Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
IMANUEL DWIJAYANTO
G3A017029
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat.
Kemajuan teknologi dan ilmu di bidang kesehatan membawa manfaat yang besar
bagi manusia, termasuk pada penatalaksanaan operasi laparatomi Apendiktomi.
Laparatomi Apendiktomi merupakan tindakan operasi melakukan pembedahan
pada perut untuk membuang apendik.(Doengoes.2005)
Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek samping yang
timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri yang ditimbulkan oleh operasi
biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan. Ketidaknyamanan atau nyeri
bagaimanapun keadaannya harus diatasi dengan manajemen nyeri karena
kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia.
Nyeri merupakan alasan paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Nyeri dapat bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang
sama. Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam
upaya pengontrolan nyeri (Gloria F. Antal; Denise Kresevic.2004).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan.(Peggy Burhenn, MS,2014)
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik menceritakan
cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra
mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan
negative atau stress dengan suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson,
2016)
Relaksasi adalah lebih dari suatu keadaan pikiran, secara fisik relaksasi
mengubah cara tubuh berfungsi. Ketika tubuh santai maka tubuh akan bernapas
dengan perlahan, sehingga akan terjadi penurunan tekana darah dan meningkatkan
konsumsi oksigen, dan beberapa orang melaporkan terjadi peningkatan rasa
sejahtera. Hal ini disebut dengan “respon relaksasi”. Mampu menghasilkan respon
2
relaksasi menggunakan teknik relaksasi dapat melawan efek stress jangka
panjang, yang dapat mendukung atau memperburuk berbagai masalah kesehatan
termasuk depresi, gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi dan
insomnia (ACOG, 2006).
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan
dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya
gangguan. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi
menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan
secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan
kadar epineprin dan non epineprin dalam darah, penurunan frekuensi denyut
jantung (sampai mencapai 24x per menit), penurunan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot,
metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperature pada ekstremitas
(Rahmayati, 2010).
Relaksasi adalah intervensi mandiri untuk mengurangi nyeri,
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi otot
rangka diyakini dapat mengurangi rasa sakit dengan relaksasi otot (Smeltzer,
2002)
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaporkan asuhan keperawatan pada klien yang
dilakukan Guided Imagery mengurangi nyeri di ruang IBS RSUD
Ungaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pasien dengan post laparatomi
appendiksitis
b. Mampu mengidentifikasi masalah dan analisa data pada pasien dengan
post laparatomi apendiksistis
c. Mempu menetapkan tindakan pada klien dengan Guided Imagery pada
pasien post laparatomi apendiksitis
d. Mampu memotivasi pasien untuk melakukan Guided Imagery pada
pasien post laparatomi apendiksitis
3
e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada klien dengan post laparatomy apendiksitis.
B. METODE PENULISAN
Metode penulisan makalah ini saya kumpulkan dari referensi yang relevan
dari perpustakaan, mecari referensi yang relevant dari internet.
BAB II
KONSEP DASAR
4
A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian mengenai appendicitis, diantaranya yaitu:
1. Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
2. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
3. Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
4. Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer
dkk, 2000).
5. Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Anonim, 2015).
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
a. Hiperplasia dari foikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatanjaringan limpoid
pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendiks yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks
5
d. Kelainan katup di pangkal apendiks (Nuzulul, 2009)
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yaitu:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia foikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapdesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu peah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
6
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).
Obstruksi
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
Mukosa terbendung karakteristik nyeri
2. Jelaskan pada pasien tentang
penyebab nyeri
Apendiks teregang 3. Ajarkan tehnik untuk pernafasa
diafragmatik lambat/napas dalam
Tekanan intraluminal 4. Berikan aktivitas hiburan
5. Observasi TTV
6. Kolaborasi dengan tim medis
Aliran darah terganggu dalam pemberian analgesik
Nyeri
Ulserasi dan invasi bakteri
pada dinding apendiks
Apendisitis
7
Perforasi
8
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau nyeri sekitar perut, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut
(Rosenstein)’s sign kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri denga jari pada petit
triangle kanan(akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
F. KOMPLIKASI
Adapun jenis komplikasi di antaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah dan daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan beekembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi apabila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
9
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritononitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.(Arif Mansjoer dkk, 2014).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED
akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
4. Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
10
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
7. Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
8. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik
ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
(Arif Mansjoer dkk, 2014).
