You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan

kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen

lebih kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai

dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan

seefisien mungkin.

Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri

dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam

untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl,

asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan

dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk

menentukan asam.

Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan

melalui proses titrasi asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena

pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi.

Titrasi asam basa dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan

alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam

untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl,

asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan

dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk

menentukan asam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang dimaksud dengan Titrasi asam basa?

2. Bagaimana cara menentukan suatu penetapan kadar pada zat asam-basa?

C. Maksud Praktikum

Mengetahui dan mempelajri penetapan kadar suatu zat (asam-basa)

berdasarkan reaksi asam-basa.

D. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui kadar suatu zat asam-basa berdasarkan reaksinya.

2. Mengetahui dan memahami cara pembakuan suatu zat dengan metode tertentu.
E. Manfaat Praktikum

Mampu menentukan golongan anion pada sampel dengan cara uji

pendahuluan dan uji penegasan yang ditandai oleh adanya endapan, pembebasan

gas, atau perubahan warna setelah sampel direaksikan dengan reaksi yang spesifik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi

pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata

metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O

dalm hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with atau off). Akhiran

I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat

diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang diukur

dalam jumlah basa atau garam) (Harjadi, W. 1990).

Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar

larutan asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam

ditetesi dengan larutan basa, atausebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam
dn basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa)

diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan(Michael. 1997).

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,

sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan

turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa

atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik

tengahnya merupakan titik ekuivalen(Michael. 1997).

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk

itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10.

Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika

penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi

asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada

reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air

proton biasnya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.

Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator

tergantung secara tidak langsung pada temperatur (Khopkar, S.M. 1990).

Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu

fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika

menggunkan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek

pHnya sangat jauh dari ekuivalen(Harjadi, W. 1990).

Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu


(Susanti,1995):
1. Asidimetri. Titrasi inimenggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk

menentukan basa. Asam asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, sam

oksalat, asam borat.


2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupaka kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan

yang digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.

Titirasi asam-basa erupakan cara yang tepat dan mudah untuk menntukan

jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asa dan basa. Kebanyakan asam dan basa

organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu

terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya

senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu

dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan

asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk

menentuan basa digunakan larutan basakuat misalnya NaOH. Tiik akhir titrasi

biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai

atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,

konduktometer (Rivai, H, 1995).

B. Uraian Bahan

1. Aquadest (Ditjen POM Edisi III 1979)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air Suling

Rumus molekul : H2O

Berat Molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Indikator metil merah (Ditjen POM Edisi III 1979)

Resmi : Trepoelin / Heliatin


Lain : Metil Merah
M : C14H14N3NaO3S / 327,33
Pemerian : Serbuk jingga kekuningan

Kelarutan : Mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam air dingin, sangat sukar

larut dalam etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

3. NaHCO3 (Dirjen POM edisi III 1979)

Nama resmi : NATRII SUBCARBONAS

Nama lain : Natrium bikarbonat

BM / RM : 84,01 / NaHCO3

Pemerian :Serbuk putih atau hablur monoklin kecil,buram,tidak berbau, rasa asin.

Kelarutan :larut dalam 11 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol

(95%)P

Kegunaan : Sebagai pereaksi

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

4. HCl (Dirjen POM Edisi III 1979)

Nama resmi : ACIDUM HYDROCLORIDUM

Nama lain : Asam klorida

BM / RM : 36,46 / HCl

Pemerian :Cairan tidak berwarna,berasap, bau merangsang, jika diencerkan dalam

2 bagian air, asap hilang.


Kelarutan : Mudah larut dalam air

Kegunaan : Sebagai pereaksi Lucas

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

5. Indikator Metil Jingga (Dirjen POM Edisi III 1979)

Nama resmi : Trepoelin/Heliatin

Nama lain : Metil Jingga

BM / RM : C14H14N3NaO3S / 327,33

Pemerian : Serbuk jingga kekuningan

Kelarutan : Mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam air

dingin, sangat sukar larut dalam etanol.

Kegunaan : Sebagai indikator asam basa

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

6. NaOH (Dirjen POM edisi III 1979)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM


Nama Lain : Natrium Hidroksida
RM / BM : NaOH / 40,00
Pemerian :Bentuk batang,butiran,kering, keras,dan menunjukkan susunan hablur

putih, mudah meleleh, basa, sangat alkalis dan korosif,segera menyerap

CO2.

