You are on page 1of 6

Asuhan Keperawatan Hemofilia

Wednesday, October 19, 20110 comments

HEMOFILIA

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan
dengan defisiensi faktor VIII, IX, dan XI. Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut
kromoson X dan bersifat resesif.

Hemofilia A
Merupakan hemofilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80% kasus hemofilia
adalah hemofilia A.
Hemofilia B
Terjadi karena defesiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan salah satu faktor
pembekuan dependen vitamin K. Hemofilia B merupakan 12-15% kasus hemofilia.

2. ETIOLOGI
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai
hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki
yang menderita hemofilia adalah carier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari
perempuan yang carier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi
wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi keadaan ini sangat jarang
terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan
(Hoffbrand, Pettit, 1993).

3. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit ini, yang bisa sangat berat, ditandai dengan memar besar dan meluas dan pendarahan ke
dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Pasien sering merasakan
nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi
berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi)
sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa.
Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini sudah diketahui saat
awal masa anak-anak, biasanya saat usia sekolah.

Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat komplikasi hemofilia
sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita hemofilia dengan defisiensi yang ringan,
mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami
nyeri dan kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika
cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila
penyebabnya tidak diketahui dengan segera.

4. KOMPLIKASI
Komplikasi hemofilia meliputi perdarahan dengan menurunnya perfusi, kekakuan sendi akibat
perdarahan, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal. Pada tahun-tahun terakhir,
ditemukan bahwa pasien dengan hemofilia mempunyai resiko tinggi menderita AIDS akibat transfusi
darah dan komponen darah yang pernah diterima. Semua darah yang didonorkan sekarang diperiksa
terhadap adanya antibodi virus AIDS. Konsentrat faktor komersial biasanya sudah dipanaskan
sehingga kemungkinan penularan penyakit infeksi melalui darah dapat diturunkan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi PTT memanjang.
Terjadi penurunan pengukuran faktor VIII.
Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal untuk gen yang bersangkutan.

6. PENATALAKSANAAN
Dimasa lalu, satu-satunya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar beku, yang harus
diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalami kelebihan cairan. Sekarang sudah
tersedia konsentrat faktor VIII dan IX disemua bandara. Konsentrat diberikan apabila pasien
mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau
pembedahan. Pasien dan keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat di rumah setiap kali
ada tanda perdarahan.

Beberapa pasien membentuk antibodi terhadap konsentrat, sehingga kadar faktor tersebut tidak
dapat dinaikkan. Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang tidak berhasil. Asam aminokaproat
adalah penghambatan enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang
sedang terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut pasien dengan hemofilia.

Dalam rangka asuhan umum pasien dengan hemofilia tidak boleh diberi aspirin atau suntikan secara
IM. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya pencegahan, karena pencabutan gigi akan
sangat membahayakan. Bidai dan alat ortopedi lainnya sangat berguna bagi pasien yang mengalami
perdarahan otot atau sendi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
Perdarahan internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus/muntahan),
hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi.
Tanda vital dan hasil pengukuran tekanan hemodinamika harus dipantau untuk melihat adanya tanda
hipovolemia.
Semua ekstremitas dan tubuh diperiksa dengan teliti kalau ada tanda hematom.
Sendi dikaji akan adanya pembengkakan, keterbatasan gerak dan nyeri.
Pengukuran kebebasan gerak sendi dilakukan dengan perlahan dan teliti untuk menghindari
kerusakan lebih lanjut. Apabila terjadi nyeri harus segera dihentikan.
Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami sebelumnya dan
setiap alat bantu yang dipakai seperti bidai, tongkat, atau kruk.
Apabila pasien baru saja menjalani pembedahan, tempat luka operasi harus sering diperiksa dengan
teliti akan adanya perdarahan.
Perlu dilakukan pemantauan tanda vital sampai dapat dipastikan bahwa tidak ada perdarahan
pascaoperatif yang berlebihan.
Pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan keluarganya menghadapi
kondisinya.
Upaya yang biasanya dipakai untuk mencegah episode perdarahan.
Keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadap gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.
Pasien yang sering dirawat di rumah sakit karena episode perdarahan akibat cedera harus ditanya
secara teliti mengenai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri b/d perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
2. Gangguan pemeliharaan kesehatan b/d kurang informasi tentang penyakitnya.
3. Koping tidak efektif b/d kondisi kronis dan pengaruhnya terhadap gaya hidup.

Masalah kolaborasi/komplikasi potensial


Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial dapat mencakup:
Perdarahan

III. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI


Tujuan
Tujuan utama mencakup mengurangi nyeri, kepatuhan terhadap upaya pencegahan perdarahan,
mampu menghadapi kronisitas dan perubahan gaya hidup, dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan
Menghilangkan nyeri. Secara umum, diperlukan analgetik untuk mengurangi nyeri sehubungan
dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi. Analgetika oral non opioid dapat diberikan,
karena nyeri dapat berlangsung lama, dan ketergantungan terhadap narkotika dapat menjadi masalah
baru pada nyeri kronis. Kadang perlu juga diberikan analgetik sebelum melakukan aktivitas yang
diketahui menimbulkan nyeri. Hal ini tidak hanya membantu pasien menjalankan aktivitasnya, tetapi
juga cenderung dapat menurunkan jumlah analgetika yang dibutuhkan.

