You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Olahraga adalah aktivitas fisik dalam suatu periode waktu intensitas
tertentu yang dilakukan secara rutin bertujuan untuk meningkatkan performa fisik
serta kebugaran dan kesehatan seseorang kecepatan. Kekuatan ini berhubungan
dengan struktur dan faal dalam tubuh. Apabila latihan dilakukan secara teratur dan
sesuai dengan cara berlatih, maka diharapkan adanya perubahan (adaptasi) yang
menunjang tercapainya kekuatan tersebut. Serangkaian gerak raga yang teratur
dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan
kemampuan fungsionalnya.

Berolahraga terjadi dua kejadian yaitu peningkatan curah jantung (cardiac


output) dan redistribusi darah dari otot-otot yang tidak aktif ke otot-otot yang
aktif. Curah jantung tergantung dari isi sekuncup (stroke volume) dan frekuensi
denyut jantung (heart rate). Kedua faktor ini meningkat pada waktu latihan.
Redistribusi darah pada waktu latihan menyangkut vasokonstriksi pembuluh darah
yang memelihara daerah yang tidak aktif dan vasodilatasi dari otot yang aktif
yang disebabkan oleh kenaikan suhu setempat, peningkatan CO2 dan asam laktat
serta kekurangan oksigen. Saat berolahraga berat tekanan darah sistolik dapat naik
menjadi 150 - 200 mmHg dari tekanan sistolik ketika istirahat sebesar 110 - 120
mmHg. Segera setelah latihan selesai, tekanan darah akan turun sampai di bawah
normal dan berlangsung selama 30-120 menit. Penurunan ini terjadi karena
pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi.

Olahraga terdiri dari latihan dinamis dan statis. Selama latihan dinamis
seperti lari akan merangsang kontraksi kelompok otototot besar, sehingga
menyebabkan respon atau perubahan akut yang besar pada sistem kardiovaskuler.
Pada olahraga jenis ini akan terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit
peningkatan pada tekanan rata-rata arteri dan tekanan darah diastolik. Respon ini
akan merangsang pusat otak dan apabila latihan diteruskan akan memberikan
signal mekanisme umpan balik pada pusat kardiovaskular di batang otak,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan berupa penurunan tahanan vaskuler
(vascular resistance) untuk mengimbangi peningkatan perfusi otot dan
peningkatan cardiac output untuk meningkatkan ambilan oksigen yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Respon kardiovaskuler pada
latihan static (high intensity, strength exercise dan latihan yang membatasi
kontraksi otot seperti angkat berat atau latihan isometric) terjadi peningkatan
tekanan darah dan tekanan rata-rata arteri yang lebih besar daripada latihan
dinamik.

Berdasarkan hal diatas maka perlu diteliti menganai perubahan denyut


nadi dan tekanan darah sebelum dan sesudah olahraga lari di Lapangan Garuda
Dalung, Badung, Bali.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.3 TUJUAN PENULISAN
1.4 MANFAAT PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latihan
Inti dari keseluruhan adalah kerja fisik yang sistematis dan teratur dengan
latihan yang terprogram. Latihan fisik sebaiknya dilakukan sesuai dengan
kemampuan tubuh dalam menanggapi tekanan yang diberikan, bila tubuh diberi
beban latihan yang terlalu ringan, maka akan terjadi proses adaptasi. Demikian
juga bila diberikan beban yang terlalu berat, tubuh tidak akan mampu mentolerir,
akan menyebabkan terjadinya proses homeostatis pada sistem tubuh dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada jaringan.
Seseorang yang melakukan latihan, maka dalam tubuhnya akan terjadi
peningkatan kekuatan, ketahanan dan terdapat perubahan dalam mekanisme otot,
serta organ tubuh. Setiap latihan membutuhkan energi, sumbernya adalah ATP
PC, system asam laktat dan sistem aerobik.
Latihan yang kita lakukan ada kalanya terutama bersifat anaerobik dan
aerobik. Supaya dapat mempersiapkan sistem energi yang digunakan dalam
latihan, maka perlu diketahui sistem energi yang digunakan dalam olahraga
tersebut. Setelah diketahui sistem energi yang predominan, maka dipilih macam
latihan yang meningkatkan energi yang dibuthkan . Energi yang dikeluarkan pada
usaha maksimal berasal dari sistem fosfagen (ATP PC). Latihan yang memakan
waktu kurang dari 3 menit lebih tergantung pada mekanisme anaerobik. Kekuatan
anaerobik tergantung dari persediaan energi ATP-PC dan pembentukan asam
laktat. Pembentukan asam laktat tergantung dari persediaan glikogen dan nilai
ambang anaerobik. Untuk meningkatkan kapasitas anaerobic maka diberikan
latihan dengan beban maksimum dengan istirahat 4-5 menit. Untuk kekuatan dan
ketahanan aerobik diperlukan otot-otot yang mempunyai kapasitas oksidasi yang
tinggi dan pengangkutan O2 yang cukup dari paru dengan pertolongan jantung ke
otot. Untuk aktifitas aerobik ini diperlukan persediaan energi berupa lemak dan
karbohidrat. Pada latihan ringan maka sebagian besar energi berasal dari
pembakaran lemak, lebih berat pekerjaan itu maka energi yang dibutuhkan lebih
tergantung pada karbohidrat. (Prasetyo, 2011)
Adaptasi fisiologi pada latihan fisik sangat tergantung pada umur,
intensitas, durasi, dan frekuensi latihan, faktor genetik, dan cabang olahraga yang
dipertandingkan. Oleh karena itu latihan-latihan yang dikerjakan adalah terutama
untuk ketahanan jantung dan paru, maka dengan sendirinya yang terlihat adalah
salah satunya perubahan pada kedua organ tersebut, yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan mengangkut oksigen. (Kadir, 2012)