Kelarutan : Mudah larut dalam air.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi
7. Fenolftalein (Dirjen POM edisi III 1979)

Nama resmi : Phenolfthalein


Nama Lain : Fenolftalein
RM / BM : C20H14O4 / 318,33
Pemerian : Serbuk halur puti, putih atu kekuningan, larut dalam etanol, agak sukar

larut daam eter

Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol 95%

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


Kegunaan : Sebagai larutan indicator

C. Prosedur kerja

1. Asidimetri : Penentuan Kadar Natrium Bicarbonat

Timbang seksama 1 g natrium bicarbonat, larutkan dalam 20 ml air,

tambahkan indicator metal jingga. Titrasi dengan larutan asam klorida 0,5 N. 1 ml

klorida 0,5 N setara dengan 25,40 mg natrium bicarbonat.

2 . Alkalimetri : Penentuan kadar Asam Salisilat

Ditimbang seksama 400 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer

dengan 10 ml Etanol netral, tambahkan 3 tetes indicator pp dan titrasi dengan

lurutan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna merah muda. 1 ml NaOH 0,1 N setara

dengan 13,81 mg asam salisilat.

BAB III

KAJIAN PRAKTIKUM

A. Alat Yang Dipakai


Adapun alat-alat yang di perlukan pada percobaan ini antara lain, Botol

semprot, Buret,Cawan Porselin, Erlenmeyer, Gelas ukur 50 ml,Gelas kimia 250 ml

lap kasar, lap halus,Pipet tetes, statif. Sendok tanduk.

B. Bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang di perlukan antara lain, Aquadest, Alumunium Foil,

Asam klorida 0,5 M, Asam Salisilat, etanol, Netral.,Indikator PP, Indikator metal

jingga, Natrium Bicarbonat, NaOH 0,1 N.Tissu, kertas timbang.

C. Cara Kerja

1. Asidimetri : Penentuan Kadar Natrium Bicarbonat

Di Timbang seksama 1 g natrium bicarbonat,di larutkan dalam 20 ml

air,dan di tambahkan dengan indikator metal jingga. Titrasi dengan larutan asam

klorida 0,5 N. 1 ml klorida 0,5 N setara dengan 25,40 mg natrium bicarbonat.

2 .Alkalimetri : Penentuan kadar Asam Salisilat

Di timbang seksama 400 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer

dengan 10 ml Etanol netral, tambahkan 3 tetes indikator pp dan di titrasi dengan

larutan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna merah muda. 1 ml NaOH 0,1 N setara

dengan 13,81 mg asam salisilat.


PERCOBAAN V

STANDARISASI NATRIUM HIDROKSIDA DAN PENGGUNAANNYA UNTUK


PENENTUAN KONSENTRASI ASAM ASETAT

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah praktikan diharapkan dapat memahami dan
melakukan standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan


konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya
(larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam
basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri,
1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir
titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis
bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan
warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan
suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer (Day, 1998).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah
digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut
dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui
dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini:
Mol = liter x konsentrasi molar
atau:
Mmol = ml x konsentrasi molar
Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui
molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan
bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama.
Dalam hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian
juga kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi
komponen penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan
informasi mengenai beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata
lain, analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel.
Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri.
Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar,
yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume
titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar disebut
analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka
rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan
valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan
kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
M N

Dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
VA = Volume sebelum pengenceran
MA = Molaritas sebelum pengenceran
VB = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi.
Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur,
rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang
lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum
analisis kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha
mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran
konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik
(Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan
dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum
stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah
diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan
proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-
pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang
diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Basset, 1994).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi
persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti
dalam reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).
Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan
normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah
ekuivalen zat penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung
dari macam reaksinya. Volumetri dapat dibagi menjadi:
1. Asidi dan alkalimetri
2. Oksidimetri
3. Argentometri
Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
1. Titrasi asam dengan basa kuat
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal:
HCl + NaOH NaCl + H2O
2. Titrasi asam lemah dan basa kuat
Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal : asam
asetat dengan NaOH.
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
3. Titrasi basa lemah dan asam kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat. Misal :
NH4Cl dan HCl
NH4OH + HCl NH4Cl + H2O
4. Titrasi asam lemah dan basa lemah
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal :
asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam
berat dalam biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan
keracunan akut dan khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut
(Keman, 1998). Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai
Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang
dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain
yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan
dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium
dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sari, 2005).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL,
pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50
mL.
B. Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat
(H2C2O4.2H2O), larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial jeruk nipis,
dan indikator fenophtalein.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi


