You are on page 1of 49

APLIKASI GUIDED IMAGERY UNTUK PENATALAKSANAAN NYERI

RINGAN PADA KLIEN NY. S DENGAN APENDIKSITIS POST


LAPARATOMI DI RUANG IBS RSUD UNGARAN

DISUSUN OLEH :
IMANUEL DWIJAYANTO
G3A017029

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017-2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat.
Kemajuan teknologi dan ilmu di bidang kesehatan membawa manfaat yang besar
bagi manusia, termasuk pada penatalaksanaan operasi laparatomi Apendiktomi.
Laparatomi Apendiktomi merupakan tindakan operasi melakukan pembedahan
pada perut untuk membuang apendik.(Doengoes.2005)
Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek samping yang
timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri yang ditimbulkan oleh operasi
biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan. Ketidaknyamanan atau nyeri
bagaimanapun keadaannya harus diatasi dengan manajemen nyeri karena
kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia.
Nyeri merupakan alasan paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Nyeri dapat bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang
sama. Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam
upaya pengontrolan nyeri (Gloria F. Antal; Denise Kresevic.2004).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan.(Peggy Burhenn, MS,2014)
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik menceritakan
cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra
mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan
negative atau stress dengan suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson,
2016)
Relaksasi adalah lebih dari suatu keadaan pikiran, secara fisik relaksasi
mengubah cara tubuh berfungsi. Ketika tubuh santai maka tubuh akan bernapas
dengan perlahan, sehingga akan terjadi penurunan tekana darah dan meningkatkan
konsumsi oksigen, dan beberapa orang melaporkan terjadi peningkatan rasa
sejahtera. Hal ini disebut dengan “respon relaksasi”. Mampu menghasilkan respon

2
relaksasi menggunakan teknik relaksasi dapat melawan efek stress jangka
panjang, yang dapat mendukung atau memperburuk berbagai masalah kesehatan
termasuk depresi, gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi dan
insomnia (ACOG, 2006).
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan
dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya
gangguan. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi
menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan
secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan
kadar epineprin dan non epineprin dalam darah, penurunan frekuensi denyut
jantung (sampai mencapai 24x per menit), penurunan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot,
metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperature pada ekstremitas
(Rahmayati, 2010).
Relaksasi adalah intervensi mandiri untuk mengurangi nyeri,
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi otot
rangka diyakini dapat mengurangi rasa sakit dengan relaksasi otot (Smeltzer,
2002)
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaporkan asuhan keperawatan pada klien yang
dilakukan Guided Imagery mengurangi nyeri di ruang IBS RSUD
Ungaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pasien dengan post laparatomi
appendiksitis
b. Mampu mengidentifikasi masalah dan analisa data pada pasien dengan
post laparatomi apendiksistis
c. Mempu menetapkan tindakan pada klien dengan Guided Imagery pada
pasien post laparatomi apendiksitis
d. Mampu memotivasi pasien untuk melakukan Guided Imagery pada
pasien post laparatomi apendiksitis

3
e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada klien dengan post laparatomy apendiksitis.

B. METODE PENULISAN
Metode penulisan makalah ini saya kumpulkan dari referensi yang relevan
dari perpustakaan, mecari referensi yang relevant dari internet.

BAB II
KONSEP DASAR

4
A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian mengenai appendicitis, diantaranya yaitu:
1. Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
2. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
3. Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
4. Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer
dkk, 2000).
5. Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Anonim, 2015).

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
a. Hiperplasia dari foikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatanjaringan limpoid
pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendiks yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks

5
d. Kelainan katup di pangkal apendiks (Nuzulul, 2009)
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yaitu:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia foikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapdesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu peah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

6
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).

APENDIKS (Mansjoer, 2014)

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekait Sreiktur Tumor


limfoid apendiks

Obstruksi
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
Mukosa terbendung karakteristik nyeri
2. Jelaskan pada pasien tentang
penyebab nyeri
Apendiks teregang 3. Ajarkan tehnik untuk pernafasa
diafragmatik lambat/napas dalam
Tekanan intraluminal 4. Berikan aktivitas hiburan
5. Observasi TTV
6. Kolaborasi dengan tim medis
Aliran darah terganggu dalam pemberian analgesik
Nyeri
Ulserasi dan invasi bakteri
pada dinding apendiks
Apendisitis

