You are on page 1of 34

Asuhan Keperawatan Ca Cervix

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA

CA CERVIX DI RUANGAN IBS RSUP SANGLAH DENPASAR

TANGGAL 8 – 12 - 2016

OLEH:

Kadek Ageng Kumara Tungga

167089140003
PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX


Telah diterima dan disahkan oleh Clinical Instruktur (CI) di Ruang IBS, RSUP Sanglah sebagai syarat
memperoleh penilaian dari Departemen Keperawatan Klinik Medikal Bedah STIKES Buleleng.

Denpasar, Desember 2016

Menyetujui,

Clinical Instructure (CI)

Ruang IBS

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

………………………………………..

NIP.

Clinical Teacher (CT)

Stase Keperawatan KMB

STIKES Buleleng
………………………………………

NIK.

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SERVIKS

1. Tinjauan Teori Penyakit

1.1 Definisi

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang umumnya disebabkan oleh infeksi Human
Papilloma Virus (HPV), berasal dan tumbuh pada serviks, khususnya epitel atau lapisan luar permukaan
serviks (Samadi, 2011).

Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90% dari kanker serviks berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (Medicastore, 2010 dalam Rizky & Hikmah, 2010).

Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Sel-sel yang tumbuh tidak
normal ini berubah menjadi sel kanker. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan
liang senggama (vagina). Waktu yang diperlukan bagi kanker serviks untuk berkembang cukup lama,
sekitar 10-15 tahun. Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang berusia antara 30 tahun sampai
dengan 50 tahun, yaitu pada puncak usia reproduktif wanita sehingga akan menyebabkan gangguan
kualitas hidup secara fisik, kejiwaan, dan kesehatan seksual (Smart, 2010 : 70).

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kanker serviks merupakan tumbuhnya sel-sel
abnormal yang terjadi pada leher rahim wanita yang umumnya disebabkan oleh infeksi Human
Papilloma Virus (HPV).

1.2 Etiologi

Menurut (Alan and Nathan, 2007) faktor penyebab terbesar untuk kanker serviks yaitu infeksi oleh satu
atau lebih virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe onkogenik yang berisiko tinggi menyebabkan kanker
leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan
biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan, walaupun kankernya sendiri
baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah
tipe 16, 18, 45 dan 56 dimana HPV tipe 16 dan 18 ditemukan sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini
dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade
intraepithelial lesion/LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan
rendah menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut-turut adalah tipe 30,31,33,35,39, 51, 58, 66
dan 6,11, 42, 43, 44, 53,54, 55. Infeksi HPV tipe 16 dan 18 adalah yang paling sering ditemukan di dunia.
HPV tipe 16 umumnya ditemukan di negara barat seperti Eropa, USA dan lain-lain, sedangkan untuk tipe
18 banyak ditemukan di Asia.

Sedangkan faktor resiko terjadinya kanker serviks menurut Sjamsuddin (2011) adalah sebagai berikut:

1.2.1 Infeksi HPV

Faktor risiko yang terpenting untuk kanker serviks adalah infeksi oleh HPV. Terdapat lebih dari 100 tipe
HPV, namun hanya beberapa yang menyerang daerah anogenital. Tipe ini dibedakan menjadi tipe yang
risiko rendah yang dapat menyebabkan kutil pada daerah genital (yang paling sering tipe 6 dan 11) dan
tipe yang berisiko tinggi (yang paling sering tipe 16, 18, 31). Sekitar dua pertiga dari semua kanker
serviks disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.

1.2.2 Merokok

Wanita yang merokok dua kali lebih mungkin untuk terserang kanker serviks daripada wanita yang tidak
merokok. Merokok menyebabkan tubuh terpapar bahan kimia penyebab kanker yang mempengaruhi
organ lain dari paru-paru. Zat-zat berbahaya diserap melalui paru-paru dan dibawa dalam aliran darah
ke seluruh tubuh. Para peneliti percaya bahwa kerusakan zat DNA dari sel-sel leher rahim dan dapat
berkontribusi pada perkembangan kanker serviks. Merokok dapat juga membuat sistim kekebalan tubuh
kurang efektif dalam memerangi infeksi HPV.