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
11
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (menggeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peristaltik
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditimi)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan)
3. Defisit self care berhubugan dengan nyeri
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang stimulus
12
13
PRE OPERASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan denganSetelah dilakukan asuhan Kaji tingkat nyeri, lokasi danUntuk mengetahui sejauh mana
agen injuri biologi (distensikeperawatan, diharapkan nyerikarasteristik nyeri. tingkat nyeri dan merupakan
jaringan intestinal oleh inflamasi) klien berkurang dengan kriteria indiaktor secara dini untuk dapat
hasil: memberikan tindakan selanjutnya
Klien mampu mengontrol nyeri informasi yang tepat dapat
(tahu penyebab nyeri, mampu Jelaskan pada pasien tentangmenurunkan tingkat kecemasan
menggunakan tehnikpenyebab nyeri pasien dan menambah pengetahuan
nonfarmakologi untuk mengurangi pasien tentang nyeri.
nyeri, mencari bantuan) napas dalam dapat menghirup
Melaporkan bahwa nyeri O2 secara adequate sehingga otot-
berkurang dengan menggunakan Ajarkan tehnik untuk pernafasanotot menjadi relaksasi sehingga
manajemen nyeri diafragmatik lambat / napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri.
Tanda vital dalam rentang meningkatkan relaksasi dan dapat
normal meningkatkan kemampuan kooping.
TD (systole 110-130mmHg, deteksi dini terhadap perkembangan
diastole 70-90mmHg), HR(60- Berikan aktivitas hiburan (ngobrolkesehatan pasien.
100x/menit), RR (16-24x/menit),dengan anggota keluarga) sebagai profilaksis untuk dapat
0
suhu (36,5-37,5 C) Observasi tanda-tanda vital menghilangkan rasa nyeri.
Klien tampak rileks mampu
tidur/istirahat
14
pemberian analgetik
2. Perubahan pola eliminasiSetelah dilakukan asuhan Pastikan kebiasaan defekasi klien danmembantu dalam pembentukan
(konstipasi) berhubungan dengankeperawatan, diharapkan konstipasigaya hidup sebelumnya. jadwal irigasi efektif
penurunan peritaltik. klien teratasi dengan kriteria hasil: Auskultasi bising usus
BAB 1-2 kali/hari kembalinya fungsi gastrointestinal
Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi
Bising usus 5-30 kali/menit intra peritonial
Tinjau ulang pola diet dan jumlah /masukan adekuat dan serat, makanan
tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam
menentukan konsistensi feses.
3. Kekurangan volume cairanSetelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital Tanda yang membantu
berhubungan dengan mualkeperawatan diharapkan mengidentifikasikan fluktuasi
muntah. keseimbangan cairan dapat volume intravaskuler.
dipertahankan dengan kriteria hasil: Kaji membrane mukosa, kaji tugorIndicator keadekuatan sirkulasi
kelembaban membrane mukosa kulit dan pengisian kapiler. perifer dan hidrasi seluler.
turgor kulit baik Awasi masukan dan haluaran, catat
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kgwarna urine/konsentrasi, berat jenis. Penurunan haluaran urin pekat
BB/jam dengan peningkatan berat jenis
Tanda-tanda vital dalam batas Auskultasi bising usus, catatdiduga dehidrasi/kebutuhan
15
normal kelancaran flatus, gerakan usus. peningkatan cairan.
TD (systole 110-130mmHg, Berikan perawatan mulut seringIndicator kembalinya peristaltic,
diastole 70-90mmHg), HR(60-dengan perhatian khusus padakesiapan untuk pemasukan per oral.
100x/menit), RR (16-24x/menit),perlindungan bibir. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
0
suhu (36,5-37,5 C) Pertahankan penghisapan gaster/usus. mulut kering dan pecah-pecah
16
disamping klien
POST OPERASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri berhubungan dengan agenSetelah dilakukan asuhan Kaji skala nyeri lokasi, karakteristikBerguna dalam pengawasan dan
injuri fisik (luka insisi post operasikeperawatan, diharapkan nyeridan laporkan perubahan nyeri dengankeefesien obat, kemajuan
appenditomi). berkurang dengan kriteria hasil: tepat. penyembuhan,perubahan dan
Melaporkan nyeri berkurang karakteristik nyeri.
