You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (Suhu mencapai > 38oC). Kejang demam dapat terjadi karena
proses intrakranial maupun ekstrakranial. kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. paling sering pada
anak usia 17 bulan sampai 23 bulan (Nurarif & Kusuma, 2012).
Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan
tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, dan atau
gangguan fenomena sensori (Doengoes, 1999)
Kejang adalah masalah neurologik yang relatif sering dijumpai.
Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat
selama hidup mereka. Dua puncak usia untuk insidensi kejang adalah
dekade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat
lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang
sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal
otak (Price & Wilson, 2005).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit
yang dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9o
− 40,0oC) namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau
penyebab yang jelas.

B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2012) Kejang dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
a) Intrakranial meliputi:
1. Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler
2. Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis.
3. Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebri

b) Ekstrakranial meliputi :
1. Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
2. Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat
3. Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan
dan kekurangan piridoksin

c) Faktor resiko berulangnya kejang yaitu :


1. Riwayat kejang dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Tingginya suhu badan sebelum kejang, semakin tinggi suhu sebelum
kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan
berulang.
4. Lamanya demam sebelum kejang, semakin pendek jarak antara
mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang
demam berulang.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi
dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikkan suhu badan yang
tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat
misalnya tosilitis, otitis ade akut, bronkitis, furunkolosis dan lain-lain
(Ngastiyah, 1997:231).
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak
tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan
saraf. Tanda dan gejala lainnya meliputi kepala anak seperti terlempar ke
atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
menjadi berguncang, gejala kejang bergantung pada jenis kejang.
(Dewanto, 2009).

D. KLASIFIKASI
Kejang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Betz, 2009)
1) Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizur)
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun,
kejang demam yang berlangsung singkat, kejang berlangsung
kurang dari 15 menit, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik,
klnik, tonik dan klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa
gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam, Dikeluarga
penderita tidak ada riwayat epilepsy, tidak didapatkan gangguan
atau abnormalitas pasca kejang, sebelumnya tidak didapatkan
abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan, kejang
tidak berulang dalam waktu singkat.
2) Kejang demam kompleks (Complec Febrile Seizure)
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai
kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali / lebih daalm 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar.

3) Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)


a. Kejang Lena
1) Gangguan kesadaran dan keresponsifan.
2) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang
dari 15 detik.
3) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan
mempunyai perhatian penuh.
4) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang
pada usia 18 tahun
b. Kejang Mioklonik
1) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan
involunter.
2) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila
patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan
tungkai secara sinkron.
3) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.
4) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat
kesadaran singkat. (Betz, 2009)
c. Kejang Tonik-klonik (grand mal)
1) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku
otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang
berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.
2) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.
3) Tidak ada respirasi dan sianosis.
4) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas
atas dan bawah.
5) Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal.
d. Kejang Atonik
1) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya
kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke
tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
e. Status Epileptikus
1) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.
2) Kesadaran antara kejang tidak didapat.
3) Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.
4) Memerlukan penanganan medis darurat segera
E. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit /
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Price & Wilson, 2005).

F. KOMPLIKASI
1) Kerusakkan neurotransmiter.
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan
kerusakkan pada neuron.
2) Epilepsi
Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3) Kelainan anatomis di otak.
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat
menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak
baru berumur 4 bulan sampai 5 tahun
4) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang
disertai demam
5) Kemungkinan mengalami kematian