Ke peritonium trombosis pd vena intramural

Peritonitis pembengkakan dan iskemia

7
Perforasi

Cemas 1. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi


Pembedahan operasi 2. Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek
1. Evaluasi tingkat ansietas, cacat verbal dan feses ringan bila perlu dan hindari enema
non verbal 3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk
2. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan mengamati balutan, pembatasan mandi, dan
prosedur sebelum dilakukan Luka insisi kembali ke dokter untuk mengangkat
PK
3. Jadwalkan istirahat adekuat da periode jahitan/pengikat
menghentikan tidur Pembeda 4. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi
4. Anjurkan keluarga untuk menemani klien han medik, contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya drainase,
demam
Defisit self
Nyeri Jalan masuk kuman
1. Mandikan pasien setiap hari
sampai klien mampu 1. Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik
melaksanakan sendiri serta dan laporkan perubahan nyeri dengan
cuci rambut dan potong kuku tepat Resiko infeksi
2. Ganti pakaian yang kotor 2. Monitor TTV
dengan yang bersih 3. Pertahankan istirahat dengan posisi 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area
3. Berikan hynege edukasi pada semi fowler insisi
klien dan keluarga tentang 4. Dorong ambulasi dini 2. Monitor TTV, perhatikan demam, menggigil,
pentingnya kebersihan diri 5. Berikan aktivitas hiburan berkeringat, perubahan mental
4. Berikan pujian pada klien 6. Kolaborasi tim dokter dalam 3. Lakukan teknik isolasi untuk enterik,
tentang kebersihanya pemberian analgetika termasuk cuci tangan efektif
E.5. Bimbing
MANIFESTASI
keluarga klien KLINIK 4. Pertahankan teknik aseptik ketat pada
perawatan luka insisi/terbuka, bersihkan
1. Nyeri kuadaran
memandikan/menyeka
6. Bersihkan dan atur posisi
pasien bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
dengan betadine
serta tempat tidur klien 5. Awasi/batasi pengunjung dan siap kebutuhan
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
2. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan tekanan
pemberian antibiotik
3. Nyeri tekan lepas dijumpai
4. Terdapat konstipasi atau diare
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter
8. Pemeriksaan rektal positif jika appendiks berada di ujung pelvis
9. Tanda Rovsing denga melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertaiabdomen
terjadi akibat ileus paralitik
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
(Arif Mansjoer dkk, 2000).

Nama Pemeriksaan Tanda dan Gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan

8
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau nyeri sekitar perut, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut
(Rosenstein)’s sign kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri denga jari pada petit
triangle kanan(akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

F. KOMPLIKASI
Adapun jenis komplikasi di antaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah dan daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan beekembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi apabila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat

9
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritononitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.(Arif Mansjoer dkk, 2014).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED
akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
4. Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

10
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
7. Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
8. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik
ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
(Arif Mansjoer dkk, 2014).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita

11
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (menggeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peristaltik
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
 Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditimi)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan)
3. Defisit self care berhubugan dengan nyeri
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang stimulus

12
13
PRE OPERASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan denganSetelah dilakukan asuhan Kaji tingkat nyeri, lokasi danUntuk mengetahui sejauh mana
agen injuri biologi (distensikeperawatan, diharapkan nyerikarasteristik nyeri. tingkat nyeri dan merupakan
jaringan intestinal oleh inflamasi) klien berkurang dengan kriteria indiaktor secara dini untuk dapat
hasil: memberikan tindakan selanjutnya
Klien mampu mengontrol nyeri informasi yang tepat dapat
(tahu penyebab nyeri, mampu Jelaskan pada pasien tentangmenurunkan tingkat kecemasan
menggunakan tehnikpenyebab nyeri pasien dan menambah pengetahuan
nonfarmakologi untuk mengurangi pasien tentang nyeri.
nyeri, mencari bantuan) napas dalam dapat menghirup
Melaporkan bahwa nyeri O2 secara adequate sehingga otot-
berkurang dengan menggunakan Ajarkan tehnik untuk pernafasanotot menjadi relaksasi sehingga
manajemen nyeri diafragmatik lambat / napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri.
Tanda vital dalam rentang meningkatkan relaksasi dan dapat
normal meningkatkan kemampuan kooping.
TD (systole 110-130mmHg, deteksi dini terhadap perkembangan
diastole 70-90mmHg), HR(60- Berikan aktivitas hiburan (ngobrolkesehatan pasien.
100x/menit), RR (16-24x/menit),dengan anggota keluarga) sebagai profilaksis untuk dapat
0
suhu (36,5-37,5 C) Observasi tanda-tanda vital menghilangkan rasa nyeri.
Klien tampak rileks mampu
tidur/istirahat

Kolaborasi dengan tim medis dalam

14
pemberian analgetik
2. Perubahan pola eliminasiSetelah dilakukan asuhan Pastikan kebiasaan defekasi klien danmembantu dalam pembentukan
(konstipasi) berhubungan dengankeperawatan, diharapkan konstipasigaya hidup sebelumnya. jadwal irigasi efektif
penurunan peritaltik. klien teratasi dengan kriteria hasil: Auskultasi bising usus
BAB 1-2 kali/hari kembalinya fungsi gastrointestinal
Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi
Bising usus 5-30 kali/menit intra peritonial
Tinjau ulang pola diet dan jumlah /masukan adekuat dan serat, makanan
tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam
menentukan konsistensi feses.