Klien tampak rileks Monitor tanda-tanda vital deteksi dini terhadap perkembangan
Dapat tidur dengan tepat kesehatan pasien.
Tanda-tanda vital dalam batas Menghilangkan tegangan abdomen
normal Pertahankan istirahat dengan posisiyang bertambah dengan posisi
TD (systole 110-130mmHg,semi powler. terlentang.
diastole 70-90mmHg), HR(60- Meningkatkan kormolisasi fungsi
100x/menit), RR (16-24x/menit), Dorong ambulasi dini. organ.
0
suhu (36,5-37,5 C) meningkatkan relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam
pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi berhubunganSetelah dilakukan asuhan Kaji adanya tanda-tanda infeksi padaDugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisikeperawatan diharapkan infeksiarea insisi
17
post pembedahan). dapat diatasi dengan kriteria hasil: Monitor tanda-tanda vital. PerhatikanDugaan adanya infeksi/terjadinya
Klien bebas dari tanda-tandademam, menggigil, berkeringat,sepsis, abses, peritonitis
infeksi perubahan mental mencegah transmisi penyakit virus
Menunjukkan kemampuan untuk Lakukan teknik isolasi untuk infeksike orang lain.
mencegah timbulnya infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) Pertahankan teknik aseptik ketat padamencegah meluas dan membatasi
perawatan luka insisi / terbuka,penyebaran organisme infektif /
bersihkan dengan betadine. kontaminasi silang.
Awasi / batasi pengunjung dan siapmenurunkan resiko terpajan.
kebutuhan.
Kolaborasi tim medis dalamterapi ditunjukkan pada bakteri
pemberian antibiotik anaerob dan hasil aerob gra negatif.
3. Defisit self care berhubunganSetelah dilakukan asuhan Mandikan pasien setiap hari sampaiAgar badan menjadi segar,
dengan nyeri. keperawatan diharapkan kebersihanklien mampu melaksanakan sendirimelancarkan peredaran darah dan
klien dapt dipertahankan denganserta cuci rambut dan potong kukumeningkatkan kesehatan.
kriteria hasil: klien.
klien bebas dari bau badan Ganti pakaian yang kotor dengan
klien tampak bersih yang bersih. Untuk melindungi klien dari kuman
ADLs klien dapat mandiri atau dan meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan Berikan Hynege Edukasipada klienAgar klien dan keluarga dapat
dan keluarganya tentang pentingnyatermotivasi untuk menjaga personal
kebersihan diri. hygiene.
Berikan pujian pada klien tentangAgar klien merasa tersanjung dan
18
kebersihannya. lebih kooperatif dalam kebersihan
Agar keterampilan dapat diterapkan
Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien Klien merasa nyaman dengan tenun
Bersihkan dan atur posisi serta tempatyang bersih serta mencegah
tidur klien. terjadinya infeksi.
4. Kurang pengetahuan tentangSetelah dilakukan asuhan Kaji ulang pembatasan aktivitasMemberikan informasi pada pasien
kondisi prognosis dan kebutuhankeperawatan diharapkanpascaoperasi untuk merencanakan kembali
pengobatan b.d kurang informasi. pengetahuan bertambah dengan rutinitas biasa tanpa menimbulkan
kriteria hasil: masalah.
menyatakan pemahaman proses Anjuran menggunakanMembantu kembali ke fungsi usus
penyakit, pengobatan dan laksatif/pelembek feses ringan bilasemula mencegah ngejan saat
berpartisipasi dalam programperlu dan hindari enema defekasi
pengobatan Diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengamati balutan,Pemahaman meningkatkan kerja
pembatasan mandi, dan kembali kesama dengan terapi, meningkatkan
dokter untuk mengangkatpenyembuhan
jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi medic, contoh peningkatanUpaya intervensi menurunkan resiko
nyeri edema/eritema luka, adanyakomplikasi lambatnya penyembuhan
drainase, demam peritonitis.
