You are on page 1of 18

REFERAT

EPISKLERITIS

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Aidillah Mayuda
22010117220368

Pembimbing
dr. Riski Prihatningtias, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Sklera merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan
pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan
proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan
menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada
dewasa karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan
elastik halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk
sklera 1
Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-
serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat. Sklera dibungkus
oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh
darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh
konjungtiva.2

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa skleritis merupakan penyakit


yang jarang dijumpai. Insiden penyakitnya sangat sulit ditemukan. Prevalensi skleritis
diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya dengan
skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional, tidak ada
distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus, skleritis
bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga
beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu
sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki
adalah 1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan
rata-rata orang yang menderita skleritia adalah usia 52 tahun.2
Angka kejadian pasti episkleritis tidak diketahui karena banyaknya pasien
yang tidak berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 %
kasus terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-
anak episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada
dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya,
penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit
sistemik biasanya jarang pada anak-anak.1

Penulisan referat ini hendaknya dapat memberikan pengetahuan kepada


pembaca tentang definisi episkleritis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Episkleritis didefinisikan sebagai peradangan lokal sklera yang relatif sering


dijumpai. Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus, dan insidens pada
kedua jenis kelamin wanita tiga kali lebih sering dibanding pria. Episklera dapat
tumbuh di tempat yang sama atau di dekatnya di jaringan palpebra. Episkleritis
merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan
permukaan sklera. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat
riwayat berulang dan dapat bermingguminggu atau beberapa bulan. 1

Ada dua jenis episkleritis:

1. Episkleritis simple. Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis.
Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama
sekitar tujuh sampai 10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga
minggu. Pasien dapat mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap
satu sampai tiga bulan. Penyebabnya seringkali tidak diketahui.
2.
Episkleritis nodular. Hal ini sering lebih menyakitkan daripada episkleritis
simple dan berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu
bagian mata saja dan mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan
pada permukaan mata. Ini sering berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti
rheumatoid arthritis, colitis dan lupus.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak
berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus
terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. 1 Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa,
30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit
inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit sistemik
biasanya jarang pada anak-anak.1

2.3 Anatomi dan Histologi


Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen
sklera posterior, membentuk lamina kribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas
akson nervus optikus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis jaringan elastis halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah
yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera
adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.3

Pada tempat insersi muskuli rekti, tebal sklera sekitar 0,3 mm. Ditempat lain
tebalnya sekitar 0,6. Disekitar nervus opticus, sklera ditembus oleh arteria ciliaris
posterior longus dan brevis, dan nerves ciliaris longus dan brevis. Arteria ciliaris
posterior longus dan nervus ciliaris longus melintas dari nervus optikus ciliare di
sebuah lekukan dangkal pada permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam 9.
Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa mengalirkan darah keluar dari
koroid melalui sklera, biasanya satu disetiap kuadran. Sekitar 4 mm di sebelah
posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap muskulus rektus, empat arteria
dan vena siliaris anterior menembus sklera. Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf
siliaris. 4
Secara histologi, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan
berkasberkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-
16 πm dan lebar 100- 140 μm. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur
kornea. Alasan transparannya kornea dan opaknya sklera adalah deturgesensi relatif
kornea.4

2.4 Etiologi

Hingga sekarang para dokter masih belum dapat mengetahui penyebab pasti
dari episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu
berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Kondisi-kondisi tersebut adalah penyakit
yang mempengaruhi tulang, tulang rawan, tendon atau jaringan ikat lain dari tubuh,
5
seperti:

 Rheumatoid arthritis
 Ankylosing spondylitis
 Lupus (systemic lupus erythematosus)
 Inflammatory bowel diseases seperti crohn’s disease and ulcerative colitis
 Gout
 Bacterial atau viral infection seperti lyme disease, syphilis atau herpes zoster
 Beberapa penyakit lain yang kurang umum, penyebab episkleritis termasuk
jenis kanker tertentu, penyakit kulit, gangguan defisiensi imun dan, yang
paling jarang berhubungan adalah gigitan serangga.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi
yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya
menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi
perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik namun
sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas
mungkin berperan. Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya
 Collagen vascular disease :Polyarteritis nodosa, seronegativ,
spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease,
Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid
 Infectious disease : Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan
syphilis, viruses termasuk herpes, fungi, parasites.
 Miscellaneous : Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals
 Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia,
Paraproteinemia, Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome,
dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome, Adrenal cortical insufficiency,
Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial atrophy, Insect bite
granuloma, Malpositioned Jones tube, following transscleral fixation of
posterior chamber intraocular lens. Hubungan yang paling signifikan adalah
dengan hiperurisemia dan gout.
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering
dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi
moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat
kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema
episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh
spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan
penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan
dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering
terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang ditemukan namun
serangan dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan hormonal. Pasien
dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang lebih lama, berhubungan
dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid,
7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3%
dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular
episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi
sekelilingnya.

2.6 Manifestasi Klinik


Gejala episkleritis meliputi:
 Sakit mata dengan rasa nyeri ringan
 Mata kering
 Mata merah pada bagian putih mata
 Kepekaan terhadap cahaya
 Tidak mempengaruhi visus
Tanda objektif pada episkleritis:
 Kelopak mata bengkak
 Konjungtiva bulbi kemosis disertai dengan pelebaran pembuluh darah
episklera dan konjungtiva.
 Bila sudah sembuh, warna sklera berubah menjadi kebiru-biruan
 Pemeriksaan mata memperlihatkan hiperemia lokal sehingga bola mata
tampak berwarna merah atau keunguan yang menunjukkan pembuluh darah
episklera yang melebar
 Pembuluh darah episklera dapat mengecil bila diberikan fenilefrin 2,5%.
Bentuk radang yang terjadi pada episklerisis nodular mempunyai gambaran
khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna putih di
bawah konjungtiva.
2.7 Pemeriksaan Fisik

1. Daylight

Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen
juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan
coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya
proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi
avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran
coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan
granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.

