You are on page 1of 31

3.

Kiphosis anguler
4. Gangguan pada diskus dan ligament anterior maupun posterior

Penatalaksanaan: mungkin saja membutuhkan penggabungan pada fusi anterior


dan posterior.

CEDERA DISTRAKSI FLEKSI


Meliputi hyperflexion sprain/terkilir hiperfleksi (ringan) hingga subluksasi minor
(moderat) hingga terkuncinya faset bilateral (berat). Ligamen posterior terluka di awal
dan biasanya dapat dilihat dengan pelebaran jarak intraspinous. (lihat halaman 142)

Sprain Hiperfleksi
Cedera pada ligamen yang melibatkan gangguan pada kompleks ligamen
posterior tanpa ada fraktur tulang. Bisa saja tidak terlihat pada X-ray C-spine lateral polos,
jika diambil dengan arah normal (membutuhkan tampakan fleksi-ekstensi, lihat halaman
708). Ketidakstabilan dapat tertutupi bila foto diambil segera setelah cedera jika spasme
otot cervical paraspinal membelat leher dan mencegah fleksi sejati164. Pada pasien dengan
fleksi terbatas, rigid collar sebaiknya diberikan, dan jika nyeri persisten selama 1-2
minggu setelahnya, foto harus diulang (termasuk fleksi-ekstensi).
Tanda-tanda radiografi sprain hiperfleksi165 (X-Ray bisa saja normal):

1. Angluasi kiphotik
2. Rotasi dan/atau subluksasi kecil (1-3mm)
3. Penyempitan anterior dan pelebaran posterior ruang diskus
4. Peningkatan jarak antara korteks posterior dari badan vertebral yang tersubluksasi
dan korteks anterior dari massa artikuler dari vertebra yang terletak di bawah
(subjacent vertebra)
5. Bergesernya bagian anterior dan superior faset superior (menyebabkan pelebaran
sendi faset)
6. Fanning (pelebaran abnormal) ruang intraspinosa pada X-Ray C-Spine lateral,
atau peningkatan jarak intraspinosa pada AP (lihat jarak intraspinosa pada
halaman 142)

Subluksasi
Penelitian pada cadaver menunjukkan bahwa subluksasi horizontal >3.5mm pada
salah satu badan vertebra pada badan yang lain, atau >110 angulasi pada salah satu badan
vertebra yang relatif pada badan di sebelahnya mengindikasikan ketidakstabilan
ligament166, 167 (lihat table 25-27, halaman 734). Sehingga jika subluksasi ≤ 3.5 mm
terlihat pada foto polos, dan tidak terdapat defisit neuro, buatlah foto fleksi-ekstensi (X-
Ray tulang belakang leher fleksi-ekstensi, halaman 708). Jika tidak terdapat pergerakan
abnormal, lepaskan collar leher.

Faset Terkunci (Locked Facet)


Cedera fleksi yang berat dapat berakibat pada terkuncinya facet atau “sprung”
atau “jumped” faset dengan terbaliknya hubungan antar faset (normalnya faset inferior
atas, posterior pada faset superior bagian bawah). Bisa melibatkan gangguan kapsul faset.
Faset yang tidak sepenuhnya terkunci tetapi mengalami gangguan ligament yang
signifikan bisa menyebabkan distraksi kecil yang disebut “perched facets” atau faset yang
bertengger. Fleksi + rotasi → faset terkunci secara unilateral. Hiperfleksi → faset terkunci
secara bilateral.
Facet yang terkunci secara unilateral: 25% pasien utuh secara neurologis, 37%
memiliki defisit pada serabut sarafnya, 22% mengalami cedera saraf inkomplit, dan 15%
mengalami quadripelgia komplit.

Facet yang terkunci secara bilateral: Terjadi dengan gangguan pada ligament
sendi apophyseal, ligamentum flavum, ligamen longitudinal dan intraspinosa, dan anulus.
Jarang. Sering pada C5-6 atau C6-7. 65-87% mengalami quadripelgia komplit, 13-25%
inkomplit, ≤ 10% masih intak. Fraktur berdampingan/adjacent fracture (VB, Faset,
lamina, pedikel…) terjadi pada 40-60%155, 169. Defisit pada serabut saraf juga mungkin
terjadi.

Diagnosis
X-Ray C-Spine: Faset yang terkunci unilateral (ULF) dan bilateral (BLF) akan
menghasilkan subluksasi (ULF → Subluksasi yang berputar).
BLF: Biasanya menghasilkan >50% subluksasi pada C-Spine X-Ray lateral.

ULF: - AP: Processus spinosus di atas subluksasi berputar ke sisi yang sama dengan
dengan faset yang terkunci

- Lateral: “bow-tie sign” (visualisais pada kiri dan kanan faset pada cedera dari
pada posisi tumpang yang normal168). Subluksasi bisa saja terlihat. Gangguan
pada kompleks ligament posterior bisa mengakibatkan pelebaran ruangan
antar processus spinosus.
- Oblik (lihat figure 25-11): dapaat mendemonstrasikan faset yang terkunci
yang akan terlihat menghalangi foramen neural (gunakan ≈ 600 LAO untuk
faset kiri yang terkunci, 600 untuk kanan)
CT: “naked facet sign”: permukaan artikuler faset akan terlihat dengan pasangan
artikuler yang sesuai dengan absen ataupun sisi faset yang salah (lihat figur 25.10).
Dengan ULF, CT juga menunjukkan rotasi atas anterior pada bagian bawah faset yang
terkunci.

MRI: Pilihan terbaik untuk menyingkirkan traumatic disc herniation (ditemukan pada
80% BLF)170, tetapi jika pembuatan MRI menunda reduksi ataupun bedah, manfaat
potensial tersebut masih kontroversial.
Penanganan:

Parameter Praktik 25-18 dislokasi facet subaksial


Pilihan156
 Penanganan awal: reduksi terbuka atau tertutup direkomendasikan
 Penanganan lanjutan:
A. Immobilisasi rigid eksternal, arthrodesis anterior dengan fiksasi plate,
atau arthrodesis posterior dengan plate atau rod atau fiksasi clamp
interlaminar
B. Pemanjangan waktu bed rest dengan traksi apabila penanganan di atas
tidak tersedia
Reduksi tetutup untuk fast terkunci: Terdapat dua metode:

1. Traksi: umumnya digunakan di standar berat Amerika Serikat (dengan lbs) ≈ 3 x


level cervical vertebral, ditingkatkan 5-10 penaikan biasanya pada interval 10-15
menit hingga garis arah yang diinginkan telah dicapai (nilai tes neurologic dan X-
Ray C-Spine atau fluoroscopy setelah setiap ∆ untuk menghidari overdistraksi).
Pada beberapa kondisi, jangan melewati 10 lbs per level vertebra (beberapa
mengatakan 5 lbs/level). Berhenti jika ketidakstabilan occipitocervical terlihat
atau terdapat lebar ruang diskus yang mencapat 10 mm (overdistraksi). Pada faset
yang terkunci unilateral, boleh ditambahkan torsi manual pada sisi faset yang
terkunci. Pada faset yang terkunci bilateral, boleh ditambahkan tensi posterior
manual (misalnya dengan gulungan handuk di bawah occiput). Saat faset
distraksi, penurunan beban yang bertahap akan memberikan reduksi (meletakkan
leher pada posisi sedikit ekstensi dapat membantu untuk mempertahankan
reduksi)
2. Manipulasi: umumnya tidak diterima168. Melibatkan pengaplikasikan traksi aksial
manual dan angulasi sagital terkadang dengan rotasi dan penekanan langsung
pada level fraktur pada fluoroscopy.

Relaksasi otot paraspinal (yang tidak cukup untuk menyebabkan obtundasi) dapat
membantu reduksi. Gunakan diazepam IV (Valium®) dan/atau narkotika (seperti
meperidine (Demerol®)). Anestesi umum dapat digunakan pada situasi berat. Saat
reduksi tercapai, pasien dibiarkan pada traksi 5-10 lbs untuk stabilisasi.
Kekurangan reduksi tertutup

1. Gagal mereduksi ≈ 25% pada kasus BLF


2. Resiko overdistraksi pada tingkat tinggi atau memperburuk fraktur lain
3. Resiko penurunan neurologis yang dikarenakan kompresi oleh herniasi diskus
karena trauma
4. Menambah waktu dan kemungkinan rasa nyeri pada pasien, karena banyak yang
akan menjalani bedah fusi

Setelah reduksi tertutup, kebutuhan untuk stabilisasi internal (operatif) vs. stabilisasi
eksternal (mis. Bracing) bisa dipertimbangkan (lihat stabilisasi di bawah). Penurunan
neurologis setelah reduksi dapat terjadi dengan herniasi diskus171 dan seharusnya
ditangani dengan disektomi segera.

Reduksi terbuka dan fiksasi biasanya diperlukan jika reduksi tidak tercapai. Reduksi
tertutup tak jarang lebih sulit dengan BLF, atau setelah reduksi terbuka.

