You are on page 1of 32

APLIKASI GUIDED IMAGERY UNTUK PENATALAKSANAAN NYERI

RINGAN PADA KLIEN TN. E DENGAN FRAKTUR OS NASAL POST


REPOSISI FRAKTUR OS NASAL DI RUANG IBS RSUD UNGARAN

DISUSUN OLEH :
IMANUEL DWIJAYANTO
G3A017029

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017-2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat.
Kemajuan teknologi dan ilmu di bidang kesehatan membawa manfaat yang besar
bagi manusia, termasuk pada penatalaksanaan operasi reposisi fraktur pada kasus
fraktur. Reposisi Fraktur merupakan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.(Doengoes.2005)
Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek samping yang
timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri yang ditimbulkan oleh operasi
biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan. Ketidaknyamanan atau nyeri
bagaimanapun keadaannya harus diatasi dengan manajemen nyeri karena
kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia.
Nyeri merupakan alasan paling umum orang mencari perawatan
kesehatan. Nyeri dapat bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami
nyeri yang sama. Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif
dalam upaya pengontrolan nyeri (Gloria F. Antal; Denise Kresevic.2004).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan.(Peggy Burhenn, MS,2014)
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik menceritakan
cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra
mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan
negative atau stress dengan suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson,
2016)
Relaksasi adalah lebih dari suatu keadaan pikiran, secara fisik relaksasi
mengubah cara tubuh berfungsi. Ketika tubuh santai maka tubuh akan bernapas
dengan perlahan, sehingga akan terjadi penurunan tekana darah dan meningkatkan
konsumsi oksigen, dan beberapa orang melaporkan terjadi peningkatan rasa
sejahtera. Hal ini disebut dengan “respon relaksasi”. Mampu menghasilkan respon

2
relaksasi menggunakan teknik relaksasi dapat melawan efek stress jangka
panjang, yang dapat mendukung atau memperburuk berbagai masalah kesehatan
termasuk depresi, gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi dan
insomnia (ACOG, 2006).
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan
dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya
gangguan. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi
menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan
secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan
kadar epineprin dan non epineprin dalam darah, penurunan frekuensi denyut
jantung (sampai mencapai 24x per menit), penurunan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot,
metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperature pada ekstremitas
(Rahmayati, 2010).
Relaksasi adalah intervensi mandiri untuk mengurangi nyeri,
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi otot
rangka diyakini dapat mengurangi rasa sakit dengan relaksasi otot (Smeltzer,
2002)

3
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Fraktur Os Nasal adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang nasal. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner & Suddart,
2011).
B. Jenis-Jenis Fraktur (Doenges, 2005)
1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo
pada daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
1. Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur
karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.

4
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
4. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur os nasal yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan posisi
hidung membentur dengan obyek lain yang mengakibatkan pergerakan
fragmen tulang.
(Apley, G.A. 1995 : 840)

D. Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks,
sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini
merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan
pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di
gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok
neurogenik (Mansjoer Arief, 2010).
Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan
kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur
juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu
tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam
jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel
mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi

5
sebagai jala-jala untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalmi remodelling untuk membentuk
tulang sejati (Mansjoer Arief, 2010).

PATHWAY

6
E. Manisfestasi Klinis
Menurut Black,2011 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:

7
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang (Doengoes, 2005)
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
G. Penatalaksanaan (Doengoes, 2005)
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
semula.
2. Imobilisasi fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
H. Komplikasi (Doengoes, 2005)
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

8
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Capilary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.

9
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
Tujuan:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, ekspresi wajah santai,
dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat, dan mampu melakukan
teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.

10
b. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
c. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
d. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
e. Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
f. Ajarkan manajemen nyeri untuk mengurangi nyeri (latihan Guided
Imagery).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
g. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
Tujuan:
Perfusi jaringan perifer memadai ditandai dengan terabanya nadi, kulit
hangat/kering, sensasi dan sensori normal, TTV dalam batas normal dalam
waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal fraktur.
R/ Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
c. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik.
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
d. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.

11
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
e. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp,
Hb, Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
f. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi
pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih
parah.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/ Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
b. Monitor hasil laboratorium (leukosit).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
c. Rawat luka secara steril.
R/ Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
d. Beri diet tinggi kalori dan tinggi protein.
R/ Makanan yang bergizi akan membantu meningkatkan pertahanan
tubuh.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
R/ Mengidentifikasi supaya infeksi tidak terjadi
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.