3. Kekurangan volume cairanSetelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital Tanda yang membantu
berhubungan dengan mualkeperawatan diharapkan mengidentifikasikan fluktuasi
muntah. keseimbangan cairan dapat volume intravaskuler.
dipertahankan dengan kriteria hasil: Kaji membrane mukosa, kaji tugorIndicator keadekuatan sirkulasi
kelembaban membrane mukosa kulit dan pengisian kapiler. perifer dan hidrasi seluler.
turgor kulit baik Awasi masukan dan haluaran, catat
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kgwarna urine/konsentrasi, berat jenis. Penurunan haluaran urin pekat
BB/jam dengan peningkatan berat jenis
Tanda-tanda vital dalam batas Auskultasi bising usus, catatdiduga dehidrasi/kebutuhan

15
normal kelancaran flatus, gerakan usus. peningkatan cairan.
TD (systole 110-130mmHg, Berikan perawatan mulut seringIndicator kembalinya peristaltic,
diastole 70-90mmHg), HR(60-dengan perhatian khusus padakesiapan untuk pemasukan per oral.
100x/menit), RR (16-24x/menit),perlindungan bibir. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
0
suhu (36,5-37,5 C) Pertahankan penghisapan gaster/usus. mulut kering dan pecah-pecah

Peritoneum bereaksi terhadap


iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
4. Cemas berhubungan denganSetelah dilakukan asuhan Evaluasi tingkat ansietas, catat verbalketakutan dapat terjadi karena nyeri
preoperasi keperawatan, diharapkandan non verbal pasien. hebat, penting pada prosedur
kecemasab klien berkurang dengan diagnostik dan pembedahan.
kriteria hasil: dapat meringankan ansietas terutama
Melaporkan ansietas menurun Jelaskan dan persiapkan untukketika pemeriksaan tersebut
sampai tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum dilakukan melibatkan pembedahan.
Tampak rileks membatasi kelemahan, menghemat
Jadwalkan istirahat adekuat danenergi dan meningkatkan
periode menghentikan tidur. kemampuan koping.
Mengurangi kecemasan klien
Anjurkan keluarga untuk menemani

16
disamping klien

POST OPERASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri berhubungan dengan agenSetelah dilakukan asuhan Kaji skala nyeri lokasi, karakteristikBerguna dalam pengawasan dan
injuri fisik (luka insisi post operasikeperawatan, diharapkan nyeridan laporkan perubahan nyeri dengankeefesien obat, kemajuan
appenditomi). berkurang dengan kriteria hasil: tepat. penyembuhan,perubahan dan
Melaporkan nyeri berkurang karakteristik nyeri.
Klien tampak rileks Monitor tanda-tanda vital deteksi dini terhadap perkembangan
Dapat tidur dengan tepat kesehatan pasien.
Tanda-tanda vital dalam batas Menghilangkan tegangan abdomen
normal Pertahankan istirahat dengan posisiyang bertambah dengan posisi
TD (systole 110-130mmHg,semi powler. terlentang.
diastole 70-90mmHg), HR(60- Meningkatkan kormolisasi fungsi
100x/menit), RR (16-24x/menit), Dorong ambulasi dini. organ.
0
suhu (36,5-37,5 C) meningkatkan relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam
pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi berhubunganSetelah dilakukan asuhan Kaji adanya tanda-tanda infeksi padaDugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisikeperawatan diharapkan infeksiarea insisi

17
post pembedahan). dapat diatasi dengan kriteria hasil: Monitor tanda-tanda vital. PerhatikanDugaan adanya infeksi/terjadinya
Klien bebas dari tanda-tandademam, menggigil, berkeringat,sepsis, abses, peritonitis
infeksi perubahan mental mencegah transmisi penyakit virus
Menunjukkan kemampuan untuk Lakukan teknik isolasi untuk infeksike orang lain.
mencegah timbulnya infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) Pertahankan teknik aseptik ketat padamencegah meluas dan membatasi
perawatan luka insisi / terbuka,penyebaran organisme infektif /
bersihkan dengan betadine. kontaminasi silang.
Awasi / batasi pengunjung dan siapmenurunkan resiko terpajan.
kebutuhan.
Kolaborasi tim medis dalamterapi ditunjukkan pada bakteri
pemberian antibiotik anaerob dan hasil aerob gra negatif.

3. Defisit self care berhubunganSetelah dilakukan asuhan Mandikan pasien setiap hari sampaiAgar badan menjadi segar,
dengan nyeri. keperawatan diharapkan kebersihanklien mampu melaksanakan sendirimelancarkan peredaran darah dan
klien dapt dipertahankan denganserta cuci rambut dan potong kukumeningkatkan kesehatan.
kriteria hasil: klien.
klien bebas dari bau badan Ganti pakaian yang kotor dengan
klien tampak bersih yang bersih. Untuk melindungi klien dari kuman
ADLs klien dapat mandiri atau dan meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan Berikan Hynege Edukasipada klienAgar klien dan keluarga dapat
dan keluarganya tentang pentingnyatermotivasi untuk menjaga personal
kebersihan diri. hygiene.
Berikan pujian pada klien tentangAgar klien merasa tersanjung dan

18
kebersihannya. lebih kooperatif dalam kebersihan
Agar keterampilan dapat diterapkan
Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien Klien merasa nyaman dengan tenun
Bersihkan dan atur posisi serta tempatyang bersih serta mencegah
tidur klien. terjadinya infeksi.

4. Kurang pengetahuan tentangSetelah dilakukan asuhan Kaji ulang pembatasan aktivitasMemberikan informasi pada pasien
kondisi prognosis dan kebutuhankeperawatan diharapkanpascaoperasi untuk merencanakan kembali
pengobatan b.d kurang informasi. pengetahuan bertambah dengan rutinitas biasa tanpa menimbulkan
kriteria hasil: masalah.
menyatakan pemahaman proses Anjuran menggunakanMembantu kembali ke fungsi usus
penyakit, pengobatan dan laksatif/pelembek feses ringan bilasemula mencegah ngejan saat
berpartisipasi dalam programperlu dan hindari enema defekasi
pengobatan Diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengamati balutan,Pemahaman meningkatkan kerja
pembatasan mandi, dan kembali kesama dengan terapi, meningkatkan
dokter untuk mengangkatpenyembuhan
jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi medic, contoh peningkatanUpaya intervensi menurunkan resiko
nyeri edema/eritema luka, adanyakomplikasi lambatnya penyembuhan
drainase, demam peritonitis.