2.2 TES LARI 2,4 km

Kebugaran jasmani (Physical fitness) adalah kemampuan tubuh untuk


menyesuaikan fungsi alat-alat tubuh dalam batas fisiologi terhadap keadaan
lingkungan dan atau kerja fisik secara efisien tanpa lelah secara berlebihan.
(Kleden, 2013)

Dibutuhkan suatu tes untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani yang


dilakukan oleh peserta (teste), agar dapat diketahui kualitas kebugaran jasmani.
Tes yang berkaitan dengan pengukuran kebugaran fisik pada umumnya dikenal
dua jenis tes yaitu baterai (battery test) dan tes tunggal (single test). Tes baterai
merupakan tes kebugaran yang memiliki lebih dari satu item tes. Tes baterai
merumuskan item-item tes atau alat ukur (instrumen) yang diharapkan mampu
mengukur seluruh aspek kebugaran fisik yang tercakup dalam kebugaran
kesehatan maupun kebugaran keterampilan. Tes semacam ini memerlukan sistem
pengelolaan yang menuntut lebih banyak petugas, fasilitas dan sarana, waktu,
tenaga, dana, prosedur asnalisis dan pemaknaan hasil pengukuran. Pengukuran
kebugaran fisik melalui tes baterai, memiliki nilai yang lebih signifikan
dibandingkan dengan tes tunggal.Tes tunggal (single test) merupakan tes
kebugaran fisik yang hanya memiliki satu item tes.
Tes baterai yang mendasarkan diri pada pengelompokan dimensi
kebugaran fisik menjadi dua yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan
dan yang berhubungan dengan keterampilan, maka tes tunggal juga meyakini
teknik pengelompokan tersebut. Para penyusun tes tunggal ini, lebih mendasarkan
diri pada argumentasi bahwa yang dominsi dalam kebugaran fisik adalah dimensi
kebugaran fisik yang terkait dengan kesehatan, khusus aspek daya tahan jantung-
paru.
Tes tunggal adalah, tes lari / jalan 2,4 km, tes lari / jalan 12 menit, tes jalan
cepat 4,8 km, tes naik turun bangku (metode harvard step test dan kasch), tes VO2
max (metode Balke, Astrand, Ergocycle, Treadmill).
Dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui tingkat kebugaran fisik dapat
digunakan tes baterai atau tes tunggal sesuai dengan kebutuhan tes itu sendiri. Tes
kebugaran fisik untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani dengan lari 2,4 km
aerobik, sebagai salah satu tes tunggal. Tes ini cukup mudah dan murah dalam
pelaksanaannya, praktis di lapangan dan hasilnya tidak jauh menyimpang dari
keadaan sebenarnya. (Kleden, 2013)
Aktivitas pelatihan lari, yang menempuh jarak yang cukup jauh seperti lari
aerobik 2,4 km, diperlukan kemampuan respirasi jantung dan peredaran darah
yang baik. Faktor kejenuhan atau kebosanan dapat mengakibatkan aktivitas fisik
menurun, jika tidak diikuti unsur motivasi yang kuat. Ahli psikologi olahraga
berpendapat bahwa faktor kejenuhan benar-benar berpengaruh pula pada gerak
fisik lari. Jelas sekali hal ini pada gerak (motorik) misalnya konfigurasi badan
yang membosankan (hanya gerakan itu-itu saja), dalam disiplin anthropometry
dibahas mengenai variasi pada struktur tubuh, hal ini secara 39 faktor somatik
memang telah lama menjadi perhatian peneliti atau kaum praktisi seperti guru
olahraga atau pelatih. Secara langsung dapat diamati pengaruh gerak fisik lari
tersebut, sehinga pada lari jarak jauh dimana efisiensi lari sangat menentukan
keberhasilan, maka panjang langkah seseorang harus disesuaikan untuk mencapai
efisiensi yang optimum.
a. Sikap tubuh pada saat melakukan tes lari adalah :
1. Sikap badan condong ke depan kira-kira 10o sampai 15o.
kecondongan posisi tubuh dalam lari jarak menengah tidak
seconding lari sprint. Posisi tubuh pada saat lari menengah lebih
rileks dan pandangan kedepan.
2. Gerakan langkah kaki dilakukan lebih santai aau lebih lambat dari
lari sprit dan dengan langkah yang konstan dan terkoordinasi
dengan baik.
3. Ayunan lengan mengayun ke depan dan ke belakang dalam ayunan
terkoordinasi dengan gerakan kaki.
4. Lintasan tes lari jarak menengah atau 2.4 diusahakan berstruktur
datar dan tidak terlalu bergelombang, tidak licin, dan tidak terlaly
banyak belokan tajam.