19
No. Dx Keperawatan NOC NIC Rasional
5 DISFUNGSI MOTILITAS NOC NIC
USUS Gastrointestinal Function Tube Care Gastrointestinal
Bowel Continence Monitor TTV Untuk mengetahui balance cairan
Definisi: Peningkatan, Kriteria Hasil : Monitor status cairan dan
penurunan, ketidakefektifan, Tidak ada distensi abdomen elektrolit
atau kurang aktivitas peristaftic Tidak ada kram abdomen Monitor bising usus
didalam system gastrointestinal Tidak ada nyeri abdomen Monitor irama jantung
Peristaltic usus dalam batas Catat intake dan output secara
normal 15-30x/menit akurat
Frekuensi, warna, Kaji tanda-tanda gangguan
konsistensi, banyaknya feses keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam batas normal (membran mukosa kering,
Tidak ada darah di feses sianosis, jaundice)
Tidak ada diare Kelola pemberian suplemen
20
Tidak ada mual dan muntah elektrolit sesuai instruksi dokter
Nafsu makan meningkat Kolaborasi dengan ahil gizi
jumlah kalori dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan
Pasang NGT jika diperlukan
Monitor warna dan konsistensi
dari naso gastric output
Monitor diare
21
Lakukan program latihan BAB
Monitor efek samping
pengobatan
Bowel Training
Rencanakan program BAB
dengan pasien dan pasien yang lain
Konsul ke dokter jika pasien
memerlukan suppositoria
Ajarkan ke pasien/keluarga
tentang prinsip latihan BAB
Anjurkan pasien untuk cukup
minum
Jaga privasi klien
Kolaborasi pemberian
suppositoria jika memungkinkan
Evaluasi status BAB secara
rutin
Modifikasi program BAB jika
diperlukan
22
DAFTAR PUSTAKA
23
BAB III
TELAAH JURNAL
A. JUDUL
Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomy di RS DR. Moewardi Surakarta.
B. PENELITI
Yuntafiur Rosida & Yuli Widyastuti
C. TEMPAT PENELITIAN
Ruang Mawar di RS DR. Moewardi Surakarta.
D. METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian one design pre
test-post test. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi laparatomi di Ruang Mawar dengan metode purposive sampling
dengan criteria inklusi pasien post operasi laparatomy. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data demografi dan kuesioner skala
pengukuran nyeri
E. HASIL DAN KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian terdapat perbedaan tingkat nyeri pasien post operasi
laparatomy sebelum dan sesudah dilakukan teknik guided imaginary. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai nilai t hitung sebesar 7,103 dengan signifikasi (p)
sebesar 0,000. Nilai p <0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (7,103 >
1,753) pada signifikan 95%.Dan penurunan intensitas nyeri sesudah dilakukan
guided imaginary dari 5,88 menjadi 3,56.
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE
24
Oleh karena itu nyeri perlu penatalaksanaan yang tepat sehingga pasien
merasa nyaman, dapat mengontrol nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri yang fokus pada menggambarkan hal-hal yang
menyenangkan, melalui teknik menceritakan cerita (story telling) atau
deskripsi yang dirancang untuk menunjukkan citra mental (disebut juga dengan
teknik visualisasi) untuk menggantikan perasaan negative atau stress dengan
suasana yang santai dan menyenangkan (Jacobson, 2016)
OBSTRUKSI
I
TEKANAN INTRALUMINAL
LAPARATOMI
GUIDED IMAGERY
25
26
BAB IV
RESUME ASKEP PASIEN 1
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 40 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Ungaran
Diagnosa medis : Apendiksitis post laparatomi
Tanggal operasi : 10-08-2018
27
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. E
Umur : 35 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : jawa
Hubungan dengan pasien : Ibu
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ungaran
2. Status kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah.
b. Status kesehatan saat ini
Sebelum operasi pasien mengatakan perutnya terasa sakit sudah
selama seminggu. Sakit dirasakan bagian perut kanan bawah terasa
nyeri seperti di tusuk dengan skala 4 dan berlangsung kadang-
kadang..TD = 130/80 mmHg HR= 80 x/menit RR= 20 x/menit. Bising
usus 5x/menit. Setelah operasi pasien mengatakan perutnya kembung,
pasien mengatakan perutnya tidak nyaman dan merasa nyeri, waktu
terjadinya nyeri hilang timbul. Skala nyeri 3 TD = 120/80 mmHg HR=
80 x/menit RR= 20 x/menit. Bising usus 4x/menit.
c. Status kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti
apendiksitis. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM
maupun asma.