Jika terdapat fragmen fraktur pada permukaan artikuler, mungkin saja terjadi
pemulihan yang memuaskan dengan immobilisasi halo vest (selama 3 bulan) saat reduksi
tertutup tercapai172. X-Ray rutin dibutuhkan utnuk menyingkirkan kemungkinan
redislokasi173. X-Ray fleksi ekstensi yang diperoleh saat halo removal dan bedah
dibutuhkan untuk ketidakstabilan kontinyu. Lebih dari 77% pasien dengan ULF atau BLF
dislokasi (dengan atau tanpa fraktur fragmen faset) akan mengalami hasil anatomi yang
buruk dengan halo vest saja (walaupun ketidakstabilan yang terlambat tidak umum),
memberikan kesan bahwa bedah seharusnya dipertimbangkan untuk semua pasien
tersebut 174. Bedah fusi lebih diindikasikan pada kasus tanpa fraktur fragmen fast
(ketidakstabilan ligament saja, mungkin tidak sembuh) atau bila reduksi terbuka
diperlukan.

Jika bedah diindikasikan, MRI harus dilaksanakan sebelum tindakan jika


memungkinkan. Pendekatan posterior lebih digunakan jika tidak ada massa anterior
(seperti herniasi diskus karena trauma atau spur osteofitik yang besar), jika subluksasi >
sepertiga dari lebar VB (memberikan kesan cedera ligament posterior berat), atau untuk
fraktur elemen posterior. Pendekatan posterior adalah wajib jika terdapat dislokasi yang
tidak dapat tereduksi. Pilihan untuk pendekatan posterior: lihat Pilihan untuk Teknik
Posterior, halaman 740.

CEDERA EKSTENSI PADA TULANG BELAKANG SUBAKSIAL

Cedera ekstensi tanpa cedera tulang

Pada spondylosis cervical, cedera ekstensi dapat mengakibatkan cedera sumsum tulang
belakang tanpa adanya cedera tulang. Pola cedera termasuk central cord syndrome (lihat
halaman 714) biasanya pada dewasa tuam dan SCIWORA (lihat halaman 732) biasanya
pada anak-anak. Pada orang dewasa paruh baya dengan dislokasi hiperekstensi yang
tereduksi secara spontan dapat miliki cedera sumsum tulang belakang dan tanpa
abnormalitas tulang pada X-Ray, tetapi mungkin terdapat rupture pada ligamentum
anterior longitudinal dan/atau diskus intervertebral pada MRI atau autopsy. Tenaga
ekstensi pula dapat disangkutpautkan dengan diseksi arteri carotid (lihat halaman 885).

Faset horizontal atau terpisahnya fraktur karena massa artikuler

Ekstensi yang digabungkan dengan kompresi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktur
pada salah satu pedikel dan salah satu lamina yang membuka akses massa artikuler yang
terpisah untuk berotasi ke orientasi yang lebih horisontal175 (horisontalisasi faset). Dapat
dihubungkan dengan rupture pada SEMUA dan fissura diskus pada satu atau dua level.
Tidak stabil. Defisit neuro umum terjadi.

25.6.8. PENATALAKSANAAN FRAKTUR TULANG BELAKANG SUBAKSIAL


CERVICAL

Manajemen beberapa tipe fraktur C-Spine dibahas pada bagian di bawah. Lihat Fraktur-
Dislokasi Subaxial halaman 734. Untuk cedera yang tidak secara khusus ditindaklanjuti,
prinsip manajemen umumnya adalah sebagai berikut:

1. Immobilisasi dan reduksi secara eksternal (jika memungkinkan); boleh


menggunakan traksi x 0-7 hari
2. Tentukan apakah ada indikasi untuk dekompresi sesaat setelah praktek (kondisi
klinis memungkinkan) dan dekompresi jika diperlukan. Walaupun kontroversial,
di bawah ini umumnya diterima sebagai indikasi untuk dekompresi akut pada
pasien tanpa cedera sumsum tulang belakang komplit:
A. Temuan radiografik tulang atau benda asing pada kanal tulang belakang
dengan gejala terkait sumsum tulang belakang
B. Complete block pada CT, myelogram atau MRI
C. Penilaian klinis: mis. Cedera sumsum tulang belakang inkomplit yang
progresif dimana dokter bedah mempercayai bahwa dekompresi akan
bermanfaat
3. Memastikan stabilitas cedera (lihat halaman 733)
A. Fraktur stabil: tangani dengan orthosis non-halo selama 1-6 minggu (lihat
halaman 741)
B. Fraktur tidak stabil: semua pilihan dibawah bisa digunakan, dengan sedikit
temuan untuk merekomendasikan satu prosedur disbanding yang lain pada
kebanyakan kasus:
1. Traksi x 7 minggu, diikuti dengan orthosis x 8 minggu
2. Halo x 11 minggu, diikuti dengan orthosis x 4 minggu
3. Bedah fusi, diikuti dengan othosis x 15 minggu
4. Bedah fusi, dengan immobilisasi internal (plates, screws,…) ± orthosis
untuk waktu yang singkat (≈ beberapa minggu)

PENANGANAN BEDAH

PADA PASIEN DENGAN LESI SUMSUM TULANG BELAKANG SEMPURNA

Pembedahan pada pasien dengan cedera saraf komplit tidak memberikan


penyembuhan fungsi neurologis yang signifikan121. Akan tetapi, reduksi non-bedah
agresif pada sublukasi traumatic sebaiknya dilakukan.

Tujuan utama bedah pada kondisi ini adalah stabilisasi tulang belakang,
memungkinkan pasien untuk berada dalam posisi duduk untuk memperbaiki fungsi
pulmoner, untuk manfaat psikologis, dan untuk memungkinkan inisiasi rehabilitasi.
Walaupun tulang belakang akan menyatu secara spontan pada kebanyakan kasus (selama
≈ 8-12 minggu), stabilisasi dengan bedah mempercepat proses mobilisasi dan
menurunkan resiko deformitas angulasi kyphotic yang tertuda. Bedah awal dapat
berakibat pada cedera neurologis yang lebih parah, dan sebaiknya ditunda hingga pasien
telah stabil secara medis maupun neurologis. Pada kebanyakan kasus, pembedahan
dalama 4-5 hari (jika pasien dinyatakan stabil) barangkali cukup awal untuk membantu
mereduksi komplikasi paru-paru.

PADA PASIEN DENGAN LESI INKOMPLIT

Pasien dengan cedera saraf inkomplit yang memiliki kanal tulang belakang yang
membahayakan (tulang, diskus, sublukasi yang tidak dapat direduksi ataupun hematoma)
dan tidak membaik dengan terapi nonoperatif atau memburuk secara neurologis
sebaiknya menjalani bedah dekompresi dan stabilisasi121. Hal ini bisa membuka
kemungkinan untuk kembalinya fungsi sumsum tulang belakang. Kecuali pada central
cord syndrome (lihat halaman 714).

Anterior atau posterior?

Pemilihan teknik tergantung pada tingkat mekanisme cedera, sebagaimana


penanganan cenderung menetralkan instabilitas, dan secara ideal tidak membahayakan
struktur yang masih berfungsi dengan baik. Peralatan (kabel, plates, clamps..)
mengimmobilisasi daerah instabilitas sementara fusi tulang terjadi. Pada keadaan dimana
tidak adanya fusi tulang, semua peralatan mekanik akan gagal pada akhirnya, sehingga
menjadi “pertabdubgab” antara kegagalan fusi dan peralatan. Perluasan cedera (termasuk
fraktur teardrop (lihat halaman 734) dan fraktur compression burst) mungkin memerlukan
pendekatan gabungan anterior dan posterior (bertahap, sekali eksekusi; dekompresi
anterior didahului fusi posterior).

IMMOBILISASI POSTERIOR DAN FUSI

Indikasi: Pilihan prosedur untuk kebanyakan cedera fleksi. Bermanfaat ketika terdapat
cedera minimal pada badan vertebra dan tidak adanya kompresi anterior sumsum tulang
belakang dan saraf-saraf. Termasuk: instabilitas ligamentum posterior, subluksasi
traumatic, BLF atau ULF, fraktur simple wedge compression.

Teknik yang paling umum terdiri atas reduksi terbuka atau tertutup, diikuti dengan
massa plate/rods lateral atau wiring dan fusi. Interlaminar Halifax clamps176. Walaupun
kesuksesan ditemukan menggunakan methylmethacrylate177, hal tersebut tidak mengikat
pada tulang dan melemah seiring umur, sehingga penggunaannya pada kondisi cedera
trauma tidak dianjurkan.178

Pilihan teknik posterior: Jika kolumna anterior mampu menahan beban dan elemen
posterior tidak rusak ataupun hilang, wiring dan fusi memberikan stabilitas yang adekuat,
jika kolumna anterior yang menahan beban rusak berat, atau jika pendekatan gabungan
anterior-posterior dibutuhkan atau peralatan posterior (mis. Screw-plate mass lateral atau
fiksasi rod) dengan fusi direkomendasikan 179.