2.3 Metabolism Tubuh Saat Latihan

Semua aktivitas fisik memerlukan energi, jumlah kebutuhan energy


bergantung pada berat dan ringannnya latihan yang dikerjakannya. Latihan yang
berat dan lama pengadaan energinya diperoleh dari beberapa sumber energi di
dalam sel, antara lain dari long term energy sistem. Latihan yang dilakukan
dengan frekuensi yang teratur merupakan aktivitas fisik yang menggunakan long
term energy sistem. Pada latihan yang menggunakan long term energy sistem dan
dilakukan secara berkesinambungan akan menyebabkan terjadinya adaptasi pada
mitokondria sehingga metabolisme energi menjadi lebih baik. (Prasetyo, 2006)

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pengadaan energi di dalam sel
dapat berlangsung melalui fenomena sebagai berikut, yaitu:

1. Energi yang siap pakai dan proses pengubahan keratin fosfat menjadi ATP
melalui proses fosforilasi ADP oleh kreatin fosfat dengan bantuan enzim
keratin kinase. Prosesnya berlangsimg sangat cepat melalui reaksi
enzimatik dan terjadi saat persiapan kerja akan dimulai.
2. Energi yang diperoleh dari proses glikolisis, yaitu pemecahan glukosa atau
glikogen. Fenomena pengadaan energi ini dikenal sebagai short term
energy sistem.
3. Energi yang diperoleh dari proses fosforilasi oksidasi. Prosesnya
berlangsung di dalam mitokondria. Sumber materi yang diproses berasal
dari glukosa darah melalui glikolisis terlebih dahulu, asam lemak, dan
asam amino. Prosesnya memerlukan banyak oksigen untuk membakar
asam laktat, asam lemak, dan kalau mungkin juga asam amino yang
berasal dari protein. Fenomena ini dikenal sebagai long term energi sistem.
Pada fase selanjutnya pengadaan energi dan pembakaran asam lemak lebih
banyak, sedangkan proses glikolisis meningkat bersamaan dengan
meningkatnya jumlah enzim untuk proses glikolisis.
2.4 PENGARUH LATIHAN TERHADAP SISTEM PERNAPASAN

Dalam keadaan normal, volume udara inspirasi dan udara ekspirasi


± 500 ml disebut udara pernapasan atau volume tidal. Volume tidal dapat
berubah, tergantung aktivitas tubuh. Dari 500 ml udara tersebut pada
umumnya 350 ml sampai di paru-paru, sedangkan yang 150 ml sampai di
saluran pernapasan saja. Dengan menarik napas dalam-dalam, para
olahragawan dapat menambah udara cadangan inspirasi (udara
komplementer) ± 1500 ml, demikian pula menambah cadangan ekspirasi
(udara suplementer) ± 1500 ml juga. Sementara itu, ± 1000 ml udara sisa
yang selalu berada dalam paru-paru tidak dapat diekspirasikan, disebut
udara residu. (Prasetyo, 2006)