Larutan NaOH
1. Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O42H2O) ditimbang dengan menggunakan
gelas arolji dan neraca analitik.
2. Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-30
mL akuades, kemuadian diaduk hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit
akuades, dan masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam oksalat
tersebut.
3. Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian gelas beker dibilas
dengan sedikit akuades, air bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.
4. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas dan dikocok hingga
homogen.
5. Buret yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan akuades kemudian dikeringkan.
6. Larutan asam oksalat yang telah dibuat dimasukkan ke dalam buret 50 mL.
7. 10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein.
8. Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam oksalat dari buret.
9. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan kemudian dicatat volume asam
oksalat yang digunakan untuk titrasi.
10. Dilakukan titrasi kembali sebanyak 3 kali dan dihitung rata-rata volume yang digunakan
dari tiga kali titrasi yang telah dilakukan.
B. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial

1. 10 mL asam cuka komersial dituangkan kedalam labu takar 250 mL dengan menggunakan
pipet ukur.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut
ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.
3. 15 mL asam cuka yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL.
4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan.
5. Buret yang akan digunakan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan.
6. Larutan standart NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi di masukkan ke dalam buret.
7. Larutan asam cuka encer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M dalam buret.
8. Jika terjadi perubahan warna yang konstan titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang
digunakan.
9. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan
saat titrasi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil

a. Pembuatan Larutan Standar Asam Asetat


NO Percobaan Pengamatan
1. o Dihitung Massa atom oksalat m = 1,26 gram
o Dihitung Mr asam oksalat Mr = 126 gram/mol
o Dihitung Volume asam oksalat V = 50 mL

2. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N


a. Titrasi 1
o Warna larutan sebelum titrasi Ungu
o Dihitung volume NaOH V1 = 10 mL
o Dihitung volume Asam Oksalat V2 = 8,1 mL

o Indikator yang digunakan Fenofhtalein

o Perubahan warna larutan setelah dititrasi Ungu ⇾ Bening

o Volume rata-rata Vrata-rata = 9,05 mL

b. Titrasi 2
Ungu
o Warna larutan sebelum titrasi
V1 = 10 mL
o Dihitung volume NaOH
V2 = 5,5 mL
o Dihitung volume Asam Oksalat
Fenofhtalein
o Indikator yang digunakan
Ungu ⇾ Bening
o Perubahan warna larutan setelah dititrasi Vrata-rata = 7,75 mL
o Volume rata-rata
c. Penentuan Kadar Asam Asetat
NO Percobaan Pengamatan
1. o Volume asam cuka sebelum pengenceran V1 = 5 mL
o Volume asam cuka setelah pengenceran V2 = 20 mL
2. Titrasi asam cuka dengan larutan NaOH
d. Titrasi 1
o Warna larutan sebelum titrasi Bening
o Dihitung volume Asam cuka V1 = 15 mL
o Dihitung volume NaOH V2 = 21 mL

o Indikator yang digunakan Fenofthalein

o Perubahan warna larutan setelah dititrasi Bening ⇾ Ungu

e. Titrasi 2
o Warna larutan sebelum titrasi Bening
V1 = 15 mL
o Dihitung volume Asam cuka
V2 = 21 mL
o Dihitung volume NaOH
Fenofthalein
o Indikator yang digunakan
Bening ⇾ Ungu
o Perubahan warna larutan setelah dititrasi
Vrata-rata = 18 mL
o Volume rata-rata

2. Perhitungan
a. Standarisasi Larutan NaOH
 Konsentrasi Larutan Asam Oksalat

Massa asam oksalat = 1,26 gram


Mr asam oksalat = 126 gram/mol
Volume larutan asam oksalat = 50 mL = 0,05 L
Molaritas asam oksalat =
=
= 0,2 mol/L
Normalitas asam oksalat = n . M
= (2ek/mol) x (0,2 mol/L)
= 0,4 ek/L
 Penentuan Konsentrasi NaOH