19
No. Dx Keperawatan NOC NIC Rasional
5 DISFUNGSI MOTILITAS NOC NIC
USUS  Gastrointestinal Function Tube Care Gastrointestinal
 Bowel Continence  Monitor TTV Untuk mengetahui balance cairan
Definisi: Peningkatan, Kriteria Hasil :  Monitor status cairan dan
penurunan, ketidakefektifan,  Tidak ada distensi abdomen elektrolit
atau kurang aktivitas peristaftic Tidak ada kram abdomen  Monitor bising usus
didalam system gastrointestinal Tidak ada nyeri abdomen  Monitor irama jantung
 Peristaltic usus dalam batas  Catat intake dan output secara
normal 15-30x/menit akurat
 Frekuensi, warna,  Kaji tanda-tanda gangguan
konsistensi, banyaknya feses keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam batas normal  (membran mukosa kering,
 Tidak ada darah di feses sianosis, jaundice)
 Tidak ada diare  Kelola pemberian suplemen

20
 Tidak ada mual dan muntah elektrolit sesuai instruksi dokter
 Nafsu makan meningkat  Kolaborasi dengan ahil gizi
jumlah kalori dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan
 Pasang NGT jika diperlukan
 Monitor warna dan konsistensi
dari naso gastric output
 Monitor diare

Bowel Inkontinence care Untuk mengetahui apakah ada


 Perkirakan penyebab fisik dan gangguan motilitas usus
psikologi dan inkontimemsia fekal
 Jelaskan penyebab masalah dan
rasional dari tindakan
 Jelaskan tujuan dan managemen
bowel pada pasien/keluarga
 Diskusikan prosedur dan
criteria hasil yang diharapkan
bersama pasien
 Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat keluaran feses
 Cuci area perianal dengan
sabun dan air lalu keringkan
 Jaga kebersihan baju dan
tempat tidur

21
 Lakukan program latihan BAB
 Monitor efek samping
pengobatan
 Bowel Training
 Rencanakan program BAB
dengan pasien dan pasien yang lain
 Konsul ke dokter jika pasien
memerlukan suppositoria
 Ajarkan ke pasien/keluarga
tentang prinsip latihan BAB
 Anjurkan pasien untuk cukup
minum
 Jaga privasi klien
 Kolaborasi pemberian
suppositoria jika memungkinkan
 Evaluasi status BAB secara
rutin
 Modifikasi program BAB jika
diperlukan

22
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.


Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2014, Jakarta.
Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2012,
Jakarta.
Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal),
EGC, Jakarta.
Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara
Jakarta
Librianty, Nurfanida. (2015). Panduan mandiri melacak penyakit. Lintas Kata:
Jakarta
Mandell, Douglas, and Bennett’s. (2014). Principles and practice of infectious
diseases eight edition volume 1. Elsevier Sunders: Canada
Mansjoer, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

23
BAB III
TELAAH JURNAL
A. JUDUL
Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomy di RS DR. Moewardi Surakarta.
B. PENELITI
Yuntafiur Rosida & Yuli Widyastuti
C. TEMPAT PENELITIAN
Ruang Mawar di RS DR. Moewardi Surakarta.
D. METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian one design pre
test-post test. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi laparatomi di Ruang Mawar dengan metode purposive sampling
dengan criteria inklusi pasien post operasi laparatomy. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data demografi dan kuesioner skala
pengukuran nyeri
E. HASIL DAN KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian terdapat perbedaan tingkat nyeri pasien post operasi
laparatomy sebelum dan sesudah dilakukan teknik guided imaginary. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai nilai t hitung sebesar 7,103 dengan signifikasi (p)
sebesar 0,000. Nilai p <0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (7,103 >
1,753) pada signifikan 95%.Dan penurunan intensitas nyeri sesudah dilakukan
guided imaginary dari 5,88 menjadi 3,56.
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam


kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2015). Nyeri merupakan
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak
proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik,
pembedahan dan pengobatan (Peggy Burhenn, MS,2014).

24
Oleh karena itu nyeri perlu penatalaksanaan yang tepat sehingga pasien
merasa nyaman, dapat mengontrol nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri yang fokus pada menggambarkan hal-hal yang
menyenangkan, melalui teknik menceritakan cerita (story telling) atau
deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra mental (disebut juga dengan
teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan negative atau stress dengan
suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson, 2016)

OBSTRUKSI
I

TEKANAN INTRALUMINAL

ULSERASI DAN INFLAMASI PADA APP

LAPARATOMI

G. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI/ALASAN PENERAPAN EVIDENCE


NYERI
BASED NURSING PRACTICE

GUIDED IMAGERY

RELAKSASI FISIOLOGIS, KOGNITIF, BEHAVIORAL

Ventilasi paru dan oksigen darah meningkat

Nyeri berkurang atau teratasi

25

Timbul rasa tenang, relaks, bahagia


H. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Sebelum dilakukan intervensi Guided Imagery pasien dijelaskan prosedurnya
dan dimintai persetujuan terlebih dahulu. Setelah setuju pasien dianjurkan
untuk tidur telentang atau melakukan posisi yang nyaman setelah itu pasien
diminta untuk rileks. Pasien diminta untuk memejamkan mata dan melakukan
napas dalam beberapa kali. Sambil dipandu perawat untuk merilekskan semua
anggota tubuh khususnya bagian tubuh yang sakit sambil pasien
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau yang bisa membuat pasien
nyaman. Teknik ini bisa digunakan sewaktu waktu ketika pasien merasa
nyeri.