1.2.3 Imunosupresi

Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus penyebab AIDS, merusak sistem kekebalan tubuh dan
wanita merupakan risiko tinggi untuk infeksi HPV. Para ilmuwan percaya bahwa sistim kekebalan tubuh
penting dalam menghancurkan sel kanker dan memperlambat pertumbuhan dan penyebaran. Pada
wanita dengan HIV, pra-kanker serviks mungkin berkembang menjadi kanker invasif lebih cepat dari
biasanya. Kelompok lain dari wanita berisiko terkena kanker serviks adalah wanita yang minum obat
untuk menekan respon kekebalan tubuh mereka, seperti yang sedang dirawat untuk penyakit autoimun.

1.2.4 Infeksi Chlamydia

Chlamydia adalah jenis bakteri umum yang dapat menginfeksi sistem reproduksi. Hal ini menyebar
melalui kontak seksual. Chlamydia dapat menyebabkan peradangan pada panggul, menyebabkan
infertilitas. Beberapa studi melihat risiko yang lebih tinggi kanker serviks pada wanita yang hasil tes
darahnya menunjukkan bukti chlamydia masa lalu atau saat terinfeksi (dibandingkan dengan wanita
yang memiliki hasil tes normal). Infeksi chlamydia sering tidak menimbulkan gejala pada wanita.

1.3 Klasifikasi

Menurut FIGO (2000) dalam Nafrialdi dan Gan S. (2007), klasifikasi dan stadium kanker serviks adalah
sebagai berikut:

Stadium 0

Karsinoma insitu, karsinoma intra epineal

Stadium I

Karsinoma masih terbatas pada serviks (penyebaran ke korpus uteri)

Stadium Ia

Invansi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara
langsung walau dengan invansi yang sangat superficial dikelompokan sevagai stadium Ib. kedalaman
invansi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ia1

Invansi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ia2
Invansi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7
mm

Stadium Ib

Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopik lebih dari Ia

Stadium Ib1

Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

Stadium Ib2

Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

Stadium II

Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai sepertiga bawah atau infiltrasi ke parametrium belum
mencapai dinding panggul.

Stadium IIa

Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium

Stadium IIb

Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul

Stadium III

Telah melibatkan sepertiga bawah vagina atau adanya perluasaan sampai dinding panggul. Kasus
dengan hidroneprosis atau ganguan fungsi ginjal dimasukan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal
dapat dibuktikan oleh sebab lain

Stadium IIIa

Keterlibatan sepertiga bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIb

Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau ganguan fungsi ginjal

Stadium IV

Perluasan ke luar organ reproduktif

Stadium IVa

Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum


Stadium IVb

Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul (menyebar ke organ lain yang lebih jauh)

1.4 Tanda Dan Gejala

Gejala perubahan pre-kanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak
terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap Smear. Gejala biasanya
baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di
sekitarnya. Pada saat ini menurut (Calvagna, 2007) akan timbul gejala seperti berikut:

1.4.1 Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan
hubungan seksual dan setelah menopause

1.4.2 Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)

1.4.3 Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah
atau hitam serta berbau busuk

Adapun gejala dari kanker serviks stadium lanjut menurut (Calvagna, 2007) antara lain: nafsu makan
berkurang, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung atau tungkai, keputihan yang
keluar dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan, perdarahan
setelah senggama (perdarahan kontak), perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor
eksofitik dari serviks oleh skibala, dan berujung pada terjadi anemia.

1.5 Patofisiologi

Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel skuamosa serviks. Bila pada
saat ini terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV
tergabung dalam DNA sel. Bila hal ini berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut
menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia sel serviks sembuh dengan sendirinya, sementara hanya
sekitar 10% yang berubah menjadi displasia sedang dan berat. 50% kasus displasia berat berubah
menjadi karsinoma. Biasanya waktu yang dibutuhkan suatu lesi displasia menjadi keganasan adalah 10-
20 tahun. Kanker leher rahim invasif berawal dari lesi displasia sel-sel leher rahim yang kemudian
berkembang menjadi displasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa prekursor kanker adalah lesi displasia tingkat lanjut (high-grade dysplasia)
yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara displasia
tingkat rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi spontan (FKUI, 2008).
Pertumbuhan Sel kanker serviks menurut Mitayani (2009) adalah sebagai berikut:

1.5.1 Eksofilik

Mulai dari arah SCJ (Skuamo Columnar Junction) ke arah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi skunder dan nekrosis.

1.5.2 Endofilik

Mulai dari SCJ tumbuah kedalam stroma serviks dan cenderung infiltrative membentuk ulkus

1.5.3 Ulseratif

Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk
menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami akan mengalami metaplasi atau erosi akibat saling
desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erusif (metaplasia
skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskarotik) melalui tingkatan NIS-I,II,III
dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invansive. Sekali menjadi mikroinvansive, proses keganasan
akan terus berjalan.