12
Tujuan:
Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien tidak
mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas sebagaimana mestinya, dan
mengungkapkan perasaan lebih santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Menentukan intervensi yang tepat.
b. Beri dan luangkan waktu bagi klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan
untuk didengarkan.
c. Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan.
R/ Mengurangi kecemasan klien.
d. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang lain.
R/ Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang
menimbulkan kecemasan.
e. Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan keluarga,
orang tua terdekat.
R/ Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling
tepat.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi
kecemasan klien.
R/ dapat memulihkan klien ke tingkat awal.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Tujuan:
Klien dapat mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan serta tindakan operasi dalam waktu 2-3 hari.

13
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab, tanda
gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien mengenai penyakit yang sedang
dialaminya.
b. Jalin hubungan saling percaya.
R/ Mempercepat proses penerimaan diri.
c. Jelaskan tentang rencana operasi dan post operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
d. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/ Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama klien.
e. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan
di bawah fraktur.
R/ Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelemahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
f. Anjurkan penggunaan back pack.
R/ Untuk memanipulasi kruk atau dapat mencegah kelelahan otot yang
tidak perlu bila satu tangan digips.
g. Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
R/ Menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat
berlanjut melalui osteomielitis.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
Tujuan:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan nyeri berkurang.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
b. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
d. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai
anatominya.

14
R/ Posisi anatomi memberikan rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi
darah.
e. Berikan terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/ Analgesik akan menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.


Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan kulit bersih,
pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/ Peningkatan TTV dapat menunjukkan adanya infeksi.
b. Rawat luka operasi dengan baik dengan tehnik antiseptik.
R/ Mencegah dan menghambat berkembangnya bakteri.
c. Tutup luka operasi dengan kasa steril.
R/ Kasa steril dapat menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
d. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
e. Berikan terapi antibiotik sesuai dengan program medik.
R/ Antibiotik akan menghambat hidup dan berkembangnya bakteri.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
Tujuan:
Klien dapat mobilisasi seperti biasanya dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan klien dapat mobilisasi sendiri, dapat melakukan aktivitas sendiri
tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
b. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara
mandiri.
R/ Menentukan tingkat keperawatan sesuai kondisi pasien.
c. Bantu pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak
dapat dilakukan sendiri.

15
R/ Kerjasama antara perawat dengan pasien yang baik mengefektifkan
pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
d. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan.
e. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
f. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai
kemampuan pasien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses
penyembuhan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
Tujuan:
Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali secara bertahap sempurna
seperti normalnya.
Intervensi:
a. Kaji abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan keluhan
mual.
R/ Distensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan
penurunan tak adanya bising usus untuk mencerna makanan.
b. Berikan perawatan oral.
R/ Menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi, mukosa
membran kering.
c. Bantu pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi
kebutuhan nutrisi tinggi kalsium.
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada
pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan
penyembuhan.
d. Kaji adanya peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan
ketajaman visual.
R/ Mewaspadai terjadinya hiperglikemia karena peningkatan
pengeluaran glukagon dan penurunan pengeluaran insulin.
e. Menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-
sayuran.
R/ Konsumsi buah dan sayur-sayuran dapat meningkatkan proses
penyembuhan tulang.

16
f. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
Tujuan:
Tidak terjadi komplikasi post operasi dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan tidak ada perasaan nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi:
a. Kaji keluhan pasien.
R/ Mengetahui masalah pasien.
b. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal dari komplikasi.
c. Anjurkan dan ajarkan latihan aktif dan pasif.
R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.
d. Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan yang tepat.
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya dan
prosedur pembedahan.

Tujuan:
Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur operasi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyakit.
b. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah
terjadinya kontraktur pada tulang.
c. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasi kembali.
d. Anjurkan pasien untuk menaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
e. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang
fraktur.
R/ Mencegah stres pada tulang.