2. Pemeriksaan Slit Lamp

Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera


dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior
dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema.
Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial
episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light

Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai


kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan
juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata
meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.

Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna
merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera,
konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.
a. Episkleritis Sederhana Gambaran yang paling sering ditandai dengan
kemerahan sektoral dan gambaran yang lebih jarang adalah kemerahan difus.
Jenis ini biasanya sembuh spontan dalam 1-2 minggu.
b. Episkleritis Noduler Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir,
dengan nodul kongestif dan biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.
 Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan peningkatan
permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa sklera tidak
membengkak.
 Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk garis yang
paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih translusen.
Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan penipisan sklera.

Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya dellen
formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer. Pemeriksaan fisik lainnya
adalah adanya uveitis bagian anterior yang didapatkan pada 10 % penderita.
Pemeriksaan visus pada penderita episkleritis tidak menunjukkan penurunan.
Gambar. Episkleritis

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited” pemeriksaan
laboratorium tidak diperlukan . Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau
pada kasus yang berat, rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau
rekuren, diperlukan hitung jenis sel darah (diff count), kecepatan sedimentasi eritrosit
(ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks, pemeriksaan antibodi antinuklea,
rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease Research Laborator)) dan tes FTA-
ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption)

2.9 Diagnosis

Penegakan diagnosa didapatkan dari anamnesis untuk menanyakan beberapa


gejalagejala yang dialami pasien, menanyakan riwayat penyakit sistemik sebelumnya
pada pasien, melakukan pemeriksaan pada mata pasien, serta dilakukan pemeriksaan
fisik pasien bila dicurigai penyebabnya terkait penyakit sistemik. Pemeriksaan lebih
lanjut seperti melakukan beberapa tes lebih lanjut, seperti tes darah, untuk
mengetahui apakah episkleritis terkait dengan penyakit sistemik lain yang
mendasarinya.

2.10 Diagnosis Banding

Mata merah dengan visus normal:


a. Merah tidak merata
Episkleritis dan skleritis
Perdarahan subkonjungtiva
Pterigium
Pseudopterigium
Konjungtivitis flikten
Pinguekula iritans
b. Merah merata
Konjungtivitis akut
Konjungtivitis kronis

Konjungtivitis disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak


adanya keterlibatan konjungtiva palpebra.4 Pada konjungtivitis ditandai dengan
adanya sekret dan tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior.8

5
Skleritis,dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler
.untuk mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis,
konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari
(jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin
10% yang menimbulkan konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan
konjungtiva.9
2.11 Penatalaksanaan

1. Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor Digunakan pada kasus yang ringan


2. Steroid Topikal Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat
menyebabkan rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam
periode waktu yang pendek. Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 %
meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid lebih efektif untuk
episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler.
3. Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) Obat yang termasuk
golongan ini adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang diturunkan menjadi 150
mg sehari setelah gejala terkontrol, atau Indometasin 25 mg tiga kali sehari. Obat
ini mungkin bermanfaat untuk kedua bentuk episkleritis, terutama pada kasus
rekuren. Pemberian aspirin 325 sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai
dengan makanan atau antasid.
4. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan hiperurisemia
(Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.9

Pasien yang diberi pengobatan dengan air mata artifisial tidak perlu diperiksa
kembali episkleritisnya dalam beberapa minggu, kecuali bila gejala tidak membaik
atau malah makin memburuk. Pasien yang diberi steroid topikal harus diperiksa
setiap mingggunya (termasuk pemeriksaan tekanan intraokular) sampai gejala-
gejalanya hilang. Kemudian frekuensi pemberian steroid topikal ditappering off.
Kepada pasien harus dijelaskan bahwa episkleritis dapat berulang pada mata yang
sama atau pada mata sebelahnya. 8

2.12 Prognosis

 Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun


kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun.4
 Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan pengobatan
yang baik. 7

2.13 Komplikasi

 Sering relaps
 Pada kasus yang jarang dapat terjadi skleritis 7
BAB III

PENUTUP

Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-
serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat. Sklera dibungkus
oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh
darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh
konjungtiva.

Kelainan ini idiopatik pada sebagian besar kasus, namun dalam kasus tertentu
mungkin ada hubungan dengan beberapa penyakit sistemik yang mendasari seperti
rheumatoid arthritis, poliarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik, penyakit
radang usus, sarkoidosis, granulomatosis Wegener, asam urat, herpes zoster atau
sifilis.

Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya


dalam 1-2 minggu, dan tidak akan mempengaruhi visus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm


2. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology
5th Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. ButterworthHeinemann.
3. Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
4. PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran, PERDAMI.
5. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams
& Wilkins
6. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-
171. Jakarta. 2000. Widya Medika.
7. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology
4th Edition pp. 151-2. Great Britain. 1999. ButterworthHeinemann.
8. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3rd
Edition pp133-134. United States of America. 1999. Lippincott Williams &
Wilkins
9. Feinberg Edward,EpiscleritisinHttp://www.pennhealthj.com/ency/article/00
1019.htm.

You might also like