Tahap invansive ini akan terus berlanjut:

1.5.4 Tahap I

Tahapan dimana kanker hanya terbatas pada serviks saja tapi telah mengalami invasi ke stroma serviks.
Akibat invasi pada stoma serviks, yang dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur serviks. Kerusakan
tersebut menyebabkan ulserasi yang disertai dengan perdarahan spontan setelah coitus serta tejadi
anemia. Selain itu, ulserasi juga menyebabkan sekresi serviks yang berlebihan, sehingga timbul
keputihan yang berbau khas.

1.5.5 Tahap II

Tahap II sudah ada perluasan kanker kearah bawah serviks tapi tidak melibatkan dinding panggul dan
telah mengenai daerah vagina dan akan terjadi nekrosis pada vagina dan juga akan adanya pengeluaran
cairan vagina yang berbau busuk dan juga disertai pendarahan.

1.5.6 Tahapan III

Penyebaran ke vagina yang lebih luas dan juga mengalami penyebaran pada dinding panggul.Pada tahap
ini kanker meluas ke sistem perkemihan, pencernaan, pernapasan, dan otak. Metastasis pada sistem
perkemihan dapat menyebabkan penyumbatan ureter atau penuhnya kandung kemih yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan eliminasi urine. Metastasis pada bagian pencernaan dapat
menyebabkan terbentuknya ulkus dan terjadinya perdarahan. Selain itu, juga dapat terjadi peningkatan
asam lambung yang merangsang mual dan muntah. Metastasis pada sistem pernapasan menyebabkan
gangguan pengembangan paru sehingga terjadi gangguan pertukaran gas. Dan metastasis pada bagian
otak menyebabkan terjadinya kerusakan sistem saraf sehingga terjadi stoke dan kematian.
1.6 WOC

Faktor penyebab:

- HPV (human papiloma virus)

- Merokok

- Imunosupresif

- Infeksi Chlamydia,

- Umur

Proses Metaplasi

Displasia serviks

Ca Serviks

Tahap awal

Tahap lanjut
Terapi

Nekrosis jaringan serviks

Menyebar ke pelviks

Pembesaran massa
Malu

Tekanan intra-pelviks meningkat

Penipisan sel epitel

Hambatan interaksi sosial

Tekanan intra abdomen meningkat

Rusaknya permeabilitas pembuluh darah


Pembentukan asam laktat

Metabolisme anaerob

Nyeri akut

Perdarahan

Kelelahan
Suplai O2 menurun

Anemia

Resiko kekurangan vol. cairan

Deficit perawatan diri

Hb turun

Imunitas menurun

Resiko infeksi
Radiasi

kemoterapi

Pembedahan/ histerektomi

Pre

Post

Mempercepat pertumbuhan sel normal


Pre

Post

Defisiansi pengetahuan

Kurang pengetahuan

Aktivitas fisik terbatas

ansietas
Mempercepat usia akar rambut

Ansietas

Intoleransi aktivitas

Alopecia

Gangguan citra tubuh


Peningkatan pemanasan pada epidermis kulit

Gastrointestinal

Perkemihan

Kompresi pada RES

Eritema, kering, pruritus


Peningkatan tekanan gaster

Cystitis

Anemia

Kerusakan integritas kulit

Mual/muntah

Gangguan eliminasi urune

Leukosit menurun
Anoreksia

Resiko infeksi

Ketidak-seimbangan nutrisi kurang dari keb. tubuh


Sumber: Amin & Hardi (NANDA NIC-NOC, 2015)

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Calvagna (2007) diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berikut:

1.7.1 IVA

IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles
serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area
berwarna putih.Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks.
Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk
deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus
dilakukan.

1.7.2 Pap Smear

Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang
tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari
50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya
menjalani Pap Smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan
hasil yang normal, Pap Smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:

1) Normal.

2) Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).

3) Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).

4) Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)

5) Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh
lainnya).

1.7.3 Thin Prep

Metode Thin Prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-
sel di serviks atau leher rahim, maka Thin Prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim.
Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.

1.7.4 Kolposkop.

Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat
dengan pembesaran yang tinggi. Jika area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil
sampel pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan
yang mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan
kolposkopi anda.