17
D. Discharge Planning
1. Anjurkan pasien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah
diperoleh selama pasien dirawat di RS.
2. Anjurkan pasien menaati terapi pengobatan dan kontrol tepat waktu.
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi JKTP, tinggi kalsium, tinggi
vitamin untuk penyembuhan tulang.
4. Minum 2-3 liter per hari bila tidak ada kontraindikasi.
5. Lakukan latihan aktivitas secara bertahap.
6. Kenali tanda-tanda komplikasi seperti nyeri pada keadaan istirahat, denyut
nadi hilang, lemah, pucat, parastesia, jika tanda-tanda ini muncul cepat
hubungi tenaga kesehatan.
7. Cegah adanya komplikasi dengan mobilisasi secara bertahap dll
DAFTAR PUSTAKA
Andy Santosa Augustinus, (2011). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia.
Jakarta : Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner and Suddarth (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Donna. D.I. Black, Marylinn V.B. (2011). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
http://vieprihana.blogspot.com/2012/03/askep-bedah.html
http://healthyenthusiast.com/fraktur-tibia-fibula.html
John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (2005). Medical
Surgical Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.:
Saunders Company.
Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (2005). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Price, Sylvia A. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta: EGC.

18
BAB III
RESUME ASKEP
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Langen Sari Rt 01/I Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur Os Nasal post reposisi
Tanggal operasi : 30-07-2018
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 55 th
Jenis kelamin : laki laki
Agama : Islam
Suku : jawa
Hubungan dengan pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ungaran

19
2. Status kesehatan
a. Keluhan Utama
nyeri pada hidung pada luka post reposisi.
b. Status kesehatan saat ini
Sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh dari kamar
mandi. Saat jatuh hidung terbentur dengan kamar mandi. Terjadi
mimisan.
c. Status kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti fraktur.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM maupun
asma.
3. Pengkajian pola fungsi fokus dan perubahan fisik
a. Neurosensori dan kognitif
Gejala : adanya nyeri (P nyeri bertambah bila dipakai
bergerak/aktifitas, nyeri berkurang bila pasien rileks, Q rasanya cekot
cekot, R di hidung, S : 3, T hilang timbul).
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis, TD=
130/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2: 99%
b. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan.
Kemampuan pasien pre operasi seperti duduk bisa mandiri, perawatan
diri seperti mandi mandiri, untuk makan dan minum pasien bisa
melakukan sendiri, Untuk berpakaian pasien bisa melakukan sendiri.
Untuk berpindah tempat dan berjalan pasien bisa sendiri. Untuk
toileting (BAK) pasien bisa melakukan mandiri dan untuk BAB pasien
masih bisa melakukan sendiri. Saat ini pasien dalam keadaan post
operasi reposisi fraktur nasal. Post General anestesi. Untuk aktivitas
masih dalam pemulihan, bila sampai di ruangan pasien boleh
beraktivitas bertahap. Ku : baik, Kes: Cm. TD: 130/80 mmhg, N: 80x
per menit, S: 36.5 C, RR: 20x/menit.

c. Keamanan
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
pasien juga tidak mempunyai alergi makanan maupun obat obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat tranfusi darah dan riwayat penyakit

20
seksual. Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Pasien tidak
mempunyai riwayat cidera karena trauma jatuh.
Suhu 37oC, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt, pernafasan
20 kali/mnt
Integritas jaringan : ada luka tertutup post reposisi os nasal , terdapat
tampon di hidung, tampak bersih, tidak rembes, tidak ada edema, tidak
ada pus, Pasien terpasang infus.

4. DATA PENUNJANG
a. Laboratorium
Kimia klinik tgl 28-07-18
Ureum 32 mg/dl 15-39
Creatinin 1.15 mg/dl 0.6-1.30
Kimia klinik tgl 28-07-18
Magnesium 0.90 mmol/L 0.74-0.99
Calcium` 2.28mmol/L 2.12-2.52
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.2 mmol/ L 3.5-5.1
Chloride 105 mmol/L 98-107
Hematologi tgl 28-07-18
Hemoglobin 13.00g/dl 13.00-16.00
Leukosit 10.3. 10.^3/ul 3.8-10.6
Trombosit 169. 10^3/Ul 150-400
Kimia klinik tgl 28-07-18
Albumin 3.6 g/dl 3.4-5.0
Cholesterol total 188 mg/dl <200
Asam urat 4.4 mg/dl 3.5-7.2
Kimia klinik tgl 28-07-18
Glukosa sewaktu 115 mg/dl 80-160
HBsAg -/neg negative
b. Radiologi : foto os nasal tgl 28-07-2018.
fraktur os nasal
c. Ekg tgl 28-07-2018
Normal sinus rhythm
d. Obat obatan
1) Ceftriaxon 1gr/ 12jam
2) Ranitidin 50 mg/12 jam
3) Ketorolac 30 mg/12 jam kalau nyeri saja
4) Paracetamol 1000 mg/ 8 jam kalau demam saja suhu >38C
e. Diit
Nasi TKTP