26
BAB IV
RESUME ASKEP PASIEN 1
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 40 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Ungaran
Diagnosa medis : Apendiksitis post laparatomi
Tanggal operasi : 10-08-2018

27
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. E
Umur : 35 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : jawa
Hubungan dengan pasien : Ibu
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ungaran

2. Status kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah.
b. Status kesehatan saat ini
Sebelum operasi pasien mengatakan perutnya terasa sakit sudah
selama seminggu. Sakit dirasakan bagian perut kanan bawah terasa
nyeri seperti di tusuk dengan skala 4 dan berlangsung kadang-
kadang..TD = 130/80 mmHg HR= 80 x/menit RR= 20 x/menit. Bising
usus 5x/menit. Setelah operasi pasien mengatakan perutnya kembung,
pasien mengatakan perutnya tidak nyaman dan merasa nyeri, waktu
terjadinya nyeri hilang timbul. Skala nyeri 3 TD = 120/80 mmHg HR=
80 x/menit RR= 20 x/menit. Bising usus 4x/menit.
c. Status kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti
apendiksitis. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM
maupun asma.
3. Pengkajian pola fungsi fokus dan perubahan fisik
a. Neurosensori dan kognitif

28
Gejala : adanya nyeri (P nyeri bertambah bila dipakai
bergerak/aktifitas, nyeri berkurang bila pasien rileks, Q rasanya
ditusuk tusuk, R di perut kanan bawah, S : 3, T hilang timbul).
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis, TD=
130/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2: 99%
b. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan.
Kemampuan pasien pre operasi seperti duduk bisa mandiri, perawatan
diri seperti mandi mandiri, untuk makan dan minum pasien bisa
melakukan sendiri, Untuk berpakaian pasien bisa melakukan sendiri.
Untuk berpindah tempat dan berjalan pasien bisa sendiri. Untuk
toileting (BAK) pasien bisa melakukan mandiri dan untuk BAB pasien
masih bisa melakukan sendiri. Saat ini pasien dalam keadaan post
operasi laparatomi apendiksitis. Post spinal anestesi. Untuk aktivitas
masih dalam pemulihan, bila sampai di ruangan pasien boleh
beraktivitas bertahap. Ku : baik, Kes: Cm. TD: 130/80 mmhg, N: 80x
per menit, S: 36.5 C, RR: 20x/menit.
c. Keamanan
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
pasien juga tidak mempunyai alergi makanan maupun obat obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat tranfusi darah dan riwayat penyakit
seksual. Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Pasien tidak
mempunyai riwayat cidera karena trauma jatuh.
Suhu 37oC, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt, pernafasan
20 kali/mnt
Integritas jaringan : ada luka tertutup kasa di bagian perut kanan
bawah, jahitan rapat, tampak bersih, tidak rembes, tidak ada edema,
tidak ada pus, Pasien terpasang infus.

4. DATA PENUNJANG
a. Laboratorium
Kimia klinik tgl 08-07-18
Ureum 35 mg/dl 15-39
Creatinin 1.15 mg/dl 0.6-1.30
Kimia klinik tgl 08-07-18
Magnesium 0.95 mmol/L 0.74-0.99
Calcium` 2.26mmol/L 2.12-2.52

29
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 4.7 mmol/ L 3.5-5.1
Chloride 104 mmol/L 98-107
Hematologi tgl 08-07-18
Hemoglobin 14.00g/dl 13.00-16.00
Leukosit 10.7. 10.^3/ul 3.8-10.6
Trombosit 170. 10^3/Ul 150-400

Kimia klinik tgl 08-07-18


Albumin 3.8 g/dl 3.4-5.0
Cholesterol total 187 mg/dl <200
Asam urat 4.8 mg/dl 3.5-7.2
Kimia klinik tgl 08-07-18
Glukosa sewaktu 150 mg/dl 80-160
HBsAg -/neg negative

b. Radiologi : usg tgl 08-07-2018 : appendiksitis


c. Ekg tgl 07-07-2018
Normal sinus rhythm
d. Obat obatan
1) Ceftriaxon 1gr/ 12jam
2) Ranitidin 50 mg/12 jam
3) Ketorolac 30 mg/12 jam kalau nyeri saja
4) Paracetamol 1000 mg/ 8 jam kalau demam saja suhu >38C
e. Diit
Cair 2 bertahap.

