sendi yang pertama sakit sembuh.
Terdapat sekitar 12% kasus frozen shoulder berkembang mengenai
kedua lengan. Resiko seseorang terkena frozen shoulder sepanjang
hidupnya adalah sekitar 2-5%.

11
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Frozen shoulder merupakan sindroma yang ditandai dengan
adanya keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya
menimbulkan rasa nyeri pada fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi
perubahan stuktur pendukung dari dan sekitar sendi bahu dan penyakit
endokrin atau penyakit sistemik yang lain (Siegel,et al, 2005).

Faktor etiologi frozen shoulder antara lain :


a. Usia dan Jenis kelamin
Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan
biasanya wanita lebih banyak terkena dari pada pria.
b. Gangguan endokrin
Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena, gangguan endokrin
yang lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini
(Donatelli, 2004).
c. Trauma sendi
Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu
atau menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator
cuff, fraktur) dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama
akan beresiko tinggi mengalami frozen shoulder (Donatelli, 2004)
d. Kondisi sistemik
Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit jantung dan Parkinson dapat
meningkatkan resiko terjadinya frozen shoulder (Donatelli, 2004).
e. Aktivitas
Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga aerobik,
menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan
olahraga melempar, bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang.
Orang lainnya ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar dan
bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat menuntut kerja yang luar
biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian pula,
diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan penggunaan otot tubuh
bagian atas dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk setiap

12
kegiatan. Akibat dari peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat
dalam berbagai kegiatan tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen
shoulder sekarang muncul dengan frekuensi yang lebih besar (Porterfield
& De rosa, 2004).

2.2.3 Klasifikasi
Lundberg dan Helbig mengklasifikasikan frozen shoulder menjadi
dua, yaitu primer dan sekunder.
Kelompok primer adalah yang paling sering terjadi dan bersifat
idiopatik. Terdapat dugaan suatu stimulus yang tidak diketahui
memproduksi perubahan histologi pada kapsul yang berbeda dari yang
terjadi pada kasus imobilisasi dan degenerasi.
Kelompok sekunder diakibatkan oleh perkembangan suatu
penyakit yang meliputi sistem saraf pusat, immobilisasi extremitas atas,
trauma lengan, kanker atau infeksi pulmonari, infark myocard, infus IV
yang terlalu lama, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, dan lainnya.
Trauma minor atau suatu serangan inflamasi dapat menyebabkan nyeri
yang nantinya menyebabkan restriksi gerakan pada frozen shoulder. Dari
sekian penyebab tersebut, yang paling sering berhubungan dengan frozen
shoulder sekunder adalah diabetes mellitus (10%-36%). Insidensinya baik
pada DM tipe 1 dan 2 adalah sama. Frozen shoulder pada pasien
pengidap DM lebih parah dan resisten terhadap terapi.

2.2.4 Patofisiologi
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat dan
sinovium. Sinovium berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi
dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium ini tidak
meluas ke permukaan sendi tapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan
secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang kental untuk
membasahi permukaan sendi. Cairan ini normalnya bening, tidak
membeku, tidak berwarna, dan berjumlah sekitar 1-3 ml. Fungsi dari
cairan ini adalah sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Pada

13
capsulitis adhesiva, kelanjutan dari lesi rotator cuff, terjadi peradangan
atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi
sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi fibrosa. Hal ini
menyebabkan kekakuan kapsul sendi oleh jaringan fibrosa yang padat
dan selular. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi akan menyebabkan
perubahan kekentalan cairan tersebut sehingga terjadi penyusutan pada
kapsul sendi. Hal ini mengakibatkan sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi
berkurang dan akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis, inflamasi
rotator cuff, fraktur atau kelainan ekstra artikular seperti angina pectoris,
cervical spondylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan
penanganan secara tepat lama-kelamaan akan menimbulkan perlekatan
atau dapat menyebabkan capsulitis adhesiva. Capsulitis adhesiva dapat
menyebabkan patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan
menimbulkan spasme, degenerasi juga dapat menyebabkan nyeri dan
dapat menimbulkan spasme.
Frozen shoulder dapat juga terjadi karena ada penimbunan kristal
kalsium fosfat dan karbonat pada otot-otot rotator cuff. Garam ini
tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul dan dinding pembuluh darah.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu ke permukaan dan
menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi radang
bursa, terjadi berulang-ulang yang menyebabkan penebalan dinding
bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar bursa
sehingga timbul pericapsulitis adhesiva lalu terjadi frozen shoulder.
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting
yang juga dapat menyebabkan perlekatan intra dan ekstra selular pada
kapsul dan ligamen. Hal ini menyebabkan kelenturan jaringan menjadi
menurun dan menimbulkan kekakuan. Setiap nyeri yang timbul pada bahu
dapat menjadi titik awal dari kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul
bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah. Lengan yang imobil akan
menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema,

14
eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis inilah yang menyebabkan
adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi intra dan ektra artikuler,
kontraktur tendon subskapularis dan bisep, dan perlekatan kapsul sendi.
Frozen shoulder ini juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi pada
sendi yang menyebabkan thrombin dan fibrinogen membentuk protein
(fibrin). Protein ini menyebabkan penjendalan dalam darah dan
membentuk suatu substantsi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada
sekitar sendi ini yang menyebabkan perlekatan satu dengan yang lain
sehingga menghambat luas gerak bahu.