Volume NaOH saat titrasi = 10 mL


Volume rata-rata asam oksalat saat titrasi = 6,8 mL
Normalitas asam oksalat = 0,4 ek/L
Pada saat titik ekuivalen : (N . V) asam = (N . M)basa
(N . V)oksalat = (N . M)NaOH
0,4 ek/L . 6,8 mL = NNaOH . 10 mL
NNaOH =
= 0, 272 ek/L
b. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka

Normalitas asam asetat yang dititrasi = Nasetat


Volume asam asetat yang dititrasi = 15 mL
Volume rata-rata NaOH yang digunakan untuk titrasi = 21 mL
Normalitas NaOH yang digunakan untuk titrasi = 0,272 ek/L
Pada saat titik ekuivalen titrasi :
Jumlah ekuivalen asam = jumlah ekuivalen basa, sehingga:
(N . V)asam = (N . V)basa
Nasetat . V asetat = NNaOH . VNaOH
Nasetat . 15 mL = 0,272 ek/L . 21 mL
Nasetat =
= 0,3808 ek/L
Karena asam asetat adalah asam monopotrik, maka n asam asetat = 1 ek/mol, sehingga:
M asetat = N asetat /n
=
= 0,3808 ek/L
Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Sehingga data yang telah
diperoleh dari perhitungan di atas adalah konsentrasi asam asetat setelah diencerkan.
Konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut:
(M .V)sebelum pengenceran = (M . V)setelah pengenceran
Msebelum pengenceran = Masetat . (250 mL/10 mL)
= 0,3808 ml/L (250 mL/10 mL)
= 9,52 mol/L
Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase (b/v) adalah:
% CH3COOH (b/v) = Masetat x Mrasam asetat x (1 L/1000 mL) x 100
= 9,52 (mol/L) x 60 (gram/mol) x (1 L/1000 mL) x 100
= 57, 12 % (b/v)
3. Pembahasan