1.7.5 Biopsi

Bila pemeriksaan kolposkopi terlihat ada kelainan epitel atau kelainan pembuluh darah maka harus
dibuktikan dengan pemeriksaan patologi yaitu dengan melakukan biopsi (dengan biops target atau
dengan loop electrical excision of the transformation zone (LETZ)) mengambil sedikit sayatan jaringan
menggunakan alat loop tenaga listrik.

1.7.6 Konisasi

Bila pemeriksaan kolposkopi tidak akurat tetapi pada pemeriksaan pap smear terdapat lesi prekanker
maka diagnosis sebaiknya ditetapkan dengan pemeriksaan konisasi. Konisasi adalah mengambil jaringan
servikal dengan pembedahan kecil, serviks diambil dengan bentuk irisan seperti kerucut.Irisan dapat
dilakukan dengan pisau, kawat listrik/kauter, atau dengan laser.Kadang memerlukan anestesi lokal.

1.7.7 Vagina inflammation self test card

Vagina inflammation self test card adalah alat pendeteksian yang dapat menjadi “warning sign”. Yang
ditest dengan alat ini adalah tingkat keasaman (pH), test ini cukup akurat, sebab pada umumnya apabila
seorang wanita terkena infeksi, mioma, kista bahkan kanker serviks, kadar pHnya tinggi. Dengan begitu
maka melalui tets ini paling tidak wanita dapat mengetahui kondisi vagina mereka secara kasar.
1.7.8 Gineskopi

Gineskopi adalah teropong monocular, ringan, pembesaran 2,5 kali (lebih sederhana dari kolposkopi)

1.8 Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan pada pasien dengan kanker serviks antara lain:

1.8.1 Terapi Local

Terapi local dilakukan pada penyakit prainvasif, yang meliputi biopsy, cauterasi, terapi laser, konisasi,
dan bedah buku.

1.8.2 Histerektomi

Histerektomi mungkin juga dilakukan tergantung pada usia wanita, status anak, dan atau keinginan
untuk sterilisasi. Histerektomi radikal adalah pengangkatan uterus, pelvis dan nodus limfa para aurtik.

1.8.3 Radioterapi Batang Eksternal

Terapi ini dilakukan jika nodus limfe positif terkena dan bila batas-batas pembedahan itu tegas.Untuk
terapi radiasi ini biasanya para wanita dipasang kateter urine sehingga tetap berada di tempat tidur,
makan makanan dengan diet ketat dan memakan obat untuk mencegah defekasi, karena pada terapi ini
biasanya terpasang tampon (aplikator)

1.8.4 Eksenterasi Pelvica

Penatalaksanaan ini dilakukan jika terjadi kanker setempat yang berulang. Penatalaksanaan ini dapat
dilakukan pada bagian anterior, posterior, atau total tergantung organ yang diangkat ditambah dengan
uterus dan nodus limfa disekitarnya.

1.8.5 Terapi Biologi

Yaitu dengan memperkuat system kekebalan tubuh (system imun)

1.8.6 Kemoterapi

Dengan menggunakan obat-obatan sitostastik, seperti pemberian obat melalui infuse, tablet atau
intramuskuler. Obat lain yang diberikan adalah cisplatin, carboplatin, Cylophopnopamide Adreamycin
Platamin (CAP), dan Platamin Veble Bloemycin (PVB).

1.8.7 Terapi penunjang lain:

1.8.7.1 Terapi Nutrisi


Asupan makanan, jenis makanan, makanan tambahan/suplementen, (beta-caro, selenium, vitamin C,
vitamin E, eicosap-entaenoic acid)

1.8.7.2 Manajemen penyakit (dukungan obat, penyembuhan tanpa obat melainkan dengan aktivitas
tertentu, radiasi, operasi bedah, perawatan tradisional dan konsultasi psikologis)

1.8.7.3 Tindakan bergantung pada usia, paritas, tua kehamilan, dan stadium kanker :

1) Wanita relatif muda dan hamil tua dengan kanker stadium dini, dapat melahirkan janin secara
spontan

2) Dalam trimester I dijumpai kanker serviks, dilakukan abortus buatan, kemudian diberikan
pengobatan radiasi

3) Dalam trimester II kehamilan: segera lakukan histerektomi untuk mengeluarkan hasil konsepsi,
kemudian diberikan dosis penyinaran

4) Wanita yang masi relatif muda dan mendambakan anak dengan kanker serviks dilakukan konisasi
atau amputasi porsio kemudian dikontrol dengan baik. Bila anak cukup maka dikerjakan histerektomi

1.9 Komplikasi

Pada lesi prakanker, mungkin akan menyebabkan kegagalan fungsi reproduksi karena komplikasi
pengobatan lesi prakanker. Pada kanker serviks stadium awal akan dapat menyebabkan kegagalan
fungsi reproduksi khususnya pada penderita usia muda karena pengobatan pembedahan ataupun
radiasi.