Volume udara pernapasan kita antara 500 ml - 3500 ml, yaitu 500
ml volume tidal ditambah 1500 ml udara suplementer. Jumlah udara
pernapasan 3500 ml inilah yang disebut kapasitas vital paru-paru.
Kapasitas vital seseorang tidak sama, ada yang mencapai ± 4000 ml karena
dapat menambah udara cadangan ekspirasi (udara suplementer) hingga
2000 ml, tergantung dari kondisi tubuh dan latihan pernapasan dalam-
dalam yang dilakukannya setiap hari.

Kapasitas vital paru-paru ditambah udara residu disebut kapasitas


total. Alat untuk mengukur kapasitas vital paru-paru disebut spiromemeter.
Kapasitas vital seorang laki-laki sehat rata-rata 3,5 liter. Bekerja dan
bergerak merupakan fungsi tubuh. Untuk bekerja dan bergerak diperlukan
energi. Energi diperoIeh tubuh dari pembakaran zat makanan oIeh
oksigen. Untuk memperoleh zat makanan, orang cukup hanya dengan
makan sehari tiga kali. Hal ini disebabkan karena zat makanan dapat
disimpan dalam sel-sel tubuh dalam jumlah yang cukup. Lain halnya
dengan oksigen yang tidak dapat disimpan. Oksigen harus selalu diambil
dari udara dengan perantara paru, darah dan sistem peredaran darah. Pada
taraf kerja tertentu diperlukan sejumIah oksigen tertentu.
Makin tinggi taraf kerja, yang berarti makin banyak jumlah energi
yang diperlukan, makin banyak pula jumIah oksigen yang diperlukan.
Kemampuan tubuh untuk menyediakan oksigen, disebut kapasitas aerobik,
terutama bergantung kepada fungsi sistem pernapasan, darah dan sistem
kardiovaskuler. Dalam pembentukan energi, terdapat dua macam proses
yang dapat ditempuh, yaitu proses aerobik, proses yang memerlukan
oksigen; dan proses anaerobik, proses yang tidak memerlukan oksigen.
Pada proses aerobik terjadi proses pembakaran yang sempuma. Atom
hydrogen dioksidasi menjadi H2O dan atom karbon dioksidasi menjadi
CO2. Sisa metabolisme tersebut dikeIuarkan dari tubuh melalui proses
pernapasan . Energi yang diperoIeh dari proses aerobik ini tidak dapat
langsung digunakan otot sebagai sumber energi untuk mengerut. Energi
tersebut dengan proses lebih lanjut digunakan untuk sintesis ATP
(adenosine triphosphate) dan senyawa-senyawa berenergi tinggi yang lain.
Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang dapat menyimpan
energi dalam jumlah yang besar. Proses pemecahannya yang tidak
memerlukan oksigen dengan menghasilkan energi yang besar itu
merupakan proses anaerobik. Energi yang dihasilkan dari pemecahan ATP
ini dapat digunakan sebagai sumber energi untuk mengerut oleh otot.
Proses aerobik dan proses anaerobik tersebut dalam tubuh selalu terjadi
bersama-sama dan berurutan. Hanya berbeda intensitasnya pada jenis dan
tahap kerja tertentu.