21
5. Analisa data

Hari/ Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd


tgl
Sabtu, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
30- hidung pada luka post reposisi
07- fraktur os nasal
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks,
Q cekot – cekot, R hidung, S
3, T hilang timbul.
DO : Agen
1. TD 130/80 mmHg, N 98 Nyeri akut ( nanda injuri
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt kode 00132) (fisik)
2. Tampak sedikit kesakitan
3. Hasi foto nasal tgl 28-07-18
desember 2018 : fraktur os
nasal multiple

Senin, DS: pasien mengatakan telah Resiko infeksi prosedur Nuel


30- dilakukan operasi post reposisi (nanda kode invasive
07- fraktur os nasal 00004)
2018 DO: tampak tampon luka post
operasi : bersih, tidak rembes. Luka

22
tidak ada pus. Leukosit: 10.3 10^3
(3.8-10.6), TD 130/80 mmHg, N
98 x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik ( nanda kode 00132)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (nanda kode
00004)

C. Pathways keperawatan kasus

trauma langsung

fraktur os nasal

pergeseran fragmen tulang

deformitas

nyeri akut

laserasi kulit

resiko infeksi

23
D. Fokus intervensi
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
30-07- Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Nuel
18 berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan
Jam dengan agen selama 1x 1 jam klien pengkajian nyeri
09.00 injuri fisik dapat menunjukkan secara
( nanda kode kontrol nyeri dengan komprehensif
00132) kriteria hasil : 2. Gunakan teknik
1. Klien mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tindakan mengetahui
pengurangan nyeri pengalaman nyeri
tanpa analgesic dan sampaikan
skala 5 (secara penerimaan pasien
konsisten terhadap nyeri.
menunjukkan) 3. Ajarkan tentang
2. Klien mampu teknik non
melaporkan nyeri farmakologik
yang terkontrol ( Guided Imagery)
skala 5 (secara 4. Dukung
konsisten istirahat/tidur
menunjukkan) yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.

30-07- Resiko infeksi Setelah dilakukan A. Perlindungan Nuel


berhubungan asuhan keperawatan infeksi
2018
dengan prosedur selama 1x1 jam tidak 1. Monitor tanda dan
invasive (nanda terjadi infeksi dengan gejala infeksi
Jam kode 00004) kriteria hasil: 2. Motivasi tingkatkan
09.00 1. Cairan (luka)
asupan nutrisi yang
yang berbau
busuk skala 5 cukup
(tidak ada) 3. Anjurkan istirahat
2. Demam skala 5 B. Perawatan luka
( tidak ada) 1. Monitor
3. peningkatan karakteristik luka
leukosit skala 5 2. Lakukan perawatan
( tidak ada) luka yang tepat

C. Control infeksi
1. Kolaborasi

24
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
pemberian
antibiotic yang
tepat

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

25
A. IDENTITAS
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : LangenSari Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur os nasal
Tanggal masuk : 28-07-2018
Tanggal operasi reorif :30-07-2018

B. DATA FOKUS PASIEN

26
Hari/ Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd
tgl
Sabtu, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
30- hidung post reposisi fraktur os
07- nasal
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks, Agen
Q cekot – cekot, R: hidung, Nyeri akut ( nanda injuri
S : 3, T hilang timbul. kode 00132) (fisik)
DO :
1. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
2. Tampak sedikit kesakitan
3. Hasi foto nasal tgl 28-06-
2018 : fraktur os nasal multiple

TRAUMA
C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based
nursing practice
FRAKTUR
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (post op reposisi fraktur os
nasal)
PERGESERAN FRAGMEN TULANG
D. Evidence based nursing practice yang diterapkan
Aplikasi Guided Imagery untuk Penatalaksanaan Nyeri Ringan pada Klien Tn.
REPOSISI
E dengan fraktur os nasal Post Reposisi di ruang IBS RSUD Ungaran.

