You are on page 1of 12

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian
Akut Myeloid Leukemia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di
gantinya elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih muda)
leukemik. (Robbins,2007).
Akut Myeloid Leukemia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai
dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari
sel mieloid (sifat kemiripan dengan sum-sum tulang belakang)
(Kurnianda,2007).
Akut Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel
hematopoetik yang dikarakteristikan dengan adanya proliferasi berlebihan dari
sel myloid yang dikenal dengan myloblas (Rogers,2010).
Jadi dapat disimpulkan Akut Myeloid Leukemia atau Akut Mieloblast
Leukimia (AML) adalah salah satu jenis penyakit dari leukemia yaitu suatu
penyakit berbahaya yang menyerang sistem hematopoetik yang ditandai
dengan banyaknya sel blas yang mengakibatkan tidak terkendalinya
pertumbuhan leukosit immature.

B. Etiologi
Menurut Kurnianda (2007) Penyebab AML sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, diduga karena virus onkogenik. Tetapi ada beberapa
faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya Leukimia antara lain:
1. Faktor Genetik
a) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia.
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group

1
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.
b) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran.
2. Virus
Virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T-cell
Leukimia-Lhymphoma Virus/HLTV).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia misalnya Benzen, dihubungkan
dengan insidensi leukemia akut misalnya pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzene. Selain benzene beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML antara lain: produk-produk minyak, cat, ethylene
oxide, herbisida, pestisida, dan lading elektromagnetik.
Obat-obatan neoplastic (alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenicol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
4. Radiasi
Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada
orang-orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada
1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak
sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7
tahun sesudah pengeboman.

C. Klasifikasi
Menurut Price & Wilson (2005) Berdasarkan klasifikasi French
American British (FAB) AML terbagi menjadi 8 subtipe yaitu:
1. M0 ( Acute Undifferentiated Leukemia )

2
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut
sebagai AML dengan diferensiasi minimal.
2. M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat
dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic
granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1
tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
3. M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara
30–90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2
adalah mielosit dan promielosit.
4. M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi
berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk
maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula
besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti
debu. Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan
dengan granula-granula abnormal ini .
5. M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit
pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan
proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan
eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan
AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
6. M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

3
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel
monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit
dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
7. M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran
morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan
megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus
dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrom ( MDS ) jika sel
leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi
dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.
8. M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.

D. Manifestasi Klinis
Gejala leukemia akut bervariasi dan timbul dalam waktu beberapa hari
atau bulan saja. Gejalanya dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, meliputi :
a) Anemia, sehingga menimbulkan gejala pucat dan lemah pada
penderita.
b) Netropenia, menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai
dengan timbulnya syok septik.
c) Trombositopenia yang dapat menimbulkan easy brusing, perdarahan
pada kulit, mukosa seperti adanya perdarahan gusi dan epitaksis atau
mimisan.
2. Keadaan Hiperkatabolik, yang ditandai oleh :
a) Kaheksia
b) Berkeringat pada malam hari
c) Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

4
3. Infiltrasi kedalam organ yang menimbulkan organo megali (pembesaran
organ) dan gejala lain, seperti :
a) Nyeri tulang dan sternum
b) Limfadenopati superficial
c) Splenomegali
d) Hipertrofi gusi atau infiltrasi kulit
e) Sindrom meningeal, yang menimbulkan : sakit kepala, mual, muntah,
mata kabur, kaku kuduk (Sudoyo dan Setiyohadi, 2006).

E. Patofisiologi
Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen,
yaitu bentuk dini neutrofil, monosit atau lainnya dalam sumsum tulang yang
kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga leukosit dibentuk pada banyak
organ ekstra medula (Bakta,2006).
Patogenesis utama AML adalah adanya gangguan pematangan yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sum-sum tulang. Akumulasi
blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya gangguan
hematopoesis normal yang akhirnya akan mengakibatkan sindrom kegagalan
sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya
sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni) (Sudoyo dan Setiyohadi, 2006).
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus
yang lebih berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
tanda-tanda perdarahan, serta adanya leukopenia akan menyebabkan pasien
rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga dapat
berimigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti
kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-organ
tersebut (Sudoyo dan Setiyohadi, 2006).
Pada hematopoiesis normal, myloblast merupakan sel myloid yang belum
matang yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah putih
dewasa. Namun, pada AML myloblast mengalami perubahan genetik atau

5
mutasi sel yang mencegah adanya diferensiasi sel dan mempertahankan
keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi sel juga menyebabkan terjadinya
pertumbuhan tidak terkendali sehingga terjadi peningkatan jumlah sel blast
(Sudoyo dan Setiyohadi, 2006).