Kanker serviks stadium lanjut ataupun kanker serviks yang tumbuh lagi setelah pengobatan dapat
menyebabkan kematian pada penderitanya karena kegagalan pengobatan.Pada stadium lanjut, kanker
dapat menyebar (metastase) ke berbagai organ lainnya sehingga dapat menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ, seperti ginjal, paru-paru, hati dan organ lainnya. (Hartati Nurwijaya, dkk, 2010).

Sedangkan menurut Wan Desen, 2011, komplikasi kanker serviks uteri adalah sebagai berikut:

1.9.1 Retensi Urine

Pada waktu histerektomi total radikal mudah terjadi rudapaksa pleksus saraf dan pembuluh darah kecil
intrapelvis, hingga timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi uri. Biasanya pasca operasi
dipertahankan saluran urin lancer 5 – 7 hari, secara berkala dibuka 3 – 4 hari, fungsi buli-buli biasanya
dapat pulih.Pada retensi uri sekitar 80% dalam 3 minggu fungsi buli-bulinya.

1.9.2 Kista Limfatik Pelvis

Pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainase limfe tidak lancar, dapat terbentuk kista limfatik
retroperitoneal, umumnya pasien asimtomatik dan mengalami absorpsi spontan, bila kista terlalu besar
timbul rasa tak enak perut bawah, nyeri tungkai bawah, akumulasi cairan kista dikeluarkan, gejala akan
mereda.

1.9.3 Sistitis Radiasi Dan Rektitis Radiasi

Pasca radiasi pelvis, pasien umumnya mengalami sistitis radiasi ataupun rektitis radiasi yang bervariasi
derajatnya.Gejala berupa rasa tak enak abdomen bawah, polakisura, disuria atau hematuria, tenesmus,
mukokezia, hematokezia. Bagi pasien dengan derajat ringan tak perlu ditangani, bila derajat sedang ke
atas umumnya diobati dengan anti radang, hemostatik, antispasmodic, dll. Penting diketahui bahwa
penyakit kanker bukanlah otomatis berakhir pada kematian. Timbulnya ketakutan pada penderita
kanker dan kanker serviks khususnya, karena selama ini kanker belum ada obatnya. Namun sejalan
dengan waktu dan penemuan baru di bidang penelitian kanker, baik penemuan jenis perawatan dan
bagaimana caranya sel-sel kanker berkembang sudah diketahui. Kini banyak pasien kanker yang dapat
bertahan hidup dan bahkan bisa sembuh.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a) Pengkajian

Pre Operatif :

Þ Kaji status klinis pasien (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)

Þ Kaji kemampuan pasien untuk melakukan koping terhadap pembedahan yang akan datang

Þ Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien

Þ Kaji tingkat kecemasan pasien

Breath

Kaji status pernafasan pasien

Penggunaan otot bantu pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan

Blood

Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan adanya nyeri dada

Brain

Kaji tingkat kesadaran pasien

Bladder
Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih

Bowel

Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa

Bone

Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

Intra Operatif :

Þ Catat waktu mulai dan selesai operasi

Þ Catat waktu mulai dan selesai anesthesi

Þ Catat jenis anesthesi

Þ Kaji satus klinis pasien (brain, blood, breath, bowel, blader, dan bone)

Þ Monitor adanya perdarahan

Breath

Kaji status pernafasan pasien

Penggunaan otot bantu pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan

Blood

Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan adanya nyeri dada dan kaji adanya
perdarahan

Brain

Kaji tingkat kesadaran pasien

Bladder

Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih

Bowel

Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa

Bone
Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

Post Operatif :

Þ Kaji status pasca bedah pasien (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)

Þ Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan

Þ Kaji adanya komplikasi

Þ Kaji adanya tanda-tanda infeksi

Þ Kaji adanya tanda-tanda anemia

Þ Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien

Þ Kaji kemampuan pasien dan keluarga untuk melakukan koping terhadap pengalamannya di rumah
sakit dan pembedahan

Breath

Kaji status pernafasan pasien

Penggunaan otot bantu pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan

Blood

Kaji tekanan darah pasien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan adanya nyeri dada

Brain

Kaji tingkat kesadaran pasien

Bladder

Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih

Bowel

Kaji penggunaan NGT, mual, muntag dan puasa

Bone
Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

b) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Pre Operatif

Data

Diagnosa keperawatan

DS: pasien mengatakan cemas dalam menjalani operasinya

DO: pasien terlihat gelisah

Ansietas berhubungan dengan prosedur infasiv ditandai dengan pasien tampak gelisah.

