You are on page 1of 9

Analisis Kerja Sama Bilateral Kepulauan Cook dan Indonesia

“Kebijakan Bebas Visa 31 Hari Warga Negara Indonesia di


Kepulauan Cook”
Andi Sitti Rohadatul Aisy

Hubungan internasional merupakan kajian yang dapat dikatakan sebuah ilmu baru.
Ilmu hubungan internasional pada dasarnya mempelajari mengenai bentuk interaksi antar
negara dan bangsa berdaulat yang melewati batas-batas teritorialnya, pada awalnya hanya
bentuk kontak atau interaksi antar negara dalam masalah politik saja, namun, seiring
berkembangnya zaman, negara maupun aktor non-negara mulai tertarik pada isu-isu
internasional yang mengalami transformasi akan isu-isu di luar isu politik, seperti isu
ekonomi, lingkungan hidup, kejahatan transnasional, hak asasi manusia, terorisme, sosial dan
kebudayaan.
Istilah hubungan internasional memiliki keterkaitan dengan semua bentuk interaksi di
antara masyarakat dari setiap negara, baik oleh pemerintah atau rakyat dari negara yang
bersangkutan. Dalam mengkaji ilmu hubungan internasional, yang meliputi kajian politik luar
negeri, serta semua segi hubungan di antara negara-negara di dunia, yang juga meliputi kajian
terhadap lembaga perdagangan internasional, pariwisata, perdagangan internasional,
transportasi, komunikasi, dan perkembangan nilai-nilai dan etika internasional.
Menurut Holsti dalam bukunya “Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis”,
hubungan internasional dapat mengacu pada semua bentuk interaksi antar anggota
masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori pemerintah maupun tidak. Hubungan
Internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses politik antar bangsa,
tetapi dengan memperhatikan seluruh segi hubungan itu. Hubungan Internasional dapat
dilihat dari berkurangnya peran negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya
peranan aktor-aktor nonnegara. Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin kabur
dan tidak relevan. Bagi beberapa aktor non-negara bahkan batas-batas wilayah secara
geografis tidak dihiraukan.
Salah satu kajian dalam hubungan internasional adalah diplomasi. Kata diplomasi
sendiri berasal dari kata Yunani. SL Roy (Diplomasi, 1995) menyebut kata “diploun” sebagai
asal mula kata diplomasi yang berarti “melipat”. Sedangkan Yusuf Badri menyebutkan kata
“ziplwma” atau “duplicata” yang berarti “digandakan” atau “dilipat dua”. Penggunaan kata
diplomasi sudah sering kita dengar, mulai dari percakapan sehari-hari hingga pada tataran

1
hubungan antar negara atau percakapan dalam suatu forum internasional. Diplomasi di fora
internasional dimaknai sebagai pembicaraan formal ataupun formal antara dua atau lebih
negara (atau aktor non negara) dalam membicarakan suatu hal yang berkaitan dengan
berbagai kepentingannya. Makna ini yang menjadi ulasan dan rujukan di berbagai literatur
diplomasi.
Menurut K. Panikar dalam The Principle and Practice of Diplomacy, diplomasi
adaalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara
lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diplomasi didefinisikan sebagai
penyelenggraan hubungan resmi antar satu negara dengan negara lainnya. Sedangkan
Nicholson dalam Roy (1991: 3) menjelaskan diplomasi sebagai kata yang menunjukkan lima
hal yaitu politik luar negeri, negosiasi, mekanisme pelaksanaan negosiasi, cabang dinas luar
negeri dan keahlian negosiasi internasional. Dari pendapat Nicholson tersebut diplomasi
acapkali dikaitkan dengan negosiasi antar negara maka diplomasi dalam politik internasional
dikaitkan dengan kepentingan suatu negara dengan negara lain dengan menghindari adanya
kekerasan. Sehingga diplomasi juga dikaitkan dengan upaya untuk menjalin perdamaian dan
hubungan baik antar negara dalam upaya pemenuhan kepentingan nasional suatu negara. Karl
W. Deutsch dalam Freeman, Jr (1994 : 1) mengatakan bahwa diplomasi merupakan seni
melaksanakan negosiasi antar pemerintah yang tidak bisa dipaksa satu sama lain. Menurut
Suryokusumo (2004: 12) diplomasi merupakan kegiatan untuk melakukan hubungan
antarnegara melalui wakil resminya dan dapat melibatkan seluruh proses hubungan luar
negeri, perumusan kebijakan termasuk pelaksanaannya.
Merujuk ke berbagai definisi tersebut, maka diplomasi setidaknya mengandung lima
aspek, yaitu hubungan antara negara dengan negara dan hubungan antara negara dan aktor
bukan negara, proses perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri, mempunyai tujuan
memajukan dan melindungi kepentingan nasional, suatu seni dalam berunding, dan perang
sebagai bentuk lain diplomasi.
Diplomasi penting bagi seluruh negara untuk menjaga eksistensinya dalam dunia
internasional disamping untuk membina hubungan baik antar negara. Diplomasi berfungsi
sebagai alat untuk menjalankan politik internasional suatu negara yang menghasilkan
kebijakan luar negeri yang berdampak bagi kepentingan nasional negara tersebut. Diplomasi
dalam hubungannya dengan politik internasional merupakan seni mengedepankan
kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain (Roy, 1995: 3). Dalam
praktek diplomasi terdapat pola-pola yang beragam dan masing-masing pola memiliki
karekteristik yang berbeda sesuai dengan tujuan dari diplomasi itu sendiri. Kali ini, penulis