F. Pathway

6
G. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali (Betz, CL & Sowden, LA, 2002).

H. Penatalaksanaan
Terapi standar untuk LMA dibagi menjadi 2 yaitu induksi remisi dan terapi
postremisi.
1. Terapi induksi remisi
Remisi dicapai ketika dalam sumsum tulang ataupun darah tepi
ditemukan kurang dari 5% sel blast. Terapi induksi remisi menggunakan
kombinasi dari anthracycline (seperti idarubicin, daunorubicin) dan
cytaribine. Golongan anthracycline biasanya diberikan 40-60 mg/m2 secara
rutin selama 3 hari sedangkan cytaribine diberikan 100-200 mg/m2 secara
rutin selama 7 hari (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour,
Estey, and Kantarjian, 2006). Penggunaan kombinasi golongan
anthracycline dan cytaribine secara rutin menghasilkan persentase CR
(complete remission) 70-80% pada usia ≤60 tahun dan 50% pada usia lebih
tua.
2. Terapi postremisi
Terapi postremisi bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Terdapat 2 pilihan terapi postremisi, yaitu transplantasi sumsum tulang
(autolog atau alogenik) dan kemoterapi. Transplantasi yang bersifat autolog
dilakukan dengan cara mengambil sel sumsum tulang sebelum pasien
mendapatkan terapi induksi untuk kemudian diinfusikan kembali ke paien,
sedangkan transplantasi yang bersifat alogenik dilakukan dengan
mengambil sel sumsum tulang dari donor yang memiliki kecocokan HLA
atau dari saudara kandung.

7
Selain terapi standar untuk mengatasi LMA, terdapat beberapa
penanganan terhadap tanda gejala yang muncul atau tindakan resusitasi
untuk memperbaiki kondisi umum pasien yaitu dengan pemberian antibiotic
dosis tinggi untuk mengatasi infeksi, serta pemberian transfusi darah dengan
PCR (Packedred cell) atau darah lengkap untuk mengatasi anemi dan
transfuse konsetrat trombosit untuk mengatasi trombositopenia yang terjadi
(Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).

I. Pengkajian Fokus
Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah
meliputi:
1. Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, serta
diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda perdarahan pada
kulit seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil, serta
tanda anemia seperti kelelahan dan pucat.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain
itu disertai juga dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah
mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit keganasan
lain sebelumnya
6. Hasil pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik, bisa didapatkan:
a) Inspeksi

8
Kelemahan, tampak pucat, tanda-tanda perdarahan seperti petekie,
ekimosis, perdarahan pada gusi, serta adanya luka yang menandakan
kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis).
b) Palpasi
Dapat terjadi leukemia kutis akibat infiltrasi sel blast pada kulit yaitu
berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
pembekakan pada gusi, hepatomegali dan splenomegali.
c) Auskultasi
Ditemukan adanya perubahan pada suara dan frekuensi nafas karena
sesak akibat anemia.
7. Hasil pemeriksaan penunjang
a) Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan
jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia berat), penurunan
trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia) dan penurunan leukosit
(leukositopenia).
b) Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan gambaran
adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas) ≥20%.
c) Dari hasil pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan
Suddan Black B atau myeloperoxidase akan didapatkan hasil yang
positif (Sudoyo dan Setiyohadi, 2006).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan proliferative gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi.
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat (immunosupresi, penurunan hemoglobin).
4. Resiko pendarahan dengan faktor resiko koagulopati inheren
(trombositopenia).

