You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN CKD

A. Pengkajian Pada Pasien CKD


Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai
tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit
menular pada keluarga.
6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
A. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
- Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
- Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
system saraf pusat.
- TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan
dari hipertensi ringan sampai berat.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub
yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses
berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer,
burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan
lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
C. Diagnosa Keperawatan CKD

1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi,
sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur.
7. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan
dialysis, koping maladaptive.
8. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan atrium kiri.
Tujuan :
– Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi gangguan
pertukaran gas.
Kriteria hasil :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs
normal :
 PH = 7,35 -7,45
 PO2 = 80-100 mmHg
 Saturasi O2 = > 95 %
 PCO2 = 35-45 mmHg
 HCO3 = 22-26mEq/L
 BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Takipneu adalah mekanisme
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan kompensasi untuk hipoksemia dan
respirasi atau perubahan pola nafas. peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
wheezing. karena peningkatan cairan di permukaan
3. Kaji adanya cyanosis. jaringan yang disebabkan oleh
4. Observasi adanya somnolen, confusion, peningkatan permeabilitas membran
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman karena bronchokontriksi atau adanya
Kolaboratif : mukus pada jalan nafas
6. Berikan humidifier oksigen dengan3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
masker CPAP jika ada indikasi. (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
7. Berikan pencegahan IPPB cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
8. Review X-ray dada. dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
steroids, antibiotik, bronchodilator dan perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
ekspektorant. adalah vasokontriksi.
4. Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
7. Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
8. Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
9. Untuk mencegah gngguan pola napas
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan sirkulasi perifer
tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan1. dengan mobilisasi meningkatkan
mobilisasi sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat2. meningkatkan melancarkan aliran darah
meningkatkan aliran darah : Tinggikan balik sehingga tidak terjadi oedema.
kaki sedikit lebih rendah dari jantung (3. kolestrol tinggi dapat mempercepat
posisi elevasi pada waktu istirahat ), terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan menyebabkan terjadinya vasokontriksi
ketat, hindari penggunaan bantal, di pembuluh darah, relaksasi untuk
belakang lutut dan sebagainya. mengurangi efek dari stres.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor4. pemberian vasodilator akan
resiko berupa : Hindari diet tinggi meningkatkan dilatasi pembuluh darah
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan sehingga perfusi jaringan dapat
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
vasokontriksi. darah secara rutin dapat mengetahui
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain perkembangan dan keadaan pasien, HBO
dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan untuk memperbaiki oksigenasi daerah
gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( ulkus/gangren.
HBO ).
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan berat
tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80; T: 36,5-37,5
0
C)
d. Tidak ada edema
e. Turgor kulit baik
f. Membran mukosa lembab
Intervensi Rasional
Mandiri : a. Untuk menentukan tindakan keperawatan
a. Identifikasi faktor penyebab b. Pembatasan cairan akan menentukan
b. Batasi masukan cairan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan
c. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas respon terhadap terapi.
pergerakan seperti berdiri, meninggikanc. Agar tidak terjadi imobilitasi
kaki d. Agar tidak terjadi peningkatan natrium
d. Kurangi asupan garam, pertimbangkane. Pemahaman meningkatkan kerjasama
penggunaan garam pengganti pasien dan keluarga dalam pembatasan
5. cairan
HE : f. Kenyamanan pasien meningkatkan
e. Jelaskan pada pasien dan keluarga kepatuhan terhadap pembatasan diet.
tentang pembatasan cairan. g. Diuretic bertujuan untuk menurunkan
f. Bantu pasien dalam menghadapi volume plasma dan menurunkan retensi
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan di jaringan sehingga menurunkan
cairan. resiko terjadinya edema paru.
Kolaborasi : Adenokortikosteroid, golongan predison
g. Berikan diuretic digunakan untuk menurunkan proteinuri.
g. furosemide, spironolakton, hidronolaktonh. Pengkajian merupakan dasar dan data
h. Adenokortikosteroid, golongan dasar berkelanjutan untuk memantau
prednisone perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Observasi : i. Untuk mengetahui kondisi pasien
h. Kaji status cairan dengan menimbang
berat badan perhari, keseimbangan
masukan dan pengeluaran, turgor kulit
dan adanya edema, distensi vena leher.
i. Kaji tanda tanda vital
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria Hasil :

- Nafsu makan meningkat


- Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
- Porsi makan dihabiskan
- BB meningkat
Intervensi Rasional

Mandiri : a. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan

a. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi meminimalkan rasa mual dan muntah

sering b. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat

b. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggic. Menambah selera makan dan dapat

kalori tinggi protein menambah asupan nutrisi yang

HE : dibutuhkan klien

c. Anjurkan kepada orang tuad. Dapat meningkatkan asam lambung yang

klien/keluarga untuk memberikan dapat memicu mual dan muntah dan

makanan yang disukai menurunkan asupan nutrisi

d. Anjurkan kepada orang tua klien/keluargae. Mengatasi mual/muntah, menurunkan

untuk menghindari makanan yang asam lambung yang dapat memicu


mengandung gas/asam, pedas mual/muntah
Kolaborasi : f. Untuk mengetahui perubahan nutrisi

e. Berikan antiemetik, antasida sesuai klien dan sebagai indikator intervensi

indikasi selanjutnya

Observasi :
f. Kaji kemampuan makan klien
BAB IV
PENUTUP KASUS CKD
4.1 Kesimpulan
- Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
- Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan misalnya
glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan penambung, Gangguan
kongenital dan herediter, Penyakit metabolic dan Nefropati toksik.
- Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka, malaise, nafas terasa sesak, gatal-
gatal, keluar darah dari hidung, turgor kulit kering, rambut kusam dan kemerahan dan tremor.
- Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis metabolic.
- Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai
beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan
imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal
ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat
menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya
pada pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA CKD

Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.


http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada
tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-
gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-
gagal_31.html . Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB

Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Tollen, Zainal. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.


http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagal-ginjal.html . Diakses pada tanggal 4
Oktober 2013 pada pukul 12.17 WIB

Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD). http://askep-
topbgt.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada
tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.09 WIB

You might also like