PENDEKATAN ANTERIOR

Indikasi:

1. Badan vertebra fraktur dengan tulang retropulsi ke dalam kanal spinal


2. Kebanyakan cedera ekstensi
3. Fraktur elemen posterior berat yang menghalangi stabilisasi posterior dan fusi

Biasanya terdiri atas:

1. Corpectomy: dekompresi elemen saraf (jika diperlukan) dan menghilangkan


tulang yang fraktur dan yang mempunyai struktur membahayakan

DAN

2. Strut graft fusion: mengganti badan yang terlibat dengan


A. Tulang (biasanya puncak iliaca, rusuk atau fibula, homolog ataupun
cadaver)
B. Cage titanium
3. Biasanya ditemani oleh compression plate
4. Biasanya diikuti oleh immobilisasi eksternal
CERVICAL PLATE POSTERIOR (MASS PLATE OR RODS LATERAL)

Indikasi dan kegunaan:

1. Untuk stabilisasi internal untuk fusi saat elemen posterior membahayakan


A. Saat ada laminectomy180
B. Dengan fraktur laminar
2. Untuk stabilisasi posterior saat kolumna anterior yang menahan beban rusak (yang
mana kasus wiring saja tidak dapat memberikan stabilisasi yang adekuat)179
3. Untuk instabilitas cervicothoracic181: menghindari perlunya membagi sternum
untuk memperoleh akses akterior ke T-Spine atas. Catatan: persimpangan C7-T1
adalah lokasi yang sulit untuk mass plates lateral karena tenaga yang besar pada
level tersebut182

KOMPLIKASI PENANGANAN BEDAH

1. Masalah perangkat keras


A. Kegagalan wire
- Pengukuran kawat yang tidak tepat untuk tipe fraktur
- Wire-handling tidak tepat
- Immobilisasi pasca operasi yang tidak adekuat
 Brace yang dipilih tidak tepat
 Penyesuaian pasien yang buruk terhadap alat
B. Masalah pada plating
- Keluar atau longgarnya screw
- Fraktur fatigue pada plate
- Cedera screw: saraf kaki, sumsum tulang belakang, atau arteri
vertebralis
2. Kegagalan cangkok
3. Kesalahan pada penilaian
A. Kegagalan untuk menyatukan semua level yang tidak stabil
B. Pendekatan bedah yang tidak tepat

FUSI CERVICAL ANTERIOR

Dapat digunakan pada kasus dengan cervical spine yang subluksasi traumatik. Tidak
bergantung pada integritas elemen posterior untuk menjadi stabil.

BRACING CERVICAL

Collar

Collar (karet spons) yang halus; tidak mengimobilisasi cervical secara signifikan.
Fungsi primernya adalah untuk mengingatkan pasien untuk mengurangi gerakan leher.
Collar Philadelphia: tidak adekuat untuk stabilisasi spine atas dan mid-cervical dan
untuk mencegah rotasi.

POSTER BRACES

Dibedakan dari orthoses cervicothoracic dengan kurangnya tali pengikat di bawah axilla.
Termasuk pula four poster brace. Secara umum baik untuk mencegah fleksi pada
midcervical.

ORTHOSES CERVICOTHORACIC

Orthoses cervicothoracic (CTO) menggabungkan beberapa bentuk vest atau rompi badan
untuk immobilisasi spina cervical. Berikut adalah beberapa tingkatan immobilisasi:

Guilford brace: Pada dasarnya merupakan sebuah cincin di sekitar occiput dan dagu
yang disambunfkan oleh dua pos ke anterior dan posterior bantalan dada.

SOMI brace: singkatan untuk Sternal Occipital Mandibular Immobilization. Bagus


untuk bracing terhadap fleksi (utamanya spina cervical atas). Tidak baik untuk cedera tipe
hiperekstensi karena dukungan occipital yang lemah.

“Yale brace”: Semacam collar Philadelphia tetapi agak lebih panjang. CTO paling efektif
untuk bracing fleksi-ekstensi dan rotasi. Kelemahan utamanya adalah lemah untuk
mencegah fleksi lateral (hanya ≈ 50% tereduksi)

HALO-VEST BRACE

Dapat mengimobilisasi spina cervical atas ataupun bawah, namun tidak terlalu baik untuk
spina mid-cervical. Tidak dapat menunjang distraksi secara dengan baik setelah reseksi
badan vertebra saat pasien mencoba posisi tegak (sebagai contoh, perangkat ini tidak
portable).

JADWAL PEMANTAUAN KONDISI


1. 3 minggu
Setelah manajemen awal masalah (bedah maupun non bedah) spina
cervical (stabil maupun tidak stabil), jadwal pemantauan kondisi pasien 2. 6 minggu
dapat dilihat pada table 25-28, dianjurkan untuk mendeteksi masalah- 3. 3 bulan
masalah yang terjadi saat perawatan dilakukan.1 Jadwal ini berlaku untuk
pelepasan brace, cast, pemberhentian bed rest dan permulaan terapi fisik. 4. 6 bulan
5. 1 tahun
25.6.9. CEDERA SPINA CERVICAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN
OLAHRAGA

Cedera yang telah dibahas sebelumnya bisa saja berhubungan


dengan olahraga. Bagian ini akan membahas cedera yang TIPE I → SCI Permanen
khas karena olahraga. Lihat pula halaman 633 untuk cedera TIPE II → SCI Transien
kepala yang berhubungan dengan olahraga. tanpa abnormalitas
radiografik
Bailes et al.183 mengklasifikasikan cedera sumsum tulang TIPE III → Abnormalitas
belakang (SCI) yang berhubungan dengan olahraga seperti radiologi tanpa defisit
yang dapat dilihat pada Tabel 25-29. Cedera tipe II termasuk neurologi
gegar spinal, neuropraxia spinal (lihat di bawah), dan burning
hands syndrome (lihat di bawah), semuanya tanpa
abnormalitas radiografik dan resolusi gejala. Pasien harus dievaluasi dengan hati-hati,
dan kembali berkompetisi dengan tidak adanya defisit neurologic, cedera yang ditemukan
pada pemeriksaan radiografik, abnormalitas kongenital C-Spine tertentu, dan
kemungkinan untuk “pelanggar berulang” (lihat Panduan kembali bermain dan pre-
partisipasi, halaman 743). Cedera tipe III adalah yang paling umum. cedera yang tidak
stabil sebaiknya ditangani dengan tepat (lihat halaman 739).

Tabel 25-30 Kontraindikasi partisipasi dalam olahraga yang berhubungan dengan C-


Spine

Kondisi₸ C.I╬

Kongenital§

1. Kelainan odontoid (cedera serius dapat berasal dari instabilitas atlanto-axial

A. Aplasia seluruhnya (jarang) Absolut

B. Hipoplasia (dilihat dalam hubungan dengan achondroplasia dan Absolut


displasia spondyloepiphyseal)

C. Os odontoideum (kemungkinan karena trauma) Absolut

2. Fusi atlanto-occipital (parsial atau fusi sempurna alias ke occiput): Absolut


onset gejala tiba-tiba dan kematian tiba-tiba pernah dilaporkan

3. Anomali Klippel-Feil (fusi kongenital 2 atau lebih vertebra cervical) ∆

A. Tipe I: fusi massa C-Spine hingga T-Spine Absolut

B. Tipe II: fusi dari hanya 1 atau 2 interspace


1. Dihubungkan dengan ROM yang terbatas, anomali Absolut
occipitocervical, instabilitas, penyakit diskus atau
perubahhan degeneratif

2. Dihubungkan dengan ROM penuh dan tidak dari salah satu Tidak ada
di atas

Didapat

1. Stenosis spina cervical⁋

A. Asimptomatik Tidak ada

B. Dengan satu episode cedera saraf sumsum (neuropraxia cord) Absolut

C. Cord neuropraxia + bukti MRI defek sumsum atau edema Absolut

D. Cord neuropraxia + instabilitas ligamentum, gejala atau temuan Absolut


neurologis > 36 jam, atau episode yang terjadi berkali-kali

2. Spina spear tackler (lihat teks) Absolut

3. Spina bifida occulta: jarang, temuan X-Ray insidentil Tidak ada

Spina cervical atas pasca trauma

1. Instabilitas atlantoaxial (ADI > 3 mm dewasa, > 4 mm ped) Absolut

2. Fiksasi berputar atlantoaxial (bisa dihubungkan dengan gangguan Absolut


ligamentum transversum

3. Fraktur

A. Telah sembuh, tidak nyeri, ROM penuh, dan tidak ada temuan Tidak ada
neurologis dengan salah satu fraktur: fraktur Jefferson yang
tidak berpindah; fraktur odontoid; atau massa lateral fraktur axis

B. Dan lain-lain Absolut

4. Fusi atlantoaxial pasca bedah Absolut

Spina subaksial cervical pasca trauma

1. Cedera ligamentum: subluksasi > 3.5 mm, atau angulasi >110 pada Tidak ada
pandang fleksi-ekstensi
2. Fraktur

A. Telah sembuh, fraktur stabil berikut dengan pemeriksaan Tidak ada


normal: fraktur kompresi VB tanpa posterior; fraktur processus
spinosus

B. Fraktur VB dengan keterlibatan komponen sagittal atau tulang Absolut


posterior atau ligamen

C. Fraktur pecah yang berpindah ke kanal spina Absolut

D. Fraktur massa lateral yang mengakibatkan ketidaksesuaian pada Absolut


faset

3. Cedera diskus intervertebral

A. Herniasi diskus yang telah sembuh dengan penatalaksanaan Tidak ada


konservatif

B. S/P ACDF dengan fusi yang solid, tanpa gejala, pemeriksaan Tidak ada
normal dan ROM penuh tanpa nyeri

C. Herniasi diskus kronik dengan nyeri, temuan neurologis atau ↓ Absolut


ROM, atau herniasi diskus akut

4. Fusi S/P

A. Fusi stabil satu tingkat Tidak ada

B. Fusi stabil dua tingkat Relatif

C. Fusi > 2 tingkat Absolut

₸ Perlu dilihat halaman 633 untuk kondisi yang berhubungan dengan cranial (dan
craniocervical) (mis. Malformasi Chari I)