5. Analisa data

Hari/t Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd


gl

30
Selasa, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
10-07- perut bagian kanan bawah
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks,
Q ditusuk tusuk, R hidung, S
3, T hilang timbul.
DO : Agen
1. TD 130/80 mmHg, N 98 Nyeri akut ( nanda injuri
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt kode 00132) (fisik)
2. Tampak kesakitan
3. Hasil usg tgl 08-07-18
desember 2018 : apendiksitis

Selasa, DS: pasien mengatakan telah Resiko infeksi prosedur Nuel


10-07- dilakukan operasi post laparatomi (nanda kode invasive
2018 apendiksitis 00004)
DO: tampak luka post operasi:
bersih, tidak rembes. Luka tidak
ada pus. Jahitan rapat Leukosit:
10.7 10^3 (3.8-10.6), TD 130/80
mmHg, N 98 x/mnt, S 36,6 oC, RR
20 x/mnt

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( nanda kode 00132)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (nanda kode
00004)

C. Pathways keperawatan kasus

obstruksi

inflamasi ulseratif apendik

31
laparatomi

luka post op

nyeri akut

luka post operasi

resiko infeksi

D. Fokus intervensi
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
10-07- Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Nuel
18 berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan
Jam dengan agen selama 1x 1 jam klien pengkajian nyeri
10.00 injuri fisik dapat menunjukkan secara
( nanda kode kontrol nyeri dengan komprehensif
00132) kriteria hasil : 2. Gunakan teknik
1. Klien mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tindakan mengetahui
pengurangan nyeri pengalaman nyeri
tanpa analgesic dan sampaikan
skala 5 (secara penerimaan pasien
konsisten terhadap nyeri.
menunjukkan) 3. Ajarkan tentang
2. Klien mampu teknik non
melaporkan nyeri farmakologik
yang terkontrol ( Guided Imagery)

32
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
skala 5 (secara 4. Dukung
konsisten istirahat/tidur
menunjukkan) yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.

10-07- Resiko infeksi Setelah dilakukan A. Perlindungan Nuel


berhubungan asuhan keperawatan infeksi
2018
dengan prosedur selama 1x1 jam tidak 1. Monitor tanda dan
invasive (nanda terjadi infeksi dengan gejala infeksi
Jam kode 00004) kriteria hasil: 2. Motivasi tingkatkan
10.00 1. Cairan (luka)
asupan nutrisi yang
yang berbau
busuk skala 5 cukup
(tidak ada) 3. Anjurkan istirahat
2. Demam skala 5 B. Perawatan luka
( tidak ada) 1. Monitor
3. peningkatan karakteristik luka
leukosit skala 5 2. Lakukan perawatan
( tidak ada) luka yang tepat

C. Control infeksi
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotic yang
tepat

33
RESUME ASKEP PASIEN KE 2
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa

34
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Langen Sari Rt 01/I Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur Os Nasal post reposisi
Tanggal operasi : 30-07-2018
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 55 th
Jenis kelamin : laki laki
Agama : Islam
Suku : jawa
Hubungan dengan pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ungaran

2. Status kesehatan
a. Keluhan Utama
nyeri pada hidung pada luka post reposisi.
b. Status kesehatan saat ini
Sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh dari kamar
mandi. Saat jatuh hidung terbentur dengan kamar mandi. Terjadi
mimisan.
c. Status kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti fraktur.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM maupun
asma.
3. Pengkajian pola fungsi fokus dan perubahan fisik

35
a. Neurosensori dan kognitif
Gejala : adanya nyeri (P nyeri bertambah bila dipakai
bergerak/aktifitas, nyeri berkurang bila pasien rileks, Q rasanya cekot
cekot, R di hidung, S : 3, T hilang timbul).
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis, TD=
130/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2: 99%
b. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan.
Kemampuan pasien pre operasi seperti duduk bisa mandiri, perawatan
diri seperti mandi mandiri, untuk makan dan minum pasien bisa
melakukan sendiri, Untuk berpakaian pasien bisa melakukan sendiri.
Untuk berpindah tempat dan berjalan pasien bisa sendiri. Untuk
toileting (BAK) pasien bisa melakukan mandiri dan untuk BAB pasien
masih bisa melakukan sendiri. Saat ini pasien dalam keadaan post
operasi reposisi fraktur nasal. Post General anestesi. Untuk aktivitas
masih dalam pemulihan, bila sampai di ruangan pasien boleh
beraktivitas bertahap. Ku : baik, Kes: Cm. TD: 130/80 mmhg, N: 80x
per menit, S: 36.5 C, RR: 20x/menit.

c. Keamanan
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
pasien juga tidak mempunyai alergi makanan maupun obat obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat tranfusi darah dan riwayat penyakit
seksual. Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Pasien tidak
mempunyai riwayat cidera karena trauma jatuh.
Suhu 37oC, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt, pernafasan
20 kali/mnt
Integritas jaringan : ada luka tertutup post reposisi os nasal , terdapat
tampon di hidung, tampak bersih, tidak rembes, tidak ada edema, tidak
ada pus, Pasien terpasang infus.