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis: riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai
selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi
persalinan).
2. Pemeriksaan fisik: bentuk kejang, iritabel, hipotoni, gangguan pola nafas,
perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung.
3. Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrosppinal, terutama
dipakai untuk menyingkir kemungkinan infeksi.
b) Hitung darah lenglkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai
penyebab dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat
mengevaluasi hematokrit dan jumlah trombosit.
c) Panel elektrolit serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum
sering diperiksa pada sat pertama kali terjadi kejang.
d) Skrining toksik dari serum dan urin digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
e) Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal
penatalaksanaan.
4. Elektroensefalografi
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang
atau memperlihatkan gambaran interektal EEG. Pemeriksaan Eeg
segera setelah kejang dalam 24 – 48 jam atau sleep deprivation dapat
memperlihatkan berbagai macam tekanan
5. Neuroimaging
a) Pemeriksaan rontgen
Rontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur
tulang kepala, tetapi mempunyai nilai diagnostik yang
minimal. Kenaikkan jaringan otak pada trauma kepala dapat
dilihat dengan menggunakan gambaran Computed Tomagraphy
Scan ( CT Scan ) kepala.
b) Magnetic Resonange Imaging ( MRI )
Lebih superior dibanding CT Scan dalam mengevaluasi lesi
epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah
yang tertutup oleh struktur tulang, misal: sereblum atau batang
otak (Betz, 2009).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
1) Pengobatan Fase Akut
a. Memberantas kejang
Kejang : Berikan diazepam rectal :
1. 5 mg untuk BB < 10 kg
2. 10 mg untuk BB > 10 kg
3. atau iv : 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
4. tunggu 5 menit, berikan oksigen
Masih kejang : Berikan diazepam rectal / iv, dosis sama,
1. tunggu 5 menit
2. oksigenasi adekuat 1 lt/menit
3. berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau RL)
Masih kejang : Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis
10-15 mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20
menit.
Masih kejang:
1) Masuk ICU-aneatesi umum.
2) Dormikum iv dosis
3) Fenitoin drip dengan dosis 15 mg/kgBB/24 jam
4) Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
5) Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi dengan
kompres seluruh tubuh
6) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung
cukup lama (> 10 menit) dengan intravena D5 1/4S, D5
1/2S, RL.
Kejang berhenti, rumatan:
Fenitoin 5 – 8 mg/Kg
Fenobalbital 4-5 mg/kgBB
2) Mencari penyebab dan mengobati penyebab
Dengan penelusuran sebab kejang dan faktor risiko terjadinya kejang,
pengobatan terhadap penyebab kejang sesuai yang ditemukan.
3) Pengobatan pencegahan berulangnya kejang
Diberikan anti konvulsan rumatan yaitu fenitoin/difenilhidation 5-8
mg/kgBB/hari, dalam 2 kali pemberian (terbagi 2 dosis) atau
fenobarbital (bila tak ada fenitoin): 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2 kali
pemberian.
WOC

Infeksi bakteri, virus


dan parasit
Rangsangan mekanik dan
biokimia. Gangguan cairan
Reaksi Inflamasi dan elektrolit

Proses Demam
Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
diruang ekstraseluler prenatal
HIPERTERMI

Ketidakseimbangan
Perubahan difusi Na+
potensial membran ATP,
Resiko kejang berulang ASE

Perubahan beda potensial


membran sel neuron
RESIKO Pelepasan muatan listrik semakin meluas
KETERLAMBATAN keseluruh sel maupun membran sel
PERKEMBANGAN sekitarnya dengan bantuan
Kejang
neurotransmiter

RESIKO CIDERA Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDS)

Kesadaran menurun Kontraksi otot meningkat Penurunan suplai darah ke


otak

Penurunan refleks menelan Metabolisme meningkat


Resiko kerusakan sel neuron
otak
RESIKO ASPIRASI

RESIKO
KETIDAKEFEKTIFAN
Kebutuhan O2 meningkat PERFUSI JARINGAN
OTAK

Suhu tubuh meningkat


Perafasan Meningkat
/Takipnea

TERMOREGULASI
KETIDAKEFEKTIFAN TIDAK EFEKTIF
POLA NAFAS
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Data Subjektif
1) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata
orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
a) Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak.
b) Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara
timbulnya kejang dengan demam.
c) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat
mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
d) Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik,
klonik ?
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak
disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti
pada spasme infantile ?
e) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa
frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik
apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau
rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis
dan sebagainya ?
3) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara
(khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan
jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali
? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP,
OMA dan lain-lain.
5) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan
obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (
forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
7) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-
lain.
c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh.
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
8) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah
anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,
diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
9) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya
perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana
hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
10) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan,
pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan
pada setiap perawatan dan tindakan medis ?Bagaimana
pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota
keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan
pertama.
b) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak.
Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan
yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan apa saja yang
disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ?
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
c) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak
? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir
d) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan
teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari
berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
e) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ?
Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur,
bagaimana dengan tidur siang ?
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang
demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah
dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik
lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein
mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut
jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit
pada pasien.
c) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang
paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga
wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan
sklera, konjungtiva ?
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-
tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di
daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa
jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-
tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan ?
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta
iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi
atau tachycardia ?
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?
Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan
hepar ?
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ?
Bagaimana keadaan turgor kulit ?
n) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar
dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