3. Pengkajian pola fungsi fokus dan perubahan fisik
a. Neurosensori dan kognitif
28
Gejala : adanya nyeri (P nyeri bertambah bila dipakai
bergerak/aktifitas, nyeri berkurang bila pasien rileks, Q rasanya
ditusuk tusuk, R di perut kanan bawah, S : 3, T hilang timbul).
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis, TD=
130/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2: 99%
b. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan.
Kemampuan pasien pre operasi seperti duduk bisa mandiri, perawatan
diri seperti mandi mandiri, untuk makan dan minum pasien bisa
melakukan sendiri, Untuk berpakaian pasien bisa melakukan sendiri.
Untuk berpindah tempat dan berjalan pasien bisa sendiri. Untuk
toileting (BAK) pasien bisa melakukan mandiri dan untuk BAB pasien
masih bisa melakukan sendiri. Saat ini pasien dalam keadaan post
operasi laparatomi apendiksitis. Post spinal anestesi. Untuk aktivitas
masih dalam pemulihan, bila sampai di ruangan pasien boleh
beraktivitas bertahap. Ku : baik, Kes: Cm. TD: 130/80 mmhg, N: 80x
per menit, S: 36.5 C, RR: 20x/menit.
c. Keamanan
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
pasien juga tidak mempunyai alergi makanan maupun obat obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat tranfusi darah dan riwayat penyakit
seksual. Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Pasien tidak
mempunyai riwayat cidera karena trauma jatuh.
Suhu 37oC, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt, pernafasan
20 kali/mnt
Integritas jaringan : ada luka tertutup kasa di bagian perut kanan
bawah, jahitan rapat, tampak bersih, tidak rembes, tidak ada edema,
tidak ada pus, Pasien terpasang infus.
4. DATA PENUNJANG
a. Laboratorium
Kimia klinik tgl 08-07-18
Ureum 35 mg/dl 15-39
Creatinin 1.15 mg/dl 0.6-1.30
Kimia klinik tgl 08-07-18
Magnesium 0.95 mmol/L 0.74-0.99
Calcium` 2.26mmol/L 2.12-2.52
29
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 4.7 mmol/ L 3.5-5.1
Chloride 104 mmol/L 98-107
Hematologi tgl 08-07-18
Hemoglobin 14.00g/dl 13.00-16.00
Leukosit 10.7. 10.^3/ul 3.8-10.6
Trombosit 170. 10^3/Ul 150-400
5. Analisa data
30
Selasa, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
10-07- perut bagian kanan bawah
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks,
Q ditusuk tusuk, R hidung, S
3, T hilang timbul.
DO : Agen
1. TD 130/80 mmHg, N 98 Nyeri akut ( nanda injuri
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt kode 00132) (fisik)
2. Tampak kesakitan
3. Hasil usg tgl 08-07-18
desember 2018 : apendiksitis
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( nanda kode 00132)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (nanda kode
00004)
obstruksi
31
laparatomi
luka post op
nyeri akut
resiko infeksi
D. Fokus intervensi
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
10-07- Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Nuel
18 berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan
Jam dengan agen selama 1x 1 jam klien pengkajian nyeri
10.00 injuri fisik dapat menunjukkan secara
( nanda kode kontrol nyeri dengan komprehensif
00132) kriteria hasil : 2. Gunakan teknik
1. Klien mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tindakan mengetahui
pengurangan nyeri pengalaman nyeri
tanpa analgesic dan sampaikan
skala 5 (secara penerimaan pasien
konsisten terhadap nyeri.
menunjukkan) 3. Ajarkan tentang
2. Klien mampu teknik non
melaporkan nyeri farmakologik
yang terkontrol ( Guided Imagery)
32
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
skala 5 (secara 4. Dukung
konsisten istirahat/tidur
menunjukkan) yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.
C. Control infeksi
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotic yang
tepat
33
RESUME ASKEP PASIEN KE 2
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
34
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Langen Sari Rt 01/I Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur Os Nasal post reposisi
Tanggal operasi : 30-07-2018
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 55 th
Jenis kelamin : laki laki
Agama : Islam
Suku : jawa
Hubungan dengan pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ungaran
2. Status kesehatan
a. Keluhan Utama
nyeri pada hidung pada luka post reposisi.
b. Status kesehatan saat ini
Sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh dari kamar
mandi. Saat jatuh hidung terbentur dengan kamar mandi. Terjadi
mimisan.
c. Status kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti fraktur.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM maupun
asma.