4. DATA PENUNJANG
f. Laboratorium
Kimia klinik tgl 28-07-18
Ureum 32 mg/dl 15-39
Creatinin 1.15 mg/dl 0.6-1.30

36
Kimia klinik tgl 28-07-18
Magnesium 0.90 mmol/L 0.74-0.99
Calcium` 2.28mmol/L 2.12-2.52
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.2 mmol/ L 3.5-5.1
Chloride 105 mmol/L 98-107
Hematologi tgl 28-07-18
Hemoglobin 13.00g/dl 13.00-16.00
Leukosit 10.3. 10.^3/ul 3.8-10.6
Trombosit 169. 10^3/Ul 150-400
Kimia klinik tgl 28-07-18
Albumin 3.6 g/dl 3.4-5.0
Cholesterol total 188 mg/dl <200
Asam urat 4.4 mg/dl 3.5-7.2
Kimia klinik tgl 28-07-18
Glukosa sewaktu 115 mg/dl 80-160
HBsAg -/neg negative

g. Radiologi : foto os nasal tgl 28-07-2018.


fraktur os nasal
h. Ekg tgl 28-07-2018
Normal sinus rhythm
i. Obat obatan
5) Ceftriaxon 1gr/ 12jam
6) Ranitidin 50 mg/12 jam
7) Ketorolac 30 mg/12 jam kalau nyeri saja
8) Paracetamol 1000 mg/ 8 jam kalau demam saja suhu >38C
j. Diit
Nasi TKTP

37
5. Analisa data

Hari/ Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd


tgl
Sabtu, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
30- hidung pada luka post reposisi
07- fraktur os nasal
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks,
Q cekot – cekot, R hidung, S Agen
3, T hilang timbul. Nyeri akut ( nanda injuri
DO : kode 00132) (fisik)
4. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
5. Tampak sedikit kesakitan
6. Hasi foto nasal tgl 28-07-18
desember 2018 : fraktur os
nasal multiple

Senin, DS: pasien mengatakan telah Resiko infeksi prosedur Nuel


30- dilakukan operasi post reposisi (nanda kode invasive
07- fraktur os nasal 00004)
2018 DO: tampak tampon luka post
operasi : bersih, tidak rembes. Luka
tidak ada pus. Leukosit: 10.3 10^3
(3.8-10.6), TD 130/80 mmHg, N
98 x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik ( nanda kode 00132)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (nanda kode 00004)

C. Pathways keperawatan kasus

38
trauma langsung

fraktur os nasal

Reposisi/ ORIF

Luka post op

nyeri akut

laserasi kulit

resiko infeksi

D. Fokus intervensi

39
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
30-07- Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Nuel
18 berhubungan asuhan keperawatan 5. Lakukan
Jam dengan agen selama 1x 1 jam klien pengkajian nyeri
09.00 injuri fisik dapat menunjukkan secara
( nanda kode kontrol nyeri dengan komprehensif
00132) kriteria hasil : 6. Gunakan teknik
3. Klien mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tindakan mengetahui
pengurangan nyeri pengalaman nyeri
tanpa analgesic dan sampaikan
skala 5 (secara penerimaan pasien
konsisten terhadap nyeri.
menunjukkan) 7. Ajarkan tentang
4. Klien mampu teknik non
melaporkan nyeri farmakologik
yang terkontrol ( Guided Imagery)
skala 5 (secara 8. Dukung
konsisten istirahat/tidur
menunjukkan) yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.

30-07- Resiko infeksi Setelah dilakukan D. Perlindungan Nuel


berhubungan asuhan keperawatan infeksi
2018
dengan prosedur selama 1x1 jam tidak 4. Monitor tanda dan
invasive (nanda terjadi infeksi dengan gejala infeksi
Jam kode 00004) kriteria hasil: 5. Motivasi tingkatkan
09.00 4. Cairan (luka)
asupan nutrisi yang
yang berbau
busuk skala 5 cukup
(tidak ada) 6. Anjurkan istirahat
5. Demam skala 5 E. Perawatan luka
( tidak ada) 3. Monitor
6. peningkatan karakteristik luka
leukosit skala 5 4. Lakukan perawatan
( tidak ada) luka yang tepat

F. Control infeksi
2. Kolaborasi
pemberian

40
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
antibiotic yang
tepat

BAB V
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
PASIEN 1

41
A. IDENTITAS
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 40 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Ungaran
Diagnosa medis : fraktur os nasal
Tanggal masuk : 07-07-2018
Tanggal operasi laparatomi :10-07-2018

B. DATA FOKUS PASIEN

Hari/t Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd

42
gl
Selasa, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
10-07- perut kanan bawah post
2018 laparatomi.
P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks, Agen
Q ditusuk-tusuk, R: perut Nyeri akut ( nanda injuri
bagian kanan bawah, S : 3, T kode 00132) (fisik)
hilang timbul.
DO :
1. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
2. Tampak sedikit kesakitan
3. Hasil usg tgl 28-06-2018 :
apendiksitis

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based


nursing practice
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (post op laparatomi
apendiktomi)
D. Evidence based nursing practice yang diterapkan
Aplikasi Guided Imagery untuk Penatalaksanaan Nyeri Ringan pada Klien Tn.
S dengan post laparatomi apendiktomi di ruang IBS RSUD Ungaran.
E. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice
Sebelum dilakukan intervensi Guided Imagery pasien dijelaskan prosedurnya
dan dimintai persetujuan terlebih dahulu. Setelah setuju pasien dianjurkan
untuk tidur telentang atau melakukan posisi yang nyaman setelah itu pasien
diminta untuk rileks. Pasien diminta untuk memejamkan mata dan melakukan
napas dalam beberapa kali. Sambil dipandu perawat untuk merilekskan semua
anggota tubuh khususnya bagian tubuh yang sakit sambil pasien
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau yang bisa membuat pasien
nyaman. Teknik ini bisa digunakan sewaktu waktu ketika pasien merasa
nyeri. Dokumentasi tindakan ini dilakukan dengan foto dan video.