╬ C.I = Kontraindikasi, diklasifikasikan sebagai absolut, relative (tidak pasti), dan tidak
ada

§ Kelainan kongenital mungkin saja relevan terhadap Special Olympics

∆ Catatan: Klippel-Feil mungkin saja berhubungan dengan kelainan system organ lain
(mis. Jantung) yang dapat berefek pada partisipasi dalam olahraga kontak (lihat halaman
119)
⁋ Rasio Pavlov (Lihat halaman 334) memiliki nilai prediksi yang rendah untuk cedera
pada olahraga kontak sehingga tidak membutuhkan pemeriksaan skrining (mis. Rasio
Pavlov asimptomatik <0.8 bukan merupakan kontraindikasi dalam berpartisipasi)

CEDERA SPINA CERVICAL YANG BERKAITAN DENGAN SEPAK BOLA

Pemain sepak bola dengan suspek cedera C-Spine sebaiknya tidak melepaskan
helmnya saat di lapangan (lihat halaman 702). Istilah berikut ini mungkin saja berasal
dari jargon ruang loker untuk cedera C-Spine yang berkaitan dengan sepak bola. Istilah
medis juga telah disesuaikan dengan istilah tersebut. Sehingga arti sesungguhnya
mungkin belum disetujui secara universal. Walaupun artinya berbeda, bila dilihat dari
sudut pandang terapeutik dan diagnostik sangat penting untuk mengenali cedera serabut
saraf, cedera plexus brachialis, dan cedera sumsum tulang belakang.

1. Neuropraxia cervical cord184 (CCN): perubahan sensorik yang mungkin


melibatkan mati rasa, kegelian, atau rasa terbakar. Mungkin tidak mungkin
berhubungan dengan gejala motoric lemah atau paralysis keseluruhan. Biasanya
berlangsung <15 menit (walaupun biasanya ada yang bertahan lebih dari 48 jam),
melibatkan keempat ekstermitas sebanyak 80%. Penyempitan diameter kanal
spina cervical juga berperan. Dengan dimulai kembalinya aktifitas kontak,
kemungkinan kejadian berulangnya adalah ≈56%, dengan resiko rekurensi tinggi
untuk pasien yang telah memiliki kanal yang sempit. Evaluasi harus
menggunakan MRI cervical. Menurut Torg184 kasus CCN ringan (tanpa
instabilitas spina dan tidak ditemukannya kelainan cord defek maupun edema
pada MRI) memiliki resiko rendah untuk cedera permanen dan tidak
membutuhkan pembatasan aktifitas yang berarti.
2. “stringer” atau “burner”: berbeda dari burning hands syndrome. Unilateral.
Nyeri terbakar (dysaesthetic) menjalar ke bawah lengan dari bahu, terkadang
dihubungkan dengan kondisi lemah karena serabut saraf C5 atau C6. Biasanya
berhenti sendiri. Bisa terjadi karena traksi ke bawah pada bagian atas plexus
brachialis atau langsung dari kompresi serabut saraf pada foramen neural (bukan
SCI).
3. Burning hands syndrome185: mirip dengan stringer, tetapi bilateral.
Menunjukkan adanya SCI (kemungkinan sindroma cord sentral ringan, lihat
halaman 714).
4. Cedera neurologis lain termasuk: cederae vaskuler hingga carotid atau arteri
vertebralis. Biasanya berhubungan dengan diseksi intimal (lihat halaman 883)
setelah reaksi langsung pada leher karena gerakan ekstrim. Gejalanya adalah TIA
atau CVA.
Spina Spear Tackler’s

Peraturan berubah pada 1976 yang melarang spearing (penggunaan helm sepak
bola sebagai sasaran pukulan untuk menjatuhkan lawan) dan berakibat pada turunnya
angka kejadian fraktur spina dan quadriplegia yang berkaitan dengan sepak bola.186

Empat karakteristik spina spear tackle’s:

1. Stenosis spina cervicalis


2. Kehilangan lordosis cervical normal
3. Temuan kelainan trauma yang sudah ada sebelumnya
4. Sejarah menggunakan teknik spear-tackler

Penanganan yang dianjurkan:

Atlit tersebut dihapus dari pertandingan hingga lordosis cervical kembali dan atlit
menggunakan teknik tackling yang lain.

PANDUAN KEMBALI BERMAIN DAN PRE-PARTISIPASI

Panduan evaluasi untuk kembali bermain/return to play (RTP) dan pre-partisipasi yang
berkaitan dengan spina cervical terdapat pada table 25-30 (diubah187). Panduan tersebut
tidak menjamin keselamatan seluruhnya. Penilaian klinis harus selalu dikedepankan.

25.6.10. INSTABILITAS CERVICAL YANG TERTUNDA

Definisi (diadaptasi186): instabilitas cervical yang tidak didapatkan hingga lebih dari 20
hari setelah cedera. Instabilitas tersebut mungkin tertuda, atau penemuannya yang tertuda.
Penyebab instabilitas yang tertunda:

1. Evaluasi radiologi yang tidak adekuat


a. Pembacaan yang tidak selesai (misalnya, harus dilihat hingga C7-T1)
b. Pembacaan yang suboptimal: Artefak bergerak, posisi tidak tepat,..
etiologi termasuk: pasien tidak kooperatif sehingga agitasi/intoksikasi,
film portable, teknik yang salah…
2. Kelainan luput pada X-Ray
a. Fraktur, subluksasi yang terabaikan
b. Cedera tidak terlihat walaupun X-Ray sudah adaekuat188
 Jenis fraktur tidak terlihat pada radiograf yang dibuat
 Posisi pasien (mis. Supine) dapat mengurangi alignment
 Spasme otot cervical dapat mengurangi dan/atau menstabilisasi
cedera
 Mikrofraktur
3. Model tidak adekuat: beberapa temuan mungkin dibaca stabil dengan standar
tertentu, tetapi dalam jangka panjang bisa saja menjadi tidak stabil (tidak ada
standar yang ideal untuk instabilitas).

Pengamatan atau pengambilan ulang X-Ray beberapa minggu setelah trauma harus
dipertimbangkan pada pasien dengan defisit neurologis, nyeri persisten, perubahan
degeneratif signifikan saat film awal suboptimal, subluksasi < 3 mm, atau saat bedah
ingin dilakukan189.

25.6.11. CEDERA TUMPUL ARTERI VERTEBRAL

Parameter Praktik 25-19 CEDERA ARTERI VERTEBRAL SETELAH TRAUMA


CERVICAL NON PENETRASI
Diagnosis
Pilihan190; Angiografi konvensional atau MRA setelah trauma cervical nonpenetrasi
pada pasien dengan SCI keseluruhan, fraktur melalui foramen transversarium, dislokasi
faset, dan/atau subluksasi vertebral
Penanganan
Pilihan190
 Rekomendasi: antikoagulasi IV beparin untuk cedera arteri vertebral (VAI)
dengan temuan stroke sirkulasi posterior
 Rekomendasi: observasi atau penatalaksanaan dengan antikoagulasi untuk VAI
dengan temuan iskemik posterior
 Rekomendasi: observasi VAI tanpa temuan iskemik sirkulasi posterior

Cedera arteri vertebral (VAI) mungkin bisa dikaitkan dengan trauma tumpul dan
dapat menyebabkan insufisiensi vertebrobasilar (VBI). Fraktur melalui foramen
transversarium, dislokasi-fraktur faset, atau subluksasi vertrebral sering ditemukan pada
pasien dengan cedera tumpul arteri vertebral191,192.

Mekanisme cedera

1. Kecelakaan kendaraan bermotor: etiologi tersering

Penatalaksanaan

Stroke lebih sering pada pasien dengan VAI yang tidak diberikan penanganan
awal dengan heparin IV meskipun ada VAI asimptomatik193.
25.7. FRAKTUR SPINA THORACOLUMBAR

64% fraktur spina terjadi pada thoracolumbar junction (TL), biasanya pada T12-
T11. 70% terjadi tanpa cedera neurologis langsung.

