Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan pertusis terjadi, bagaimana cara
mengobati serta bagaimana menyusun Asuhan Keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis (arif
mansjoer,2000).
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun
1500.(nelson,2000)
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis
terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi.(american academy of
pediatric, 2006)
Pertusis biasa disebut batuk rejan. Pertusis disebut juga sebagai Tussis Quinta, Whooping
cough atau Batuk Rejan adalah suatu infeksi akut saluran nafas, yang dapat mengenai setiap
penjamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak yang ditandai oleh batuk
spasmodic yang lama yang berakhir pada batuk-batuk dengan suara keras ( ‘whoop’ ) dan
disertai dengan muntah.
2.2 Etiologi
Bordetella pertusis merupakan satu-satunya penyebab pertusis epidemik dan merupakan
penyebab biasa pertusis sporadis. B. Pertusis merupakan penyebab pertusis kadang-
kadang,merupakan kurang dari 5% isolat spesies bordetella diamerika serikat. B.
Parapertusis sangat menambah kasus pertusis total didaerah lain seperti denmark,republik
ceko, slovakia, dan republik rusia. B. Pertusis dan B. Parapertusis merupakan patogen
manusia tersendiri(eksklusif) (dan beberapa primata). B. Bronchiseptica merupakan patogen
binatang yang lazim. Kadang kadang laporan kasus pada manusia melibatkan stiap tempat
ditubuh dan khas terjadi pada penderita terganggu imun atau anak muda yang terpajan secara
tidak biasa pada binatang. Batuk yang tidak sembuh dapat disebabkan oleh mycoplasma.
virus parainfluenza atau influenza, enterovirus, virus sinsitial respiratori, atau adeno virus.
Tidak ada yang merupakan penyebab pertusis yang penting.
2.3 Patofisiologi
Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik
pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan
faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk
menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya
dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan
aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3),
dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk
perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase,
dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor
demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal
yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti
mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin, disfungsi
leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan
limfositisis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam
sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam
patogenesis.
2.5 Komplikasi
1. Alat Pernafasan
Bronchitis, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfissema, bronkiektasis dan
bronkopneumonia yang disebabkan infeksi sekunder, misalnya karena streptokokkus
hemolitik, pneumukokkus, stafilokokkus, dll.
2. Saluran Pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaps rectum atau hernia, ulkus
pada ujung lidah dan stomatitis.
3. Sistem Saraf Pusat
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah.
Kejang berat bisa terjadi karena penyebab anoksia. Kadang-kadang terdapat kongesti dan
edema otak, serta dapat pula terjadi perdarahan otak
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:
a. Secara aktif
1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak
boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan pada
umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP
selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5 pada saat
masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DTP.
Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika pada awal sekolah
dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1
bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada
umur 2-4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.
2. Perawat sebagai edukator
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai
bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.
b. Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata
eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
2.10 Manajemen Diet
a. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi (Fe)
b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
c. Berikan substansi gula
d. Makanan yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi seperti sayuran
BAB III
ASKEP PERTUSIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien : TN ”A”
2. Keluhan utama
Antara lain : Batuk terus menerus, batuk berat, kering dan keras, sulit makan atau anorexia,
muntah-muntah, suhu meninggi, gelisah, gangguan pada waktu bernafas serta berkeringat
terus menerus.
3. Riwayat penyakit
- Riwayat 1 – 2 minggu gejala infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) (bagian kataral).
- Memburuknya batuk pada episode spasmodik diikuti dengan muntah (pada tahap
paroksismal).
- Frekuensi batuk meningkat sampai beberapa kali dalam 1 jam.
- Batuk diikuti dengan muntah dengan mukus kental.
- Derajat distres penafasan selama spasme, terutama perubahan warna selama spasme
(wajah marah terang atau sianotik).
a. Riwayat penyakit sekarang, kapan dirasakan, bagaiman sifat keluhan, berapa lama
keluhan dirasakan dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasinya.
b. Riwayat penyakit dahulu, apaka dulu pernah mengalami hal yang serupa.
c. Riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yag sama,
penyakit epilepsi atau penyakit susunan saraf pusat.
4. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Muka pasien menjadi merah, mata tampak menonjol keluar, wajah cemas, gelisah.
- Palpasi
Suhu tubuh meningkat, ekspansi toraks.
- Perkusi
Resonan atau hiperresonan.
- Auskultasi
Terdengar ronki luas dan krepitasi kasar.
5. Data penunjang
a. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat.
b. Foto thorax, CT Scan.
c. Periksa sputum.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kriteria hasil : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas. Misalnya mengi, kreket, ronkhi.
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisisus. Mis, bronkitis
2. Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.
3. Catat adanya dispnea, misalnya, gelisah, ansietas, distres pernafasan.
Rasional : disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap
proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman. Mis, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi. Pasien akan mencari posisi yang nyaman untuk bernapas.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum. Mis, debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : debu, asap jika masuk paru-paru memproteksi terhadap benda asing
yang masuk sehinggan akan mengakibatkan sulit ekspirasi.
6. Bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea.
3. Pertukaran gas, kerusakan berhubunga dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi
jalan nafas)
Kriteria hasil : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesoris.
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolabs jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil.
4. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya sekret.
5. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rsional : gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
6. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
Rasional : selama distres pernapasan berat/akut pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
4.1 Kesimpulan
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis
terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi.(american academy of
pediatric,2006) Pertusis sering dikenal dengan sebutan batuk rejan atau batuk anjing.
Pertusis biasanya disebabkan oleh Bordetella Pertusis (Hemophilus Pertusis). Bordetella
Pertusis adalah suatu kuman tidak bergerak, gram negative, dan didapatkan dengan cara
melakukan pengambilan usapan pada daerah nasofaring pasien pertusis.
4.2 Saran
Bayi sangat rentan terhadap infeksi pertusis, oleh karena itu dianjurkan pemberian vaksin
DTP pada usia 2, 4, dan 6 bulan sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi untuk
mencegah infeksi yang berat. Vaksin booster dianjurkan pada usia 4 tahun dan 15 tahun
karena imunisasi dasar pertusis tidak memberi kekebalan permanen. Selain itu bila ada
kontak erat dengan penderita pertusis perlu diberikan profilaksis eritromisin dan isolirkan
penderita, jika tidak mungkin memutus kontak, maka perlu diberi eritromisin profilaksis
hingga batuk berhenti.
DAFTAR PUSTAKA
Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Wilson,Hockenberry.” Wong’s, nursing care of infants and children jilid 2”.Canada: Evolve
Marlyn E. Doenges,dkk.2000.”Rencana Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC
Hadinegoro Sri Rejeki.2011.”Panduan Imunisasi Anak Edisi1”. Jakarta : IKD
dr T.H Rampengan,Dsak.1997.”Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke III”.Jakarta :
EGC