2
akan membahas enam pola diplomasi, yaitu diplomasi bilateral, diplomasi multilateral,
diplomasi asosiasi, diplomasi konferensi, diplomasi personal, dan diplomasi summit.
Diplomasi merupakan faktor utama dalam pelaksanaan negosiasi atau komunikasi
antar negara yang memengaruhi perdamaian atau kelangsungan hidup global. Dalam dunia
politik, diplomasi merujuk pada proses komunikasi professional dan terinstitusi antar aktor
negara yang bernegosiasi untuk menyelesaikan masalah atau konflik (White, 2001 : 388).
Dalam dunia politik diplomasi dapat dikategorikan menjadi dua perspektif yaitu diplomasi
makro dan diplomasi mikro. Diplomasi makro mencoba untuk memandang dunia politik
secara keseluruhan maksudnya makro mencoba untuk menyoroti proses komunikasi dalam
sistem global (White, 2001: 338). Perpolitikan internasional identik dengan konflik dan
kerjasama sehingga diplomasi merupakan langkah tepat dalam mewadahi permasalahan
tersebut walaupun seiring dengan era modern politik internasional dihadapkan pada
permasalahan yang lebih kompleks seperti ekonomi, sosial dan sebagainya. Komunikasi
global melalui diplomasi menjadi sarana dalam mewakili kepentingan antarnegara yang
disalurkan melalui negosiasi yang akan menghasilkan kesepakatan atau perjanjian guna
memelihara ketertibal internasional. Diplomasi mikro memandang diplomasi sebagai
pelengkap dalam dunia politik yang melibatkan atau berfokus pada aktor antar negara dan
pemerintah (White, 2001: 338). Sehingga dalam kacamata mikro diplomasi dikaitkan dengan
perpolitikan luar negeri karena mengurusi hubungan antar negara dan pemerintah yang
menghasilkan kebijakan luar negeri yang disepakati oleh negara-negara yang terlibat.
Berbicara mengenai diplomasi, berarti berbicara mengenai kerja sama, baik bilateral,
maupun multilateral. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bilateral berarti antara dua
pihak, sehingga diplomasi bilateral merupakan diplomasi yang dilakukan antara dua negara.
Diplomasi bilateral diyakini sebagai pola diplomasi paling sederhana dan tertua di dunia
karena berupa pengiriman perwakilan negara ke negara lain dan membahas kepentingan
tertentu yang berkaitan dengan kedua negara. Diplomasi bilateral merupakan diplomasi yang
penting dan efektif demi memajukan kepentingan eksternal suatu negara terutama dalam
lingkungan global kontemporer.
Sebelum membahas kegiatan diplomasi dan kerja sama antar kedua negara Indonesia
dan Kepulauan Cook, terlebih dahulu kita melihat secara singkat profil kedua negara tersebut.
Indonesia, di samping kaya dengan sumber alam, Republik Indonesia merupakan negara
terbesar di Asia Tenggara serta negara herpenduduk terbesar nomor lima terbesar di dunia.
Indonesia yang membemang diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia memanjang
dalam jarak yang lebih besar daripada jarak dari pantai timur Amerika Serikat ke pantai