MODEL TIGA KOLUMNA

Model tiga kolumna tulang belakang menurut Denis


(dijelaskan di bawah dan diilustrasikan pada figure 25-12)
mencoba untuk menganalisis kriteria CT instabilitas fraktur
spina thoracolumbar194. Model tersebut memiliki nilai
prediksi yang baik, setiap upaya untuk membuat “standar”
instabilitas akan memberikan ketidakakuratan.

posterior
Kolumna
Kolumna
anterior

Kolumna
1. Kolumna anterior: terdiri atas bagian anterior diskus

tengah
dan badan vertebral (VB) termasuk anulus fibrosus
anterior (AF) dan ligamentum longitudinal anterior
(ALL)
2. Kolumna tengah: bagian posterior diskus dan badan
vertebral (termasuk dinding posterior badan vertebral
dan AF posterior dan ligamentum longitudinal
posterior (PLL)
3. Kolumna posterior: kompleks tulang posterior
(lengkungan posterior) dengan kompleks ligamentum
posterior di sela-sela (supraspinosa dn ligamentum Kapsul sendi
interspinosa, sendi faset dan kapsul, serta ligamentum Ligamentum
flavum (LF). Cedera kolumna ini saja tidak akan suprapinous

menyebabkan instabilitas.
Figur 25-12 Model tiga kolumna tulang
belakang (TP= Processus transversus, lihat
teks untuk singkatan yang lain)
KLASIFIKASI CEDERA MAYOR DAN MINOR (Diadaptasi dari Spine, Denis F, Vol.8 pp
317-31, 1963, dengan izin)

CEDERA MINOR

Melibatkan satu bagian kolumna dan tidak menyebabkan instabilitas akut (saat
tidak diikuti dengan cedera mayor). Termasuk pula:

1. Fraktur processus transversus: biasanya intak secara neurologis kecuali ada dua
daerah:
A. L4-5 → cedera plexus lumbosacral (bisa berhubungan dengan cedera ginjal,
cek U/A untuk darah)
B. T1-2 → cedera plexus brachial
2. Fraktur processus articular atau pars interarticularis
3. Fraktur processus spinosus yang terisolasi: pada spina TL; biasanya karena
trauma. Biasanya sulit untuk dideteksi pada X-Ray polos.

CEDERA MAYOR

Klasifikasi MCAfee menggambarkan enam jenis utama fraktur195, sedangkan


sistem yang disederhanakan hingga empat kategori adalah sebagai berikut (lihat Tabel
23-31):

1. Fraktur kompresi: kegagalan kompresi kolumna anterior. Kolumna tengah intak


(tidak seperti 3 cedera mayor di bawah ini) sebagai titik tumpu.
A. 2 subtipe:
 Lateral (jarang)
 Anterior: paling sering antara T6-T8 dan T12-L3
- X-Ray lateral: terdesaknya bagian depan VB, tidak ada
kekurangan tinggi VB posterior, tidak ada subluksasi
- CT: kanal spina intak. Gangguan end-plate anterior
B. Klinis: tidak ada defisit neurologis
2. Fraktur burst: murni beban aksial → kompresi badan vertebral → gagal kompresi
kolumna anterior dan tengah, terjadi utamanya pada TL junction, biasanya pada
T10 dan L2.
A. 5 subtipe (fraktur burst L5 bisa disebut subtipe yang jarang, lihat halaman
748)
 Fraktur kedua end-plate: terlihat di daerah lumbar bawah (dimana
beban aksial → meningkatkan ekstensi, tidak seperti T-Spine
dimana beban aksial → fleksi)
 Fraktur end-plate superior: fraktur burst paling umum. terlihat
pada TL junction. Mekanisme = beban aksial + fleksi
 Fraktur end-plate inferior: jarang
 Rotasi burst: biasanya midlumbar. Mekanisme = beban aksial +
rotasi
 Fleksi burst lateral: mekanisme = beban aksial + fleksi lateral
B. Evaluasi radiografik
 X-Ray lateral: fraktur kortikal dinding VB posterior, hilangnya
tinggi VB posterior, retropulsi fragmen tulang dari end-palte
hingga kanal
 AP X-Ray: peningkatan jaral interpendiculate (IPD), fraktur
lamina vertical, pelebaran sendi faset: ↑ IPD mengindikasikan
gagal kolumna tengah.
 CT: menunjukan patahnya dinding posterior VB dengan tulang
retropulsi di kanal tulang belakang (rata-rata 50% obstruksi daerah
kanal), peningkatan IPD dengan pelebaran lengkung posterior
(termasuk faset)
 Myelogram: defek sentral yang besar
C. Klinis: tergantung pada tingkatan (sumsum toraks lebih sensitive dan
ruang kanal lebih sempit dari daerah konus), efek saat terjadi disrupsi, dan
luasnya obstruksi kanal
 ≈ 50% intak pada pemeriksaan awal (setengah dari temuan
terdapat kaki yang mati rasa, rasa geli, dan/atau lemah saat awal
trauma)
 Pada pasien dengan defisit, hanya 5% mengalami paraplegia
keseluruhan
3. Fraktur seat-beltA: Fleksi → kompresi kolumna anterior dan gagal distraksi
kolumna posterior dan tengah
A. 4 subtipe
 Fraktur chance: satu tingkat, melewati tulag
 Satu tingkat, melewati ligament
 Dua tingkat, melalui tulang di kolumna tengah, melewati ligamen
kolumna anterior dan posterior
 Dua tingkat, melalui ligament pada 3 kolumna
B. Evaluasi radiografik
 X-Ray polos: ↑ jarak intraaspinous, fraktur pars interarticularis
serta pedikel dan processus transversus yang terpisah horizontal.
Tanpa subluksasi.
 CT: tidak baik untuk tipe ini (kebanyakan fraktur dalam bidang
potong CT aksial), dapat mendeteksi fraktur pars
C. Klinis: tanpa defisit neurologis
4. Dislokasi-fraktur: gagalnya tiga kolumna karena kompresi, tensi, dan rotasi atau
patah → subluksasi atau dislokasi
A. X-Ray: subluksasi atau disloksasi. Beberapa kali ditemukan reduksi saat
difoto. Carilah penanda trauma signifikan yang lain (fraktur rusuk yang
banyak, fraktur processus artikuler unilateral, fraktur processus spinosus,
fraktur laminar horizontal)
B. 3 subtipe:
 Fleksi rotasi: kolumna tengah dan posterior ruptur total,
anteriornya terkompresi → terjepit
- X-Ray lateral: subluksasi atau disloksasi. Dinding VB
posterior masih baik. Jarak intraspinous bertambah.
- CT: Rotasi dan offset VB dengan berkurangnya diameter
kanal. Faset yang naik.
- Klinis: 25% neurologis intak, 50% dengan defisit
mengalami paraplegic keseluruhan
 Bergeser: ketiga kolumna terganggu (termasuk ALL)
- Saat trauma mengarah dari posterior ke anterior (lebih
umum) VB yang terletak di atas bergeser ke depan
mematahkan lengkung posterior (→ lamina mengambang
bebas) dan faset superior dari vertebra inferior
- Klinis: 7 kasus semuanya paraplegic keseluruhan
C. Distraksi fleksi
 Radiografinya mirip dengan tipe seatbelt dengan tambahan
subluksasi, atau dengan kompresi kolumna anterior > 10-20%
 Klinis: defisit neurologis (tidak seluruhnya pada 3 kasus,
keseluruhan pada 1 kasus)

CEDERA TERKAIT

Tambahan untuk pembahasan di atas, cedera terkait meliputi: avulsi end-plate


vertebra, cedera ligamentum, fraktur panggul dan pelvis.

STABILITAS DAN PENANGANAN FRAKTUR SPINA THORACOLUMBAR

Instabilitas dapat dikategorikan atas:  Penanganan awal dengan analgesic dan berbaring
(bedrest) untuk kenyamanan x 1-3 minggu
 Derajat 1: instabilitas mekanis  Berkurangnya nyeri adalah indikasi baik untuk
memulai mobilisasi dengan atau tanpa immobilisasi
 Derajat 2: instabilitas neurologis eksternal (korset atau Boston brace atau TLSO X ~
 Derajat 3: instabilitas mekanis dan 12 minggu) tergantung derajat kyphosis
 Vertebroplasty (± kyphoplasty) mungkin bisa
neurologis
menjadi pilihan (lihat halaman 750)
 X-Ray berkali-kali untuk menyingkirkan deformitas
Cedera Kolumna Anterior progresif

Cedera kolumna anterior biasanya stabil dan ditangani seperti pada table 25-32.
Pengecualian di bawah ini mungkin saja tidak stabil (derajat 1) dan seringkali diperlukan
penanganan bedah194,196.

TIDAK STABIL:

1. Satu fraktur kompresi dengan:


A. Kehilangan >50% tinggi dengan angulasi (utamanya jika bagian anterior
sampai ke inti)
B. Angulasi kiphotik >400 (atau >25%) pada satu segmen
C. Kanal spinal residu ≤50% dari normal
2. 3 atau lebih fraktur kompresi yang bersebelahan
3. Defisit neurologis
4. Kerusakan kolumna posterior atau kegagalan kolumna tengah lebih dari minimal
5. Kyphosis progresif: resiko kiphosis progesif meningkat ketika berkurangnya
tinggi badan vertebra mencapai >75%. Resiko bertambah tinggi untuk fraktur
kompresi lumbar daripada toraks

STABIL:

GAGAL KOLUMNA VERTEBRA TENGAH

Tidak stabil (seringkali membutuhkan bedah) dengan pengecualian di bawah ini yang
seharusya stabil (cedera yang stabil dapat ditangani sesuai dengan table 25-32:

1. Di atas T8 jika rusu dan sternum intak (memberikan stabilisasi anterior)


2. Di bawah L4 jika elemen posterior intak
3. Fraktur Chance (kompresi kolumna anterior, distraksi kolumna tengah)
4. Kerusakan kolumna anterior dengan gagal kolumna tengah yang minimal

KERUSAKAN KOLUMNA POSTERIOR

Bukan kondisi akut yang tidak stabil kecuali diikuti dengan gagal kolumna tengah
(ligamentum longitudinal posterior dan anulus fibrosus posterior). Hanya saja, instabilitas
kronis dengan deformitas kronis bisa berkembang (utamanya pada anak-anak).