Segala upaya harus dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan nyeri akibat aktivitas. Pasien
didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stres pada sendi yang terkena. Banyak pasien yang
merasakan bahwa berendam air hangat dapat membantu relaksasi, memperbaiki mobilitas, dan
mengurangi nyeri. Tetapi, kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan, karena dapat
mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.

Karena nyeri sendi membatasi gerak, maka pasien dengan nyeri yang sangat selama aktivitas dapat
dibantu dengan alat bantu. Bidai, tongkat, atau kruk sangat berguna untuk memindahkan beban
tubuh pada sendi yang sangat nyeri. Bidai harus terpasang dengan tepat untuk menghindari tekanan
pada permukaan tubuh, yang dapat mengakibatkan cedera jaringan dan perdarahan.

Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi. Pasien dikaji sesering mungkin mengenai adanya
tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan seperti yang ditandai dengan adanya hipoksia pada
organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit dingin lembab; nyeri dada dan penurunan curah urin.
Hipotensi dan takikardi dapat terjadi akibat kekurangan volume. Tekanan darah, denyut nadi,
respirasi, tekanan vena sentral dan tekan arteri pulmoner harus dipantau, begitu juga hemoglobin dan
hematokrit, waktu perdarahan dan pembekuan, serta angka trombosit.

Pasien diamati sesering mungkin mengenai adanya perdarahan dari kulit, membran mukosa, dan
luka serta adanya perdarahan internal. Selama terjadinya episode perdarahan, pasien dijaga agar
tetap istirahat dan diberikan tekanan lembut pada tempat perdarahan aksternal. Kompres dingin
diberikan pada tempat perdarahan bila perlu.

Obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk mengurangi trauma dan risiko
perdarahan. Segala usaha harus diupayakan untuk melindungi pasien dari trauma. Lingkungan dijaga
agar bebas dari rintangan yang dapat menyebabkan jatuh, pasien dipindah dan digeser dengan
sangat hati-hati. Tepi tempat tidur harus dilapisi dengan bantalan yang lunak. Darah dan komponen
darah diberikan sesuai kebutuhan, dan diusahakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.

Upaya pencegahan perdarahan. Pasien dan keluarganya diberi informasi mengenai risiko perdarahan
dan usaha pengamanan yang perlu. Mereka dianjurkan untuk mengubah lingkungan rumah
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik. Rintangan yang dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan
menggosok gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut. Mengeluarkan ingus
dengan kuat, batuk dan mengejan saat BAB harus dihindari. Pencahar diberikan bila perlu. Aspirin
atau obat yang mengandung aspirin harus dihindari.

Dianjurkan melakukan aktivitas fisik, tetapi dengan keamanan yang baik. Olahraga tanpa kontak
seperti berenang, hiking, dan golf merupakan aktivitas yang dapat diterima, sementara olahraga
dengan kontak harus dihindari. Latihan penguatan tungkai sangat perlu untuk rehabilitasi setelah
hemartosis akut.

Perlunya kontrol yang teratur dan pemeriksaan laboratorium harus dijelaskan. Dengan pemahaman
alasan perlunya evaluasi medis berkelanjutan, pasien akan mematuhi jadwal kontrol.

Menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup. Pasien dengan hemofilia sering memerlukan
bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa
kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya. Sejak masa
kanak-kanak, pasien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi
aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri
dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu
kegiatan normal. Kemajuan dalam menerima kondisi tersebut, akan membuat mereka lebih
bertanggung jawab untuk menjaga kesehatannya secara optimal. Meningkatnya presentase penderita
hemofilia dengan HIV, maka pasien dan keluarganya harus belajar bagaimana mereka berhadapan
dengan rasa marah yang dialami secara efektif sehubungan dengan penyakit yang mematikan
tersebut. Peningkatan angka kematian pasien hemofilia yang menderita AIDS telah merubah peran
perawat. Perawat harus mengetahui pengaruh stres tersebut secara profesional dan personal serta
menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk pasien dan keluarganya.

Idealnya, semua pasien dengan hemofilia dapat bekerja sama dengan pelayanan kesehatan,
mematuhi perjanjian kontrol kesehatan dan kesehatan gigi, dan berusaha hidup sehat serta produktif.
Banyak pasien yang memperoleh manfaat dari pusat layanan hemofilia dan kelompok pendukung.
Lembaga tersebut memberikan layanan terpadu dan berkelanjutan serta kesempatan untuk
berinteraksi dengan orang lain yang menghadapi situasi yang sama.

IV. EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1. Nyeri berkurang
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri

2. Melakukan upaya mencegah perdarahan


a. Menghindari trauma fisik
b. Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan
c. Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan
d. Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium
e. Menghindari olahraga kontak
f. Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin
g. Memakai gelang penanda

3. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup


a. Mengidentifikasi aspek positif kehidupan
b. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan
gaya hidup yang harus dilakukan
c. Berusaha mandiri
d. Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan

4. Tidak mengalami komplikasi


a. Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal
c. Tidak mengalami perdarahan aktif

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC.
Jakarta.

You might also like