Gambar 2.6 Inflamasi pada Frozen Shoulder

Berdasarkan epidemiologinya, frozen shoulder ini biasa terjadi


pada wanita dengan usia 40-60 tahun dimana ligamen kapsul sendi
glenohumeral nya mengalami inflamasi pada bahu yang tidak dominan.
Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin dan molekul inflamasi lainnya
yang nantinya memicu nociceptor lokal sehingga menimbulkan rasa
nyeri pada bahu. Seiring dengan berjalannya waktu inflamasi tersebut
akan berkurang sehinnga terjadi penyembuhan yang menyebabkan
berkurangnya pelepasan molekul inflamasi sehingga rasa nyeri di bahu
berkurang. Namun, hal ini juga menyebabkan pembentukan jaringan
fibrotik yang berakumulasi di dalam sendi glenohumeral yang
menyebabkan volume ruang di dalam kapsul sendi berkurang sehingga
terjadi kekakuan sendi. Berbulan-bulan kemudian, inflamasi akan berhenti

15
sehingga tidak ada molekul inflamasi yang dilepas dan semakin banyak
jaringan fibrotik yang terbentuk di dalam ruang sendi glenohumeral
sehingga terjadi penebalan. Kondisi ini bersifat self limiting jadi banyak
kasus dapat kembali normal dimana ruang sendi dan kapsul sendi kembali
pulih secara gradual.

Gambar 2.7 Patofisiologi Frozen Shoulder

2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis Frozen Shoulder


Menurut Kisner (1996), Frozen Shoulder dibagi dalam 3 tahapan,
yaitu :
• Pain (Freezing)
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat.
Onset nyeri pada bahu terjadi secara berangsung-angsur
dan memburuk saat malam hari, terutama bila berbaring
pada sisi yang terkena. Gerak sendi bahu menjadi terbatas

16
selama 2-3 minggu dan masa akut berakhir sampai 10-36
minggu.
• Stiffness (Frozen)
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan, atau
perlengketan yang nyata. Pasien mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari-harinya, seperti berpakaian,
menyiapkan makanan, membawa tas, dan bekerja. Terdapat
keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti dengan
keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir dalam 4-12
bulan.
• Recovery (Thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan nyeri dan tidak ada synovitis.
Terdapat perbaikan fungsional secara spontan dan progresif
pada range of movement. Namun, perbaikan sempurna
jarang terjadi. Fase ini berakhir dalam 6-24 bulan atau lebih.

2.2.6 Diagnosis Banding


Dislokasi Posterior
Nyeri bahu dan keterbatasan gerak tapi tidak seperti pada frozen
shoulder. Dislokasi biasanya disebabkan oleh trauma yang spesifik.

Fraktur
Fraktur lengan, tulang rusuk, bahu akan membatasi gerak bahu.

Bursitis
Gejala bursitis mirip dengan adhesive capsulitis fase awal dimana
menunjukkan nyeri hebat pada semua gerakan tetapi ROM lebih
lebar dibandingkan dengan adhesive capsulitis.

Penekanan pada saraf cervical

Syndroma Thoraxic Outlet

17
Rotator Cuff Disease
Gejala rotator cuff tendinitis mirip dengan adhesive capsulitis fase
awal karena terdapat keterbatasan gerakan rotasi eksternal tapi
hasil tes kekuatan masih dalam batas normal.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis frozen shoulder atau capsulitis adhesiva didasarkan
pada riwayat atau keluhan pasien dan pemeriksaan fisiknya.
• Anamnesa
Pasien mengeluh adanya nyeri hebat atau keterbatasan lingkup
gerak sendi. Keterbatasan gerak seringkali menganggu aktivitas
sehari-harinya seperti tidak bisa menyisir rambut, memakai baju,
menggosok punggung saat mandi, atau mengambil sesuatu dari
saku belakang celana.
• Pemeriksaan fisik
Look: Pada inspeksi, tangan pasien dalam keadaan adduksi dan
rotasi interna. Dapat terlihat difuse atrophy ringan pada otot deltoid
dan suprasinatus. Postural seringkali posisi kepala maju ke depan,
scapula protraksi, dan kifosis thoracic berlebihan.
Feel: Pada palpasi, terdapat nyeri difus pada sendi glenohumeral.
Move: Pada frozen shoulder terjadi penurunan kemampuan rotasi
eksterna yang hampir sepenuhnya dan merupakan tanda
pathognomonic. Sehingga memeriksa kemampuan rotasi eksterna
baik secara aktif maupun pasif sangatlah penting. Misalnya, bila
rotasi eksterna dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan
pemeriksa, maka diagnosis akan lebih mengarah ke robekan
rotator cuff, yang tentunya membutuhkan management yang
sepenuhnya berbeda. Pada frozen shoulder, semua gerakan pada
sendi glenohumeral akan menurun dan bila ada gerakan biasanya
berasal dari persendian thoracoscapular.