Cedera Tipe Seatbelt Tanpa Defisit Neurologis

Tidak ada bahaya secara langsung dari cedera neurologis. Tangani dengan mobilisasi
eksternal lebih utama (mis. Brace hiperekstensi Jewett atau TLSO yang lengkap).

Fraktur-Diskolasi

Tidak stabil, pilihan penanganan:

1. Dekompresi bedah dan stabilisasi: biasanya dibutuhkan pada kasus dengan


A. Kompresi dengan >50% berkurangnya tinggi dengan angulasi
B. Atau, angulasi kiphotik >400 (atau >25%)
C. Atau, defisit neurologis
D. Atau, keinginan untuk mempersingkat waktu bedrest
2. Bed rest yang diperpanjang: pilihan jika tidak ada pilihan di atas yang tersedia

Fraktur Burst

Tidak semua fraktur burst serupa. Beberapa fraktur burst pada akhirnya akan
menyebabkan defisit neurologis (walaupun tidak ada defisit awal). Fragmen kolumna
tengah dalam kanal membahayakan elemen neuro. Beberapa kriteria telah dibahas untuk
membedakan fraktur burst yang ringan dan yang berat. Rekomendasi197: penanganan
bedah untuk semua pasien dengan defisit neurologis sebagian, atau dengan deformitas
angular ≥200, diameter kanal residual ≤50% dari tinggi posterior.

Fraktur burst L5: Fraktur ini tergolong jarang, dan sangat sulit untuk peralatan medis
untuk mempertahankan alignment pada kondisi ini, sehingga jika tidak ada defisit
neurologis atau terdapat tetapi ringan, terapi konservatif dapat dipertimbangkan198,199.
Apapun penanganannya, pasien kemungkinan akan kehilangan ≈150 lordosis antara L4
dan sacrum. Kerusakan neurologis permanan bisa terjadi199.

Laporan terbaru bahwa manajemen konservatif yang diberikan membutuhkan ≈6-


10 minggu saat bed rest dan diikuti oleh mobilisasi dengan brace. Pendekatan kotemporer
membutuhkan 10-14 hari bed rest. Pasien sebaiknya tidak menggunakan TLSO dengan
cuff paha unilateral yang tidak dapat dipindahkan pada fleksi 100 (pada salah satu sisi,
turunkan motion pada segmen fraktur). Mobilisasi sebaiknya dilakukan bertahap sebisa
pasien menahan nyeri. Brace sebaiknya digunakan ≈ 4-6 bulan, dan runtutan X-Ray harus
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan deformitas yang progresif.

Jika penanganan bedah diindikasikan, pendekatan posterior dengan fusi dan


fiksasi L4-S1 dapat dilakukan menggunakan screw pedikel.

INSTRUMEN SPINAL

Dengan fragmen di dalam kanal, seringkali dianggap bahwa distraksi saja dapat
“menarik” fragmen kembali ke posisi normal (ligamentotaxis). Dibutuhkan PLL yang
intak (yang bukan kasus gagal kolumna tengah), dan bahkan itupun tidak terjamin 200.
Ultrasound intraoperatif dapat menggambarkan fragmen kanal residual 201, dan juga
dibutuhkan fragmen dapat diimpaksi secara anterior keluar dari kanal, misalnya dengan
menggunakan Sypert spinal impactor.

Instrument anterior spina lumbar bawah sangat sulit, dan biasanya tidak
direkomendasikan di bawah ≈ L4.

INFEKSI LUKA

Luka infeksi pasca operasi dengan instrument spinal biasanya disebabkan oleh Staph.
Aureus, dan dapat merespon terhadap pemberian antibiotik jangka panjang tanpa
melepaskan perangkat195. Beberapa kali, pemberhentian instrument dan debrideman
harus diberikan sebagai tambahan antibiotik.

FRAKTUR SPINA OSTEOPOROTIK

Osteoporosis adalah kerapuhan rangka karena massa tulang yang rendah,


kerusakan mikroarsitektural dari tulang, atau keduanya202. Utamanya ditemukan pada
wanita tua berkulit putih, dan jarang terjadi sebelum menopause. Resiko seumur hidup
dari kompresi ostroporotik VB adalah 16% untuk wanita, dan 5% untuk pria. Terdapat ≈
700,000 fraktur kompresi VB per tahun di Amerika Serikat.

Pasien-pasien ini sering ditemukan dengan fraktur kompresi VB yang signifikan


pada foto polos setelah datang dengan nyeri punggung belakang setelah mengalami
kecelakaan minor seperti terjatuh. CT seringkali memberikan gambaran jumlah tulang
yang retropulsi ke dalam kanal.

Faktor Resiko

Faktor yang meningkatkan resiko osteoporosis termasuk:

1. Berat badan lebih dari 58 kg


2. Merokok203
3. Fraktur VB trauma rendah pada pasien atau tingkat relatif pertama (first degree
relative)
4. Obat-obatan
A. Konsumsi alkohol berat
B. AED (utamanya fentoin)
C. Warfarin
D. Penggunaan steroid:
 Perubahan tulang dapat terlihat dengan prednisone 7.5mg/d untuk
>6 bulan
 Fraktur VB terjadi pada 30-50% pasien dengan glukokortikoid
berkepanjangan
5. Wanita pasca menopause
6. Pria yang menjalani terapi deprivasi androgen (mis, untuk Ca prostat).
Orchiectomy atau ≥ 9 dosis GnRH agonis memiliki resiko 1.5 kali lipat pada
semua fraktur204
7. Ketidakaktifan fisik
8. Rendahnya intake kalsium

Factor yang melindungi terhadap osteoporosis adalah dampak berolahraga dan lemak
tubuh berlebih.

PERTIMBANGAN DIAGNOSTIK

Diagnosis Pra-fraktur

1. Mengukur kerapuhan tulang adalah tidak mungkin


2. Yang terbaik yang berhubungan dengan kerapuhan tulang adalah pengukuran
radiografik densitas mineral tulang (BMD)
A. T-Score: standar deviasi (SD) osteoporosis adalah >2.5 di bawah dewasa
muda yang sehat205
B. Z-score: dibandingkan nilai mean dari subyek normal dengan usia dan
jenis kelamin yang sama
 SD < -1 paling rendah 25%
 SD < -2 paling rendah 2.5%
3. Pasien dengan fraktur trauma rendah atau fraktur rapuh dapat dianggap
osteoporotik meskipun dengan BMD yang lebih besar dari batasnya

Scan DEXA (dual energy x-ray absorptiometry); cara yang sering digunakan untuk
mengukur BMD

1. Femur proksimal: BMD pada lokasi ini adalah prediktor terbaik untuk fraktur
selanjutnya
2. LS Spine: lokasi terbaik untuk menilai respon terhadap perawatan (dibutuhkan
tampakan AP dan lateral, karena AP sering melebihkan BMD)

Pertimbangan pasca fraktur

1. Penyebab lain fraktur patologis, utamanya neoplastic (mis. Multiple myeloma,


kanker payudara metastasis), sebaiknya disingkirkan
2. Pasien muda dengan osteoporosis membutuhkan penilaian untuk penyebab
osteoporosis yang dapat diperbaiki (hipertiroidisme, penyalahgunaan steroid,
hiperparatiroidisme, osteomalasia, sindroma Cushing)

PENATALAKSANAAN206-209

PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS

Tingginya intake kalsium saat masa kanak-kanak dapat meningkatkan massa


puncak tulang. Olahraga tahaun beban juga dapat menolong. Efektif pula: estrogen (lihat
di bawah), bifosfonat (alendronate dan residronate), dan raloxifene.