NYERI

GUIDED IMAGERY

RELAKSASI FISIOLOGIS, KOGNITIF, BEHAVIORAL


E. Analisa sintesa justifikasi/alasan penerapan evidence based nursing
practice Ventilasi paru dan oksigen darah meningkat

Nyeri berkurang atau teratasi

27

Timbul rasa tenang, relaks, bahagia


F. Landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice
Fraktur nasal adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang nasal. Fraktur terjadi jika tulang dikenai

28
stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2011).
Salah satu manifestasi klinis dari fraktur nasal adalah nyeri.
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan (Peggy Burhenn,
MS,2014).
Oleh karena itu nyeri perlu penatalaksanaan yang tepat sehingga pasien
merasa nyaman, dapat mengontrol nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri yang fokus pada menggambarkan hal-hal yang
menyenangkan, melalui teknik menceritakan cerita (story telling) atau
deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra mental (disebut juga dengan
teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan negative atau stress dengan
suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson, 2016)

BAB V
PEMBAHASAN

29
A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing
practice
Aplikasi Guided Imagery sangat aman karena tidak mempunyai efek samping
seperti halnya pemberian analgetik yang mempunyai beberapa efek samping
seperti nyeri lambung, dsb. aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah
untuk diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran
yang rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan teknik
ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri saat nyeri
muncul kembali.
B. Mekanisme penerapan evidence based nursing practice
Sebelum dilakukan intervensi Guided Imagery pasien dijelaskan prosedurnya
dan dimintai persetujuan terlebih dahulu. Setelah setuju pasien dianjurkan
untuk tidur telentang atau melakukan posisi yang nyaman setelah itu pasien
diminta untuk rileks. Pasien diminta untuk memejamkan mata dan melakukan
napas dalam beberapa kali. Sambil dipandu perawat untuk merilekskan semua
anggota tubuh khususnya bagian tubuh yang sakit sambil pasien
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau yang bisa membuat pasien
nyaman. Teknik ini bisa digunakan sewaktu waktu ketika pasien merasa
nyeri.
C. Hasil yang dicapai
Pasien respon fisiologisnya meningkat, yang semula nyeri, tampak meringis
kesakitan, pasien yang tidak bisa istirahat dan tampak tegang. Setelah
dilakukan guided imagery pasien tidak mengeluh kesakitan lagi, pasien
tampak tenang, pasien sudah bisa tidur dengan tenang dan berkualitas.

D. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi


evidence based nursing practice
1. Kelebihan : aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah untuk
diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran yang
rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan

30
teknik ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri
saat nyeri muncul kembali.
2. Kekurangan : teknik ini tidak bisa digunakan pada pasien dengan kasus
penurunan kesadaran karena teknik ini membutuhkan kontrol pikiran yang
relaks dan fokus untuk mengurangi rasa sakit.
3. Hambatan : kadang kadang saat pasien mempraktekkan guided imagery
klien tidak fokus pada pikirannya.

BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik
menceritakan cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk
menunjukkan citra mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk
menggantikan perasaan negative atau stress dengan suasana yang santai dan
menyenangkan. Klien Tn. E yang semula merasakan nyeri pada hidung post
operasi reposisi dengan skala nyeri 3. Setelah menggunakan teknik Guided
imagery relaksasi dalam 1 jam nyeri sudah tidak dirasakan kembali. Selain
itu Guided Imagery mudah untuk diajarkan oleh perawat dan mudah

31
dilakukan oleh klien secara mandiri bila klien mengeluhkan nyeri muncul
kembali. Guided imagery tidak membutuhkan biaya sama sekali hanya
membutuhkan pikiran yang fokus untuk menggambarkan hal-hal yang
menyenangkan.
B. Saran
Perawat sebaiknya mengintegrasikan aplikasi Guided Imagery sebagai salah
satu intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien paska operasi dengan
skala nyeri ringan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gloria F. Antal; Denise Kresevic.(2004). The Use of Guided Imagery


to Manage Pain in an Elderly Orthopaedic Population. : Orthopedic
Nursing
2. Ann F. Jacobson; Wendy A Umberger.(2016).Guided Imagery for
Total Knee Replacement : A Randomized, Placebo-Controlled Pilot
Study: the journal of alternative and complementary medicine
3. Carpenter, Justin J; Virginia M. (2017).guided imagery for pain
management in postoperative orthopedic patients:An Integrative
literature review
4. Peggy Burhenn, MS.(2014).Guided Imagery for pain control: clinical
journal of oncology nursing

32

You might also like