Pada kerja berat yang hanya berlangsung beberapa detik saja, dan
pada permulaan kerja pada umumnya, proses anaerobik Iebih menonjol
daripada proses aerobik. Pada keadaan kerja tersebut, sistem
kardiopulmonal beIum bekerja dengan kapasitas yang diperlukan. Untuk
penyesuaiannya diperlukan waktu. Dengan demikian oksigen yang
tersedia tidak mencukupi. Maka keperluan akan energi terutama dicukupi
dengan proses anaerobik. Pada keadaan kerja tersebut terdapat "hutang"
oksigen. "Hutang" ini akan dibayar sesudah berhenti bekerja, sehingga
orang sesudah berhenti bekerja masih terengah-engah dan denyut
jantungnya masih cepat. Bila pekerjaan diteruskan dengan taraf kerja yang
tetap, refleks-refleks tubuh akan mengatur fungsi system kardiopuImonal
untuk mencukupi jumlah oksigen yang diperlukan, sehingga dicapai kerja
steady-state. Pada kerja steady-state ini jumlah oksigen yang diperlukan
tetap jumIahnya dari waktu ke waktu. Bila taraf kerja ditingkatkan lagi
dengan menambah beban kerja, pada saat ditingkatkan tersebut terjadi
"hutang" oksigen lagi dan kembaIi proses anaerobik lebih menonjoI. Dan
bila taraf kerja dipertahankan lagi pada taraf yang baru ini, akan terjadi
lagi kerja steady-state tetapi pada taraf yang lebih tinggi. Jumlah oksigen
yang diperlukan pada taraf kerja yang lebih tinggi ini juga lebih besar. Bila
taraf kerja dinaikkan secara bertahap demikian dengan setiap kali
menambah beban kerja, suatu saat seluruh kapasitas sistem
kardiopulmonal terpaksa dikerahkan untuk memenuhi keperluan akan
oksigen. Dalam hal demikian berarti kapasitas aerobik maksimal telah
dicapai. Bila beban kerja dinaikkan lagi, tubuh tidak dapat lagi menambah
persediaan oksigen. Maka kembali proses anaerobik akan Iebih menonjol
daripada proses aerobik. Taraf kerja demikian tidak boleh dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama (beberapa menit) karena persediaan tenaga
dalam tubuh akan habis dan orangnya mengalami exhaustion. Proses
anaerobik merupakan proses oksidasi yang tidak sempurna. Salah satu sisa
metabolismenya ialah asam laktat. Maka biIa proses anaerobik meningkat,
kadar asam laktat darah juga meningkat.

Fungsi pernapasan agar baik, berolahraga merupakan cara yang


sangat baik untuk meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga
merangsang pernapasan yang dalam dan menyebabkan paru berkembang,
oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah, karbondioksida
lebih banyak dikeluarkan. Seorang sehat berusia 50-an yang berolahraga
teratur mempunyai volume oksigen 20-30% lebih besar dari orang muda
yang tidak berolahraga. Bila seseorang mempunyai volume oksigen yang
lebih banyak maka peredaran darahnya lebih baik, sehingga otot-otot
mendapatkan oksigen lebih banyak dan dapat melakukan berbagai
aktivitas tanpa rasa letih. Sudah diketahui banyak faktor yang dapat
mengganggu kesehatan paru. Bahaya yang ditimbulkan berupa rusaknya
bulu getar di saluran napas, sehingga fungsi pembersihan saluran napas
terganggu. Bahan kimia tersebut juga dapat merusak sel-sel tertentu di
alveola yang sangat penting dalam pertahanan paru dan mengubah tatanan
normal sel-sel di paru, sehingga dapat menjurus menjadi kanker paru, serta
menurunkan kemampuan/fungsi paru, sehingga menimbulkan gejala sesak
napas/ napas pendek.

Seseorang apabila ingin hidup sehat, maka harus selalu menjaga


kesehatan paru: jagalah stamina dengan berolahraga teratur, cukup
istirahat, makanan yang bergizi, hindarilah menghisap rokok. Bernafas
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan merupakan aktivitas
rutin yang selalu dilakukan oleh individu. Beda kemampuan yang dimiliki
tiap individu, tak menjadikan alasan untuk tidak melakukan dua aktivitas
tersebut. Jaringan, organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia bekerja
sama untuk mendukung setiap organisme, agar dapat melaksanakan
tugasnya.

Dengan latihan olahraga, maka perubahan yang terjadi sehubungan


dengan adaptasi dari system pernapasan adalah sebagai berikut:

1. Pemakaian oksigen sangat meningkat, karena otot yang aktif


mengoksidasi molekul nutrient lebih cepat untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energinya.
2. Produksi karbondioksida sangat meningkat karena otot yang lebih
aktif melakukan metabolisme memproduiksi lebih banyak
karbondioksida
3. Ventilasi alveolus sangat meningkat.
4. Penyaluran oksigen ke otot sangat meningkat.
5. Pengurangan karbondioksida dari otot sangat meningkat
6. Frekuensi pernapasan juga sangat meningkat