PENANGANAN OSTEOPOROSIS

Obat yang meningkatkan formasi tulang adalah:

1. Hormon paratiroid intermitten dosis rendah: masih eksperimental


2. Sodium fluoride: dosis 75 mg/d meningkatkan massa tulang tetapi tidak
mengurangi tingkat fraktur secara signifikan. Formulasi lepas lambat 25 mg PO
BID (Slow Fluoride®) dapat menurunkan tingkat fraktur tetapi dapat membuat
tulang lebih rapuh dan dapat meningkatkan resiko fraktur panggul. Fluoride
meningkatkan permintaan untuk Ca++, sehingga suplemen dengan 800 mg/d Ca++
dan 400 IU/d vitamin D. Tidak direkomendasikan untuk penggunaan >2 tahun.
Obat-obat yang mengurangi resorpsi tulang kurang efektif untuk tulang cancellous
(ditemukan pada spinda dan ujung tulang panjang207). Pengobatannya termasuk:

1. Estrogen: tidak dapat digunakan oleh pria. Bisa lebih efektif bila digunakan
lebih awal setelah menopause. Terdapat sedikit studi kontrol prospektif skala
besar209). Penelitian menunjukkan bahwa massa badan vertebra meningkat
sekitar >5 % dan tingkat fraktur fraktur vertebral yang menurun sebanyak
50%. Dapat pula menurunkan resiko CAD, tetapi dapat meningkatkan reisko
kanker payudara (kontroversial208) dan DVT. Pada pasien dengan uterus yang
intak, tambahkan progestin untuk mengurangi resiko kanker endometrium,
baik secara siklis maupun dengan medroxyprogesterone acetate 10mg/hari
untuk 12-14 hari/bulan, atau secara terus menerus 2.5 mg/hari
2. Kalsium: rekomendasi yang digunakan adalah 1000-1500mg/hari untuk
wanita pasca menopause210 dikomsumsi dengan makanan
3. Vitamin D atau analog: biasanya diberikan dengan terapi kalsium. Vitamin D
400-800 IU/hari biasanya cukup. Jika Ca++ urin tetap rendah, vitamin D dosis
tinggi (50,000 IU q 7-10 hari) dapat dicoba. Karena formulasi dosis tinggi
telah dihentikan penggunaannya di Amerika Serikat, analog seperti calcifediol
(Calderol®) 50µg/hari atau calcitriol (Rocaltrol®) hingga 0.25µg/hari dapat
dicoba dengan suplemen Ca++. Dengan vitamin D dosis tinggi atau analog,
pantau Ca++ serum dan urin.
4. Kalsitonin: diturunkan dari beberapa sumber, salah satu yang paling umum
adalah salmon. Manfaatnya dalam mencegah fraktur belum ditentukan secara
pasti209.
A. Kalsitonin salmon parenteral (Calcimar®), Miacalcin®):
diindikasikan untuk pasien yang kontraindikasi estrogen. Mahal
($1,500-3,000/tahun) dan harus diberikan IM atau sub-Q. 30-60%
pasien membentuk antibody terhadap obat tersebut sehingga
menghalangi efeknya. Rx: 0,5 ml (100 U) kalsitonon (diberikan
dengan suplemen kalsium untuk mencegah hiperparatiroidisme) SQ q
per hari
B. Bentuk intranasal (Miacalcin nasal spray): kurang kuat. 200-400
IU/hari diberikan pada 1 lubang hidung (lubang hidung alternatif
sehari) ditambah Ca++ 500mg/hari dan vitamin D.
5. Bifosfonat: firofosfat analog tersubtitusi karbon memiliki afinitas tinggi untuk
tulang dan menghambat resorpsi tulang dengan menghancurkan osteoklas.
Tidak dimetabolisme. Sisanya melekat pada tulang untuk beberapa minggu.
A. Etidronate (Didronel®), obat generasi pertama. Dapat menurunkan
tingkat fraktur VB, belum dikonfirmasi untuk F/U. Tidak disetujui
FDA untuk osteoporosis. Meningkatkan resiko fraktur panggul karena
menghambat mineralisasi tulang tidak dapat terjadi dengan obat
generasi kedua dan ketiga di bawh ini. Rx: 400 mg PO perhari x 2
minggu diikuti dengan 11-13 minggu suplementasi Ca++.
B. Alendronate (Fosfamax®): dapat menyebabkan ulserasi esophagus.
Rx pencegahan: 5 mg PO per hari; penanganan 10 mg PO per hari;
dimakan langsung dengan air dengan perut kosong setidaknya 30
menit sebelum makan atau minum. Dosis mingguan satu kali 35mg
untuk pencegahan dan 70 mg untuk penanganan209,211. Dimakan
bersamaan dengan 1000-1500 mg/hari Ca++ dan 400/hari IU vitamin
D.
C. Risedronate (Actonel®): Rx mencegah atau menangani: 5 mg PO per
hari, atau 35 mg/minggu211 dengan perut kosong (sedang untuk
alendronate, lihat di atas)
D. Tidak disetujui FDA untuk osteoporosis: tiludronate (Skelid®),
pamidronate (Aredia®) (beberapa digunakan untuk penyakit Paget,
lihat halaman 342)
6. Analog estrogen
A. Tamoxifen (Nolvadex ®), estrogen antagonis untuk jaringan payudara
tetapi estrogen agonis untuk tulang, memiliki sebagian efek agonis
pada uterus yang dikaitkan dengan peningkatan insidensi kanker
endometrium
B. Raloxifene (Evista®) mirip dengan tamoxifen tetapi estrogen
antagonis untuk uterus212. Mengurangi efek warfarin (Coumadin®).
Rx: 60 mg PO q per hari. Sediaan: tablet 60 mg

PENATALAKSANAAN FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA OSTEOPOROTIK

Pasien jarang mengalami defisit neurologis. Penderita biasanya adalah wanita tua
yang tidak dapat menahan prosedur bedah besar, dan sisa tulangnya osteoporotik
sehingga tidak baik untuk fiksasi dalam.

Manajemennya terdiri atas analgesik dan bed rest yang diikuti dengan mobilisasi
progresif, biasanya dengan brace eksternal (sering tidak dapat pula ditahan oleh pasien).
Bedah jarang dilakukan. Pada kasus dimana nyeri sulit ditahan atau kompresi saraf
mengakibatkan defisit, dekompresi tulang terbatas dapat dipertimbangkan. Vertebroplasti
perkutan adalah pilihan baru.
Waktu khusus untuk penanganan konservatif:

1. Awalnya, nyeri berat membutuhkan fasilitas rumah sakit atau perawatan


subakut untuk mengontrol nyeri tersebut
A. Pengobatan nyeri yang tepat
B. Bed rest selama 7 – 10 hari (Profilaksis DVT direkomendasikan)
2. Memulai terapi fisik (PT) setelah ≈ 7-10 hari semampu pasien (bed rest
berkepanjangan dapat menyebabkan “disuse osteoporosis”
A. Mengontrol nyeri seiring dimobilisasinya pasien dapat didukung
dengan brace lumbar yang dapat mereduksi gerakan yang
menyebabkan “mikrofraktur” berulang
B. Kepulangan dari rumah sakit dengan brace lumbar untuk pasien PT
rawat jalan
3. Nyeri mereda setelah rata-rata 4-6 minggu (kisaran 2-12 minggu)

VERTEBROPLASTI PERKUTAN (PVP)

Injeksi transpedicular dengan polumethylmethacrylate (PMMA) ke tulang


kompresi dengan tujuan untuk:

1. Mencoba dan menstabilisasi tulang: dapat mencegah perkembangan kiphosis


2. Untuk mempersingkat durasi nyeri (kadang-kadang meredakan nyeri dalam
menit hingga jam). Mekanisme peredaan nyeri mungkin dikarenakan
stabilisasi tulang, atau karena panas yang dikeluarkan oleh pengobatan
eksotermik semen
INDIKASI

1. Fraktur kompresi osteoporotic yang nyeri:


A. Biasanya tidak berefek pada fraktur yang menghilangkan < 5-10% tinggi
B. Nyeri berat yang mengganggu aktifitas pasien
C. Kegagalan untuk meredakan nyeri dengan pengobatan oral
D. ⋆ Nyeri terlokalisasi pada tingkat fraktur
2. Hemangioma vertebra yang menyebabkan kolapsnya vertebra atau defisit
neurologis sebagai dampak dari ekstensi ke dalam kanal spina (bukan untuk
kecelakaan yang menyebabkan hemangioma): lihat halaman 512
3. Metastasis osteolitik dan multiple myeloma213. Peredaan nyeri dan stabilisasi
4. Fraktur kompresi patologis214 karena metastasis: PVP tidak meredakan nyeri
seperti fraktur kompresi osteoporotik (penting untuk meningkatkan pengobatan
nyeri untuk 7-10 hari setelah PVP)
5. Mengamankan sekrup pedikel saat fraktur pedikel dipasangkan sekrup
KONTRAINDIKASI

1. Koagulopati
2. Fraktur yang sembuh sempurna
3. Infeksi aktif: sepsis, osteomyelitis, discitis dan abses epidural
4. Instabilitas spinal
5. Penilaian fokal neurologis: dapat mengindikasikan hernia diskus, fragmen dalam
kanal yang retropuls. Buat CT atau MRI untuk menyingkirkan kemungkinan
tersebut
6. Kontraindikasi relatif:
A. Fraktur kehilangan > 80% tinggi badan VB (menantang secara teknik)
B. Fraktur burst akut
C. Membahayakan kanal karena tumor atau tulang yang retropulsi
D. Penghancuran total atau sebagian dinding VB posterior: bukan
kontraindikasi absolut

Komplikasi
Tingkat komplikasi = 1-9%. Tingkat terendah ketika mengangani fraktur kompresi
osteoporotic, tinggi pada hemangioma vertebra, tertinggi pada fraktur patologis