3. Pengkajian pola fungsi fokus dan perubahan fisik
35
a. Neurosensori dan kognitif
Gejala : adanya nyeri (P nyeri bertambah bila dipakai
bergerak/aktifitas, nyeri berkurang bila pasien rileks, Q rasanya cekot
cekot, R di hidung, S : 3, T hilang timbul).
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis, TD=
130/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2: 99%
b. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan.
Kemampuan pasien pre operasi seperti duduk bisa mandiri, perawatan
diri seperti mandi mandiri, untuk makan dan minum pasien bisa
melakukan sendiri, Untuk berpakaian pasien bisa melakukan sendiri.
Untuk berpindah tempat dan berjalan pasien bisa sendiri. Untuk
toileting (BAK) pasien bisa melakukan mandiri dan untuk BAB pasien
masih bisa melakukan sendiri. Saat ini pasien dalam keadaan post
operasi reposisi fraktur nasal. Post General anestesi. Untuk aktivitas
masih dalam pemulihan, bila sampai di ruangan pasien boleh
beraktivitas bertahap. Ku : baik, Kes: Cm. TD: 130/80 mmhg, N: 80x
per menit, S: 36.5 C, RR: 20x/menit.
c. Keamanan
Pasien tidak memiliki gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
pasien juga tidak mempunyai alergi makanan maupun obat obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat tranfusi darah dan riwayat penyakit
seksual. Pasien tidak memiliki riwayat kejang. Pasien tidak
mempunyai riwayat cidera karena trauma jatuh.
Suhu 37oC, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/mnt, pernafasan
20 kali/mnt
Integritas jaringan : ada luka tertutup post reposisi os nasal , terdapat
tampon di hidung, tampak bersih, tidak rembes, tidak ada edema, tidak
ada pus, Pasien terpasang infus.
4. DATA PENUNJANG
f. Laboratorium
Kimia klinik tgl 28-07-18
Ureum 32 mg/dl 15-39
Creatinin 1.15 mg/dl 0.6-1.30
36
Kimia klinik tgl 28-07-18
Magnesium 0.90 mmol/L 0.74-0.99
Calcium` 2.28mmol/L 2.12-2.52
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.2 mmol/ L 3.5-5.1
Chloride 105 mmol/L 98-107
Hematologi tgl 28-07-18
Hemoglobin 13.00g/dl 13.00-16.00
Leukosit 10.3. 10.^3/ul 3.8-10.6
Trombosit 169. 10^3/Ul 150-400
Kimia klinik tgl 28-07-18
Albumin 3.6 g/dl 3.4-5.0
Cholesterol total 188 mg/dl <200
Asam urat 4.4 mg/dl 3.5-7.2
Kimia klinik tgl 28-07-18
Glukosa sewaktu 115 mg/dl 80-160
HBsAg -/neg negative
37
5. Analisa data
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik ( nanda kode 00132)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (nanda kode 00004)
38
trauma langsung
fraktur os nasal
Reposisi/ ORIF
Luka post op
nyeri akut
laserasi kulit
resiko infeksi
D. Fokus intervensi
39
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
30-07- Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Nuel
18 berhubungan asuhan keperawatan 5. Lakukan
Jam dengan agen selama 1x 1 jam klien pengkajian nyeri
09.00 injuri fisik dapat menunjukkan secara
( nanda kode kontrol nyeri dengan komprehensif
00132) kriteria hasil : 6. Gunakan teknik
3. Klien mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tindakan mengetahui
pengurangan nyeri pengalaman nyeri
tanpa analgesic dan sampaikan
skala 5 (secara penerimaan pasien
konsisten terhadap nyeri.
menunjukkan) 7. Ajarkan tentang
4. Klien mampu teknik non
melaporkan nyeri farmakologik
yang terkontrol ( Guided Imagery)
skala 5 (secara 8. Dukung
konsisten istirahat/tidur
menunjukkan) yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.
F. Control infeksi
2. Kolaborasi
pemberian
40
Tgl/jam Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
keperawatan hasil (NOC) keperawatan(NIC)
antibiotic yang
tepat
BAB V
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
PASIEN 1
41
A. IDENTITAS
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 40 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : Ungaran
Diagnosa medis : fraktur os nasal
Tanggal masuk : 07-07-2018
Tanggal operasi laparatomi :10-07-2018
42
gl
Selasa, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
10-07- perut kanan bawah post
2018 laparatomi.