3
baratnya, terdiri dari lebih 17.000 pulau besar dan kecil, lebih dari 6.000 pulau ini
berpenghuni. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara
ini negara dengan penduduk terpadat keempat di dunia. Adapun ekonomi Indonesia telah
berkembang pesat semenjak Indonesia merdeka, kemajuan tersebut telah dicapai dalain
bidang pertanian, kehutanan, pertambangan, dan bidang-bidang Iainnya, meskipun demikian
pendapatan per kapita rakyat Indonesia terbilang masih rendah, untuk memperkuat
ekonominya, Indonesia telah mengembangkan dan mempromosikan pariwisatanya sebagai
komoditi nonmigas. Hal ini diperlukan guna menambah devisa baik di tingkat mikro
(regional) maupun di tingkat makro (nasional), serta mempertahankan dan menekankan
kepada dunia tradisi, dan budaya Indonesia yang majemuk (Bhineka Tunggal Ika). Seperti
pengembangan kawasan wisata Indonesia di Bali, Kepulauan Nias dan Danau Toba, dan
kawasan wisata lainnya (Syah Djalianus dalam Syah Kamus Pelajar Kata Serapan Bahasa
Indonesia1993, hal. 31.).
Lalu bagaimana hubungan kerja sama antara Indonesia dengan negara kawsan Pasifik
Barat Daya? Melihat letak geografis negara yang berdekatan, maka tentu memungkinkan
terjadinya hubungan kerja sama yang kuat dan saling menguatkan region. Salah satu kegiatan
yang dilakukan Indonesia ialah memelopori pengembangan konektivitas sub-kawasan Pasifik
Barat Daya, dalam kegiatan Workshop on Promoting Public Private Partnership on
Connectivity Development in the Southwest Pacific Region pada tanggal 2-3 Desember 2014
di Bali (siaran pers Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Pelopori Pengembangan
Konektivitas Sub-Kawasan Pasifik Barat Daya, 2014). Workshop ini dihadiri oleh 47 orang
peserta dari negara-negara anggota Southwest Pacific Dialogue (SwPD), yaitu Australia,
Indonesia, Papua Nugini, Filipina, dan Timor Leste. Peserta terdiri dari pejabat pemerintah,
BUMN, dan sektor swasta yang bergerak di bidang penerbangan seperti Garuda Indonesia,
Citilink dan Qantas; pelayaran seperti PT. Pelindo III, PT. Samudera Indonesia dan asosiasi
pengusaha seperti INSA (Indonesia National Ship owner Association), dan lain-lain. Selain
itu, Duta Besar Fiji dan Duta Besar Solomon Islands juga hadir sebagai observers.
Workshop ini difokuskan untuk membahas potensi pengembangan konektivitas yang
dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi untuk berinvestasi. Dengan mengidentifikasi
kesenjangan dan tantangan yang dihadapi, baik pemerintah maupun para pelaku ekonomi
dapat memperoleh pemahaman yang sama mengenai upaya yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan konektivitas subkawasan Pasifik Barat Daya. Forum ini juga menjadi wadah
bagi para peserta untuk meningkatkan jejaring kerja, khususnya antara pihak pemerintah dan
swasta.