DS: pasien mengatakan haus dan pasien puasa sebelum dilakukan operasi

DO:membran mukosa keringa

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tindakan preoperative ditandai dengan pasien
dipuasakan

Intra Operatif

Data pasien

Diagnose Keperawatan

DS: -

DO: akral dingin, suhu tubuh dibawah kisaran normal

Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin ditandai dengan kulit dingin, suhu
tubuh di bawah kisaran normal
DS: -

DO: dilakukan insisi untuk pengangkatan kista

Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi

DS: -

DO: pasien dalam kondisi tidak sadar

Risiko Cedera berhubungan dengan prosedur invasif

DS: -

DO: terdapat perdarahan dan TD menurun

Risiko perdarahan berhubungan dengan kerusakan jaringan

Post Operatif

Data pasien

Diagnosa Keperawatan

DS: pasien mengeluh nyeri

DO: pasien tampak meringis

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal,
mengekspresikan perilaku.

DS:-

DS: pasien tidak mampu melakukan mobilisasi secara mandiri

Risiko cedera berhubungan dengan penurunan efek anastesi

DS: pasien mengeluh lemas dan pusing


DO: TD menurun, kulit pucat dan terdapat pengeluaran darah abnormal

Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur post operasi

D. Evaluasi Keperawatan

No

Diagnosa

Evaluasi

1.

Pre operasi

a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (rencana operasi) ditandai dengan


mengekspresikan kekhawatiran, gelisah, ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik.

a) Keluarga klien tampak tenang

b) Keluarga klien mengatakan dapat menerima keaadaan klien

2.

Intra operasi

a. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin ditandai dengan kulit dingin,
suhu tubuh dibawah kisaran normal, pucat.

b. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori


c. Resiko Perdarahan

a) Suhu tubuh dalam rentang normal

b) Tidak teraba dingin

c) Akral hangat

d) Tidak menggigil

a) Tidak terjadi cedera

b) Pelindung terpasang dengan baik

c) Eliminasi benda-benda yang dapat menyebabkan cedera


a. Tidak terjadi perdarahan pasca operasi

b. Kulit dan membrane mukosa tidak pucat

3.

Post Operasi

a. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan pertahanan tubuh primer.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik ditandai dengan pasien tampak meringis.

c. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori

a) Tidak terdapat peningkatan nilai leukosit

b) Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5 derajat celcius

c) Warna daerah pembedahan merah muda tanpa eksudat purulen dan tidak berbau.

a) Pasien mengatakan nyeri berkurang


b) Skala nyeri turun

c) Tidak ada ekspresi nyeri

a) Tidak terjadi cedera

b) Pelindung terpasang dengan baik

c) Eliminasi benda-benda yang dapat menyebabkan cedera


DAFTAR PUSTAKA

Alan.H and Nathan L. 2007. Premalignant and malignant disorders of uterine cervix dan chemotherapy
for gynecologic cancer .In : Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology Tenth Edition.
United States of America: McGrawHill Companies

Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Media & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: Mediaction Jogja

Calvagna M. 2007. Diagnosis of Cervical Cancer.American Cancer Society website.http://www.cancer.org


(23 Januari 2016)

Nafrialdi dan Gan S. 2007. Antikanker. Dalam: Gunawan S.G. (ed). Farmakologi dan Terapi.Edisi 5.Jakarta
: Gaya Baru

Rizky F & Hikmah. 2010. Pengaruh Penyuluhan Tentang Kanker Servik Terhadap Tingkat Pengetahuan
Pada Ibu Usia 35-45 Tahun. Skripsi (Tidak Diterbitkan). DIV Kebidanan STIKES Aisyiyah Yogyakarta.

Samadi, HP. 2011. Yes, I Know Everything about Kanker serviks, mengenali, mencegahnya & bagaimana
anda menjalani pengobatannya. Solo : Metagraf Creative Imprint of Tiga Serangkai

Sjamsuddin S. 2011. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran Edisi
133. Jakarta

Smart, A. 2010. Kanker Organ Reproduksi. Jogjakarta : A Plus Books.

You might also like