18
• Tes Spesifik
“Apley Scratch Test” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi
luas gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah
angulus medialis scapula dengan tangan sisi kontralateral melewati
belakang kepala. Pasien dengan frozen shoulder tidak bisa
melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh secara
pasif tapi terbatas gerakannya secara aktif maka kemungkingan
keterbatasan disebabkan karena kelemahan otot bahu.

Gambar 2.8 Apley Scratch Test

2.2.8 Penatalaksanaan
Frozen shoulder bersifat self limiting akan tetapi penurunan ROM
mungkin tidak akan kembali pulih seutuhnya. Waktu yang dibutuhkan agar
frozen shoulder membaik dengan sendirinya juga cukup lama (sekitar 3
tahun). Sehingga dengan terapi yang tepat seperti pemberian anti nyeri
serta terapi fisik dan rehabilitasi dapat menurunkan angka komplikasi
maupun mempercepat penyembuhan serta meningkatkan ROM.

19
• Analgesik biasa sering digunakan untuk meringankan nyeri.
Oral Anti-Inflamasi juga diberikan untuk meringankan nyeri
dan mengurangi reaksi inflamasi. Kebanyakan lebih memilih
injeksi steroid intra-artikular (seperti cortisone) yang diikuti
dengan analgesic local dan gerakan aktif pada stage
freezing dari frozen shoulder. Pengobatan lain meliputi
penggunaan obat non steroidal anti-infamation drug
(NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin.
• Terapi fisik dan rehabilitasi medik yang spesifik dapat
membantu memulihkan ROM. Terapi fisik yang dilakukan
dapat dengan pengawasan dokter maupun home program.
Terapi fisik di sini meliputi mobilisasi, friction massage,
dan terapi modalitas (TENS, Terapi Laser, Ultrasound).
Pada kasus persisten, manipulasi di bawah anestesi atau
operasi diperlukan untuk mengembalikan gerak bahu.
Namun, hal yang paling mendasar dan penting dalam
menangani frozen shoulder ini adalah terapi gerakan atau
movement, terutama stretching.
• Manipulasi manual pada bahu yang terkena harus
dilakukan oleh praktisi yang terampil. Tujuannya adalah
untuk membebaskan adhesi atau perlekatan secara manual
dan untuk mengembalikan gerak. Namun, manipulasi ini
beresiko dapat merobek kapsul sendi bahu sehingga dapat
menyebabkan gangguan struktur internal ataupun
pendarahan. Praktisi secara manual memindahkan bahu
dengan kuat yang akan membuka sendi dan menempatkan
tekanan pada tempat adhesi dan kontraktur.

20
Gambar 2.9 Manipulasi Bahu

• Pada manipulasi di bawah anestesi, pasien dibius untuk


mengurangi rasa nyeri dan ketahanan otot. Dokter bedah
orthopedic memanipulasi bahu untuk membebaskan
perlekatan. Manipulasi ini akan meregangkan dan merobek
jaringan fibrotic di dalam dan sekitar sendi glenohumeral
sehingga memperlebar luas gerak sendi. Terapi fisik intensif
dilakukan untuk beberapa minggu untuk mencegah adanya
perlengketan yang baru.

Gambar 2.10 Manipulasi di Bawah Anestesia


• Operasi dilakukan apabila manipulasi gagal melepaskan
kapsul yang mengalami perlekatan, yang mana sering terjadi
pada pasien yang mengidap DM. Pembebasan sendi
dengan arthroscopy belakangan ini mulai dipromosikan
untuk menghasilkan pelepasan sendi yang lebih terkontrol
dibandingkan dengan manipulasi di bawah anestesi.
Arthroscopy juga dapat menghindari komplikasi yang dapat

21
terjadi dengan teknik manipulasi seperti fraktur humerus
maupun lesi bahu intra-artikular yang bersifat iatrogenik.