4
Di samping itu Indonesia bersama PNG, sepakat untuk melindungi Penyu Belimbing
di Pasifik Barat Daya, seperti dilansir dalam Siaran Pers Bersama WWF, Indonesia bersama
negara kawasan Pasifik Barat Daya berkomitmen untuk membangun kerjasama historis untuk
melindungi masa depan penyu belimbing yang terancam punah. Kerjasama ini akan
diterapkan melalui program pengelolaan bersama sepanjang bentang laut Bismarck dan
Solomon. Konservasi dan pengelolaan populasi Penyu Belimbing, nama lokal untuk
Dermochelys Coriacea, yang bertelur, menetas, mencari makan dan bermigrasi di Ekoregion
Laut Bismarck Solomon (Bismarck Solomon Seas Ecoregion - BSSE), akan menjadi kawasan
inti dan pusat pembangunan berkelanjutan di wilayah bahari tersebut. Tujuan kesepakatan
kerjasama ini termasuk mempromosikan dan konservasi Penyu Belimbing Pasifik Barat,
harmonisasi kegiatan konservasi, dan promosi dialog dan kemitraan dan partisipasi aktif dari
para pemangku kepentingan, dan penerapan kesepakatan ditingkat regional dan internasional
secara efektif.
Indonesia terus meningkatkan kerjasama di berbagai bidang dengan membuka
kawasan diplomasi bagi kepentingan nasional. Hal itu sebagaimana yang terwujud dalam
muhibah Menteri Luar Negeri pada saat itu, Mochtar Kusumaatmaja. Sebagai realisasi dari
itu, pada tahun 1983, Mochtar juga memulai rangkaian kunjungannya ke negara-negara
Pasifik Barat Daya. Padahal pada dasawarsa 70an dapat dikatakan bahwa Indonesia nyaris
tidak menaruh perhatian lebih terhadap negara-negara di kawasan itu, namun sebagai upaya
untuk membangun mitra kerjasama dengan negara-negara berkembang seperti yang tertuang
dalam GBHN 1983 bahwa Indonesia perlu meningkatkan kerjasama regional maupun inter-
regional dalam rangka kepentingan nasional dan keikutsertaan dalam melaksanakan
ketertiban dunia dan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam GBHN 1983 secara khusus menyatakan perlu mengadakan peningkatan
hubungan diplomatik dengan negara-negara dikawasan Pasifik Barat Daya. Setidaknya ada
peluang yang dilihat oleh Indonesia sebagai jalan strategi pendekatan yakni, pertama ada
banyak terdapat kemiripan bahasa, misalnya bahasa orang Samoa dengan bahasa Jawa, juga
adanya dongeng yang mengatakan bahwa mereka datang dari barat dengan menggunakan
perahu-perahu yang juga menjadi ciri khas mulai dari Sumatera hingga pulau-pulau di Pasifik
sebagai lambang bentuk rumah. Kedua, adanya kesamaan etnis antroplogis antara orang-
orang Indonesia bagian barat dengan orang-orang Filipina, Polynesia, dan Mikronesia, juga
orang-orang Melanesia dengan orang-orang Indonesia bagian timur. Ketiga, umumnya pada
tahun 70-an negara-negara Pasifik Barat Daya baru merdeka sehingga mereka masih mencari
identitas diri.peluang tersebut dimanfaatkan dengan mebuka kerjasama meskipun terbatas

5
dalam bidang Kerjasama Teknik Negara-negara Berkembang (KTNB). Bangunan hubungan
tersebut terus berlanjut dan diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan negara-negara
Pasifik Barat Daya terhadap Indonesia (Sukma dalam Asia-Fasifik Dalam Kemelut dan
Diplomatik, 1989.).
Melihat kerja sama antara Indonesia dengan negara kawasan Pasifik Barat Daya,
bersamaan dengan teori Russert & Starr, bagian penting dari diplomasi adalah fungsi
komunikatifnya (Bruce Russert & Harvey Starr, 1981:163), menarik untuk di dalami
mengenai masalah yang dialami oleh Indonesia dalam membangun hubungan baik dengan
negara-negara Pasifik Barat Daya, jika merujuk pada apa yang dikatakan Bruce Russert
bahwa upaya diplomasi terletak pada daya komunikatifnya. Sejauh mana fungsi komunikasi
tersebut dapat tersampaikan oleh sang diplomat, termasuk menteri luar negeri pada saat itu,
Mochtar yang melakukan kunjungan ke negara-negara Pasifik Barat Daya lewat
implementasi GBHN.
Selanjutnya, bagaimana hubungan kerja sama Indonesia dengan salah satu negara di
kawasan Pasifik Barat Daya, yaitu Kepulauan Cook, yang mana sebagai pokok kajian dalam
analisa ini. Kepulauan Cook, ini pertama kalinya ditemukan oleh Captain James Cook dari
Inggris pada tahun 1773 . Letak kepulauan ini 1200 km diapit di sebelah barat dari Kepulauan
Tahiti (French Polynesia), dan di sebelah timur Tonga. Cook Island atau Kepulauan Cook
adalah satu negara dengan pemerintahan parlementer demokrasi dalam asosiasi bebas dengan
Selandia Baru sejak 4 Agustus 1965 (Gilson, Richard. 1986. Cook Island 1820-1950.
Wellington: Victoria University Press.). Ibukota Kepulauan Cook adalah Avarua, yang
terletak di Pulau Rarotonga. Luas wilayah negara ini sekitar 240 km2 dengan kepadatan
penduduk 45,7 jiwa/km2. Kepulauan Cook terbagi bagian utara yang terdiri dari Manihiki,
Nassau, Penrhyn, Pukapuka, Rakahanga, dan Suwarrow (tidak dihuni); dan bagian selatan
yang terdiri dari pulau Aitutaki, Aitu, Mangaia, Mauke, Mitiaro, Palmerstone Island,
Raratonga, dan dua pulau yang tidak berpenghuni, Takutea dan Manua. Pariwisata adalah
penghasil utama, selain itu juga kerajinan tangan ukir-ukiran dan hasil tenun khas Polinesia
(Thompson, C.S., 1986. The Climate and Weather of the Southern and Northern Cook
Islands. Wllington: New Zealand Meteorologicsl Service.).
Adapun melihat perkembangan kerja sama Kepulauan Cook dengan Indonesia, seperti
dilansir dari Cook Islands Government Forreign Affairs and Immigration, pemerintah
Kepulauan Cook memberikan kebebasan visa warga negara Indonesia selama 31 hari di
Kepulauan Cook. Hal ini tentu dapat dikaji dari teori diplomasi dan kerja sama bilateral,
sebagaimana sudah dijelaskan dengan rinci pada awal pembahasan. Tujuan aturan bebas visa