1. Kebocoran methacrylate:
A. Ke dalam jaringan lunak: biasanya dampaknya kecil
B. Ke dalam kanal spina: kompresi sumsum tulang belakang simptomatik
sangat jarang
C. Ke dalam forman neural
D. Ke dalam ruang diskus
E. Ke vena: dapat mengenai vena cava, laporam emboli pulmo
2. Radikulopati: insidensi 5-7%. Beberapa kasus dapat dikarenakan panas selama
pengobatan semen. Biasanya ditangani secara konservatif: steroid, obat nyeri,
nerve block
3. Fraktur pedikel
4. Fraktur rib
5. Fraktur processus transversus
6. Penetrasi anterior dengan jarum: tusukan pada pembuluh darah besar,
pneumotoraks
7. Meningkatnya insidensi fraktur kompresi VB pada letak yang berdekatan di masa
depan
Penatalaksanaan beberapa pengembangan terkait

1. Nyerti dada
A. Buat foto X-Ray rib
B. VQ Scan jika diindikasikan
2. Pasien mulai batuk saat injeksi: umum terjadi. Bisa merupakan reaksi nyeri rusuk
atau karena bau PMMA, atau dapat mengindikasikan larutan di paru-paru.
Hentikan injeksi
3. Nyeri punggung: buat x-ray untuk menyingkirkan fraktur baru atau PMMA di
pembuluh darah
4. Gejala neurologis: buat CT scan
Evaluasi pra prosedur
1. X-ray polos: persyaratan minimal
2. CT: membantu menyingkirkan gangguan tulang pada kanal spina yang dapat
mengindikasikan peningkatan kebocoran PMMA ke dalam kanal selama
prosedur
3. MRI: tidak wajibm tetapi dapat membantu pada beberapa kasus
A. Gambaran hort tau inversion recovery (STIR) menggambarkan edema
tulang mengindikasi fraktur akut (tidak sebaik untuk membedakan
kelainan)215
4. Pasien dengan banyak fraktur kompresi: pertimbangkan untuk bone scan dan
PVP pada VB sesuai letak yang dirasakan pasien paling nyeri (↑ aktifitas bone
scan berhubungan dengan hasil yang baik dari PVP)

Prosedur

1. Pengobatan nyeri
A. Ingat, prosedur ini dilakukan dengan pasien tengkurap dan biasanya
pada wanita tua lemah yang merokok. Sehingga hati-hati sedasi
berlebihan dan gangguan pernapasan
B. Sedasi dan pengobatan nyeri
C. Anestesi lokal saat meletakkan injeksi
D. Tambahkan obat nyeri tambahan sebelum injeksi
2. Gunakan bi-plane fluoro (atau AP alternatif dan lateral) untuk memasukkan
jarum ke aspek medial pedikel dan letakkan ujung ≈ ½ hingga 2/3 melewati
VB
3. Tes injeksi dengan kontras (mis. Iohexol (Omnipaque 300) lihat halaman 127)
(lakukan subtraksi digital jika peralatan tersedia)
A. Sedikit peningkatan vena diperbolehkan
B. Jika vena cava tervisualisasi
1. Jangan menarik jarum kembali (fistula telah terbentuk)
2. Dorong jarum lebih dalam, atau
3. Dorong gelfoam (rendam dalam kontras) melalui jarum, atau
4. Injeksi sedikit PMMA di bawah visualisasi dan biarkan
PMMA menghalangi fistula
4. Injeksi PMMA (yang telah diopasitas dengan tantalum atau barium sulfat) di
bawah visualisasi fluoroskop hingga:
A. Terinjeksi 3-5 cc (fraktur kompresi minimal dapat menahan semen
lebih, beberapa hingga ≈ 8 cc). tidak ada hubungan antara PMMA
terinjeksi dan redanya nyeri213
B. Pendekatan PMMA dinding VB posterior atau memasuki ruang
diskus, vena cava, pedikel, atau kanal spina
Pasca Prosedur

1. PVP mungkin dilakukan pada pasien rawat jalan di masa yang akan datang, tetapi
untuk sekarang, menerima semalaman
2. Perhatikan:
A. Nyeri dada atau punggung (dapat menandakan fraktur rusuk)
B. Demam: mungkin reaksi terhadap semen
C. Gejala neurologis
3. Aktifitas
A. Mobilisasi bertahap ≈ 2 jam
B. ± terapi fisik
C. ± penggunaan jangka pendek brace eksternal
4. Penanganan medis untuk osteoporosis: ingatlah pasien dengan fraktur rapuh
adalah pasien dengan osteoporosis ditambah resiko fraktur di waktu yang akan
datang

25.8. FRAKTUR SAKRAL

Tidak umum terjadi. Biasanya disebabkan oleh gaya bergeser. Diidentifikasi pada
17% pasien dengan fraktur pelvis216. (ingat bahwa defisit neurologis pada pasien dengan
fraktur pelvis mungkin karena fraktur sakral).

Sakrum di bawah S2 tidak penting untuk ambulasi atau bantuan untuk kolumna
spinal, tetapi masih bisa tidak stabil karena tekanan pada daerah tersebut dapat terjadi saat
posisi supine tau duduk.

Cedera neurologis terjadi pada 22-60%216. Tiga tanda klinis berdasarkan zona
keterlibatan (zone of involvement)216,217 seperti terlihat pada tabel 25-33.
Penatalaksanaan

Pada satu seri218, 35 fraktur ditangani tanpa bedah, dan hanya 1 pasien dengan sindroma
cauda equina total yang tidak membaik. Beberapa berpendapat bahwa bedah memiliki
peran yang berguna216:
1. Reduksi operatif dan fiksasi internal pada fraktur yang tidak sabil dapat membantu
mengontrol nyeri dan memajukan ambulasi yang lebih awal
2. Dekompresi dan/atau reduksi/fiksasi bedah kemungkinan akan menambah defisit
radikuler atau sphincter
Beberapa pengamatan216:

1. Reduksi pada ala dapat memajukan penyembuhan 5 dengan fraktur Zona I


2. Fraktur zona II dengan keterlibatan neurologis dapat sembuh dengan atau tanpa
reduksi bedah dan fiksasi
3. Zona III horizontal dengan defisit berat: kontroversial. Reduksi dan dekompresi
tidak menjamin kesembuhan, yang mungkin berlangsung dengan manajemen
nonoperatif
(ada gambar

Zona I Zona II Zona III vertical Zona III transversal

Zona I: Daerah ala di Zona II: Daerah Zona III: Daerah kanal sacral. Seringkali
tengah kanal dan foramina sacral. dikaitkan dengan disfungi sphincter (terjadi
foramina neural. Fraktur vertical hanya dengan cedera serabut bilateral) dan
Sering dikaitkan dapat dikaitkan anestesi sadel. Dibagi lagi218:
dengan cedera dengan keterlibatan Vertikal: hampir Trasversal
serabut L5 parsial serabut saraf L5. selalu dikaitkan (horizontal): jarang.
sebagai akibat dari D1, dan/atau S2 dengan fraktur Sering karena pukulan
terperangkapnya unilateral cincin pelvis langsung pada sakrum
serabut L5 antara (menyebabkan linu karena terjatuh dari
fragmen fraktur panggul). Disfungsi ketinggian. Menandai
yang bermigrasi ke kandung kemih perpindahan fragmen
atas dan processus jarang ditemukan. fraktur yang dapat
transversus vertebra menyebabkan defisit
L5 berat* (inkontinensia
kandung kemih dan
usus)

*defisit signifikan jarang pada fraktur di atau di bawah S4

25.9. LUKA TEMBAK PADA TULANG BELAKANG (GSW)

Kebanyakan karena penyalahgunaan pistol. Distribusi: cervical 19-37%, toraks


48-64%, dan lumbosacral 10-29% (secara kasar proporsional untuk panjang setiap
segmen). Cedera sumsum tulang belakang karena GSW penduduk utamanya karena
cedera langsung akibat peluru (tidak seperti senjata militer yang dapat menyebabkan luka
karena gelombang kejut dan kavitasi). Steroid tidak diindikasikan (lihat halaman 704)
Indikasi bedah:

1. Cedera pada cauda equina (apakah komplit atau incomplete) jika menunjukkan
kompresi serabut saraf 219
2. Penurunan neurologis: menunjukkan kemungkinan hematoma epidural spina
3. Kompresi serabut saraf
4. Kebocoran CSF
5. Ketidakstabilan spina: sangat jarang dengan GSW pada spina
6. Untuk mengangkat peluru tembaga: tembaga dapat menyebabkan reaksi lokal
yang serius220
7. Lesi inkomplit: sangat kontroversial. Beberapa kasus menunjukkan
perkembangan dengan bedah221, beberapa pasien tanpa bedah menunjukkan hasil
tidak berbeda
8. Debrideman untuk mereduksi resiko infeksi: lebih penting untuk GSW militer
dimana terdapat cedera jaringan yang massif, bukan untuk kebanyakan kasus
GSW penduduk kecuali pada kejadian dimana peluru telah melintasi traktus GI
atau respiratorius
9. Cedera vaskuler
10. Bedah untuk komplikasi akhir:
A. Peluru yang berpindah
B. Keracunan timbal222 (plumbisme: penyerapat timbal dari peluru terjadi
hanya saat peluru tersangkut pada sendi, bursa, atau ruang diskus.
Temuannya termasuk: anemia, encephalopathy, neuropati motoric, colic
abdomen
C. Ketidakstabilan spina terlambat: utamanya setelah bedah

You might also like