2.2.9 Terapi Latihan


Latihan spesifik dapat membantuk mengembalikan gerakan. Hal ini
dilakukan di bawah pengawasan terapis fisik atau lewat home program.
Terapi termasuk stretching atau latihan ROM untuh bahu. Kadang panas
digunakan untuk meregangkan bahu sebelum latihan stretching. Berikut
ini adalah beberapa tipe terapi latihan :

• Rotasi External (passive stretch)


Penderita berdiri di depan pintu dan menekuk lengan yang terkena 90
derajat untuk meraih pinggir pintu. Letakkan tangan pada satu tempat
dan putar tubuh seperti pada gambar 2.11 lalu tahan 30 detik.
Relaksasi dan ulangi gerakan tersebut.

Gambar 2.11 Rotasi External

• Forward Flexion (posisi supinasi)


Penderita berbaring dengan punggung di bawah dan kedua kaki lurus.
Gunakan lengan yang normal untuk mengangkat lengan yang terkena
sampai ke atas kepala sampai merasakan adanya peregangan. Tahan
selama 15 detik dan secara perlahan kembali ke posisi semula.

22
Gambar 2.12 Forward Flexion

• Crossover Arm Stretch


Penderita menarik satu lengan berlawanan ke arah dada di bawah
dagu sejauh mungkin tanpa menyebabkan nyeri. Tahan selama 30
detik.

Gambar 2.13 Crossover Arm Stretch

• Bahu Pendulum (Pendulum Shoulder)


Penderita menggunakan berat lengannya tanpa menambahkan beban,
secara bertahap menggunakan dumbbells ringan. Lengan yang terkena
mengikuti gerak tubuh. Jaga punggung lurus dan kaki selebar bahu.
Gunakan gerakan tubuh untuk membuat gerakan bahu dan goyangkan
tubuh. Latihan ini dimulai dengan lingkaran kecil secara bertahap
menjadi lingkaran besar.

23
Gambar 2.14 Pendulum Shoulder

• Rotasi Internal
Penderita berbaring miring di salah satu sisi, dengan sisi bahu yang
mengalami frozen shoulder di bawah. Bila posisi ini menyebabkan
nyeri, latihan harus dihentikan. Bila merasa tidak nyaman, dilanjutkan
dengan hati-hati. Bahu frozen shoulder diabduksikan dan rata terhadap
lantai. Siku dibengkokkan 90 derajat sehingga tegak lurus ke lantai.
Tangan yang normal ditempatkan pada lengan frozen shoulder dan
memberikan tekanan ke bawah dengan gentle lalu secara perlahan
memaksa lengan bawah ke lantai. Tahan posisi selama 10-30 detik.

24
Gambar 2.15 Rotasi Internal

• Fleksi Bahu (Elevasi)


Penderita menggeser lengan frozen shoulder ke atas dinding
dengan menggulirkan bola di tangan terbuka sampai regangan
nyaman dirasakan, Bila lengan frozen shoulder tidak dapat aktif
bergerak maka dapat dibantu dengan lengan yang normal. Tahan
selama 10 detik dan ulangi.

Gambar 2.16 Fleksi Bahu

25
Gambar 2.17 Stretching Exercise pada Frozen Shoulder

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada capsulitis adhesiva ini
adalah terjadinya sisa-sisa kekakuan atau nyeri. Selain itu, juga dapat
terjadi fraktur humerus, ruptur tendon biceps, dan ruptur tendon
subscapularis akibat dari manipulasi bahu. Penanganan yang tidak tepat
akan menimbulkan terjadinya penurunan kekuatan otot bahu, deformitas
pada sendi bahu, dan gangguan aktivitas sehari-harinya.

2.2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan frozen shoulder ini bervariasi, tergantung
pada respon terhadap terapi fisik, latihan dan terapi yang dilakukan.
Kebanyakan pasien mengalami sisa-sisa nyeri dan kekakuan bahu
setelah terapi.

26
DAFTAR PUSTAKA

American Association Orthopaedic Surgeon, 2011, Frozen Shoulder,


http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00071

Dias R, Cutts S, Massoud S, 2005, Frozen Shoulder,


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1315655/.

Moore Keith L, 2007, Essential Clinical Anatomy, 3rd edition, Lippincott


William & Wilkins.

Nauzal, Faza. Frozen Shoulder. Universitas Sriwijaya.


http://www.academia.edu/8869945/Tinjauan_pustaka_Frozen_Shoulder

Roy, Andre, 2010, Adhesive Capsulitis in Physical Medicine and


Rehabilitation, http://emedicine.medscape.com.

Silvia. 2012. Frozen Shoulder,


https://silviaphysio.wordpress.com/2012/10/21/frozen-shoulder/

Snell Richard S, 2012, Clinical Anatomy By Regions, 9th edition,


Lippincott William & Wilkins.

Wadsworth, Carolyn. T. Frozen Shoulder. Journal of the American


Physical Therapy Association. 1986.

27

You might also like