6
31 hari tersebut tentu untuk menarik wisatawan Indonesia berkunjung ke Kepulauan Cook,
sehingga akan meningkatkan devisa negara Kepulauan Cook. Kebijakan ini ialah menjadi
timbal balik dari kebijakan Indonesia yaitu Peraturan Presiden No. 43/2011 tentang
Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden No. 18/2003, terdapat 15 negara yang
memperoleh kebijakan pembebasan dari kewajiban memiliki visa atau disebut Bebas Visa
Kunjungan Wisata (BVKW), salah satunya ialah Negara Kepulauan Cook, tentu kebijakan
BVKW ini menimbulkan kesan Negara Indonesia adalah negara terbuka.
Jelas sudah bahwa apa yang diharapkan dari kerjasama antara Indonesia dengan
negara-negara Pasifik Barat Daya memiliki ekses antara lain, berkurangnya tekanan negara-
negara Pasifik Barat Daya terhadap Indonesia di PBB dan tumbuhnya mitra kerja sesama
negara tetangga. Penting untuk dijadikan landasan adalah upaya strategi diplomasi yang
diperankan oleh Indonesia terhadap negara-negara Pasifik Barat Daya.

7
Daftar Pustaka

Badri, Y. 2001. Kiat Diplomasi: Pengertian dan Lingkup. Jakarta: Restu Agung.

Freeman, Jr. 1994. The Diplomat’s Dictionary. Washington D.C.: United States of Peace
Press.

Holsti, K.J. 1992. Politik International: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta.

Gilson, R. Cook Island 1820-1950. Wellington: Victoria University Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 1998. Jakarta: Pusat Bahasa Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Panikkar, K.M., 1952. The Principle and Practice of Diplomacy. Bombay: Ranjit Printers &
Publisher by arrangement with the Delhi School of Economics.

Roy, S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT Grafindo Raja Perkasa.

Russet, B. dan Harvey S.. 1981. World Politics, The Menu For Choice. San Fransisco-USA:
W. H. Freeman and Company.

Sukma, R..1989. Asia-Fasifik Dalam Kemelut dan Diplomatik. Bandung: Abardin.

Suryokusumo, S.. 2004. Praktik Diplomasi. Jakarta: Badan Penerbit IBLAM.

Syah, Djalianus, dkk.. 1993. Kamus Pelajar Kata Serapan Bahasa Indonesia. Cetakan I,
Yogyakarta: Rineka Cipta.

Thompson, C.S., 1986. The Climate and Weather of the Southern and Northern Cook Islands.
Wllington: New Zealand Meteorologicsl Service.

White, B. 2001. Diplomacy dalam John Baylish dan Stave Smith. The Globalization of World
Politics: An Introduction to International Politics. New York: Oxford University Press.

Cook Islands Government Forreign Affairs and Immigration. 2014. Indonesia Pelopori
Pengembangan Konektivitas Sub-Kawasan Pasifik Barat Daya. Diakses melalui
http://www.kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1491&l=id pada tanggal 3
Desember 2015, pukul 20:00 WITA.

8
WWF Indonesia. 2006. Indonesia dan PNG Sepakat untuk Melindungi Penyu Belimbing di
Pasifik Barat Daya. Diakses melalui http://www.wwf.or.id/?2905/ pada tanggal 3
Desember 2015, pukul 21:00 WITA.

You might also like