2.5 Respon Cardiovaskuler Saat Latihan

Perubahan fungsi sistem kardiovaskuler selama latihan tergantung


pada tipe (dinamis atau statis) dan intensitas latihan. Selama latihan
dinamis (seperti lari, renang, atau bersepeda) akan merangsang kontraksi
kelompok otot-otot besar. Sehingga menyebabkan respon/perubahan akut
yang besar pada sistem kardiovaskuler yaitu sangat meningkatnya cardiac
output, heart rate, dan tekanan darah sistolik, dan sedikit peningkatan pada
tekanan rata-rata arteri dan tekanan darah diastolik. Respon akibat latihan
dinamik ini, akan merangsang pusat otak, dan apabila latihan diteruskan
akan memberikan signal mekanisme umpan balik pada kardiovaskular
center di batang otak, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan berupa
penurunan tahanan vaskuler (vascular resistance) untuk mengimbangi
peningkatan perfusi otot, dan peningkatan cardiac output untuk
meningkatkan ambilan oksigen. Yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan arteri rata-rata. Respon kardiovaskuler pada latihan dinamik dan
statik sangat berbeda, pada latihan statik (high intensity, strength exercise,
dan latihan yang membatasi kontraksi otot seperti angkat berat atau latihan
isometric) didapatkan hasil sedikit peningkatan ambilan oksigen, cardiac
output, dan stroke volume daripada latihan dinamik. Tetapi pada latihan
statik lebih meningkatkan tekanan darah dan tekanan rata-rata arteri.
(Kadir, 2012)

Ukuran jantung pada atlet pada umumnya lebih besar bila


dibandingkan dengan bukan atlet. Pada atlet untuk olahraga ketahanan
(endurance/aerobic) maka peningkatan ukuran jantung disebabkan
peningkatan volume ventrikel tanpa peningkatan tebal otot. Sedangkan
pada atlet untuk gerakan-gerakan cepat (non endurance/anaerobic) seperti
lari cepat, gulat, dan lain-lainnya maka peningkatan ukuran disebabkan
oleh penebalan dinding ventrikel dengan tanpa peningkatan volume
ventrikel. Bersamaan dengan peningkatan ukuran jantung, juga didapatkan
peningkatan jumlah kapiler.

Dengan penurunan frekuensi jantung, maka jantung mempunyai


cadangan denyut jantung (Heart Rate Reserve/HRR) yang lebih tinggi.
Penurunan frekuensi jantung ini disebabkan oleh peningkatan tonus saraf
Parasimpatis, penurunan saraf parasimpatis, penurunan saraf simpatis atau
kombinasi. Juga terjadi penurunan dari frekuensi pengeluaran impuls dari
paru jantung. Dengan perubahan volume, maka isi sekuncup (stroke
volume) menjadi lebih besar dan bila cadangan denyut jantung meningkat
hasilnya curah jantung (cardiac output) akan menjadi lebih tinggi dan
dengan begitu pengangkutan oksigen menjadi lebih tinggi lagi.

Akibat dari pembesaran otot jantung akan menyebabkan volume


darah meningkat, maka dengan demikian jantung dapat menampung darah
lebih banyak, dan dengan sendirinya stroke volume pada waktu istirahat
menjadi lebih besar. Karena stoke volume pada waktu istirahat menjadi
lebih besar, maka hal ini memungkinkan jantung memompa darah dalam
jumlah yang sama setiap menit dengan denyutan lebih sedikit.

Jantung atlet endurance memiliki stroke volume jauh lebih besar


daripada orang yang tidak terlatih dengan umur yang sama. Baik pada
waktu istirahat maupun pada waktu latihan. Latihan daya tahan ini
meningkatkan stroke volume saat istirahat, selama latihan sub maksimal
dan latihan maximal. (Kardi,2012)

Latihan endurance yang lama untuk suatu kompetisi menyebabkan


pembesaran otot rangka, yang diikuti oleh meningkatnya pembuluh darah
kapiler pada otot tersebut. Pembuluh darah kapiler pada otot bertambah
banyak, sehingga memungkinkan difusi oksigen di dalam otot dapat lebih
mudah, akibatnya mempunyai kemampuan untuk mengangkut dan
mempergunakan oksigen lebih besar daripada orang yang tidak terlatih.
Karena itu dapat mengkonsumsi oksigen lebih banyak per-unit massa otot,
dan dapat bekerja lebih tahan lama.

You might also like