Kita tahu bahwa standarisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan secara teliti atau bisa juga diartikan sebagai penentuan konsentrasi
eksak dari suatu larutan standar. Larutan standar sendiri merupakan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. Ada dua cara untuk menstandarkan larutan, yaitu :
a. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, dan zat yang kita gunakan disebut standar primer
b. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan
standar primer, disebut larutan standar sekunder.
Sebelum melakukan pembahasan tentang analisis kuantitatif, ada baiknya memahami
terlebih dahulu tentang pengertian analisis kuantitatif itu sendiri. Analisis kuantitatif
memberikan informasi mengenai berapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel.
Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam
asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar dipasaran. Dimana pada percobaan ini
digunakan asam cuka botol. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar
komposisi ditetapkan berdasarkan volum pereaksi (konsentrasi diketahui). Penggunaan
analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Karena
NaOH merupakan larutan standar sekunder , maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan
NaOH tersebut distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang merupakan suatu standar
primer.
Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara asam lemah (CH3COOH)
dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.
Karena asam asetat adalah asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol. Reaksi
yang terjadi pada saat penitrasian adalah :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Pada percobaan ini, dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan kadar asam cuka
komersial. Analisis yang dilakukan adalah analisis tirtimetri dengan menggunakan larutan
NaOH 0,1 N sebagai larutan standarnya. Akan tetapi, sebelum NaOH digunakan, terlebih
dahulu larutan NaOH tersebut distandarisasikan dengan menggunakan larutan asam oksalat
yang merupakan larutan standar primer. Hal ini perlu dilakukan karena larutan NaOH adalah
larutan standar sekunder.
Untuk menentukan konsentrasi dari larutan NaOH, maka dilakukan titrasi antara NaOH
dengan asam oksalat sebagai titran. Titrasi ini dilakukan dengan menambahkan 2-3 tetes
indikator fenofhtalein ke dalam larutan NaOH, indikator fenofhtalein digunakan pada titrasi
ini karena terjadi antara asam kuat dan basa kuat, sehingga akan mudah melihat perubahan
warna dari larutan yang dititrasi.
Titrasi NaOH ini baru dihentikan setelah terjadi perubahan warna konstan pada larutan
NaOH, yang sebelumnya berwarna ungu dan setelah dititrasi dengan menggunakan indikator
fenofhtalein menjadi bening. Perubahan warna tersebut menunjukkan telah tercapainya titik
ekuivalen.
Titrasi pertama dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rata-ratanya.
Pada titrasi pertama volume asam oksalat yang diperlukan adalah sebanyak 8,1 mL, pada
titrasi kedua sebanyak 5,5 mL. Maka dari hasil kedua titrasi tersebut didapatkan volume rata-
rata asam oksalat yang diperlukan yaitu sebesar 6,8 mL sehingga dari volume rata-rata
tersebut dapat menentukan konsentrasi NaOH.
Tercapainya titik ekuivalen pada proses titrasi menyatakan terjadinya kesetimbangan
antara mol asam dan mol basa, sehingga diperoleh persamaan berikut:
(N . M)asam = (N . M)basa
Dari persamaan diatas, maka dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi NaOH, maka
dari hasil perhitungan diperoleh konsentrasi NaOh sebesar 0, 272 ek/L. Kemudian dari nilai
tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi asam asetat. Tetapi penentuan
konsentrasi asam asetat ini juga harus dilakuakan melalui titrasi.
Titrasi asam asetat ini juga sama seperti pada titrasi NaOH dengan asama oksalat
sebagai titran, yaitu dengan menggunakan indikator fenofhtalein. Tetapi, yang membedakan
titrasi ini dengan titrasi sebelumnya adalah jika titrasi ini terjadi antar cuka sebagai asam
lemah dan NaOH sebagai bassa kuat. Asam cuka digunakan pada percobaan ini karena asam
cuka termaasuk ke dalam asam asetat, sehingga untuk mengetahui konsentrasinya dari asam
asetat dapat digunakan asam cuka yang tentunya terlebih dahulu ditambahkan dengan
aakuades.
Pada titrasi asam cuka dengan NaOH sebagai titran ini berbeda dengan titrasi
sebelumnya. Perbedaannya adalah pada warna larutan NaOH pada titarsi pertama dengan
titrasi asam cuka pada titrasi kedua. Pada titrasi pertama, larutan NaOH yang ada dalam
erlenmeyer setelah ditambahkan dengan indikator fenofhtalein, warna larutan yang mulanya
ungu berubah menjadi bening. Berbeda dengan titrasi kedua, pada titrasi ini larutan asam
cuka yang ada dalam erlenmeyer setelah ditetesi 2-3 tetes indikator fenofhtalein warna
larutan yang mualnya bening menjadi ungu. Hal tersebut terjadi karena pada titrasi pertama
adalah NaOH sebagai basa kuat dan pada titrasi yang kedua yang dititrasi adalah asam cuka
sebagai basa lemah.
Titrasi kedua ini juga dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian dihitung volume rata-
ratanya. Pada titrasi NaOH yang pertama dan kedua diperlukan sebanyak 15 mL, maka
diperoleh volume rata-rata sebesar 21 mL. Kemudian volume rata-rata tersebut dapat
menentukan nilai dari konsentrasi asam asetat, dan dari hasil perhitungan diperoleh
konsentrasi asam asetat sebesar 0,2 mol/L
Konsentrasi asam asetat yang diperoleh tersebut merupakan konsentrasi sam asetat
yang telah diencerkan, untuk mengetahui besarnya konsentrasi asam aseata sebelum
diencerkan dapat dihitung dengan rumus pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi dari
asam asetat sebelum diencerkan sebesar 9,52 mol/L. Dari konsentrasi asam asetat yang
diperoleh sebelumnya diencerkan tersebut dapat kita ketahui hasil konsentrasi asam asetat
dalam jumlah presentasnya sebesar 57, 12 %.
VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pada standarisasi didapat bahwa konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan adalah 9,52
mol/L.
2. Dalam hasil perhitungan di dapat nilai kadar asam asetat (%CH3COOH) dalam air yaitu
sebesar 57,12 %
3. Pada standarisasi, analisis yang digunakan yaitu analisis titrimetri karena akurasi yang
dihasilkan sanggat tinggi.
4. Pada analisis titrimetri diperlukan bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi,
relatif satbil, tidak bersifat hidroskopis, bereaksi sangat cepat daan reaksi berlangsung secara
lengkap dan stoikiometris.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran EGC,
Jakarta.
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Day, R. A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.


Sari, F.I. dan Soedjajadi K. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Vol.1, No.2, Januari 2005.

Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.

Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat
dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana
titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang
mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen
tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen.
Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang
disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi
secara tepat dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri,
titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari
bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur
sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal
dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran
dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan
basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi).
Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu
lagi dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik
yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen.
(Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau
asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah
secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa
bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator
yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen.
(Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan
basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik
dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama
senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat
larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi
asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut
misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya
NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa
yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi
melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M - Statif dab klem

- H2C2O4 - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

3.2 Cara kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan
5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam
buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret.
Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret
sampai skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam
setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator
penophtalein (PP).
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
- Mencatat volume NaOH terpakai
- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
- Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap
Erlenmeyer
- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein
(PP)

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata

1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 19,8 mL 21 mL 18,6 mL 19,8 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,050 M 0,047 M 0,053 M 0,050 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25,4 mL 27 mL 23,5 mL 25,3 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M

4.2 Perhitungan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I V1.M1 = V2.M2


10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 =1 = 0,050 M
19,8
Ulangan II V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 21 . M2

1 = 21 . M2

M2 = 1 = 0,047 M

21

Ulangan III V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 18,6 . M2

1 = 18,6 . M2

M2 = 1 = 0,053 M

18,6

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2

M2 = 1 = 0,050 M

19,8

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 25,3 . M2

M2 = 1 = 0,039

25,3
BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan
dalam tiga kali ulangan dengan proses :
Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam
gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan
dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes,
erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah
menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink
atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi.
Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I
didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 19,8 mL, catat pada tabel laporan sementara
dibagian Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikut :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8
Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan
pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 21 . M2
1 = 21 . M2
M2 = 1/21 = 0,047 M
pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 18,6 . M2
1 = 18,6 . M2
M2 = 1 = 0,053 M
18,6

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :
19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL
3
Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan
dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam
oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan
gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl
dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan
erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit
sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih
hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi
pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes
kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 25,4 mL. Kemudian mengulangi
pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume
NaOH terpakai sebanyak 27 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai
sebanyak 23,5 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH terpakai yaitu :
25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL = 25,3 mL
3
Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl dengan rumus :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 25,3 . M2
1 = 25,3 . M2
M2 = 1 = 0,039 M
25,3
Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari
volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi
HCL.
Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah
warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi
hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum
ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.

6.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan
larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga
harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena
volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
BAB VII
JAWABAN PERTANYAAN

1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen


Answer :
Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya
secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh.
2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator
Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Fungsi penambahan indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu
titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada
larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan
basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda
akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Standarisasi Larutan HCl 0,1 N
Penambahan indikator metil orange menyebabkan perubahan warna larutan menjadi
kuning. Dalam proses titrasi digunakan indikator metil orange yang jangkauannya pada pH
3,1 sampai pH 4,4 yang akan memberikan warna kuning. Penambahan indikator ini bertujuan
untuk menandai titik ekivalen titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari yang
awalnya berwarna kuning menjadi berwarna orange. Warna ini dikarenakan adanya pengaruh
ion H+ dari HCl yang bereaksi dengan indikator metil oranye dengan reaksi :HInH+ +
In.

3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator
Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH larutannya berubah.
Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting. Jika dalam
percobaan tidak ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan berjalan.

4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas


Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
(COOH) + 2NaOH >>> Na2C2O4 + 2H2O
Untuk menstandarisasi larutan NaOh maka dalam percobaan ini menggunkan larutan
asam oksalat H2C2O2 sebagai larutan standarnya. Berdasarkan hasil percobaan yang telah
dilakukan dapat diketahui ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam
oksalat dan basa NaOH. Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL.
Asam oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening dan NaoH sebagai titer
yang berwarna bening pula, sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3 tetes indikator PP
yang diketahui berwarna bening kedalam larutan oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi
perubahan warna ketika mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan asam
oksalat sama denagn jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna.
Dalam titrasi ini kita menggunakan indikator PP karena fenol phenolptalein itu tergolong
asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih banyak dan dia akan memberikan
warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah untuk diamati.
Standarisai HCl dengan larutan HCl
NaOH + HCl >>> NaCl + H2O
Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan ion
OH dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan. Sementara, Cl-
-

dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari NaCl membentuk garam NaCl.
HCl (aq) + NaOH (aq) >>> NaCl (aq) + H2O (I)
Di dalam larutannya, HCl dan NaOH akan terurai menjadi ion-ionnya, sehingga reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
H+ (aq) + Cl- (aq) + Na+ (aq) + OH- (aq) >>> Na+ (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)
Dari reaksi diatas dapat disederhanakan menjadi reaksi ion bersih adalah
H+ (aq) + OH-(aq) >>> H2O (aq)
5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder
Larutan primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara menimbang. Larutan standar sekumder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
6. Tuliskan sayarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi.
Tidak semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;
1. Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.
2. Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu
banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversible, penentuan akhir
titrasi tidak tegas.
3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).
4. Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan sederhana
penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrainya tidak mudah berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-


basa/ diakses pada 20 nov 13, pada pukul 19.23
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