P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks, Agen
Q ditusuk-tusuk, R: perut Nyeri akut ( nanda injuri
bagian kanan bawah, S : 3, T kode 00132) (fisik)
hilang timbul.
DO :
1. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
2. Tampak sedikit kesakitan
3. Hasil usg tgl 28-06-2018 :
apendiksitis
43
PASIEN 2
A. IDENTITAS
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :Tn. E
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 27 th
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : kawin
Pekerjaan :wiraswasta
alamat : LangenSari Ungaran Barat
Diagnosa medis : fraktur os nasal
Tanggal masuk : 28-07-2018
Tanggal operasi reorif :30-07-2018
44
Sabtu, DS : pasien mengatakan nyeri pada nuel
30- hidung post reposisi fraktur os
07- nasal
2018 P nyeri bertambah saat
bergerak/aktifitas, nyeri
berkurang saat pasien rileks, Agen
Q cekot – cekot, R: hidung, Nyeri akut ( nanda injuri
S : 3, T hilang timbul. kode 00132) (fisik)
DO :
4. TD 130/80 mmHg, N 98
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
5. Tampak sedikit kesakitan
6. Hasi foto nasal tgl 28-06-
2018 : fraktur os nasal multiple
45
BAB VI
PEMBAHASAN
46
A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing
practice
Aplikasi Guided Imagery sangat aman karena tidak mempunyai efek samping
seperti halnya pemberian analgetik yang mempunyai beberapa efek samping
seperti nyeri lambung, dsb. aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah
untuk diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran
yang rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan teknik
ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri saat nyeri
muncul kembali.
B. Hasil yang dicapai
Pasien 1 dan pasien ke 2 respon fisiologisnya meningkat, yang semula nyeri,
tampak meringis kesakitan, pasien yang tampak tegang. Setelah dilakukan
guided imagery pasien tidak mengeluh kesakitan lagi, pasien tampak tenang,
pasien sudah bisa tidur dengan tenang dan berkualitas.
C. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi
evidence based nursing practice
1. Kelebihan : aplikasi guided imagery relaksasi sangat mudah untuk
diajarkan perawat kepada klien karena hanya membutuhkan pikiran yang
rileks dan meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Teknik ini tidak membutuhkan biaya sama sekali dan
teknik ini bisa dilakukan oleh klien secara mandiri untuk mengontrol nyeri
saat nyeri muncul kembali.
2. Kekurangan : teknik ini tidak bisa digunakan pada pasien dengan kasus
penurunan kesadaran karena teknik ini membutuhkan kontrol pikiran yang
relaks dan fokus untuk mengurangi rasa sakit.
3. Hambatan : kadang kadang saat pasien mempraktekkan guided imagery
klien tidak fokus pada pikirannya.
47
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
Teknik guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi yang fokus
pada menggambarkan hal-hal yang menyenangkan, melalui teknik
menceritakan cerita (story telling) atau deskripsi yang dirancang untuk
menunjukkan citra mental (disebut juga dengan teknik visualisasi) untuk
menggantikan perasaan negative atau stress dengan suasana yang santai dan
menyenangkan. Klien Tn. S yang semula merasakan nyeri pada perut post
operasi laparatomi dengan skala nyeri 3 dan Tn. E yang semula merasakan
nyeri pada hidung post reposisi fraktur os hidung dengan skala nyeri 3.
Setelah menggunakan teknik Guided imagery relaksasi dalam 1 jam nyeri
sudah tidak dirasakan kembali. Selain itu Guided Imagery mudah untuk
diajarkan oleh perawat dan mudah dilakukan oleh klien secara mandiri bila
48
klien mengeluhkan nyeri muncul kembali. Guided imagery tidak
membutuhkan biaya sama sekali hanya membutuhkan pikiran yang fokus
untuk menggambarkan hal-hal yang menyenangkan.
B. Saran
Perawat sebaiknya mengintegrasikan aplikasi Guided Imagery sebagai salah
satu intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien paska operasi dengan
skala nyeri ringan.
DAFTAR PUSTAKA
49