9
K. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Ketidakefektifan Circulation status 1. Awasi tanda vital, 1. Memberikan informasi
perfusi jaringan Tissue perfusion: kaji pengisian tentang
perifer cerebral. kapiler, warna derajat/keadekuatan
berhubungan Kriteria hasil: kulit/membran perfusi jaringan dan
dengan 1. Akral hangat mukosa membantu menentukan
penurunan HB 2. Perfusi baik 2. Tinggikan kepala kebutuhan intervensi
dalam darah 3. CRT < 2 detik pada tempat tidur 2. Meningkatkan ekspansi
4. Tidak sianosis sesuai toleransi paru dan
5. Nadi teratur 3. Catat keluhan rasa memaksimalkan
dingin pertahankan oksigenasi untuk
suhu lingkungan kebutuhan selular
dan tubuh hangat 3. Vasokontriksi
sesuai indikasi menurunkan sirkulasi
4. Awasi perifer. Kebutuhan rasa
pemeriksaan hangat harus seimbang
laboratorium hb/ht dengan kebutuhan untuk
menghindari panas yang
berlebih pencetus
vasodilatasi
4. Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respon
terhadap terapi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


2 Ketidakseimban Managemen nutrisi 1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian penting
gan nutrisi Kriteria hasil: pasien dilakukan untuk
kurang dari 1. Intake nutrisi 2. Delegatif mengetahui status nutrisi
kebutuhan tubuh tercukupi pemberian nutrisi pasien sehingga dapat
berhubungan 2. Asupan makanan yang sesuai menentukan intervensi
dengan dan cairan dengan kebutuhan yang diberikan
proliferative tercukupi pasien: diet pasien 2. Untuk membantu
gastrointestinal diabetes melitus memenuhi kebutuhan
dan efek toksik 3. Berikan informasi nutrisi yang dibutuhkan
obat kemoterapi yang tepat pasien
terhadap pasien 3. Informasi yang
tentang kebutuhan diberikan dapat
nutrisi yang tepat memotivasi pasien untuk
dan sesuai meningkatkan intake
4. Anjurkan pasien nutrisi
untuk

10
mengkonsumsi 4. Zat besi dapat
makanan tinggi zat membantu tubuh sebagai
besi seperti zat penambah darah
sayuran hijau sehingga mencegah
terjadinya anemia atau
kekurangan darah

No Diagnosa NOC NIC Rasional


3 Resiko Keparahan infeksi Kontrol infeksi 1. Mengetahui adanya tanda-
infeksi Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan tanda infeksi
dengan faktor 1. Tidak ada tanda- gejala infeksi 2. Teknik aseptik dapat
resiko tanda infeksi 2. Pertahankan teknik meminimalkan terjadinya
pertahanan (kalor, dolor, aseptik infeksi
tubuh rubor, tumor, dan 3. Bersihkan 3. Supaya tidak terjadi
sekunder fungsiolesa) lingkungan setelah infeksi nosocomial.
tidak adekuat 2. Jumlah leukosit dipakai pasien lain 4. Suhu tubuh yang tinggi
(immunosupr dalam batas 4. Pantau suhu tubuh indikasi terjadi infeksi
esi, normal 5. Lakukan tindakan 5. Mencegah terjadinya
penurunan 3. Menerapkan pencegahan infeksi infeksi
hemoglobin) perilaku hidup 6. Kolaborasi 6. Menurunkan atau
sehat pemberian mencegah infeksi
antibiotik 7. Meminimalkan resiko
infeksi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


4 Resiko Koagulasi darah Pencegahan perdarahan Pencegahan perdarahan
perdarahan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda 1. Menentukan tindakan
dengan 1. Tidak ada perdarahan selanjutnya
faktor resiko perdaraan 2. Anjurkan pasien 2. Vitamin K dalam
koagulasi 2. Hemoglobin untuk meningkatkan pembekuan darahberperan
inheren dan hematocrit intake makanan yang penting dalam
(trombositop dalam batas mengandung vitamin pertumbuhan sel dan
enia) normal K. metabolisme tulang dan
3. Hindari terjadinya jaringan lain.
konstipasi 3. Konstipasi dapat
4. Kolaborasi pemberian menyebabkan anus
tranfusi trombosit mengalami perdarahan
4. Agar nilai trombosit
menjadi normal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Betz, CL & Sowden, LA.2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta
: EGC
II, Ed. 4. Jakarta: FKUI.
Kurnianda, Johan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FK. UI

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta:
Penerbit Mediaction

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,Vol.


1, Ed. 6. Jakarta: EGC
Robbins, SL., et al. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC

Rogers, B. B. (2010). Advances in the Management of Acute Myeloid Leukemia in


Older Adult Patients. Oncology Nursing Forum, 37 (3): 168-179. (Online),
diakses pada tanggal 01 Januari 2018, melalui
http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/2038231261/...3D.

Sudoyo, A. W., dan Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II, Edisi 4. Jakarta: FK UI.

12

You might also like