BAB IV

KAJIAN HASIL PRAKTIKUM

A. Hasil Praktikum

1. Tabel Pengamatan

Asidimetri Alkalimetri

Erlenmeyer I 10,1 20,2

Erlenmeyer II 13,8 20,45

Erlenmeyer I 8 20
Erlenmeyer II 8,3 23,2

B. Pembahasan

Pada percobaan ini digunakan sampel natrium bikarbonat untuk ditetapkan

kadarnya secara asidimetri dan asam salisilat untuk metode alkalimetri. Asidi-
alkalimetri merupakan suatu metode netralisasi. Natrium bikarbonat adalah suatu

senyawa yang bersifat basa, sehingga untuk menentukan kadarnya digunakan

larutan baku asam yaitu, HCl baku 0,5 N, sedang pada alkalimetri digunakan larutan

baku NaOH untuk menentukan kadar asam salisilat dalam larutan.

Sebelum dititrasi, sampel dilarutkan dalam etanol netral dengan maksud

agar etanol yang digunakan sebagai pelarut tersebut tidak ikut bereaksi sewaktu

dilakukan tirasi asam basa. Setelah ditambahkan etanol larutan harus segera ditutup

dengan almunium foil agar etanol tidak menguap, karena pada dasarnya alkohol

memiliki sifat mudah menguap.

Untuk asidimetri digunakan indikator metil jingga yang mempunyai pH 8,1-

10. Indikator ini berwarna merah dalam suasana basa dan tidak berwarna dalam

suasana asam, sehingga digunakan untuk penetapan kadar asam salisilat. Indikator

lain tidak digunakan karena pHnya akan akan sangat jauh dari titik ekuivalen.

Pada asidimetri ini digunakan metode titrasi asam basa secara langsung.

Titrasi dilakukan pada saat larutan sampel mencapai titik ekuivalen yang ditandai

dengan perubahan warna larutan yaitu dari kuning menjadi merah muda pada

asidimetri dan dari tidak berwarna menjadi merah muda pada alkalimetri.

Berdasarkan volume titran yang diperoleh pada masing-masing titrasi

tersebut maka dapat ditentukan kadar sampel yang terdapat dalam larutan. Dengan

menentukan rumus untuk penentuan persen kadar maka diperoleh persen kadar

rata-rata untuk natrium bikarbonat adalah sebesar 10,1, dan 13,8% dan kadar rata-

rata untuk asam salisilat adalah sebesar 20,2 dan 20,45%.

Berdasarkan literatur, diketahui bahwa kadar natrium bikarbonat adalah

tidak kurang dari 99,5% dan kadar asam salisilat sebesar 95-98% . Hal tersebut

tidak sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan. Kesalahan ini mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kesalahan dalam menentukan titik

akhir titrasi, dimana titrasi ditentukan tidak tepat sebelum atau sesudah titik

ekuivalen, ketidaktelitian dalam dalm membaca skala alat ukur,pemberian air dalam

melarutkan larutan serta kesalahan dalam melakukan penimbangan /penentuan

berat sampel yang digunakan dalam titrasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan asidimetri dan alkalimetri yang dilakukan,

maka dapat disimpulkan bahwa kadar Asam salisilat adalah sdan kadar Natrium

bikarbonat adalah 82,404%.

B. Saran

Hendaknya para asisten mendampingi para praktikan selama praktikum

berlangsung sehingga apabila ada hal-hal yang tidak di mengerti oleh praktikan

asisten bias langsung memberikan arahan apa yang seharusnya di lakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. (1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta


Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga:

Jakarta

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta

Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta

Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

DitjenPOM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Departemen Kesehatan RI:

Jakarta

DitjenPOM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-IV. Departemen Kesehatan RI.

Jakarta

You might also like