J. DIAGNOSA
Diagnosa yang mungkin muncul pada kejang demam menurut Nanda
(2012), yaitu:
1. PK: Kejang berulang b.d hipertermi
2. Risiko trauma fisik b.d kurangnya koordinasi otot
3. Hipertermia b.d proses infeksi
4. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi
K. PERENCANAAN (Wilkinson, 2007)
No. Diagnosa NOC NIC
1. PK: Kejang berulang b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis
hipertermi 3x24 jam diharapkan klien tidak yang mudah menyerap keringat.
mengalami kejang selama berhubungan Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh
dengan hiperthermi. pakaian yang ketat dan tidak menyerap
Kriteria hasil : keringat.
1. Tidak terjadi serangan kejang 2. Berikan kompres dingin
ulang. Rasional : perpindahan panas secara konduksi
2. Suhu 36,5 – 37,5 ºC 3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
3. Nadi 110 – 120 x/menit Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan
4. Respirasi 30 – 40 x/menit tubuh meningkat.
5. Kesadaran composmentis 4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan antipiretik dan pengobatan sesuai
advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis
2. Risiko trauma fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan
kurangnya koordinasi otot 3x24 jam diharapkan tidak terjadi trauma penggunaan tempat tidur yang rendah.
fisik selama perawatan. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
Kriteria Hasil : 2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
1. Tidak terjadi trauma fisik selama Rasional : meningkatkan keamanan klien.
perawatan. 3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan
2. Mempertahankan tindakan yang bawah.
mengontrol aktivitas kejang. Rasional : menurunkan resiko trauma pada
3. Mengidentifikasi tindakan yang mulut.
harus diberikan ketika terjadi 4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
kejang. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri
fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot
volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi
kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area
cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan
yang abnormal
3. Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fever treatment
infeksi 3x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
peningkatan suhu tubuh. Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya
Kriteria Hasil : hiperthermi karena penambahan
1. Suhu tubuh dalam rentang normal. pakaian/selimut dapat menghambat penurunan
2. Nadi dan RR dalam rentang normal. suhu tubuh.
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali.
tidak ada pusing. Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan keperawatan
yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional: Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres
dingin pada kepala / ketiak.
Rasional: Proses konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan
terbuat dari kain katun.
Rasional: Proses hilangnya panas akan
terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional: Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien
banyak minum
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional: Aktivitas meningkatkan
metabolismedan meningkatkan panas.
4. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
keluarga b.d keterbatasan 3x24 jam diharapkan pengetahuan Rasional : Mengetahui sejauh mana
informasi keluarga bertambah tentang penyakit pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
bayi nya. kebenaran informasi yang didapat.
Kriteria hasil : 2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan
1. Keluarga tidak sering bertanya akibat kejang demam
tentang penyakit anaknya. Rasional : penjelasan tentang kondisi yang
2. Keluarga mampu diikutsertakan dialami dapat membantu menambah wawasan
dalam proses keperawatan. keluarga
3. Keluarga mentaati setiap proses 3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
keperawatan. dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan
setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara
menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam, antara lain :
a. Jangan panik saat kejang
b. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
c. Kepala dimiringkan.
d. Pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar
segera minumkan obat tunggu sampai
keadaan tenang.
f. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan
kompres dingin dan beri banyak minum
g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang
lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia
obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih
tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang
atau teman yang menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan
ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan
mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa anaknya
pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan
reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC

Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedomsn Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: ECG
Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition &
Clasification, 2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Yogyakarta.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sumijati. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI.
Wahidiyat. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, NIC dan NOC. Jakarta:
EGC.

You might also like