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

43
PASIEN 2

A. IDENTITAS
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : LangenSari Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur os nasal
Tanggal masuk : 28-07-2018
Tanggal operasi reorif :30-07-2018

B. DATA FOKUS PASIEN

Hari/ Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi Ttd


tgl

44
Sabtu, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
30- hidung post reposisi fraktur os
07- nasal
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks, Agen
Q cekot – cekot, R: hidung, Nyeri akut ( nanda injuri
S : 3, T hilang timbul. kode 00132) (fisik)
DO :
4. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
5. Tampak sedikit kesakitan
6. Hasi foto nasal tgl 28-06-
2018 : fraktur os nasal multiple

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based


nursing practice
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (post op reposisi fraktur os
nasal)

D. Evidence based nursing practice yang diterapkan


Aplikasi Guided Imagery untuk Penatalaksanaan Nyeri Ringan pada Klien Tn.
E dengan fraktur os nasal Post Reposisi di ruang IBS RSUD Ungaran.

E. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Sebelum dilakukan intervensi Guided Imagery pasien dijelaskan prosedurnya
dan dimintai persetujuan terlebih dahulu. Setelah setuju pasien dianjurkan
untuk tidur telentang atau melakukan posisi yang nyaman setelah itu pasien
diminta untuk rileks. Pasien diminta untuk memejamkan mata dan melakukan
napas dalam beberapa kali. Sambil dipandu perawat untuk merilekskan semua
anggota tubuh khususnya bagian tubuh yang sakit sambil pasien
membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau yang bisa membuat pasien
nyaman. Teknik ini bisa digunakan sewaktu waktu ketika pasien merasa
nyeri.

45
BAB VI
PEMBAHASAN

46
A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing
practice
Aplikasi Guided Imagery sangat aman karena tidak mempunyai efek samping
seperti halnya pemberian analgetik yang mempunyai beberapa efek samping
seperti nyeri lambung, dsb. aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah
untuk diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran
yang rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan teknik
ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri saat nyeri
muncul kembali.
B. Hasil yang dicapai
Pasien 1 dan pasien ke 2 respon fisiologisnya meningkat, yang semula nyeri,
tampak meringis kesakitan, pasien yang tampak tegang. Setelah dilakukan
guided imagery pasien tidak mengeluh kesakitan lagi, pasien tampak tenang,
pasien sudah bisa tidur dengan tenang dan berkualitas.
C. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi
evidence based nursing practice
1. Kelebihan : aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah untuk
diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran yang
rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan
teknik ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri
saat nyeri muncul kembali.
2. Kekurangan : teknik ini tidak bisa digunakan pada pasien dengan kasus
penurunan kesadaran karena teknik ini membutuhkan kontrol pikiran yang
relaks dan fokus untuk mengurangi rasa sakit.
3. Hambatan : kadang kadang saat pasien mempraktekkan guided imagery
klien tidak fokus pada pikirannya.

47
BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik
menceritakan cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk
menunjukkan citra mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk
menggantikan perasaan negative atau stress dengan suasana yang santai dan
menyenangkan. Klien Tn. S yang semula merasakan nyeri pada perut post
operasi laparatomi dengan skala nyeri 3 dan Tn. E yang semula merasakan
nyeri pada hidung post reposisi fraktur os hidung dengan skala nyeri 3.
Setelah menggunakan teknik Guided imagery relaksasi dalam 1 jam nyeri
sudah tidak dirasakan kembali. Selain itu Guided Imagery mudah untuk
diajarkan oleh perawat dan mudah dilakukan oleh klien secara mandiri bila

48
klien mengeluhkan nyeri muncul kembali. Guided imagery tidak
membutuhkan biaya sama sekali hanya membutuhkan pikiran yang fokus
untuk menggambarkan hal-hal yang menyenangkan.
B. Saran
Perawat sebaiknya mengintegrasikan aplikasi Guided Imagery sebagai salah
satu intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien paska operasi dengan
skala nyeri ringan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gloria F. Antal; Denise Kresevic.(2004). The Use of Guided Imagery


to Manage Pain in an Elderly Orthopaedic Population. : Orthopedic
Nursing
2. Ann F. Jacobson; Wendy A Umberger.(2016).Guided Imagery for
Total Knee Replacement : A Randomized, Placebo-Controlled Pilot
Study: the journal of alternative and complementary medicine
3. Carpenter, Justin J; Virginia M. (2017).guided imagery for pain
management in postoperative orthopedic patients:An Integrative
literature review
4. Peggy Burhenn, MS.(2014).Guided Imagery for pain control: clinical
journal of oncology nursing
5. Yuntafiur Rosida dan Yuli Widyastuti. (2014). Pengaruh Teknik
Relaksasi Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomy Di RS Dr.
Moewardi Surakarta.:Jurnal Keperawatan STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta.

49

You might also like